Anda di halaman 1dari 48

BAB I PENDAHULUAN

A. Profil Proses Pembelajaran di kelas Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia selalu terus-menerus berusaha meningkatkan kualitas pendidikan, walaupun hasilnya belum memenuhi harapan. Belajar mengajar di sekolah merupakan serangkaian kegiatan yang secara sadar telah terencana. Dengan adanya perencanaan yang baik akan mendukung keberhasilan pengajaran, yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah yang dilaksanakan pada semua mata pelajaran, salah satunya adalah mata pelajaran matematika. Program Pemantapan Profesi Keguruan atau yang sering di singkat menjadi P2K berlokasi di SMA Muhammadiyah Bulukumba, kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba. Menempatkan penulis sebagai peneliti dimana meninjau pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Dimana kelas yang dipilih di sini adalah kelas yang benar benar siswanya adalah heterogen. Agar apa yang akan diteliti jelas terlihat perubahan yang terjadi. Kelas yang dipilih adalah kelas X1, kelas ini merupakan salah satu kelas yang termasuk heterogen dari beberapa kelas di sekolah tersebut. Keadaan siswanya sangat bervariasi, ada yang memang pintar dalam hal matematika atau menguasai pelajaran matematika, ada juga yang

sedang atau biasa biasa saja, ada juga yang sama sekali tidak suka atau memang tidak senang dalam belajar matematika. Informasi tersebut di peroleh dari hasil observasi yang dilakukan. Dalam kelas tersebut siswanya berjumlah 31 orang yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Dalam proses belajar mengajar yang dilakukan, dipilih sebuah model pembelajaran yang dianggap sesuai dengan situasi dan kondisi para siswanya. Sebelumnya menurut guru matematika di sekolah tersebut hanya menggunakan satu model pembelajaran saja. Yakni model pembelajaran secara langsung. Model pembelajaran macam ini di anggap sudah biasa dan diperlukan suatu model yang lebih sesuai dan merupakan hal baru bagi guru dan siswa siswanya. Model pembelajaran yang berusaha diterapkan adalah model pembelajaran Kooperatif dengan Tipe Teams Games Tournament (TGT). Proses pembelajaran berlangsung dengan mengutamakan pemberian tindakan secara langsung kepada peserta didik. Sesuai dengan penelitian yang akan dilaksanakan yakni Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pemberian perlakuan langsung dalam bentuk tindakan ini, diharapkan dapat lebih meningkatkan motivasi belajar siswa, aktifitas siswa, kreatifitas siswa, terlebih dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang selama ini dianggap masih kurang. Dengan demikian, maka peneliti menganggap perlu adanya suatu metode atau model pembelajaran yang diberikan dalam bentuk sebuah tindakan. Agar pembelajaran dalam kelas juga tidak berlangsung secara menoton dan terjadi hanya satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Tapi lebih dari itu, peneliti berharap dengan penerapan

model pembelajaran ini, maka diharapkan terjadi komunikasi dua arah antara guru ke siswa dan siswa ke guru. Dalam pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament(TGT) siswa dibentuk dalam kelompok yang beranggotakan 3 sampai 5 orang, siswa diajak untuk lebih kreatif, inovatif dan memiliki rasa kebersamaan yang kuat dalam tim masing masing. Dalam proses pembelajaran yang dilakukan ada beberapa aspek yang diperhatikan disini, yakni, minat siswa, perhatian siswa, partisipasi siswa, serta presentasi siswa di kelas. Proses pembelajaran di kelas berlangsung dalam bentuk siklus. Ada beberapa kegiatan yang perlu diperhatikan seorang guru dalam proses belajar mengajar yakni, Apersepsi, Penjelasan materi, Penjelasan metode Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), teknik pembagian kelompok, pengelolaan kegiatan diskusi, pemberian pertanyaan atau kuis, kemampuan melakukan evaluasi, memberikan penghargaan individu dan kelompok,

menentukan nilai individu dan kelompok menyimpulkan materi pembelajaran dan menutup pembelajaran. Melalui model pembelajaran inilah, diharapkan hasil belajar siswa semakin meningkat. Oleh karena itu, maka peneliti merasa perlu menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) ini pada siswa kelas X1. karena dengan melihat kondisi pembelajaran sebelumnya, serta melihat keadaan siswa di kelas tersebut sangat heterogen.

B. Profil Hasil Beajar Setelah melihat proses pembelajaran yang berlangsung di kelas selama siklus pertama berjalan, terlihat bahwa hasil pembelajaran siswa meningkat. Ini terlihat dari hasil pemberian tugas kepada siswa dalam bentuk kuis. Juga telah tergambar dari hasil ujian akhir siklus yang telah dilaksanakan, setiap siswa mengalami peningkatan masing masing. (Dapat dilihat di lampiran lembar observasi Perbandingan rata rata hasil belajar siswa antara Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan tanpa tipe model tersebut). Hal ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan model pembelajara Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) hasil belajar siswa mengalami kemajuan. termasuk minat, perhatian, partisipasi, dan juga presentasi siswa di kelas mengalami kemajuan. Guru pembimbing pun berkata demikian bahwa, minat siswa lebih terpacu, perhatiannya juga lebih fokus, serta partisipasi masing masing siswa lebih banyak, siswa pun tidak tanggung tanggung untuk tampil depan kelas dalam mempresentasikan apa yang telah mereka pelajari. Sejauh yang dilaksanakan dalam siklus ini, telah memberikan perubahan sikap siswa ke arah yang baik. Hasil belajar yang di perlihatkan siswa telah membuktikan bahwa model pembelajaran ini cocok digunakan dalam kelas X1. Mengingat bahwa untuk mengetahui perubahan hasil belajar siswa yang lebih konkrit maka tidak hanya diperlukan perlakuan dalam satu siklus saja, tetapi ada siklus berikutnya yang bisa menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran ini valid dan memang sesuai untuk digunakan di kelas tersebut, maka diharapkan

