Anda di halaman 1dari 34

CASE REPORT SESSION

OLEH : MEFRI YULIA MEIRINA KHAIRAT

PRESEPTOR : dr.Rahmi Yetti, SpA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

BAB I TINJAUAN PUSTAKA


TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi dan Klasifikasi BBLR Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir. Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR: a. Menurut harapan hidupnya: 1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram. 2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram. 3) Bayi berat lahir amat sangat rendah (BBLASR) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.

b. Menurut masa gestasinya: 1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK). 2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

1.2 Faktor Penyebab BBLR Sulit untuk menentukan secara pasti penyebab BBLR, namun ada beberapa faktor risiko yang erat hubungannya dengan kejadian BBLR. Adapun faktor-faktor penyebab tersebut adalah:

a. Faktor ibu 1) Penyakit Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih. Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, penyakit jantung. 2) Ibu Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun). Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya. Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

3) Keadaan sosial ekonomi Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang. Aktivitas fisik yang berlebihan. Perkawinan yang tidak sah.

b. Faktor janin Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

c. Faktor plasenta Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), dan ketuban pecah dini.

d. Faktor lingkungan Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

1.3 Permasalahan pada BBLR BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang banyak sekali pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil. a. Ketidakstabilan suhu tubuh Dalam kandungan ibu, bayi berada pada suhu lingkungan 36C- 37C dan segera setelah lahir bayi dihadapkan pada suhu lingkungan yang umumnya lebih rendah. Perbedaan suhu ini memberi pengaruh pada kehilangan panas tubuh bayi. Hipotermia juga terjadi karena kemampuan untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas karena pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil, sedikitnya lemak subkutan, produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.

b. Gangguan pernafasan Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Di samping itu lemahnya reflek batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.

c. Imaturitas imunologis Pada bayi kurang bulan tidak mengalami transfer IgG maternal melalui plasenta selama trimester ketiga kehamilan karena pemindahan substansi kekebalan dari ibu ke janin terjadi pada minggu terakhir masa kehamilan. Akibatnya, fagositosis dan pembentukan antibodi menjadi terganggu. Selain itu kulit dan selaput lendir membran tidak memiliki perlindungan seperti bayi cukup bulan sehingga bayi mudah menderita infeksi.

d. Masalah gastrointestinal dan nutrisi Lemahnya reflek menghisap dan menelan, motilitas usus yang menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorbsi vitamin yang larut dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor, protein, dan zat besi dalam tubuh, meningkatnya resiko NEC (Necrotizing Enterocolitis). Hal ini menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan berat badan bayi.

e. Imaturitas hati Adanya gangguan konjugasi dan ekskresi bilirubin menyebabkan timbulnya hiperbilirubin, defisiensi vitamin K sehingga mudah terjadi perdarahan. Kurangnya enzim glukoronil transferase sehingga konjugasi bilirubin direk belum sempurna dan kadar albumin darah yang berperan dalam transportasi bilirubin dari jaringan ke hepar berkurang.

f. Hipoglikemi Kecepatan glukosa yang diambil janin tergantung dari kadar gula darah ibu karena terputusnya hubungan plasenta dan janin menyebabkan terhentinya pemberian glukosa. Bayi berat lahir rendah dapat mempertahankan kadar gula darah selama 72 jam pertama dalam kadar 40 mg/dl. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi. Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stress dingin akan direspon bayi dengan melepaskan noreepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektivitas ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen darah berkurang. Hal ini menghambat metabolisme glukosa dan

menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada penghilangan glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tak adekuat dapat menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.

1.4. Pertumbuhan Fisik BBLR Pertumbuhan fisik dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam (dari bayi sendiri) maupun dari luar, antara lain: 1) Asupan nutrisi yang tidak adekuat Pada periode awal setelah kelahiran, metabolisme yang belum stabil dapat menganggu penyerapan nutrisi yang mengakibatkan kegagalan pada tahap awal pertumbuhan. Asupan nutrisi dapat pula terganggu karena beberapa hal, termasuk adanya intoleransi makanan, dugaan NEC (Necrotizing Enterocolitis), atau gastro-oesophageal reflux yang parah. 2) Ketidakmatangan pencernaan dan penyerapan nutrisi Pada minggu pertama setelah kelahiran, BBLR yang menerima nutrisi enteral menunjukkan pertumbuhan yang kurang oleh karena fungsi pencernaan yang belum matang dan penyerapan lemak yang kurang baik. 3) Pembatasan cairan Pembatasan cairan mungkin diperlukan pada beberapa kondisi, akan tetapi dapat berakibat pada pertumbuhan bayi. Pertumbuhan menjadi terhambat, dan hal ini terjadi pada waktu pertumbuhan seharusnya sangatlah pesat. Oleh karena itu, pembatasan cairan harus dipertimbangkan dengan benar. 4) Peningkatan kebutuhan energi Ada beberapa keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan kebutuhan energi, misalnya kedinginan atau stress fisik karena ketidaknyamanan yang dirasakan oleh bayi. Bayi dengan kondisi jantung tertentu dan beberapa penyakit paru kronis mengalami peningkatan penggunaan energi.

