Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang Seiring dengan berkembangnya dunia usaha dan organisasi yang semakin pesat, maka Psikologi Industri dan Organisasi yang memainkan peran penting dalam peningkatan produktivitas perusaahan dari segi human resources juga harus diteliti lebih dalam dan lebih dikembangkan lagi. Dari sisi Psikologi I-O, perkembangan manajemen sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan yang diterapkan perusahaan terhadap para karyawannya. Kesesuaian atas kebijaksanaan tersebutlah yang akan menentukan sikap para karyawan terhadap perusahaan. Kesesuaian antara kebijakan perusahaan dengan karyawan akan menentukan seberapa besar job satisfaction yang dirasakan oleh karyawan tersebut. Job satisfaction merupakan salah satu faktor penting atas perilaku karyawan dalam organisasi. Karyawan yang puas akan pekerjaannya akan memiliki sikap kerja yang positif, Seorang karyawan akan menunjukkan produktivitas yang baik dan tinggi ketika ia memiliki sikap kerja yang positif, dan begitu pula sebaliknya. Karyawan dengan job satisfaction yang rendah akan memiliki sikap kerja yang negatif, sehingga produktivitasnya rendah, tingkat absensi tinggi bahkan mungkin terjadi pengunduran diri atau turnover. Turnover merupakan masalah yang memang sudah sering dihadapi oleh banyak perusahaan. Tingginya turnover rate juga terjadi pada Perusahaan Dominos Pizza. Perusahaan Dominos Pizza merupakan salah satu perusahaan Pizza terbesar di dunia. Perusahaan yang memiliki 145.000 karyawan ini memiliki high turnover rate yang disebabkan oleh beberapa faktor negatif yang memang terjadi pada perusahaan fast food yaitu seperti low pay, karyawan yang multitasking, dan kerja part time. Terjadinya turnover itu sendiri akan merugikan perusahaan, semakin besar turnover maka semakin besar pula kerugian yang ditanggung perusahaan. Kerugian tersebut tidak hanya dari segi biaya tetapi juga dari sumber daya dan motivasi karyawan. Hal ini tentunya akan membawa dampak negatif bagi perusahaan untuk itu perlu diusahakan pemecahannya. I.2. Rumusan Masalah 1. Mengapa banyak perusahaan, yang dalam kasus ini adalah Dominos Pizza, mengalami high turnover rate?

2. Sejauh mana job satisfaction akan mempengaruhi turnover rate? 3. Apa pengaruh tingginya tingkat turnover ini bagi perusahaan? 4. Apa yang harus dilakukan perusahaan untuk mengurangi tingkat turnover yang tinggi?

BAB II ISI
2.1 Dasar Teori 2.1.1 Human Resource Management Practice Human Resource Management atau HRM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. HRM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia bukan mesin - dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian HRM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Human resource management melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya. HRM Practice adalah kegiatan kongkrit yang dilakukan di lapangan sesuai fungsi human resource management, yang di dalamnya terbagi menjadi 3 bagian ; 1. Supervision (pengawasan) Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Pengawasan manajemen adalah suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan manajemen dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan dimana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya untuk mencapai tujuan atau sasaran manajemen. Fungsi pengawasan adalah proses untuk menetapkan pekerjaan yang sudah dilakukan, menilai dan mengoreksi agar pelaksanaan pekerjaan itu sesuai dengan rencana semula.