pada siklus kedua tersebut hasil belajar siswa lebih meningkat lagi dari siklus pertama. C. Rumusan Masalah berdasarkan profil proses pembelajaran dan hasil belajar Berdasarkan profil proses pembelajaran dan hasil belajar, maka di rumuskanlah suatu masalah yakni: Apakah dengan penggunaan model pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X1 SMA MUHAMMADIYAH BULUKUMBA.? D. Bentuk tindakan untuk memecahkan masalah sesuai dengan masalah Bentuk tindakan yang dilakukan dalam memecahkan masalah sesuai dengan masalah yang ada dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT). Dengan menggunakan model pembelajaran Kooperative tipe ini, maka diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X1 . E. Argumentasi logis pilihan tindakan Argumentasi logis dari pemilihan tindakan ini adalah Jika menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), maka dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba.

F. Tujuan Mengacu pada permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai melalui Penelitian Tindakan Kelas ini adalah Untuk meningkatkan hasil belajar siswa X1 dengan penggunaan model pembelajaran Kooperative tipe Teams Games Tournament (TGT).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Tinjauan Pustaka 1. Teori Belajar Teori-teori belajar kaitannya dengan proses belajar banyak

dikemukakan oleh beberapa ahli ilmu jiwa. Berikut dikemukakan oleh Nasution (2001:53) menyebutkan antara lain: a. Teori belajar menurut Ilmu Jiwa Daya Dimana teori ini jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, masingmasing daya dapat dilatih untuk pemenuhan fungsi seperti daya ingat, daya khayal, daya pikir dan sebagainya. Dayadaya tersebut dapat dilatih yang penting dalam pelatihan daya bukan penguasaan bahan atau materinya, melainkan hasil dari pembentukan dayadaya tersebut. Nasution (2001:60) menyatakan bahwa menurut teori ini pendidikan adalah apa yang tinggal, ialah hasil pembentukan daya itu.Bahan pelajaran tidak penting namun dengan daya yang telah terbentuk kita mudah mempelajari bahan pelajaran baru. b. Teori Belajar menurut Ilmu Jiwa Asosiasi Teori ini berprinsip bahwa keseluruhan jiwa terdiri atas penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Dalam aliran ini terdapat dua macam teori belajar yang terkenal yaitu :

1. Teori Connectionisme Belajar yaitu pembentukan atau penguatan hubungan antara S (Stimulus) dan R (Respon). Antara R dan S terjadi suatu hubungan yang akan bertambah bila saling berlatih, itu sebabnya teori ini juga disebut S-R Bond Theory. Apabila diberikan S, maka dengan sendirinya akan membangkitkan R berkat latihan hubungan S dan R menjadi otomatis. Ada beberapa hukum diantaranya: a. Law of Readines (Hukum Kesiapan) Di Kemukakan tiga pernyataan : Suatu unit tingkah laku siap dilakukan, maka akan membawa kepuasan, suatu unit tingkah laku siap dilakukan tetapi tidak dilakukan maka akan menimbulkan ketidakpuasan. Bila suatu unit tingkah laku tidak siap dilakukan dan dipaksa untuk melakukan akan menimbulkan ketidakpuasan. b. Law of Effect (Hukum Akibat) Hubungan S dan R bertambah erat bila disertai oleh perasaan senang atau puas akan tetapi menjadi lebih lemah atau lenyap jika disertai perasaan tidak senang oleh sebab itu memuji atau membesarkan hati anak lebih baik dalam pengajaran daripada menghukum atau mencelanya. c. Law of Exercise (Hukum Latihan) Hubungan Stimulus dan respon akan bertambah erat kalau sering dipakai dan akan berkurang, bahkan lenyap jika jarang

digunakan kalau itu perlu diadakan banyak ulangan dan pembiasaan. 2. Teori Conditioning Menurut teori Conditioning seseorang akan melakukan suatu kebiasaan karena adanya suatu tanda, dimana tanda tersebut sudah sering diulangi, sehingga menjadi suatu kebiasaan. Misalnya anak sekolah mendengar lonceng, maka mereka akan segera masuk kelas dan memulai kegiatan belajar kegunaan teori ini adalah salah satu pembentukan kebiasaan dengan jalan menghubungkan rangsangan yang kuat dan lemah secara stimulan. 3. Teori Belajar Menurut Ilmu Gestalt Nasution (2001 : 65) mengemukakan pendirian aliran ini bahwa keseluruhan dari yang lain lebih penting dari pada bagianbagiannya. Bahwa manusia adalah organisme yang aktif berusaha mencapai tujuan dalam arti individu bertindak atas berbagai pengaruh, baik dari dalam ataupun dari luar individu. Aliran ilmu jiwa Gestalt memberikan beberapa prinsip belajar yang berharga, antara lain: a. Manusia bereaksi terhadap lingkungan secara keseluruhan tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara fisik, emosional, sosial. b. Belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungannya c. Belajar berkembang sebagai keseluruhan dari masih dalam