5) Penggantian sodium yang tidak adekuat Bayi prematur mempunyai kebutuhan sodium yang tinggi karena fungsi ginjal yang belum matang sehingga memerlukan jumlah sodium yang lebih banyak untuk mempertahankan sodium serum tetap normal. 6) Kurang lemak susu Cara menyusui yang kurang benar, yaitu menyusui tetapi tidak sampai payudara kosong dapat mengakibatkan asupan lemak susu berkurang karena kandungan ASI yang paling kaya akan lemak adalah ASI yang terakhir keluar. 7) Pemberian steroid pasca lahir Pemberian steroid atau dexamethasone dapat mempengaruhi pertambahan berat dan panjang badan. Hal ini disebabkan obat meningkatkan katabolisme sehingga pemecahan protein dipercepat. Pada kondisi ini peningkatan asupan protein tidak terlalu bermanfaat karena dapat memicu stress metabolik. 8) Kurang aktivitas Kurang aktivitas dalam jangka waktu lama mempengaruhi pertambahan berat badan dan pertumbuhan tulang. Aktivitas ini bukan hanya aktivitas aktif tetapi juga pasif. Peran perawat sangat diperlukan dalam mengupayakan aktivitas pasif pada bayi, misalnya dengan mengubah posisi dan memberi pijatan ringan pada bayi.

Penilaian pertumbuhan Fisik Indikator pertumbuhan fisik dapat dinilai dari berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan lipatan kulit. Akan tetapi pengukuran yang paling mudah dan sering digunakan pada bayi untuk memantau dan menilai pertumbuhannya adalah kenaikan berat badan. Bayi akan kehilangan berat selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lahir 1500 gr dan 15% untuk bayi dengan berat lahir < 1500 gr). Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam 14 hari kecuali apabila terjadi komplikasi. Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan selama tiga bulan seharusnya :

1) 150-200 gr seminggu untuk bayi < 1500 gr ( misalnya 20-30 gr/hr) 2) 200-250 gr seminggu untuk bayi 1500-2500 gr ( misalnya 30-35 gr/hari)

Cara mengukur berat badan BBLR Pengukuran berat badan bertujuan untuk menilai apakah pemberian nutrisi dan cairan sudah adekuat, mengidentifikasi masalah yang masalah yang berhubungan dengan BBLR, memantau pertumbuhan, serta menghitung dosis obat dan jumlah cairan. Pengukuran dilakukan dua kali seminggu (kecuali kalau diperlukan lebih sering) sampai berat badan meningkat pada tiga kali penilaian berturut-turut dan kemudian dinilai seminggu sekali selama bayi masih dirawat di rumah sakit. Kenaikan berat badan minimum 15 gr/kgBB/hari selama tiga hari. Peralatan yang digunakan adalah timbangan dengan ketepatan 5-10 gr yang dibuat khusus untuk menimbang bayi. Alat timbangan harus ditera sesuai petunjuk,atau lakukan peneraan sekali seminggu atau setiap kali alat dipindahkan tempatnya jika buku petunjuk tidak ada.

1.5 Penatalaksanaan BBLR Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi : a. Dukungan respirasi Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan retinopathy of prematurity.

b. Termoregulasi Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas (1994) suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5C 37,5C, sedangkan menurut Sauer dan Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7C 37,3C. Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya. Jika ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya. Pemancar pemanas Ruangan yang hangat Inkubator

c. Perlindungan terhadap infeksi Perlindungan terhadap infeksi merupakan bagian integral asuhan semua bayi baru lahir terutama pada bayi preterm dan sakit. Pada bayi BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang sehingga sangat rentan denan penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah infeksi antara lain : Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci tangan terlebih dahulu. Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur. Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.

Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai alat pelindung seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.

d. Hidrasi Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna sehingga bayi tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.

e. Nutrisi Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran dalam pemberian makan dibandingkan bayi cukup bulan. Mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha memberi makan yang terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi kapasitas mereka dalam menerima makanan. Toleransi yang berhubungan dengan kemampuan bayi menyusu harus didasarkan pada evaluasi status respirasi, denyut jantung, saturasi oksigen, dan variasi dari kondisi normal dapat menunjukkan stress dan keletihan. Bayi akan mengalami kesulitan dalam koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang, nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen yang

dapat mempengaruhi pernafasan. Kapasitas lambung berdasarkan umur dapat diukur sebagai berikut :

f. Penghematan energi Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi, Oleh karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam inkubator tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau alas. Dengan demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan. Selain itu, observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian. Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum, dan pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya yang tidak terlalu terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat beristirahat lebih banyak. Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila diposisikan telungkup. Perawatan metode kanguru akan memberikan rasa nyaman pada bayi sehingga waktu tidur bayi akan lebih lama dan mengurangi stress pada bayi sehingga mengurangi penggunaan energi oleh bayi.

g. Stimulasi Sensori Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan gantung yang dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit perawatan dapat memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume rendah, suara kaset, atau mainan yang bersuara dapat

memberikan stimulasi pendengaran. Rangsangan suara yang paling baik adalah suara dari orang tua atau keluarga, suara dokter, perawat yang berbicara atau bernyanyi. Memandikan, menggendong, atau membelai memberikan rangsang sentuhan.

h. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan membuat stress bila keluarga tidak siap secara emosi. Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi BBLR dalam menghadapi krisis emosional, antara lain dengan memberi kesempatan pada orang tua untuk melihat, menyentuh, dan terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini dapat dilakukan melalui metode kanguru karena melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu akan membuat ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya. Dukungan lain yang dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan kepada orang tua mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang tua bahwa bayinya memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua selalu mendapat informasi yang tepat mengenai kondisi bayinya.

