Anda di halaman 1dari 2

Anomali iklim ancam hasil panen Warta WASPADA ONLINE BALIGE Penyimpangan cuaca (anomali iklim) mengancam turunnya

a hasil pertanian pada sejumlah wilayah di Kabupaten Toba Samosir, karena kondisi alam yang tidak menentu cenderung mengganggu pertumbuhan tanaman sehingga berpotensi mengakibatkan gagal panen bagi petani setempat. Fenomena alam seperti yang terjadi saat ini sangat berpotensi menimbulkan gagal panen, karena di saat pertanaman padi membutuhkan curah hujan dalam proses pembentukan bulir, justru cuaca panas yang kerap muncul, kata Staf Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Toba Samosir (Tobasa), Sumatera Utara, Roganda Simanjuntak di Balige, hari ini. Petugas pendamping serikat tani Tobasa itu menyebutkan, berdasarkan pengamatan mereka pada beberapa desa tertentu di Kecamatan Laguboti dan Kecamatan Uluan, diperkirakan gagal panen total akan terjadi, karena kondisi pertanaman padi yang diusahai petani setempat telah mengalami kerusakan hampir 80 persen. Tanaman padi yang menjadi komoditas andalan yang utama bagi petani itu, menjadi kehilangan daya dukung alam dengan munculnya fenomena penyimpangan musim. Menurut dia, pada beberapa bulan terakhir ini, kondisi cuaca sangat tidak menentu dan sulit diprediksi, sebab terkadang suhunya sangat tinggi, namun selang berapa waktu, bisa saja turun hujan dengan cukup deras. Anomali cuaca berupa curah hujan di atas normal pada musim kemarau yang terjadi mengakibatkan kemarau basah, dengan pengertian saat musim kemarau yang seharusnya kering, namun ternyata hujan masih turun, ujarnya. Hal tersebut, lanjutnya, berpengaruh sangat buruk bagi perkembangan pertumbuhan fisiologis tanaman serta berpotensi menimbulkan ledakan serangan penyakit, yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat produksi, selain memperbesar biaya untuk komponen biaya penanggulangan dalam menekan perkembangan gangguan serangan hama penganggu tanaman. Memang, kata dia, sistem pola tanam yang dianjurkan Dinas Pertanian setempat telah dilaksanakan petani secara teratur, yakni dengan mempercepat waktu tanam pada beberapa bulan sebelumnya, guna mengantispasi terjadinya penyimpangan cuaca. Namun, lanjut Roganda, akibat kekeringan yang terjadi pada saat tanaman padi mengalami fase primordial (masa bunting) dengan kebutuhan air yang cukup untuk proses pembentukan bulir, ternyata tidak memperoleh asupan air memadai, sehingga temperatur dan kelembaban tidak normal mengakibatkan hasil menjadi tidak optimal serta produksinya tidak bisa seperti yang diharapkan semula. Hutapea, seorang petani asal Kecamatan Laguboti mengeluhkan kondisi pertanamannya yang

mengalami tingkat kerusakan cukup parah, sehingga dia khawatir hasil panenannya pada musim ini akan berkurang hingga sebesar 50 persen. Dari perhitungan selama ini biasa memperoleh hasil 12 kwintal untuk luasan dua rante, kemungkinan hanya bisa panen sebesar enam kwintal, katanya

Anda mungkin juga menyukai