2. Job training Menurut Wexley dan Yukl, training atau pelatihan adalah istilah-istilah yang menyangkut usaha yang berencana yang diselenggarakan agar karyawan dapat mencapai knowledge, skill, dan attitude yang relevan terhadap pekerjaan. Dalam HRM Practice, training atau pelatihan merupakan faktor penting penentu produktivitas karyawan, perusahaan yang memberikan training untuk karyawannya akan memiliki produktivitas yang tinggi (Tan & Batra, 1995; Aw & Tan, 1995). Tujuan training antara lain : 1. Karyawan baru memiliki kebulatan tekad/sikap kerja yang positif menuju prestasi. 2. Memiliki gambaran/pengetahuan dan jenis pelatihan yang akan dijalankan selama menjadi karyawan. 3. Dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja, rekan kerja, dan pekerjaanya. 3. Pay Practice Pay practice merupakan suatu praktek yang dilakukan oleh manajer dengan teori-teori untuk memuaskan karyawan dan tentunya untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Untuk mendapatkan keefektifan, perusahaan harus mengarahkan fokus mereka pada pay level dan pay structure. Pay level atau upah yang tinggi dapat memastikan bahwa perusahaan dapat menarik atau merektrut dan mempertahnkan karyawan-karyawan yang berkualitas tinggi, walaupun hal ini mungkin berdampak pada cost perusahaan yang juga tinggi. Selain itu, upah yang tinggi juga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas para karyawan (Noe et al, 2006). Hal ini tentunya berhubungan degnan kepuasan kerja yang diirasakan karyawan atas upah yang tinggi tersebut yang menjadi motivasi mereka dalam bekerja. Selain itu, upah yang tinggi juga merupakan suatu upaya untuk meningkatkan loyalitas karywan pada perusahaan. Karyawan yang mendapat upah tinggi tidak mudah untuk melakukan turnover.

2.1.2

Job Satisfaction Job satisfaction adalah perasaan karyawan tentang pekerjaan mereka, yang

mengukur tentang kepusaan dan ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaan mereka (Spector, 1997). Oleh Graham (1982), kepuasan kerja didefinisikan sebagai "pengukuran total perasaan seseorang dan sikap terhadap pekerjaan seseorang". Kepuasan kerja adalah konstelasi sikap terhadap pekerjaan. Kepuasan kerja adalah bagaimana karyawan menanggapi berbagai aspek yang berbeda dari pekerjaan mereka. Hoppock (1935) kepuasan kerja didefinisikan sebagai "kombinasi dari keadaan psikologis, fisiologis, dan lingkungan yang mampu mempengaruhi dan menyebabkan seseorang jujur untuk mengatakan,"Saya puas dengan pekerjaan saya '". Locke dan Lathan (1976) mendifinisikan kepuasan kerja sebagai kondisi emosional yang menyenangkan atau postif atas suatu pekerjaan atau pengalamn kerja. Kepuasan kerja merupakan hasil dari persepsi karyawan tentang pekerjaan mereka dalam hal seberapa baik pekerjaan tersebut mampu memberikan hal-hal yang mereka anggap penting. Kepuasan kerja menggambarkan bagaimana perasaan seorang individu dengan pekerjaan nya. Semakin bahagia seorang individu berada di dalam pekerjaan mereka, semakin puas mereka dikatakan. Kepuasan kerja tidak sama dengan motivasi atau kemauan, meskipun jelas terkait. Desain pekerjaan bertujuan untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja, metode-metode termasuk rotasi kerja, perluasan kerja dan, pengayaan pekerjaan. Pengaruh lainnya pada kepuasan termasuk gaya manajemen dan budaya, keterlibatan karyawan, pemberdayaan dan posisi kerja otonom. Kepuasan kerja adalah atribut yang sangat penting yang sering diukur oleh organisasi. Cara yang paling umum digunakan adalah pengukuran dengan skala rating dimana karyawan melaporkan reaksi mereka untuk pekerjaan mereka. Pertanyaan berhubungan dengan tingkat gaji, tanggung jawab kerja, berbagai tugas, kesempatan promosi, pekerjaan itu sendiri dan rekan kerja. 2.1.3 Turnover Intention Turnover intention dapat didefinisikan sebagai niat karyawan untuk keluar dari organisasi mereka. Price (1977) telah mendefinisikan "turnover" sebagai rasio jumlah anggota organisasi yang telah meninggalkan organisasi selama periode tertentu dibagi dengan jumlah rata-rata orang di organisasi selama periode tersebut.
5

Menurut Harninda (1999:27): Turnover intentions pada dasarnya adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002:2) menyatakan: turnover intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan. Handoko (2000:322) menyatakan: Perputaran (turnover) merupakan tantangan khusus bagi pengembangan sumber daya manusia. Karena kejadiankejadian tersebut tidak dapat diperkirakan, kegiatan-kegiatan pengembangan harus mempersiapkan setiap saat pengganti karyawan yang keluar. Di lain pihak, dalam banyak kasus nyata, program pengembangan perusahaan yang sangat baik justru meningkatkan turnover intentions. Pergantian karyawan atau keluar masuknya karyawan dari organisasi adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Ada kalanya pergantian karyawan memiliki dampak positif. Namun sebagian besar pergantian karyawan membawa pengaruh yang kurang baik terhadap organisasi, baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang Dalam arti luas, turnover diartikan sebagai aliran para karyawan yang masuk dan keluar perusahaan (Ronodipuro dan Husnan, 1995: 34). Sedangkan Mobley (1999: 13), mengemukakan bahwa batasan umum tentang pergantian karyawan adalah : berhentinya individu sebagai anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan. 2.2 Overview Kasus Perusahaan Dominos Pizza mengahadapi tingginya tingkat turnover dikarenakan rendahnya upah karyawan di perusahaan tersebut, kurangnya hubungan antara pemimpin dengan karyawan, lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, serta kurangnya kepemimpinan karena sebagian besar manajer toko hanya bertahan sampai 3-6 bulan. Kebanyakan store manager dominos pizza tidak bertahan lama di perusahaan, dengan rata6

rata lama kerja hanya 3 6 bulan saja. Bahkan pada pekerja level bawah, seperti pelayan dan kasir, tingkat turnover mencapai 300 %. Disamping itu perusahaan juga tidak bersedia untuk menaikkan upah minimum karyawan. Hal-hal tersebut mendorong karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. Tidak adanya kompatibilitas pekerjaan dengan pendidikan, ketertarikan, minat mendorong karyawan untuk keluar. Selain itu tidak bisa dipungkiri rendahnya upah dan tidak nyamannya lingkungan kerja mendorong karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. 2.3 Analisis dan Pembahasan 2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Job Satisfaction 1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self), setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja. 2. Atasan (Supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus atasannya. 3. Teman sekerja (Workers), merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya. 4. Promosi(Promotion), merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selama bekerja. 5. Gaji/Upah(Pay), merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak. 2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya turnover antara lain : 1. Usia. Maier (1971) mengatakan karyawan muda mempunyai tingkat turnover yang lebih tinggi daripada karyawan-karyawan yang lebih tua. Usia dan turnover memiliki hubungan yang negatif. Semakin tinggi usia karyawan, turnover intention semakin rendah. Turnover yang tinggi pada karyawan yang lebih muda disebakan karena mereka masih mempunyai
7

keinginan dan kesempatan yang besar untuk mencoba-coba pekerjaan. Sedangkan karyawan yang lebih tua enggan berpindah-pindah tempat kerja karena alsan mobilitas yang menurun, tidak ingin repot pindah kerja, dan lain sebagainya. 2. Lama kerja. Hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan adanya korelasi negatif antara masa kerja dengan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnovernya (Prihastuti, 1992). Karyawan yang lebih dapat bertahan lama bekerja di suatu perusahaan, merupakan karyawan yang berhasil menyesuaikan dirinya dengan perusahaan dan pekerjaannya. 3. Tingkat pendidikan dan inteligensi. Karyawan yang memilki tingkat intelgensi yang tidak terlalu tinggi akan mendapatkan tekanan jika mngerjakan tugas-tugas yang sulit. Sedangkan karyawan yang memiliki tingat intelegensi yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan yang monoton. Sehingga mereka akan terdorong untuk mencari pekerjaan yang baru. 4. Kepuasan kerja. Semakin tidak puas karyawan terhadap pekerjaannya akan semakin kuat dorogannya untuk melakukan turnover (Mowday, 1981; Michael dan Spector, 1982; Arnold dan Fieldman, 1982) 2.3.3 Indikasi Terjadinya Turnover Intention Menurut Harnoto (2002:2): Turnover intentions ditandai oleh berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasiindikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan. 1. Absensi yang Meningkat Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.

2. Mulai Malas Bekerja Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan bersangkutan. 3. Peningkatan Terhadap Pelanggaran Tata Tertib Kerja Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya. 4. Peningkatan Protes terhadap Atasan Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan. 5. Perilaku Positif yang Sangat Berbeda dari Biasanya Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover. 2.3.4 Dampak Tingginya Turnover Intention Dampak tingginya turnover bagi perusahaan (dalam kasus ini adalah Dominos Pizza) bisa digolongkan menjadi dua, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Ada beberapa dampak positif dari tingginya turnover antara lain: 1. Perusahaan memiliki kesempatan untuk mendapatkan karyawan yang mempunyai kemampuan dan pengalaman yang lebih baik. 2. Perusahaan dapat memperkerjakan pekerja yang mempunyai ide-ide baru yang bisa membuat inovasi bagi Dominos Pizza sendiri. 3. Perusahaan bisa mengurangi rata-rata pekerjaan karyawan sehingga perusahaan bisa mengurangi jumlah biaya untuk upah yang harus dibayar. 4. Perusahaan juga bisa memberikan kesempatan untuk pekerja yang bertalenta dan memiliki peforma tinggi jika pekerja yang keluar memiliki peforma yang rendah. Sedangkan dampak negatif dari tingginya tingkat turnover yaitu : 1. Perusahaan kehilangan learning cost dan employee report cost.
9

2. Level kecelakaaan pada karyawan baru cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan karyawan lama. 3. Adanya produksi yang berkurang selama terjadinya turnover. 4. Adanya peralatan produksi yang tidak bisa beroperasi secara full karena hilangnya karyawan. 5. Tingginya kecenderungan karyawan baru untuk melakukan kesalahan sehingga merugikan bagi perusahaan. 2.3 Hubungan HRM Practice dengan Job Satisfaction dan Turnover Intention Dari hadis penelitian yang dilakukan oleh Hamdia Mudir dan Phadett Tooksoon pada tahun 2011, diektahui bahwa adanya hubungan positif antara HRM Practice (suvervison, job training dan pay practice) dengan job satisfaction atau kepuasan kerja. Karyawan akan merasa puas dengan pekerjaan mereka ketika mereka mendaptakn pengawasan yang efektif dan tertutup (Petrescu & Simmons, 2004), menjalani training yang langsung terjun ke tempat kerja (Bradley, Petrescu $ Simmons, 2004), dan mendapatkan upah yang sesuai (Droussiotis & Austin, 2007). Tetapi ketiga variabel HRM Practice tersebut (supervision, job training, dan pay practice) memilki hubungan yang negatif dengan turnover intention. Para karyawan memliki kecenderungan untuk melakukan turnover pekerjaan mereka ketika mereka mendapatkan pengawasan uanh tidak memadai (Keasbly & Jagatic, 2000), tidak mendapatkan training yang tepat atau training yang tidak maksimal (Poulston, 20008), dan mendapatkan upah rendah (Martins, 2003). 2.4 Hubungan Job Satisfaction dan Turnover Intention Job satisfaction atau kepuasan kerja memiliki peran penting dalam menentukan turnover yang dilakukan oleh karyawan. Peningkatan kepuasan kerja akan menurunkan tingkat turnover diantara para karyawan (Pierce, Hazell, Mion, 1996). Begitu pula sebaliknya, jika kepuasan kerja rendah maka tingkat turnover akan tinggi. Dengan begitu, dapat dilihat bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan yang negatif dengan turnover. Pada intinya job satisfaction mampu mempengaruhi jumlah karyawan yang meninggalkan perusahaan dalam periode tertentu, yang merupakan definisi dari turnover. Oleh karena itu, kepuasan kerja juga mempengaruhi turnover intention secara tidak langsung, dimana turnover intention dapat didefinisikan sebagai niat (kemungkinan) bagi karyawan untuk meninggalkan perusahaahnya. Namun, berdasarkan hasil penelitian, kepuasan kerja
10

memiliki pengaruh dengan intensitas yang berbeda-beda tergantung dari jenis pekerjaan. Untuk dapat menekan turnover intention seminimal mungkin maka kepuasan kerja karyawan harus ditingkatkan. Peningkatan kepuasan kerja dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, apakah faktor-faktor tersbut telah terpenuhi atau belum. Ketika pemenuhan kebutahan atau faktor-faktor yang memepengaruhi kepuasan kerja telah terpenuhi maka dengan sendirinya karyawan akan menunjukkan sikap yang positif yang dengan kata lain mereka memiliki kepuasan kerja yang tinggi.

11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Job satisfaction atau kepuasan kerja merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja organisasi dan produktivitas para pekerja. Kepuasan kerja itu sendiri juga dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan dalam penetapan sistem upah, lingkungan, budaya perusahaan, cara, dan metode kepemimpinan. Faktor-faktor diatas menjadi salah satu sebab yang mengakibatkan kinerja anggota pekerja naik atau turun. Kepuasan kerja dalam ilmu manajemen dapat diwujudkan melalui Human Resource Management atau HRM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif. HRM merupakan bagian penting proses organisasi dalam pencapaian tujuan, karena pencapaian tujuan organisasi tergantung dari sumber daya manusianya. Dalam proses HRM, turnover merupakan bagian dari dinamika dari setiap perusahaan yang tidak bisa dilepaskan. Karena turnover merupakan salah satu proses dalam HRM agar dalam prosesnya dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien dengan dasar keadilan. Dalam kasus Dominos Pizza, kepuasan kerja, sistem upah, dan kondisi lingkungan yang kurang kondusif yang berkurang menjadi salah satu alasan tingginya turnover intention yang berakibat pada kinerja perusahaan yang mengalami penurunan. Hubungan dari teori yang mana lama kerja dan tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan turnover yang tinggi dibanding lama kerja dan tingkat pendidikan dibuktikan dalam Dominos Pizza, mayoritas pekerja golongan bawah yang berpendidikan rendah dan lama kerja menjadi salah satu alasan tingginya turnover. Selain itu, kepuasan kerja jelas menjadi faktor utama dalam tingginya turnover dalam kasus Dominos Pizza, mayoritas para pekerja golongan bawah tidak puas karena cara kepemimpinan yang kurang baik yang membuat situasi dan kondisi lingkungan kerja yang tidak kondusif dan sistem upah yang kurang baik. Pengaruh yang ditimbulkan akibat tingginya turnover intention pada Dominos Pizza naiknya cost dalam proses perekrutan. Setiap karyawan yang melakukan turnover akan diganti dengan karyawan baru, tetapi dalam prosesnya cost yang semakin tinggi membuat net income dari perusahaan semakin berkurang.

12

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Nazim. Factors Affecting Overall Job Satisfaction and Turnover Intention Cook, Allison Laura. 2008. Job Satisfaction and Job Performance: Is The Relationship Spurious? Employee Motivation within Domino's Pizza. Available at: http://www.freeonlineresearchpapers.com/domino-pizza-employee-motivation Job Satisfaction Case Study: Dominos High Turnover Rate. Available at: http://www.scribd.com/doc/18023677/Case-Study-OB-Dominos-Pizza-JobSatisfaction http://pwkorganization.blogspot.com/2011/06/definisi-training-pelatihan-dan.html Measuring Job Satisfaction in Surveys - Comparative Analytical Report. Ireland: Eropian Foundation for The Improvement of Living and Working Condition. Mudor, Hamdia, Phadett Tooksoon. 2011. Conceptual Framework on The Relationship Between Human Resource Management Practices, Job Satisfaction, and Turnover Saari, Lisa M., Timothy A. Judge. 2004. Employee Attitudes and Job Satisfaction. Schultz, Duane P., Sydney Ellen Schultz. 2010. Psychology and Work Today Tenth Edition. Upper Sadle River: Pearson Education, inc. Tella, Adeyinka, C.O. Ayeni, S.O. Popoola. 2007. Work Motivation, Job Satisfaction, and Organisational Commitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in Oyo State, Nigeria.

13

Anda mungkin juga menyukai