1.5.1 Bayi dengan berat lahir 1.750 2.499 gram Bayi dengan berat lahir > 2.250 gram umumnya cukup kuat untuk mulai minum sesudah dilahirkan. Jaga bayi tetap hangat dan kontrol infeksi, tidak ada perawatan khusus. Sebagian bayi dengan berat lahir 1.750 2.250 gram mungkin perlu perawatan ekstra, tetapi dapat secara normal bersama ibunya untuk diberi minum dan kehangatan, terutama jika kontak kulit-ke-kulit dapat dijaga. Mulailah memberikan ASI dalam 1 jam sesudah kelahiran. Kebanyakan bayi mampu mengisap. Bayi yang dapat mengisap harus diberi ASI. Bayi yang tidak bisa menyusu harus diberi ASI perah dengan cangkir dan sendok. Ketika bayi mengisap dari puting dengan baik dan berat badan bertambah, kurangi pemberian minum melalui sendok dan cangkir. Periksalah bayi sekurangnya dua kali sehari untuk menilai kemampuan minum, asupan cairan, adanya suatu tanda bahaya atau tanda-tanda adanya infeksi bakteri berat. Jika terdapat salah satu tanda ini, lakukan pemantauan ketat di tempat perawatan bayi baru lahir seperti yang dilakukan pada Berat Bayi Lahir Sangat Rendah (BBLSR).

1.5.2 Bayi dengan berat lahir di bawah 1.750 gram Bayi-bayi ini berisiko untuk hipotermia, apnu, hipoksemia, sepsis, intoleransi minum dan enterokolitis nekrotikan. Semakin kecil bayi semakin tinggi resiko. Semua Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) harus dikirim ke Perawatan Khusus atau Unit Neonatal. Beri oksigen melalui pipa nasal atau nasal prongs jika terdapat salah satu tanda hipoksemia. Lakukanlah perawatan kulit-ke-kulit di antara kedua payudara ibu atau beri pakaian di ruangan yang hangat. Jika tidak ada penghangat bertenaga listrik, botol air panas yang dibungkus dengan handuk bermanfaat untuk menjaga bayi tetap hangat. Pertahankan suhu inti tubuh sekitar 36,5 37,5 C dengan kaki tetap hangat dan berwarna kemerahan. Cairan dan pemberian minum: Jika mungkin berikan cairan IV 60 mL/kg/hari selama hari pertama kehidupan. Sebaiknya gunakan paediatric (100 mL) intravenous burette: dengan 60 tetes = 1 mL sehingga, 1 tetes per menit = 1 mL per jam. Jika bayi sehat dan aktif, beri 2-4 mL ASI perah setiap 2 jam melalui pipa lambung, tergantung berat badan bayi. Bayi sangat kecil yang ditempatkan di bawah pemancar panas atau terapi sinar memerlukan lebih banyak cairan dibandingkan dengan volume biasa. Lakukan perawatan hati-hati agar pemberian cairan IV dapat akurat karena kelebihan cairan dapat berakibat fatal. Jika mungkin, periksa glukosa darah setiap 6 jam hingga pemberian minum enteral dimulai, terutama jika bayi mengalami apnu, letargi atau kejang. Bayi mungkin memerlukan larutan glukosa 10%. Mulai berikan minum jika kondisi bayi stabil (biasanya pada hari ke-2, pada bayi yang lebih matur mungkin pada hari ke-1). Pemberian minum dimulai jika perut tidak distensi dan lembut, terdapat bising usus, telah keluar mekonium dan tidak terdapat apnu. Gunakan tabel minum. Hitung jumlah minum dan waktu pemberiannya. Jika toleransi minum baik, tingkatkan kebutuhan per hari.

Pemberian susu dimulai dengan 2-4 mL setiap 1-2 jam melalui pipa lambung.

Beberapa BBLSR yang aktif dapat minum dengan cangkir dan sendok atau pipet steril. Gunakan hanya ASI jika mungkin. Jika volume 2-4 mL dapat diterima tanpa muntah, distensi perut atau retensi lambung lebih dari setengah yang diminum, volume dapat ditingkatkan sebanyak 1-2 mL per minum setiap hari. Kurangi atau hentikan minum jika terdapat tanda-tanda toleransi yang buruk. Jika target pemberian minum dapat dicapai dalam 5-7 hari pertama, tetesan IV dapat dilepas untuk menghindari infeksi. Minum dapat ditingkatkan selama 2 minggu pertama kehidupan hingga 150-180 mL/kg/hari (minum 19-23 ml setiap 3 jam untuk bayi 1 kg dan 28-34 mL untuk bayi 1,5 kg). Setelah bayi tumbuh, hitung kembali volume minum berdasarkan berat badan terakhir.