kandungan d. Belajar yaitu perkembangan ke arah diferensiasi yang lebih luas e. Belajar akan berhasil bila tercapai kematangan memperoleh insight f. Belajar tidak mungkin tanpa kemauan untuk belajar g. Belajar berhasil kalau ada tujuan yang mengandung arti bagi individu. h. Dalam proses belajar anak senantiasa merupakan suatu oragnisme yang aktif. 2. Pengertian Belajar Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang di alami oleh siswa sebagai anak didik. Hamalik (Kahar Ahmad, 2008:14) mengemukakan bahwa belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or streng thing of behavior through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan bermakna dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan kelakuan.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Slameto (2003) mengemukakan bahwa: Belajar ialah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya pengertian belajar dikemukakan oleh Hudoyo (1990:48) yang mengatakan bahwa belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang. Pengetahuan keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan berkembang disebabkan belajar. Seseorang di katakan belajar apabila dapat diasumsikan pada diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Dengan demikian dapat diamati bahwa seseorang dikatakan telah belajar apabila dia telah mengalami suatu proses kegiatan tertentu sehingga dalam dirinya terjadi suatu perubahan tingkah laku yang kelihatan atau nampak. Nasution (2001:30) mengemukakan pendapatnya tentang pengertian belajar: a. Belajar adalah penambahan pengetahuan. Definisi ini banyak dianut di sekolah-sekolah dimana guru-guru berusaha memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid giat mengumpulkannya. Seringkali belajar disamakan dengan menghafal. b. Belajar adalah sebagai perubahan kelakuan berkat pengalaman dan latihan.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa seseorang telah dapat dikatakan belajar apabila dalam diri orang itu telah terjadi perubahan tingkah laku yaitu penambahan pengetahuan berkat adanya proses kegiatan berupa pengalaman dan latihan-latihan. 3. Hasil Belajar Matematika Proses belajar yang dialami oleh siswa menghasilkan perubahanperubahan di bidang pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap. Adanya perubahan itu tampak dalam prestasi belajar siswa, tes atau tugas yang dibebankan kepadanya oleh guru. Bercermin kepada prestasi belajar siswa, guru harus selalu mengadakan perbaikan-perbaikan mengajarnya, baik metode maupun penguasaan bahan pelajaran yang akan diajarkan. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dapat diketahui setelah mengikuti proses belajar. Hasil belajar yang dicapai seseorang dapat menjadi indikator tentang batas kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimiliki oleh orang itu dalam suatu pekerjaan. 4. Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) Salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan di sekolahsekolah adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Ruang kelas merupakan salah satu tempat yang sangat baik untuk kegiatan kooperatif learning. Di dalam ruang kelas, para siswa dapat diberi kesempatan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah secara bersama-sama. Para

siswa diberikan kesempatan untuk mendiskusikan masalah, menentukan strategi pemecahannya dan menghubungkan masalah tersebut dengan masalah-masalah lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya. Cooperative learning dalam matematika akan dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Anita Lie (Yulianni, 2008:16) menyebut cooperative learning dengan pembelajaran gotong royong, yaitu system pembelajaran yang member kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja. Untuk menyelesaikan masalah-masalah sehingga akan mengurangi bahan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika yang banyak dialami para siswa. Cooperative learning juga telah terbukti sangat bermanfaat bagi para siswa yang heterogen (Suherman 2001: 218). Dalam buku Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Suherman (2001:218) menyatakan bahwa: Cooperative learning mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menegaskan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya.

Selanjutnya menurut Ibrahim ( Yulianni, 2008:20 ) mengemukakan bahwa: pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif di dorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan

tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompok. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2005:6) adalah sebagai berikut: 1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama, 2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

5. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. 6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2. Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. 3. Bilamana mungkin. anggota kelompok berasal dan ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda 4. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Fase Fase -1 Menyampaikan tujuan memotivasi siswa dan Cara menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Tingkah Laku

Fase -2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat

bahan bacaan Fase -3 menjelaskan keadaan siswa Mengorganisasikan siswa ke Guru dalam kelompok-kelompok bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien

Fase -4 Membimbing kelompok Guru menjelaskan kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan bekerja dan belajar tugas mereka. Fase -5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Fase -6 Memberikan penghargaan

Untukmen

goptimalkan

manfaat

cooperative

learning,

keanggotaannya sebaiknya heterogen, baik dari kemampuannya maupun dari karakteristik lainnya. Jika para siswa yang mempunyai kemampuan berbeda dimasukkan dalam satu kelompok yang sama, maka akan dapat memberikan keuntungan bagi para siswa yang berkemampuan rendah dan sedang. Sebaliknya siswa yang berkemampuan tinggi, kemampuan komunikasi verbal dalam matematika bagi siswa tersebut akan semakin meningkat. Untuk memberikan penjelasan tentang suatu materi

matematika seorang siswa harus memahami materi itu lebih dalam

daripada sekedar kemampuan yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah jawaban pada lembar kerja. Selain unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, cooperative learning sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, dan kemampuan membantu teman. 5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT) Sebagai seorang profesional, guru harus mempunyai pengetahuan dan persediaan strategi pembelajaran. Tidak semua strategi yang diketahui harus dan bisa diterapkan dalam kenyataan sehari-hari di ruang kelas. Guru yang ingin maju dan berkembang perlu mempunyai persediaan strategi dan teknik-teknik pembelajaran yang pasti akan selalu bermanfaat dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Salah satu teknik mengajar gotong royong adalah tipe Numbered Heads Together (NHT) atau Teknik Kepala Bernomor. Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (Numbered Heads Together) menurut Lie (Yulianni,2008:14), bahwa Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (NHT) adalah suatu teknik yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (Numbered Heads Together) dapat mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka.