Antibiotika dan Sepsis Faktor-faktor risiko sepsis adalah: bayi yang dilahirkan di luar rumah sakit atau dilahirkan dari ibu yang tidak sehat, pecah ketuban >18 jam, bayi kecil (mendekati 1 kg). Jika terdapat salah satu tanda bahaya atau tanda lain infeksi bakteri berat mulailah pemberian antibiotik. Apneu Amati bayi secara ketat terhadap periode apnu dan bila perlu rangsang pernapasan bayi dengan mengusap dada atau punggung. Jika gagal, lakukan resusitasi dengan balon dan sungkup. Jika bayi mengalami episode apnu lebih dari sekali dan atau sampai membutuhkan resusitasi berikan sitrat kafein atau aminofilin. Kafein lebih dipilih jika tersedia. Dosis awal sitrat kafein adalah 20 mg/ kg oral atau IV (berikan secara lambat selama 30 menit). Dosis rumatan sesuai anjuran. Jika kafein tidak tersedia, berikan dosis awal aminofilin 10 mg/kg secara oral atau IV selama 15-30 menit. Dosis rumatan sesuai anjuran.

Jika monitor apnu tersedia, maka alat ini harus digunakan.

BBLR dapat dipulangkan apabila : Tidak terdapat Tanda Bahaya atau tanda infeksi berat. Berat badan bertambah hanya dengan ASI. Suhu tubuh bertahan pada kisaran normal (36-37C) dengan pakaian terbuka. Ibu yakin dan mampu merawatnya.

BBLR harus diberi semua vaksin yang dijadwalkan pada saat lahir dan jika ada dosis kedua pada saat akan dipulangkan.

Lakukan konseling pada orang tua sebelum bayi pulang mengenai : pemberian ASI eksklusif menjaga bayi tetap hangat tanda bahaya untuk mencari pertolongan

Timbang berat badan, nilai minum dan kesehatan secara umum setiap minggu hingga berat badan bayi mencapai 2,5 kg.

HMD (Hyalin Membrane Disease)


DEFINISI HMD adalah penyakit yang sering ditemukan pada bayi premature terutama apabila bayi tersebut lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah, uterus selama kehamilan misalnya ibu penderita diabetes, toksemia, hipotensi, secio sesarea atau perdarahan antepartum. Pada penyakit membran hialin dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.1 ANGKA KEJADIAN 60 80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15 30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, 5% pada bayi lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, kehamilan kembar, persalinan dengan seksio sesarea, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin, ada riwayat bayi sebelumnya terkena insiden tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih. ETIOLOGI Kelainan dianggap terjadi karena faktor pertumbuhan atau pematangan paru yang belum sempurna antara lain : bayi prematur, terutama bila ibu menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya ibu dengan : 1.Diabetes 2.Toxemia 3.Hipotensi 4.SC 5.Perdarahan antepartum. 6.Sebelumnya melahirkan bayi dengan PMH. Penyakit membran hialin diperberat dengan : 1.Asfiksia pada perinatal 2.Hipotensi

3.Infeksi 4.Bayi kembar.

PATOFISIOLOGI Sampai saat ini PMH dianggap terjadi karena defisiensi pembentukan zat surfaktan pada paru bayi yang belum matang. Surfaktan adalah zat yang berperan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari dipalmitil fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidil gliserol, apoprotein, kolesterol. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin yang mulai dibentuk pada umur kehamilan 22 24 minggu dan berjumlah cukup untuk berfungsi normal setelah minggu ke 35.2, Agen aktif ini dilepaskan ke dalam alveolus untuk mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas alveolus dengan jalan mencegah kolapsnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Namun karena adanya imaturitas, jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup memenuhi kebutuhan pasca lahir.2 Alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menimbulkan : (1) oksigenasi jaringan menurun, sehingga akan terjadi metabolisme anaerobik dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveoli dan terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangny apembentukan substansi surfaktan. Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang terdiri dari : atelektasis penurunan aliran darah paru transudasi asidosis hipoksia atelektasis. Hal ini akanhambatan pembentukan substansi surfaktan berlangsung terus sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi. Surfaktan dihasilkan oleh sel epitel alveolus tipe II. Badan lamelar spesifik, yaitu organel yang mengandung gulungan fosfolipid dan terikat pada membran sel, dibentuk dalam sel-sel tersebut dan disekresikan ke dalam lumen alveolus secara eksositosis. Tabung lipid yang disebut mielin tubular dibentuk dari tonjolan badan, dan mielin tubular selanjutnya membentuk lapisan

fosfolipid. Sebagian kompleks protein-lipid di dalam surfaktan diambil ke dalam sel alveolus tipe II secara endositosis dan didaru-ulang. Ukuran dan jumlah badan inklusi pada sel tipe II akan meningkat oleh pengaruh hormon tiroid, dan RDS lebih sering dijumpai serta lebih parah pada bayi dengan kadar hormon tiroid plasma yang rendah dibandingkan pada bayi dengan kadar hormon plasma normal. Proses pematangan surfaktan dalam paru juga dipercepat oleh hormon glukokortikoid. Menjelang umur kehamilan cukup bulan didapatkan peningkatan kadar kortisol fetal dan maternal, serta jaringan parunya kaya akan reseptor glukokortikoid. Selain itu, insulin menghambat penumpukan SP-A dalam kultur jaringan paru janin manusia, dan didapatkan hiperinsulinisme pada janin dari ibu yang menderita diabetes. Hal ini dapat menerangkan terjadinya peningkatan insidens RDS pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes. GEJALA KLINIS Bayi penderita penyakit membran hialin biasanya bayi kurang bulan yang lahir dengan berat badan antara 1200 2000 g dengan masa gestasi antara 30 36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 g dan masa gestasi lebih dari 38 minggu. Gejala klinis biasanya mulai terlihat pada beberapa jam pertama setelah lahir terutama pada umur 6 8 jam. Gejala karakteristik mulai timbul pada usia 24 72 jam dan setelah itu keadaan bayi mungkin memburuk atau mengalami perbaikan. Apabila membaik gejala biasanya menghilang pada akhir minggu pertama. Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atalektasis dan perforasi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan keadaan klinis seperti 1.Dispnea atau hiperpnea. 2.Sianosis. 3.Retraksi suprasternal, epigastrium, intercostal. 4.Rintihan saat ekspirasi (grunting). 5.Takipnea (frekuensi pernafasan . 60 x/menit). 6.Melemahnya udara napas yang masuk ke dalam paru. 7.Mungkn pula terdengar bising jantung yang menandakan adanya duktur arteriosus yang paten yang disertai pula timbulnya. 8.Kardiomegali. 9.Bradikardi (pada PMH berat). 10.Hipotensi. 11.Tonus otot menurun. 12.Edem. Gejala PMH biasanya mencapai puncaknya pada hari ke-3. Sesudahnya terjadi perbaikan perlahan-lahan. Perbaikan sering ditunjukan dengan diuresis spontan dan kemampuan oksigenasi bayi dengan kadar oksigenasi bayi yang lebih rendah.2,5,6 Kelemahan jarang pada hari pertama sakit biasanya terjadi antara hari ke-2 dan ke-3 dan disertai dengan kebocoran udara alveolar (emfisema interstisial, pneumotoraks), perdarahan paru atau interventrikuler.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Gambaran radiologik Pemeriksaan foto roentgen paru memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan diagnosis yang tepat. Disamping itu pemeriksaan juga bermanfaat guna menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang mempunyai gejala serupa seperti hernia diafragma, pneumotoraks dan lain-lain.

Pada permulaan penyakit gambaran foto paru mungkin tidak khas, tetapi dengan berlanjutnya penyakit maka akan terlihat gambaran klasik yang karakteristik untuk penyakit tersebut. Pada foto roentgen akan terlihat bercak difus berupa infiltrat retikulogranular disertai adanya tabung-tabung udara bronkus (air bronhcogram). Gambaran retikulogranular ini merupakan manifestasi adanya kolaps alveolus sehingga apabila penyakit semakin berat gambaran ini akan semakin jelas. DIAGNOSIS Diagnosis tegakkan kumpulan beberapa penemuan : Gejala klinis : a.Dispnea. b.Merintih (grunting). c.Takipne. d.Retraksi dinding toraks. e.Sianosis. f.Brakikardi (PMH berat). g.Hipotensi. h.Hipotermi. i.Tonus otot menurun. j.Edem dorsal tangan/kaki. Gambaran radiologi : Ditemukan bercak difus berupa infiltrat retikulogranuler dan air bronchogram. Laboratorium Kimia darah : a.Meningkatnya asam laktat dan asam organik lain > 45 mg/dl b.Merendahnya bikarbonat standar c.pH darah dibawah 7,2 d.PaO2 menurun e.PaCO2 meninggi. PENATALAKSANAAN Dasar tindakan pada penderita adalah mempertahankan penderita dalam suasana fisiologik yang sebaik-baiknya, agar bayi mampu melanjutkan perkembangan paru dan organ lain,

sehingga ia dapat mengadakan adaptasi sendiri terhadap sekitarnya. Tergantung dari ringannya penyakit maka tindakan yang dapat dilakukan terdiri dari tindakan umum dan tindakan khusus. Tindakan umum ini terutama dilakukan pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada penderita ringan atau sebagai tindakan penunjang pada penderita berat. Termasuk dalam tindakan ini adalah mengurangi manipulasi terhadap penderita dan mengusahakan agar penderita ada dalam suasana lingkungan yang paling optimal. Suhu bayi dijaga agar tetap normal (36,3 37C) dengan meletakkan bayi dalam inkubator antara 70 80%. Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi cairan intravena yang disesuaikan dengan kebutuhan kalorinya. Adapun pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam 48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari glukosa/dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/KgBB/hari. Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang dibutuhkan (40 kkal/KgBB/hari) untuk mencegah katabolisme tubuh dapat dipenuhi. Tergantung ada tidaknya asidosis, maka cairan yang diberikan dapat pula berupa campuran glukosa 10% dan natrium bikarbonat 1,5% dengan perbandingan 4 : 1. Untuk hal ini pemeriksaan keseimbangan asam basa tubuh perlu dilakukan secara sempurna. Disamping itu pemeriksaan elektrolit perlu diperhatiakn pula. Tindakan khusus meliputi : 1.Pemberian O2 3,4,5 Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi baru lahir. Pemberian O2 yang terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti fibrosis paru, kerusakan retina (retrolental fibroplasta) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan tekanan O2 arterial (PaO2) secara teratur. Konsentrasi O2 yang diberikan harus dijaga agar cukup untuk mempertahankan tekanan PaO2 antara 80 100 mmHg. Bila fasilitas untuk pemeriksaan tekanan gas arterial tidak ada, O2 dapat diberikan sampai gejala cyanosis menghilang. Pada M.H.D. yang berat, kadang-kadang perlu dilakukan ventilasi dengan respirator. Cara ini disebut Intermitten Positive Pressure Ventilation (I.P.P.V.). I.P.P.V. ini baru dikerjakan apabila pada pemeriksaan O2 dengan konsentrasi tinggi (100%), bayi tidak memperlihatkan perbaikan dan tetap menunjukkan : PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih dari 70 mmHg dan masih sering terjadi asphyxial attact walaupun kemungkinan hipotermia, hipoglikemia dan acidosis metabolik telah disingkirkan. Pemberian O2 dengan ventilasi aktif ini dapat dilakukan pula dengan bermacam cara, misalnya pemberian O2 secara hiperbasik, intermittent negative pressure ventilation, nasopharyngeal tube ventilation dan lain-lain. 2.Pemberian Antibiotika Setiap penderita PMH perlu mendapat antibiotika untuk menegah terjadinya infeksi sekunder. Antibiotik diberikan adalah yang mempunyai spektrum luas penisilin (50.000 U-100.000 U/KgBB/hari) atau ampicilin (100 mg/KgBB/hari) dengan gentamisin (3-5 mg/KgBB/hari).

Antibiotik diberikan selama bayi mendapatkan cairan intravena sampai gejala gangguan nafas tidak ditemukan lagi. 3.Pemberian Surfaktan Buatan Pengobatan lain yang membuka harapan baru berdasar atas penelitian Fujiwara (1980) dan Morley (1981). Surfaktan artifisial yang dibuat dari dipalmitoilfosfatidilkolin dan fosfatidilgliserol dengan perbandingan 7 : 3 telah dapat mengobati penderita penyakit tersebut. Bayi tersebut diberi surfaktan artifisial sebanyak 25 mg dosis tunggal dengan menyemprotkan ke dalam trakea penderita. Akhir-akhir ini telah dapat dibuat surfaktan endogen yang berasal dari cairan amnion manusia. Surfaktan ini disemprotkan ke dalam trakea dengan dosis 60 mg/KgBB. Walaupun cara pengobatan ini masih dalam taraf penelitian, tetapi hasilnya telah memberikan harapan baru. PENCEGAHAN 1.Tindakan pencegahan utama sebenarnya adalah menghindari terjadinya kelahiran bayi prematur. 2.Mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan lesitin dan sfengomielin dalam cairan amnion bila perbandingan antara lesitin dan sfengomielin kurang dari 2 maka berarti jumlah surfaktan pada penderita masih kurang. 3.Pemberian kortikosteroid yang dilakukan pada persalinan prematur yang dapat ditunda selama 48 jam yang biasa dipakai berupa kortisol 1, 2, 4 dengan dosis 12 mg/hari diberikan 2 hari berturut-turut. 4.Pemberian satu dosis surfaktan ke dalam trakea bayi prematur segera sesudah lahir atau selama umur 24 jam. KOMPLIKASI Komplikasi PMH dan perawatan intensif. Komplikasi paling serius intubasi trakea adalah asfiksia karena obstruksi pipa, henti jantung selama intubasi atau pengisapan, dan perkembangan selanjutnya yaitu stenosis subglotis. Komplikasi lain meliputi perdarahan dari trauma selama intubasi, pseudodivertikula faring posterior, ekstubasi sukar shingga memerlukan trakeostomi, ulserasi lubang hidung akibat tekanan pipa, penyempitan permanen pada lubang hidung karena cedera jaringan dan parut akibat iritasi atau infeksi sekitar pipa, erosi palatum, penarikan plika vokalis, ulkus laring, papiloma plika vokalis dan serak persisten, stridor atau edema. Komplikasi yang dapat terjadi akibat PMH adalah : 1.Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang kadang-kadang disertai renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah periventrikular dan dapat juga di ganglia basalis dan jaringan otak. 2.Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu, gerakan bola mata yang aneh, kekakuan extremitas dan bentuk kejang neonatus lainnya. 3.Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O2 dengan tekanan yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan pecahnya alveolus sehingga udara pernafasan yang memasuki

rongga-ronga toraks atau rongga mediastinum. 4.Paten ductus arteriolus pada penderita PMH sering menimbulkan keadaan payah jantung yang sulit untuk ditanggulangi.

PROGNOSIS Prognosis sindrom ini tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit. Pada penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada hari ke-7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut mortalitas diperkirakan 20-40 %. Dengan perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat menurun. Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul dikemudian hari lebih cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan akibat penyakitnya sendiri. Pada fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi yang dapat hidup dari PMH, prognosisnya sangat baik. Keseluruhan mortalitas bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif maupun secara mantap; sekitar 75% dari mereka yang berada di bawah 1.000 g bertahan hidup, dan mortalitas secara progresif menurun pada berat badan yang lebih tinggi, dengan lebih dari 95% bayi sakit yang bertahan hidup beratnya lebih dari 2.500 g. walaupun 85 - 90% dari semua bayi PMH, yang bertahan hidup setelah mendapat dukungan ventilasi dengan respirator adalah normal, harapan yang ada pada mereka yang beratnya diatas 1.500 g adalah jauh lebih baik; sekitar 80% dari mereka yang beratnya dibawah 1.500 g tidak mengalami sekuele neurologis atau mental. Prognosis jangka panjang untuk tercapainya fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi PMH yang berahan hidup adalah sangat baik. Namun bayi yang berhasil bertahan hidup dari kegagalan pernapasan neonatus yang berat dapat mengalami gangguan paru dan perkembangan saraf yang berarti.

BAB II LAPORAN KASUS


I. IDENTITAS

Nama

: By. Desi Yurnalita

Jenis Kelamin : Perempuan Umur No RM : 5 hari : 321710

II.

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan, usia 5 hari, dirawat di Perinatologi RSUD DR.Achmad Mochtar Bukittinggi sejak tanggal 5 oktober 2012 dengan :

Keluhan Utama : Bayi Merintih sejak lahir

Riwayat Penyakit Sekarang : NBBLSR, berat badan 1400 gram, panjang badan 41 cm, lahir spontan Ibu ketuban hijau kental Sesak nafas ada Biru ada Pucat tidak ada Kuning tidak ada

Kejang tidak ada BAK belum ada Mekonium belum keluar

Riwayat Penyakit Dahulu : Belum pernah menderita ini sebelumnya Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini Riwayat Kehamilan Ibu : Ibu mempunyai penyakit jantung, tidak mengkonsumsi obat-obat selama hamil, tidak ada riwayat penyinaran selama hamil, tidak ada kebiasaan merokok dan minum alkohol, pemeriksaan tidak teratur. Riwayat Persalinan : Persalinan ditolong dokter, lahir spontan, kurang bulan, berat badan lahir 1400 gram panjang badan 41 cm

Riwayat Imunisasi : Pasien belum diimunisasi Riwayat Tumbuh Kembang : Belum bisa dinilai III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Heart Rate Nafas Suhu Sianosis ada Ikterik tidak ada Edema tidak ada Kulit : Teraba hangat, pucat tidak ada, ikterik tidak ada, sianosis ada : Berat : 160x/menit : 68x/menit : 36,5 C

Kepala KGB Rambut

: lingkar kepala 30 cm (Mikrosephal) : Tidak ada pembesaran KGB : Hitam tidak mudah rontok

Mata : Konjunctiva tidak anemis,sclera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2mm, reflex cahaya +/+ normal Telinga Hidung Tenggorokan Gigi dan mulut Leher Dada Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Tali Pusat Umbilikus Punggung : Distensi tidak ada : supel, hepar teraba x , lien tidak teraba : Timpani : Bising usus + normal : Hijau : Tidak hiperemis : Tidak ada kelainan : normochest, retraksi tidak ada : Fremitus kanan = kiri : Sonor : Bronkovesikuler,ronki -/- wheezing -/: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus teraba LMCS RIC V : Sukar dinilai : Irama teratur, bising tidak ada : Tidak ditemukan kelainan : Nafas cuping hidung ada : Tidak ditemukan kelainan : Mukosa bibir dan mulut basah, sianosis sirkumoral tidak ada : Tidak ditemukan kelainan

Alat Kelamin Genitalia Ekstremitas

: Status pubertas : A1M1PI : Undescenden Testis : Akral hangat, refilling kapiler baik Refleks fisiologis +/+ Refleks Patologis -/-

Anus Tulang-tulang Refleks Neonatal

: Ada : Tidak ada Kelainan : Moro + Rooting + Isap + Pegang + Lingkar Kepala 30 cm Lingkar Dada 26 cm Lingkar Perut 24 cm Simfisis Kaki 15 cm Panjang Lengan : 14 cm Panjang kaki : 18 cm Panjang Simfisis-Kaki : 27 cm

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah Rutin Hb 16,3 gr/dl Leukosit 16.460 / mm3 Hitung Jenis 0/0/2/80/17/1

V.

DIAGNOSIS KERJA

NBBLSR Berat Badan 1400 gram panjang badan 41cm

Suspect HMD

VI.TATALAKSANA

ASI 12 x 7 cc O2 2l/menit Dextrose 10% Cefotaxim 2 x 80 mg IV Gentamisin 1 x 8 mg IV

VI.

RENCANA PEMERIKSAAN GDR AGD Foto Toraks

FOLLOW UP

6 OKTOBER 2012

S/ O/ Sesak nafas ada Demam tidak ada Kuning tidak ada Kebiruan tidak ada BAK dan mekonium sudah keluar

Kurang Aktif HR : 160x/menit Nafas : 68x/menit Suhu : 36,7 C Mata Hidung Mulut Toraks Jantung Paru : Konjunctiva tidak anemis,sclera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : Sianosis sirkumoral tidak ada : Retraksi tidak ada : Irama teratur. Bising tidak ada : Bronkovesikuler, ronki -/- , wheezing -/-

Abdomen : Distensi tidak ada Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik

Terapi : ASI 12 x 7 cc /NGT Dextrose : NS (4:1) Cefotaxim 2 x 80 mg Gentamisin 1 x 8 mg

Rencana Pemeriksaan : GDR

7 Oktober 2012 S/ O/ Kurang Aktif HR : 162x/menit Nafas : 68x/menit Suhu : 36,3 C Mata Hidung Mulut Toraks Jantung Paru Abdomen Ekstremitas : Konjunctiva tidak anemis,sclera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : Sianosis sirkumoral tidak ada : Retraksi tidak ada : Irama teratur. Bising tidak ada : Bronkovesikuler, ronki -/- , wheezing -/: Distensi tidak ada : Akral hangat, perfusi baik Sesak nafas ada Demam tidak ada Kuning tidak ada Kebiruan tidak ada BAK dan mekonium sudah keluar

Terapi : ASI 12 x 10 cc /NGT Dextrose : NS (4:1)

Aminofusin 14cc/24jam Cefotaxim 2 x 80 mg Gentamisin 1 x 8 mg

8 Oktober 2012

S/ O/ Kurang Aktif HR : 162 x/menit Nafas : 68x/menit Suhu : 37,3 C Sesak nafas ada Demam tidak ada Kuning tidak ada Kebiruan tidak ada BAK dan mekonium sudah keluar

Mata Hidung Mulut Toraks Jantung Paru Abdomen Ekstremitas

: Konjunctiva tidak anemis,sclera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : Sianosis sirkumoral tidak ada : Retraksi tidak ada : Irama teratur. Bising tidak ada : Bronkovesikuler, ronki -/- , wheezing -/: Distensi tidak ada : Akral hangat, perfusi baik

Terapi : ASI 12 x 12 cc /NGT Dextrose : NS (4:1) Aminofusin 14cc/24jam Cefotaxim 2 x 80 mg Gentamisin 1 x 8 mg

9 Oktober 2012 S/ O/ Kurang Aktif HR : 134x/menit Nafas : 66x/menit Suhu : 36,6 C Mata Hidung Mulut Toraks Jantung Paru : Konjunctiva tidak anemis,sclera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : Sianosis sirkumoral tidak ada : Retraksi tidak ada : Irama teratur. Bising tidak ada : Bronkovesikuler, ronki -/- , wheezing -/Sesak nafas ada Demam tidak ada Kuning tidak ada Kebiruan tidak ada BAK dan mekonium sudah keluar

Abdomen Ekstremitas

: Distensi tidak ada : Akral hangat, perfusi baik

Terapi : ASI 12 x 17 cc/NGT Dextrose : NS (4:1) Aminofusin 14cc/24jam Cefotaxim 2 x 80 mg Gentamisin 1 x 8 mg

10 Oktober 2012 S/ O/ Kurang Aktif HR : 150x/menit Nafas : 55x/menit Suhu : 36,8 C Mata Hidung Mulut : Konjunctiva tidak anemis,sclera tidak ikterik : nafas cuping hidung tidak ada : Sianosis sirkumoral tidak ada Sesak nafas ada Demam tidak ada Kuning tidak ada Kebiruan tidak ada BAK dan mekonium sudah keluar

Toraks Jantung Paru Abdomen Ekstremitas

: Retraksi tidak ada : Irama teratur. Bising tidak ada : Bronkovesikuler, ronki -/- , wheezing -/: Distensi tidak ada : Akral hangat, perfusi baik

Terapi : ASI 12 x 17 cc / NGT Dextrose : NS (4:1) Aminofusin 14cc/24jam Cefotaxim 2 x 80 mg Gentamisin 1 x 8 mg

BAB III DISKUSI

Telah dirawat seorang neonatus perempuan, umur 5 hari sejak tanggal 5 Oktober 2012 dengan diagnosis neonatus berat badan lahir sangat rendah1400 gram dan suspect TTN.

Berdasarkan anamnesis didapatkan bayi tampak merintih sejak lahir dan kulit terlihat kebiruan. Ketuban ibu hijau kental, ibu mempunyai penyakit jantung, minum obat , merokok dan lainnya. Makanan selama hamil kuantitas dan kualitas cukup. Pemeriksaan kehamilan tidak teratur. Persalinan ditolong dokter, lahir spontan, kurang bulan dan kondisi ketuban hijau kental.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan berat badan 1400 gram, panjang badan 41 cm, sesuai dengan teori BBLSR diantara 1000-1500 gram. Bayi merintih, nafas cepat, kulit terlihat kebiruan dengan diagnosis suspect HMD .

Tatalaksana awal yang diberikan pada pasien adalah rawat di inkubator , pemberian ASI 12 x 7 cc dan ditambah dextrose 10 % untuk mencukupi kebutuhan cairan per hari dan pemberian antibiotik cefotaxim serta gentamisin.

Anda mungkin juga menyukai