Adapun langkah-langkah dalam teknik belajar mengajar Kepala Bernomor (Numbered Heads Together) menurut Ibrahim ( 2005:28 )yaitu: Langkah-1 : penomoran, guru membagi siswa kedalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada sertiap naggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5 Langkah-2 : mengajukan pertanyaan, guru mengajukan sebuah

pertanyaan kepada siswa. Langkah-3 : berpikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Langkah-4 : menjawab, guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengajukan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai berikut: Tabel 2.2 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) Fase Fase-1 Menyampaikan memotivasi siswa tujuan dan Guru menyampaikan tujuan pembelajaran (indikator hasil belajar). Guru memotivasi siswa. Guru mengaitkan pelajaran sekarang dengan yang terdahulu Tingkah laku

Fase-2 Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-3

Guru mengorganisasikan siswa ke Mrngorganisasikan siswa kedalam dalam kelompok-kelompok belajar dan menjelaskan bagaimana caranya kelompok-kelompok belajar seperti: a. Setiap kelompok beranggotakan 3-5 orang heterogen dan setiap anggots kelompok diberi nomor 1 sampai 5 (penomoran) b. Guru mengajukan pertanyaan c. Guru meminta siswa mendiskusikan pertanyaan secara kelompok (berpikir bersama) Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta siswa menjawab pertanyaan dengan memanggil satu nomor.

Fase-5 Evaluasi

Fase-6 Memberikan penghargaan Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang berprestasi untuk menghargai upaya maupun hasil belajar siswa baik secara individu maupun kelompok

B. Uraian Materi yang diajarkan Dalam Melaksanakan Penelitian Materi yang diajarkan dalam melaksanakan penelitian ini difokuskan pada pokok bahasan Perbandingan dan Fungsi Trigonometri dan Ruang Dimensi Tiga

1. Perbandingan dan Fungsi Trigonometri Identitas Trigonometri Identitas trigonometri masih merupakan kalimat terbuka. Jika peubahpeubahnya diganti dengan konstanta dalam semesta pembicaraannya akan menjadi pernyataanbernilai benar yang disebut kesamaan. Untuk membuktikan suatu identitas trigonometri ada beberapa cara, yaitu: 1. Bentuk ruas kiri identitas tersebut diubah sehingga sama dengan bentuk ruas kanan. 2. Bentuk ruas kanan identitas tersebut diubah sehingga sama dengan bentuk ruas kiri.

Ada beberapa rumus identitas trigonometri yang perlu diketahui, yaitu: a. tan = , cot =

b. sin2 + cos2 = 1 c. 1 + tan2 = sec2 d. 1 + cot2 = csc

Perhatikan contoh berikut agar dapat memahami cara membuktikan identitas trigonometri! Buktikan identitas-identitas trigonometri berikut a. Jawab: a. Ruas kiri akan diuraikan sehingga menghasilkan bentuk di ruas kanan = = sec 1 b. 1 cot4 = 2csc csc4

= = sec -1 Jadi, terbukti = sec 1

b. Ruas kanan akan diuraikan sehingga menghasilkan bentuk di ruas kiri 2csc csc4 = csc2 (2 csc2 ) = (1 + cot2 )(2 (1 + cot2 )) = 1 cot4 Jadi, terbukti 1 cot4 = 2csc csc4

Fungsi Trigonometri 1. Pengertian Fungsi Trigonometri Fungsi trigonometri merupakan fungsi yang memetakan himpunan bilangan x R ke himpunan bilangan real oleh suatu

relasi sinus, kosinus, tangen, kotangen, sekan, atau kosekan.

Beberapa fungsi trigonometri yang telah kita ketahui antara lain:

2. Grafik Fungsi Trigonometri Grafik fungsi trigonometri dapat dilukiskan melalui langkah-langkah berikut. a. Nyatakan dalam diagram Cartecius dengan sumbu X menyatakan besaran sudut (derajat atau radian) dan sumbu Y menyatakan nilai fungsi f(x). b. Ambil nilai x sebagai sudut-sudut istimewa kemudian tentukan nilai fungsi f(x). c. Jika diinginkan buatlah skala yang sama pada sumbu X dan sumbu Y. d. Hubungkan titik-titik yang diperoleh pada langkah (b) sehingga diperoleh kurva yang mulus. a) Grafik Fungsi Sinus, f(x) = sin x Nilai fungsi f(x) = sin x, 0 x diberikan oleh tabel berikut untuk x sudut-sudut istimewa

b) Grafik Fungsi cosinus , f(x) = cos x Nilai fungsi f(x) = sin x, 0 x 6diberikan oleh tabel berikut untuk x sudut-sudut istimewa

Persamaan Trigonometri Sederhana

Persamaan trigonometri adalah persamaan yang mengandung fungsi trigonometri. Menyelesaikan persamaan ini berarti mencari

seluruh nilai sudut-sudut x sehingga persamaan tersebut bernilai benar, untuk daerah asal tertentu. Secara umum, untuk menyelesaikan persamaan trigonometri digunakan rumus sebagai berikut, 1. sin x = sin x = + k.360o atau x = (180o ) + k.360o 2. cos x = cos x = + k.360oatau x = - + k.360o 3. tan x = tan x = + k.180o Untuk sudut dalam satuan radian, digunakan rumus 1. sin x = sin x = + k.360o atau x = (180o ) + k.360o 2. cos x = cos x = + k.360oatau x = - + k.360o 3. tan x = tan x = + k.180o

2. Ruang Dimensi Tiga A. Kedudukan Titik, Garis, dan Bidang dalam Ruang 1. Kedudukan titik terhadap garis Perhatikan gambar di bawah ini. Kedudukan suatu titik terhadap garis dapat dibedakan menjadi dua macam.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan tahapan-tahapan pelaksanaan yang meliputi, perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi secara berulang.

B. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di SMA Muhammadiyah Bulukumba dan subjek penelitian adalah siswa kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba. Jumlah siswa kelas X1 adalah 31 orang yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan.

C. Implementasi RPP dan Evaluasi Setelah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), maka proses belajar mengajar pun dapat dimulai, Implementasi dari RPP meliputi pembukaan, penjelasan standar kompetensi dan kompetensi dasar, pemaparan tujuan pembelajaran, penyampaian materi, penyampaian metode pembelajaran yang akan dilaksanakan, pembentukan kelompok, mengarahkan siswa dalam kelompoknya, membuat kesimpulan dan penutup. Evaluasi di kelas dilaksanakan dalam tugas individu dan Tugas Kelompok. Selanjutnya dapat dilihat pada lampiran mengenai RPP dan alat evaluasi.

D. Prosedur Penelitian Dalam penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti yang telah diuraikan dalam faktor yang diselidiki di atas, dengan perincian sebagai berikut: 1. Siklus I dilaksanakan selama 4 kali pertemuan. 2. Siklus II dilaksanakan selama 4 kali pertemuan. Adapun prosedur pelaksanaan tindakan ini sebagai berikut :
perencanaan

refleksi

Siklus I pengamatan perencanaan

pelaksanaan

refleksi

Siklus II

pelaksanaan

pengamatan

Secara lebih rinci prosedur penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut: Siklus I

a. Tahap Perencanaan. Sebelum diadakan penelitian terlebih dahulu dilakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1. Mengkaji landasan pustaka yang berkaitan dengan tema penelitian yang akan dilakukan 2. Membuat skenario pembelajaran untuk pelaksanaan tindakan dengan merujuk kepada tipe Numbered Heads Together. 3. Membuat instrument penelitian berupa tes hasil belajar untuk melakukan evaluasi di setiap akhir siklus. 4. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi atau keadaan siswa di kelas saat proses belajar mengajar berlangsung selama diadakannya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). 5. Mengidentifikasikan siswa kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba sebelum mengadakan tindakan siklus I. Hal-hal yang dilakukan yaitu menanyakan mata pelajaran yang mereka senang, kebiasaan belajar matematika, cara guna menyajikan pelajaran matematika. b. Tahap Tindakan Setelah tahap perencanaan dianggap matang, kemudian dilaksanakan tahap tindakan Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan belajar mengajar dan mengembangkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) Adapun langkah-langkah yang dilakukan tahap ini sebagai berikut:

1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. 2. Guru memberikan soal (banyaknya soal disesuaikan dengan banyaknya anggota kelompok). Setiap soal dikerjakan oleh siswa yang mempunyai nomor kepala yang sama dengan nomor soal di setiap kelompok 3. Guru memberikan kesempatan semua kelompok untuk mengerjakan soalnya masing-masing dalam jangka waktu tertentu. 4. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. 5. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil secara bergantian melaporkan hasil kerja sama mereka dan anggota kelompok lain berhak menanggapi jawaban dari kelompok tersebut. 6. Guru memberikan skor terhadap hasil laporan setiap anggota kelompok. c. Tahap Observasi Observasi dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar

berlangsung. Data observasi yang diambil adalah tentang kehadiran, keaktifan mereka di kelas dalam memberikan jawaban, bertanya dan menuliskan jawaban di papan tulis. d. Tahap Refleksi

Hasil yang telah diperoleh dari pengamatan terhadap tiap-tiap kelompok dikumpulkan serta dianalisis. Baik berupa hasil evaluasi maupun data hasil observasi yang diperoleh pada saat melaksanakan kegiatan pengajaran, sebagai acuan bagi guru untuk melaksanakan siklus berikutnya. Siklus II Kegiatan yang dilakukan pada siklus II pada dasarnya adalah mengulang tahapan-tahapan pada siklus I, akan tetapi dilakukan pola sejumlah rencana baru untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang terdapat pada siklus sebelumnya. a. Tahap Perencanaan 1. Melanjutkan kembali perencanaan-perencanaan pada siklus I yang dianggap perlu dalam memecahkan persoalan pada siklus I. 2. Dari refleksi siklus pertama disusun rencana baru yang akan dibuatkan tindakan. 3. Menyiapkan soal latihan, yang akan diberikan di kelas pada saat proses pembelajaran untuk lebih mengaktifkan siswa, dan memberikan bimbingan individu pada siswa mengalami kesulitan. b. Pelaksanaan Tindakan Tindakan yang dilaksanakan pada siklus II pada dasarnya adalah mengulang langkah-langkah pada siklus I, tetapi pada siklus II kelompoknya diubah. c. Observasi

Pada tahap ini dilakukan observasi yang pada dasarnya sama dengan kegiatan siklus I, yaitu mengambil data tentang nilai kuantitatif dan kualitatif siswa, serta data mengenai kehadiran, sikap, keaktifan baik saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. d. Refleksi Hasil yang diperoleh pada siklus II berupa nilai pada tes hasil belajar, perubahan sikap, maupun refleksi yang diberikan siswa serta data dan lembar observasi dikumpulkan serta dianalisis.

E. Instrumen Penelitian Instrumen dan teknik yang digunakan untuk memperoleh data di lapangan adalah: 1. Data mengenai hasil belajar matematika siswa dan tes awal sebelum tindakan atau (data dan hasil ulangan harian/tugas siswa sebelum tindakan), tes akhir siklus I dan tes akhir siklus II. 2. Data tentang situasi belajar mengajar pada saat dilakukannya tindakan diambil dengan menggunakan lembar observasi.

F. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Data mengenai peningkatan penguasaan materi diambil dari tes setiap akhir siklus, tes setiap siklus ini dibuat oleh penulis bekerjasama dengan guru matematika yang mengajar di kelas tersebut. 2. Data mengenai keaktifan siswa, motivasi dan minat dalam mengikuti proses belajar yang diambil melalui observasi selama pembelajaran. G. Teknik Analisis Data Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif, kemudian dituliskan dalam tabel distribusi frekuensi yang terdiri atas skor minimum, skor maksimum, rataan (mean), median, modus, dan standar deviasi untuk masing-masing kelompok data selanjutnya dianalisis dengan bantuan program analisis spss. H. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan penelitian ini adalah bila terjadi peningkatan skor ratarata hasil belajar matematika dan siswa telah melaksanakan aktifitas yang direncanakan sesuai dengan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba terhadap bahan ajar setelah menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together. Menurut ketentuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMA Muhammadiyah Bulukumba, siswa dikatakan tuntas belajar apabila memperoleh skor minimal 6o dari skor ideal dan tuntas secara klasikal apabila memperoleh skor minimal 85 % dari jumlah siswa tuntas belajar individu.

BAB IV HASIL PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas tentang hasil-hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba. Setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together . Adapun yang dianalisis adalah skor hasil belajar siswa yang diberikan setiap akhir siklus secara deskriptif, data mengenai perubahan sikap siswa yang diambil dari rekaman pengamatan dan tanggapan serta refleksi yang diberikan oleh siswa baik yang tertulis maupun komentar secara lisan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data hasil belajar matematika siswa dan analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data perubahan sikap siswa.

A. Hasil Pelaksanaan 1. Siklus I a. Hasil Analisis Kuantitatif Pada siklus I ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian setelah penyajian materi selama 4 kali pertemuan. Adapun data skor hasil belajar siklus I dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1

Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba Statistik Nilai statistik 31 100 84 30 60 63,65 70 22,49 30

Jumlah siswa Skor ideal Nilai maksimum Nilai minimum Rentang skor Skor rata-rata Median Standar deviasi Modus

Dari tabel 4.1 menunjukkan bahwa skor rata-rata (mean) hasil belajar matematika setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered head Together (NHT) pada siklus I adalah 63,65 dari skor ideal yang dicapai yaitu 100 dengan median 70 dan standar deviasinya 22,49 Hal ini disebabkan karena masih kurangnya perhatian siswa dengan melakukan kegiatan lain selama proses pembelajaran berlangsung.

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hail Belajar Matematika Siswa Kelas X1 SMA MUHAMMADIYAH BULUKUMBA Pada Akhir Siklus I

No 1. 2. 3. 4. 5.

Skor 0 34 35 54 55 64 65 84 85 100 Jumlah

Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Frekuensi 11 2 1 17 0 31

Persentase (%) 35,48% 6,45% 3,23% 54,84% 0% 100

Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa

masih ada siswa yang

berada pada kategori rendah yaitu 28,6% dan sekitar 54,84% siswa yang berada pada kategori tinggi. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya minat belajar matematika serta proses pembelajaran didominasi oleh siswa yang pintar saja. Persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3

Deskripsi Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I Kategori Tidak tuntas Tuntas Frekuensi 14 17 31 Persentase 45,16% 54,84% 100,00

Persentase Skor 0% - 64% 65% - 100% Jumlah

Berdasarkan tabel 4.1 dan tabel 4.2 maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa Kelas X1 SMA

MUHAMMADIYAH BULUKUMBA setelah dilakukan tindakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada akhir siklus I berada dalam kategori baik. b. Hasil Analisis Kualitatif Selama berlangsungnya penelitian pada siklus I tercatat sikap yang terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran matematika. Sikap siswa tersebut diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada setiap siklus. Lembar observasi tersebut digunakan untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama mengajar berlangsung di kelas. Data tentang sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika diperoleh melalui lembar observasi. Adapun deskriptif tentang sikap siswa selama mengikuti proses pembelajaran pada siklus I ditunjukan dalam tabel berikut: proses belajar

Tabel 4.4 : Hasil observasi sikap siswa selama mengikuti pembelajaran siklus I
Pertemuan KeI II III IV Persentase (%) 67,74

No

Komponen yang diamati Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses pembelajaran (main-main, ribut, dll) Siswa yang aktif dalam 4 mengerjakan soal pada saat pembahasan tugas Siswa yang mampu mengerjakan soal dengan benar di papan tulis Siswa yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal. Komponen yang S S I

Rata Rata

15

20 18

31

21

14

10 12

14

21,5

40,32

S I 7 6 9 5 K L U 4 5 6 9 S 6 19,35 6,75 19,29

K L U S

I 4 5 5 6

I 5 16,12

15

12 11

10

12

38,71

No diamati 7

Pertemuan Ke-

S I

I
I K L

II 7

III 8

IV 6
K L

Rata Rata

Rata Rata

Siswa yang kurang percaya diri dalam mengerjakan kuis (tidak mengerjakan,

10

7,75

25,00

menyontek,dll) Siswa yang melakukan aktifitas negatif pada saat pemberian tugas (sering keluar kelas, mengganggu, ribut, dll

U S

U S

5
I

3
II

16,12

Adapun sikap siswa dari siklus I adalah sebagai berikut: 1. Masih banyak siswa yang tidak hadir mengikuti pelajaran baik itu tidak hadir tanpa keterangan maupun yang izin. 2. Perhatian siswa pada siklus I ini masih berjalan seperti kurang antusiasnya siswa dalam menyelesaikan LKS secara berkelompok dan masih kurangnya kerjasama siswa dalam membantu temannya menyelesaikan LKS secara berkelompok. 3. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar semakin meningkat dalam menjawab pertanyaan maupun bertanya tentang materi yang telah dibahas. Mereka saling bersaing ingin kelompoknya yang unggul. 4. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar sudah baik tapi dalam hal ini siswa mengajukan diri baik mengerjakan soal yang masih didominasi oleh siswa yang pintar dan itupun masih ditunjuk. 5. Pada saat siswa melakukan diskusi dengan teman sekelompoknya masih banyak siswa yang kurang memperhatikan dan sekitar 11,43% siswa yang keluar masuk ruangan.

Pada siklus I siswa dalam mempresentasikan hasil diskusinya kurang berani, bahkan ada kelompok yang belum siap untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. c. Hasil analisis Refleksi Pada siklus I, semangat siswa dan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar dalam menjawab pertanyaan lisan guru, bertanya tentang materi yang dibahas serta mengerjakan soal-soal di papan tulis dapat dikatakan masih kurang, hal tersebut dapat dilakukan oleh siswa yang tergolong pintar. Tampak sekali tiap siswa yang hanya pasif dan hanya mendengarkan serta mencatat saja tiap materi yang diajarkan. Pada pertemuan kedua dan berakhirnya siklus pertama, semangat siswa untuk menyelesaikan soal secara kelompok sudah tampak. Walaupun masih ada siswa yang masih pasif. Hal ini terlihat dari kurang kompaknya setiap kelompok dan kurang komunikasinya antara anggota kelompok serta masih banyak siswa yang memento bimbingan kepada guru sebelum melakukan diskusi dengan teman

sekelompoknya bahkan ada kelompok yang anggotanya tidak mau naik menuliskan jawabannya di papan tulis. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa diantara mereka ada yang tidak menerima dikelompokkan dengan teman sekelompoknya karena mereka ingin memilih anggota kelompokknya sendiri. Setiap selesai proses pembelajaran, guru selalu memberikan pekerjaan rumah dengan tujuan agar siswa mau belajar dan melatih diri

dalam menyelesaikan soal-soal yang ada dan dikumpul pada pertemuan berikutnya. Pemberian tipe Numbered Head Together (NHT) pada fase terakhir adalah pemberian penghargaan baik secara individu maupun kelompok.

2. Siklus II a. Hasil Analisis Kuantitatif Seperti halnya siklus I, tes belajar pada siklus II ini dilaksanakan dengan bentuk ulangan harian. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa skor rata-rata yang dicapai oleh siswa kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba yang diajarkan dengan menggunakan

pembelajaran kooperetif tipe Numbered Head Together (NHT) pada siklus II yang disajikan dalam tabel 4.5 Tabel 4.5 Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba Pada Akhir Siklus II Statistik Jumlah siswa Skor ideal Nilai maksimum Nilai minimum Rentang skor Skor rata-rata Nilai statistik 31 100 98 50 60 75,32

Median Standar deviasi Modus

84 15.05 60

Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa skor rata-rata (mean) hasil belajar matematika pada siklus II adalah 75,32 dari skor ideal yang dicapai yaitu 100 dengan median 84 dan standar deviasinya 15,05. Secara individu, skor yang dicapai siswa bervariasi dari skor minimum 50 dari terendah yang mungkin dicapai 0 sampai dengan skor maksimal 100 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100 dari rentang skor 60. Apabila skor hasil belajar siswa dikelompokkan ke dalam 5 kategori maka diperoleh distribusi frekuensi nilai dilihat dari tabel 4.6 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hail Belajar Matematika Siswa Kelas X1 SMA Muhammadiyah Bulukumba Pada Akhir Siklus II

No 1. 2. 3. 4. 5.

Skor 0 34 35 54 55 64 65 84 85 100 Jumlah

Kategori Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

Frekuensi 0 4 7 5 15 31

Persentase (%) 0% 12,90% 22,58% 16,13% 48,39% 100

Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa 12,90% siswa yang berada pada kategori rendah dan sekitar 16,13% siswa yang berada pada kategori tinggi,. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa Kelas X1 SMA MUHAMMADIYAH BULUKUMBA berada pada kategori tinggi .

Apabila hasil belajar siswa pada siklus II dianalisis maka persentase ketuntasan belajar siswa siklus II dapat dilihat pada tabel 4.7

Tabel 4.7

Deskripsi Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II Kategori Tidak tuntas Tuntas Frekuensi 11 19 31 Persentase 35,48% 65,52% 100,00

Skor 0 64 65 - 100 Jumlah

Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa persentase ketuntasan kelas sebesar 65,52% yaitu 19 dari 31 siswa termasuk dalam kategori tuntas dan 35,48% atau 11 dari 31 siswa termasuk dalam kategori tidak tuntas.

b. Hasil Analisis Kualitatif Selam penelitian berlangsung, selain terjadi peningkatan hasil belajar matematika pada siklus I dan II tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran matematika.

Perubahan tersebut diperoleh dari lembar observasi pada setiap siklus. Lembar observasi tersebut untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Data tentang sikap siswa selama mengikuti pelajaran matematika pada siklus II ditunjukkan dalam tabel berikut: Tabel 4.8 : Hasil observasi sikap siswa selama mengikuti pembelajaran siklus II
Pertemuan KeS I K L U

No

Komponen yang diamati Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran Siswa yang memperhatikan pada saat proses

II

III

IV

S I

Rata - Rata Perset-ase (%) 28,25 91,13

26

27 29

31

K L U

14

10 12

19

13,75

44,35

II

6 7

Pembelajaran Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses pembelajaran (main-main, ribut, dll) Siswa yang aktif dalam mengerjakan soal pada saat pembahasan tugas Siswa yang mampu mengerjakan 5 soal dengan benar di papan tulis Siswa yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal. Siswa yang kurang

24,5

70

S I K L U S

S I K

6,75

21,77

L U

19,35

16,13

S
15 10 12 11 7 8 10 6 12 7,75 38,71 25,00

II

percaya diri dalam mengerjakan kuis (tidak mengerjakan, menyontek,dll) Siswa yang melakukan aktifitas negatif pada saat pemberian tugas (sering keluar kelas, mengganggu, ribut, dll

7,5

24,19

Adapun perubahan sikap siswa pada siklus II adalah sebagai berikut: 1. Kehadiran siswa semakin meningkat dan semangat memperhatikan pelajaran semakin terlihat, walaupun masih ada beberapa siswa yang kadang melakukan kegiatan lain ketika guru sedang menjelaskan. 2. Sudah terlihat keseriusan siswa dalam menyelesaikan soal-soal serta sudah terlihat kekompakan dalam kelompoknya. 3. Keaktifan siswa dalam proses belajar menjawab pertanyaan maupun bertanya tentang materi yang dibahas. Mereka saling bersaing ingin kelompoknya yang unggul. 4. Siswa sudah mampu mengerjakan soal latihan dengan meminta bimbingan dari guru serta bertanya kepada teman sekelompoknya. 5. Siswa yang mengerjakan di papan tulis dengan benar semakin meningkat berkat adanya kerjasama anggota kelompoknya. 6. Pada siklus II ini siswa sudah mulai berani mengangkat tangan dan mempresentasikan hasil kerjasama mereka.

c. Hasi Analisis Refleksi Pada siklus II peneliti sedikit mengalami kesulitan yaitu pada saat pembentukan kelompok baru, banyak siswa yang tidak ingin kelompoknya diubah tapi setelah diberikan sedikit arahan mereka menerima satu sama lain, sehingga pada pertemuan berikutnya perhatian, minat dan motivasi belajar serta kerja sama antar sesama anggota kelompokknya dalam proses belajar mengajar sudah mengalami peningkatan, dilihat dari siswa yang ditunjuk dapat mewakili kelompokknya mengerjakan soal di papan tulis dan mengerjakan soal dengan cepat dan benar serta membimbing teman sekelompoknya. Pada siklus II semangat dan keaktifan siswa semakin ditandai dengan memperlihatkan kemajuan. Secara umum dapat dikatakn bahwa seluruh kegiatan pada siklus II ini mengalami peningkatan walaupun masih ada beberapa kegiatan yang mengalami penurunan tapi dibandingkan dengan siklus I yang jauh lebih menurun.

B. Pembahasan Hasil Penelitian Dalam penelitian ini diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang terdiri dari dua siklus. Penelitian ini membuahkan hasil yang signifikan yakni meningkatnya kualitas proses dan hasil belajar matematika di kelas X1 SMA MUHAMMADIYAH BULUKUMBA.

Peningkatan yang terjadi bila dilihat dari tabel 4.3 dan tabel 4.7 sebagai berikut: Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas X1 SMA MUHAMMADIYAH BULUKUMBA pada Setiap Siklus Nilai Perolehan dari 31 siswa Siklus Maks 1 2 84 98 Min 30 50 Mean 63,65 75,32 Median Deviasi 70 84 14,19 8,44 17 19 Standar Tuntas Ketuntasan Tidak tuntas 14 11

Berdasarkan hasil deskriptif tabel 4.3 dan 4.7 diatas menunjukkan bahwa setelah dilaksanakan dua kali tes siklus, banyak siswa yang tuntas secara perorangan pada siklus I adalah 17 siswa meningkat menjadi 19 siswa pada siklus II. Pada siklus I ketidaktuntasan menjadi 11 orang pada siklus ke II. belajar 14 orang dan berkurang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Adanya penigkatan hasil belajar matematika dilihat dari rata-rata siklus I 63,65% dan pada siklus II meningkat menjadi 75,32%. 2. Siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran juga mengalami peningkatan pada siklus 1 67,74% dan siklus 11 meningkat menjadi 91,13% 3. Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran juga mengalami peningkatan pada Siklus I sebesar 40,32 dan pada Siklus II menjadi 44,35 4. Terjadinya peningkatan persentase kehadiran siswa, perhatian, minat, keaktifan, serta semangat belajar siswa dalam proses belajar mengajar. 5. Pembelajaran kooperatif selain meningkatkan hasil belajar juga dapat meningkatkan sifat kerjasama antar siswa, serta dapat menimbulkan rasa percaya diri untuk menyelesaikan soal yang diberikan. 6. Dengan pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pelajaran matematika yang biasanya dianggap sulit bagi sebagian siswa menjadi menyenangkan.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini diajukan beberapa saran dan upaya meningkatkan mutu pendidikan antara lain : 1. Dalam kegiatan belajar mengajar guru diharapkan agar menerapkan pembelajaran kooperatif dengan tipe Numbered Head Together (NHT) sebagai alternative untuk meningkatkan hasil belajar siswa. 2. Sebagai tindak lanjut penerapan, pada saat proses pembelajaran diharapkan guru untuk lebih mengawasi dan mengantar serta membimbing siswa dalam bekerja kelompok. 3. Diharapkan pula pada guru bidang studi lain agar mampu mengembangkan dan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) ini dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai