Anda di halaman 1dari 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Sejarah Anestesi berasal dari dua kata Yunani yaitu an dan aesthesia yang berarti tanpa rasa. Baileys An Universal Etymological English Dictionary pada tahun 1721 mendefinisikan anestesi sebagai a defect of sensation dan pada tahun 1771 Encyclopedia Britannica mendefinisikan sebagai privation of the senses. Definisi yang sekarang digunakan adalah suatu keadaan tertidur dengan tanpa rasa sakit yang memungkinkan pembedahan dilakukan dan bersifat reversibel. Definisi tersebut sendiri lebih cocok disebut sebagai anestesi umum. Untuk dapat memberikan anestesi yang adekuat dan aman, maka ahli anestesi harus dapat mengkombinasikan komponen ketidaksadaran, analgesia, dan relaksan otot sehingga kondisi pasien menjadi sangat baik untuk dilakukan pembedahan. Ketiga komponen tersebut disebut juga trias anestesi.1,2 Trias anestesi dapat dicapai dengan hanya menggunakan satu obat tunggal, tetapi efek samping yang timbul telah membatasi metode tersebut digunakan dalam anestesi modern. Seperti penggunaan obat-obat hipnotik intravena yang peningkatan dosis obat tersebut dapat membuat hipnotik dan menumpulkan respon terhadap stimuli yang tidak menyenangkan, sehingga didapatkan efek analgesia dan arefleksia, secara tidak langsung. Sampai dengan tahun 1940an, sangat sering ahli anestesi menggunakan satu obat dengan konsentrasi yang tinggi untuk mencapai anestesi yang adekuat. Penggunaan tersebut menimbulkan masalah bahwa semakin tinggi dosis obat yang digunakan maka akan menyebabkan semakin kuat efek samping yang timbul selama operasi (depresi pernafasan, disritmia jantung, dan lain-lain), bahkan selama masa pemulihan (mual, muntah, dan lain-lain).2 George W. Crile, pada tahun 1911, memperkenalkan teori anociassociation yang menyatakan bahwa stimuli fisik yang berhubungan dengan operasi dapat dicegah dengan anestesi umum yang ringan, sedangkan stimuli yang menyakitkan

dapat diblok dengan anestesi lokal. George W. Crile menggunakan analgesia lokal sebagai tambahan untuk anestesi umum yang ringan. John S Lundy memperkenalkan konsep tentang anestesia balans pada tahun 1926 yang memiliki ide menggunakan kombinasi beberapa jenis obat berbeda atau teknik yang digunakan secara bersamasama untuk membuat pasien tertidur, mendapatkan efek analgesik, relaksan otot, dan menjaga homeostasis. Konsep tersebut dapat dimengerti dengan baik ketika pertimbangan analgesi dan arefleksia dapat dicapai dengan menggunakan obat seperti opioid dan obat relaksasi neuromuskuler atau neuromuscular blocking (NMB). Obat tersebut tidak memiliki efek hipnotik sehingga tidak membuat pasien tidak sadar (walaupun opioid mengubah fungsi sensori dan kognitif). Keuntungan dari konsep tersebut adalah penggunaan konsentrasi obat yang lebih kecil, sehingga menghasilkan penurunan efek samping yang timbul dan waktu pemulihan yang lebih cepat.2,3

Gambar 1. Konsep Anestesia Balans

2.2. Keuntungan Anestesia Balans Terdapat lima keuntungan spesifik dengan menggunakan konsep balanced anesthesia, yaitu :2 1. Obat-obat dapat dipilih dan diberikan dengan cara yang dapat diterima secara universal 2. Metabolisme tubuh pasien mengalami gangguan yang lebih kecil dan hal tersebut merupakan perlindungan yang lebih baik dibandingkan dengan teknik lain yang ada. 3. Pasien biasanya mengalami masa pasca operasi yang lancar 4. Operator mendapatkan kondisi operasi yang lebih ideal 5. Operator biasanya dapat melakukan manajemen penatalaksanaan pasienpasien yang memiliki komplikasi organik serius dengan tingkat keamanan yang lebih besar. 2.3 Propofol 2.3.1 Sejarah Propofol adalah obat anestesi intravena yang paling sering digunakan saat ini. Dimulai pada tahun 1970-an dihasilkan dari substitusi derivate phenol dengan materi hipnotik yang kemudian menghasilkan 2,6-diisopropofol. Uji klinik yang pertama kali dilakukan, dilaporkan oleh Kay dan Rolly tahun 1977, memberikan konfirmasi penggunaan propofol sebagai obat induksi anestesi. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya tersedia dengan nama Cremophor EL (BASF A.G.) Dikarenakan oleh reaksi anafilaktik yang berkaitan dengan Cremophor EL pada formulasi awal propofol, obat ini tersedia dalam bentuk emulsi. Propofol digunakan untuk induksi dan rumatan anestesi, demikian pula untuk sedasi baik di dalam maupun di luar kamar operasi.5,6 2.3.2 Karakteristik Fisikokimia

Propofol adalah salah satu dari grup alkylphenol yang dapat menimbulkan hipnosis pada hewan. Alkylphenols berbentuk minyak pada suhu kamar, tidak larut dalam air tetapi kelarutannya tinggi dalam lemak. Formula baru yang menyisihkan Cremophor tersusun atas 1 % (berat/volume) propofol, minyak kedelai 10 %, glycerol 2,25 % dan 1,2 % purified egg phosphitide. Disodium edentate ditambahkan untuk memperlambat

pertumbuhan bakteri pada emulsi. Formula ini memiliki pH 7, viskositasnya rendah, berwarna putih susu. Formulasi berikutnya yang mengandung metabisulfite sebagai antimicrobial diperkenalkan di Amerika. Di Eropa formula 2 % juga tersedia, dimana emulsinya mengandung campuran dari trigliserida rantai pendek dan menengah. Semua formula yang tersedia bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak sensitive terhadap cahaya. Perubahan kelarutan akan sedikit menimbulkan perubahan farmakokinetik, memecah emulsi, degradasi spontan propofol dan kemungkinan merubah efek farmakologis.4 2.3.3 Metabolisme Propofol dimetabolisme secara cepat di hati dengan cara dikonjugasi menjadi glukoronida dan sulfat untuk membentuk senyawa yang larut dalam air yang diekskresi ginjal. Kurang dari 1 % propofol tidak berubah saat dieksresi melalui urine, dan 2% diekskresi melalui feses. Karena kliren propofol melebihi aliran darah hepar, diperkirakan terjadi eliminasi ekstrahapatal atau ekstrarenal. Paru-paru diperkirakanmemegang peranan penting dalam proses ini, dimana paru bertanggung jawab atas kira-kira 30 % dari uptake dan eliminasi fase pertama. Pada studi invitro diketahui juga bahwa mikrosom pada ginjal dan usus manusia mampu membentuk senyawa propofol glukoronida. Propofol sendiri menunjukkan inhibisi sitokrom-450 yang tergantung pada konsentrasi, yang mungkin dapat merubah metabolisme obat-obat yang tergantung pada sistem enzim tersebut (contohnya obat-obat opioid).6

2.3.4 Farmakokinetik Evaluasi farmakokinetik propofol banyak dilakukan dengan interval dosis yang lebar seperti pemberian melalui infus kontinyu, dan dijelaskan dalam model dua atau tiga kompartemen. Setelah injeksi bolus, kadar propofol dalam darah akan menurun dengan cepat sebagai akibat redistribusi dan eliminasi. Klirens propofol sangat tinggi 1,5 sampai 2,2 L/mnt. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya kliren ini melebihi aliran darah hepar dan terjadi metabolisme ekstahepatal. Konstanta ekuilibrium propofol berpedoman pada supresi electroencephalogram (EEG) (yang berkorelasi kuat dengan penurunan kesadaran) adalah sekitar 0,3 per menit, dan waktu paruh ekuilibrium antara konsentrasi plasma dan efek EEG adalah 2,5 menit. Waktu untuk mencapai puncak efek adalah 90 sampai 100 detik.6 Beberapa faktor dapat menjadi penyebab perubahan farmakokinetik propofol, antara lain jenis kelamin, berat badan, umur, penyakit penyerta, dan pengobatan lain. Peningkatan curah jantung (cardiac outuput) akan menurunkan konsentrasi propofol di dalam plasma dan sebaliknya. Pada keadaan syok hemoragik onsentrasi propofol meningkat sampai 20 % sehingga dapat menyebabkan terjadinya kondisi syok yang tidak

terkompensasi, suatu titik dimana terjadi peningkatan konsentrasi propofol yang sangat cepat.5 2.3.5. Farmakodinamik 1). Efek pada Susunan Saraf Pusat Sifat utama propofol adalah hipnotik. Mekanisme kerjanya masih belum jelas sepenuhnya, namun beberapa bukti menunjukkan bahwa sebagian besar kinerja hipnosis propofol adalah dengan potensiasi -aminobutiric acid (GABA)-induced chloride current, dengan berikatan pada subunit dari reseptor GABA. Subunit 1 (M286), 2 (M286), 3 (M286) pada domain transmembran yang merupakan area kritis aksi hipnotik propofol. Melalui mekanisme pada reseptor GABA di hipokampus, propofol menghambat

pelepasan asetilkolin pada hipokampus dan korteks prefrontal. Aksi ini sangat penting untuk efek sedasi propofol. Propofol disebutkan juga menghambat reseptor glutamate subtype N-methyl-D-aspartate (NMDA) melalui

mekanisme modulasi sodium channel. Propofol juga mendepresi neuron kornu posterior medulla spinalis melalui reseptor GABAA dan glysine.5 Propofol memiliki dua efek samping yang menarik yaitu efek antiemetik dan adanya sense of well-being setelah pemberian propofol. Efek antiemetik ini disebabkan oleh penurunan kadar serotonin pada area postrema yang kemungkinan dikarenakan kerja propofol pada reseptor GABA.5 Onset hipnosis propofol sangat cepat (one arm-brain circulation) setelah pemberian dengan dosis 2,5 mg/kg, dengan efek puncak terlihat setelah 90 - 100 detik. Median dosis efektif (ED50) propofol untuk hilangnya kesadaran adalah 1 1,5 mg/kg setelah pemberian bolus. Durasi hipnosis tergantung pada dosis (dose dependent) kira-kira 5 10 menit setelah pemberian 2 2,5 mg/kg. Usia mempengaruhi dosis induksi, dimana dosis tertinggi adalah pada usia lebih muda dari 2 tahun (ED95 pada 2,88 mg/kg) dan menurun dengan bertambahnya usia. Efek pertambahan usia pada penurunan konsentrasi propofol yang dibutuhkan untuk terjadinya penurunan kesadaran. Beberapa penelitian menyebutkan propofol dapat digunakan untuk penanganan kejang epilepsi dengan dosis 2 mg/kg. Demikian pula propofol dapat digunakan dalam pengobatan chronic refractory headache dengan pemberian 20 30 mg setiap 3 4 menit (maksimal 400 mg).5 Propofol dapat menurunkan tekanan intrakranial (TIK) pada pasien dengan TIK normal maupun meningkat. Pada pasien dengan TIK normal terjadi penurunan TIK (30 %) yang berhubungan dengan penurunan sedikit tekanan perfusi serebral (10 %). Pemberian fentanyl dosis rendah bersama dengan propofol dosis suplemen mencegah kenaikan TIK pada intubasi endotrakeal. Pada pasien dengan peningkatan TIK, penurunan TIK (50 %) berkaitan dengan penurunan yang bermakna pada tekanan perfusi serebral.6

2). Efek pada Sistem Respiratorik Periode apnea terjadi setelah pemberian propofol dengan dosis induksi, durasi dan insidensinya tergantung dari dosis pemberian, kecepatan induksi dan pemberian premedikasi. Dosis induksi propofol menyebabkan 25 30 % insiden apnea. Durasi apnea bias lebih dari 30 detik, dimana kejadian ini bias disebabkan pemberian opioid, baik sebagai premedikasi maupun pemberian sebalum induksi. Onset apnea terlihat dari penurunan volume tidal dan takipnea. Propofol menyebabkan bronkodilatasi pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik.7 3). Efek pada Sistem Kardiovaskuler Efek kardiovaskular propofol telah dievaluasi baik pada saat induksi maupun rumatan. Efek yang paling bermakna adalah penurunan tekanan darah arterial selama induksi anestesi. Pada pasien dengan tanpa gangguan kardiovaskuler, induksi dengan dosis 2 2,5 mg/kg menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25 40 %. Perubahan yang sama terlihat pada tekanan darah rata-rata dan tekana diastolik. Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan cardiac output/cardiac index ( 15 %), stroke volume index ( 20 %) dan tahanan vaskuler sistemik ( 15 25 %). Indeks kerja ventrikel kiri juga berkurang (( 30 %). Pada pasien dengan kelainan katup, tekanan arteri pulmonal dan tekanan kapiler pulmonal juga berkurang, dan hal ini disebutkan karena adanya penurunan preload dan afterload. Penurunan tekanan sistemik setelah induksi propofol dapat disebabkan oleh vasodilatasi dan kemungkinan juga oleh depresi miokard.7 Mekanisme lain yang diperkirakan dapat menyebabkan penurunan curah jantung adalah aksi propofol pada sympathetic drive jantung. Propofol dengan konsentrasi tinggi (10 g/mL) mengurangi efek inotropik dari stimulasi - bukan -adrenoreseptor dan meningkatkan efek lusitropik (relaksasi) dari stimulasi . Secara klinis, efek depresi miokardial dan vasodilatasi kelihatannya tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma.7

Frekuensi denyut jantung tidak mengalami perubahan yang signifikan setelah pemberian propofol dosis induksi. Diperkirakan propofol menghambat baroreflek, mengurangi respon takikardi pada hipotensi. Propofol menurunkan tonus parasimpatis jantung sesuai dengan derajat sedasi yang timbul.7 Pada pemeliharaan anestesi dengan propofol denyut jantung dapat meningkat, menurun atau tidak berubah. Pemberian infus propofol menunjukkan penurunan signifikan pada aliran darah miokard dan konsumsi oksigen, suatu hal yang dapat menjaga rasio suplai dan kebutuhan oksigen miokard secara umum. Propofol mengurangi disfungsi mekanik, menurunkan cedera jaringan, memperbaiki aliran koroner dan menurunkan metabolic dearrangement.6 4). Efek lain Propofol, seperti thiopental, tidak mempotensiasi blok neuromuscular yang disebabkan oleh obat blok neuromuscular depolarisasi maupun nondepolarisasi. Propofol tidak memicu hiperpireksi maligna dan mungkin merupakan pilihan pada pasien dengan kondisi tersebut. Pada pasien dengan multipel alergi, propofol harus digunakan dengan berhati-hati. Propofol juga memiliki efek antiemetic yang bermakna pada dosis rendah (subhipnotik). Propofol digunakan untuk mengatasi rasa mual post operasi dengan dosis bolus 10 mg.6 2.3.6 Penggunaan 1). Induksi dan Pemeliharaan Anestesi Propofol sesuai bila digunakan untuk induksi maupun pemeliharaan anestesi dan telah disetujui untuk digunakan pada anestesi neurologi dan jantung. Dosis induksi bervariasi mulai dari 1,0 sampai 2,5 mg/kg dan ED95 pada pasien dewasa yang tidak dipremedikasi adalah 2,25 - 2,5 mg/kg. Karakteristik fisiologis yang menjadi penentu dosis induksi adalah umur, massa tubuh dan volume darah sentral. Premedikasi dengan opioid atau benzodiazepin, atau keduanya, akan mengurangi dosis induksi. Dosis 1 mg/kg

10

(dengan

premedikasi)

sampai

1,75

mg/kg

(tanpa

premedikasi)

direkomendasikan untuk induksi anestesi pada pasien lebih tua dari 60 tahun. Untuk mencegah hipotensi pada pasien dengan penyakit lebih berat atau mereka yang akan menjalani operasi bedah jantung, pemberian loading cairan harus diberikan, dan propofol harus diberikan dalam dosis kecil (10 30 dengan infus) sampai pasien kehilangan kesadaran.5,7 ED 95 (2,0 3,0 mg/kg) untuk induksi pada anak meningkat, terutama karena disebabkan perbedaan farmakokinetik. Saat digunakan sebagai induksi anestesi, propofol menunjukkan pemulihan serta kembalinya fungsi motorik yang lebih cepat secara signifikan dibandingkan dengan thiopental atau methohexital. Kejadian mual dan muntah pada propofol juga lebih rendah, mungkin disebabkan efek antimuntahnya.6 Propofol dapat diberikan secara bolus intermitten atau infus kontinyu untuk pemeliharaan anestesi. Setelah pemberian dosis induksi yang sesuai, bolus 10 40 mg dibutuhkan setiap 5 menit untuk pemeliharaan. Karena pemberian ini harus dilakukan berulang, akan lebih mudah bila diberikan dengan infus kontinyu.6 Berbagai metode infus kontinyu telah banyak digunakan untuk mencapai konsentrasi plasma yang adekuat. Kecepatan infus tergantung pada kebutuhan masing-masing individu dan stimulus pembedahan. Bila

dikombinasikan dengan propofol, midazolam, clonidine, morphine, fentanil, sulfentanil, alfentanil atau ramifentanil mengurangi kecepatan dan konsentrasi infus.6 Bertambahnya usia berhubungan dengan penurunan kebutuhan terhadap propofol, sedangkan pada anak dan bayi kebutuhan ini meningkat. Untuk operasi singkat (< 1 jam) pada permukaan bagian tubuh, keuntungan akan pemulihan yang cepat dan berkurangnya mual muntah masih terbukti pada penggunaan propofol. Bila digunakan pada operasi yang lebih lama,

11

kecepatan pemulihan dan kejadian mual - muntah propofol hampir sama dengan penggunaan thiopental/isofluran.6 Propofol telah dievaluasi untuk penggunaan sebagai sedasi selama pembedahan dan pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik di ICU. Propofol dengan infuse kontinyu memberikan tingkatan sedasi yang dapat dititrasi dan pemulihan yang singkat setiap kali infus dihentikan.6,7 2.3.7. Efek Samping dan Kontraindikasi Induksi anestesi dengan propofol dikaitkan dengan beberapa efek samping, termasuk nyeri saat injeksi, mioklonus, apnea, penurunan tekanan darah arterial, trombophlebitis pada vena lokasi injeksi propofol. Nyeri dapat direduksi dengan pemilihan vena yang besar, mengindari vena di dorsum manus, dan menambahkan lidokain pada larutan propofol. Apnea pada pemberian propofol sering terjadi dan hampir sama dengan pemberian thiopental dan methohexital; namun propofol menyebabkan kejadian yang lebih sering dan periode apnea lebih dari 30 menit. Pemberian opioid meningkatkan insidensi apnea terutama pemanjangan periode apnea.4 Efek samping yang paling signifikan adalah penurunan tekanan darah sistemik. Penambahan opioid sebelum induksi cenderung menambah penurunan tekanan darah. Mungkin pemberian dengan dosis lebih kecil dan cara pemberian pelan serta rehidrasi yang adekuat akan mengatasi penurunan tekanan darah. Berlawanan dengan hal tersebut, efek laringoskopi dan intubasi endotrakeal akan peningkatan mean arterial pressure (MAP), denyut nadi dan tahanan vaskular sistemik kurang signifikan pada propofol jika dibandingkan dengan thiopental.4 Propofol infusion syndrome jarang terjadi namun letal, dikaitkan dengan infus propofol 5 mg/kg/jam atau lebih dari 48 jam atau lebih. Gejala klinik berupa kardiomiopati dengan gagal jantung akut, asidosis metaoblik, miopati skeletal, hiperkalemia, hepatomegali dan lipemia. Bukti yang ada menunjukkan kemungkinan sindrom ini disebabkan kegagalan metabolism

12

asam lemak bebas yang disebabkan inhibisi masuknya asam lemak bebas ke mitokondria dan gangguan pada rantai respirasi mitokondria.4

2.3.8 Interaksi Obat 1). Propofol dengan Anestesi Lokal Terdapat laporan bahwa penggunaan propofol bersamaan dengan kokain topikal meningkatkan terjadinya kejang dan disritmia. Dosis penggunaan propofol direkomendasikan untuk direduksi setelah penggunaan obat anestesi regional (bupivacaine, ropivacaine, dan lidocaine).8 2). Propofol dengan Benzodiazepin Efek propofol akan meningkat dengan penambahan benzodiazepine (diazepam, lorazepam, dan midazolam). Selain efek hipnotik yang meningkat (interaksi aditif), benzodiazepine juga menurunkan waktu yang diperlukan untuk induksi oleh propofol.8 3). Propofol dengan Opioid Efek hipnotik dan sedatif dari propofol meningkat dengan penggunaan opioid, sehingga kebutuhan dosis propofol dapat diturunkan setelah penggunaan opioid. Efek penurunan tekanan darah dan curah jantung juga akan semakin besar.8 4). Propofol dengan Sevofluran Propofol dan sevolfurane sering digunakan bersama-sama dalam pembedahan. Induksi dengan pemberian propofol sebagai agen hipnotik dan rumatan anestesi dengan anestesi inhalasi, sevofluran. Propofol memiliki efek antiemetik dan sevofluran memberikan efek kardioproteksi. Propofol dan sevofluran menunjukkan interaksi aditif dalam aktivasi reseptor GABA, hilangnya kesadaran, dan toleransi terhadap insisi kulit.8 5) Propofol dengan Nitrous Oksida

13

Penggunaan propofol dengan nitrous oksida bersama-sama akan meningkatkan efek sedasi dibandingkan dengan penggunaan propofol sendiri. Menurunkan kebutuhan dosis propofol.8

2.4 Sevofluran 2.4.1 Sejarah Sevofluran merupakan isoprofil eter dengan fluorinasi metil dan berbau. Tekanan penguapannya hampir sama dengan enfluran dan dapat

digunakan pada evaporizer konvensional, kelarutan sevofluran dalam darah sedikit lebih rendah dibandingkan desfluran namun tetap lebih unggul dari golongan volatil lainnya. Potensi sevofluran sekitar setengah dari isofluran dan perubahan strukturnya (kecuali fluorinasi) paling sering disebabkan oleh lepasnya rantai profil pada molekul eternya. Sevofluran tidak terlalu berbau (tidak menusuk) dan memiliki efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa. Efek vasodilator koroner sevofluran sama degan isofluran tetapi lebih cepat 10-20x dimetabolisme. Seperti halnya isofluran dan metoksifluran, metabolisme sevofluran akan menghasilkan fluorida namun peninggian kadar fluride oleh metabolisme sevofluran diduga tidak menyebabkan penurunan kadarnya pada ginjal seperti yang terjadi pada metabolisme metoksifluran. Berbeda dari golongan volatil lainnya, sevofluran tidak dimetabolisme asil halide menjadi

trifluoroasetat,

namun

metabolitnya

berupa

(hexafluoro-

isopropanol) yang tidak menstimuli pembentukan antibodi sehingga tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis setelah

penggunaannya. Sevofluran tidak membentuk karbon monoksida (CO) bila terpapar CO2 absorbents. Bila terpapar CO2 sevofluran akan terurai menjadi vinil halida yang disebut unsur (compound) A, yang dalam dosis tertentu bersifak nefrotoksik pada percobaan (tikus) namun diduga tidak berhubungan

14

dengan gagal ginjal pada manusia bahkan dengan aliran (gas flow) 11/menit atau kurang. 9,10 2.4.2 Indikasi Digunakan untuk induksi dan pemeliharaan pada anestesi umum. Adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan yang mudah menguap,berbau harum, dan tidak mudah terbakar. Sevofluran adalah suatu obat anestesi umum inhalasi derivat eter dengan kelarutan dalam darah yang lebih rendah dari halotan, enfluran dan isofluran. Rendahnya kelarutan serta tidak adanya bau yang menyengat menyebabkan induksi inhalasi berjalan dengan cepat dan mulus, juga kelarutan dalam darah yang rendah menyebabkan pemulihan berjalan dengan cepat dibandingkan dengan desfluran, sevofluran mempunyai mean arterial pressure (MAC) yang lebih rendah (2,05).11 Desfluran mempunyai kelarutan yang lebih rendah, akan tetapi, iritasi jalan nafas lebih besar dengan Desfluran, maka obat anestesi inhalasi yang paling cocok untuk teknik VIMA adalah Sevofluran. Tidak ada iritasi saluran nafas, sehingga induksi berjalan lancar. Kejadian iritasi saluran nafas serta kelarutan lebih rendah daripada halotan, sehingga induksi inhalasi (baik untuk pediatrik atau dewasa) akan lebih cepat dengan sevofluran daripada dengan halotan.9,11 Pada induksi inhalasi kejadian batuk, menahan nafas, spasme laring, eksitasi lebih rendah daripada halotan, sehingga (volatile induction and maintenance anesthesia )VIMA dengan Sevofluran akan lebih menyenangkan daripada dengan halotan. Bangun dari anestesi, pemulihan fungsi psikomotor, kognitif, orientasi lebih cepat dengan sevofluran dari pada dengan halotan. Sevofluran mendepresi SSP, kardiovaskuler dan respirasi paralel dengan isofluran.11 Sevofluran didegradasi oleh soda lime membentuk suatu haloalken yang bersifat toksik pada ginjal tikus, tetapi efek tersebut tidak terlihat pada manusia. Aman digunakan untuk operasi bedah saraf, pasien dengan kelainan

15

serebral, bedah sesar, pasien dengan risiko miokardial iskhemia, penyakit hepar, penyakit ginjal.11 2.4.3 Kontraindikasi10 a). Pasien yang diketahui hipersensitif terhadap sevofluran b).Pasien yang diketahui atau dicurigai secara genetik mudah menderita demam yang hebat ( hipertermi maligna ) c). Pasien dengan hipovolemia yang berat d). Pasien dengan peningkatan TIK 2.4.3 Farmakologi Sevofluran merupakan suatu eter isopropil berflourinasi yang tidak menyala. Mempunyai tekanan uap sekitar 162 mm Hg pada 20 C dan mendidih pada 56,5 C, dalam hal ini sevofluran serupa dengan anestertik volatil lainnya dan diberikan melaui vaporisator standar.kurang poten dibanding isofluran dengan MAC dalam oksigen sebesar 0,66 %.9 Koefisian partisi darah / gas pada 37 C adalah 0,59, kelarutan yang menengah dalam darah ini menimbulkan induksi anestesia yang cepat. Sevofluran kurang bersifat iritan terhadap saluran pernafasan bagian atas dibanding desfluran, pada induksi menyebabkan lebih sedikit batuk dan laringospasme. Setelah pemberian 30 menit, ratio konsentrasi alveolar terhadap konsentrasi yang diinspirasi adalah 0,85 dibandingkan dengan 0,99 untuk oksida nitrosa dan 0,73 untuk isoflurane.10 2.4.4 Dosis Sevofluran harus diberikan dengan menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi untuk sevofluran agar konsentrasi yang dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan.9 1). Dosis untuk premedikasi Premedikasi harus dipilih dan dipertimbangkan sesuai dengan kebutuhan pasien.9 2). Dosis untuk induksi

16

Sevofluran dapat diberikan pada anak atau orang dewasa dengan dosis disesuakan dengan individu pasien baik dari segi umur maupun status fisik pasien,alternatif lain bisa dengan pemberian obat barbiturat yang bekerja cepat atau obat intravena lain kemudian dilanjutkan dengan inhalasi sevofluran,jika induksi langsung diberikan dengan sevofluran maka dapat dilakukan dengan campuran oksigen saja atau dengan campuran oksigen dan N2O, pada pasien dewasa yang diberi sevofluran sampai 5% kondisi anestesi untuk stadium bedah didapat dalam waktu 2 menit, sedang pada anak anak sevofluran dengan konsentrasi 7% akan masuk ke stadium bedah dalam waktu kurang dari 2 menit sedangkan pasien yang tidak mendapat premedikasi dapat diberikan sevofluran untuk induksi sampai 8 %.9 d). Dosis untuk Rumatan Setelah dicapai stadium bedah konsentrasi sevofluran diturunkan untuk mempertahankan stadium anestesi, dengan konsentrasi antara 0,5 3% dalam oksigen dan N2O.9 2.4.5 Efek samping Dapat menimbulkan depresi sistem kardiovaskular dan respirasi seperti obat-obatan anestesi golongan halogen yang lain.Menimbulkan rasa mual dan muntah pada masa paska bedah/anestesi sama seperti obat anestesi inhalasi lain. Pada anak-anak sering terjadi hipotensi.Pada orang tua dapat terjadi hipotensi dan bradikardi. Efek samping lain, dapat terjadi walaupun jarang yaitu : somnolen, menggigil, rasa pusing, bradikardi, salivasi meningkat, gangguan respirasi, hipertensi, takikardia, laringismus, demam, sakit kepala, hipotermia. Efek samping yang kadang-kadang terjadi adalah aritmia, peningkatan LDH, peningkatan SGPT, hipoxia, apnea, leukositosis, ventriculer extrasystole, supraventricular extrasystole, asma, retensi urin, peningkatan kreatinin, glikosuria, fibrilasi atrial, AV block, begeminus, dan leukopenia. Efek samping yang jarang terjadi adalah kejang-kejang terutama pada anak-anak, hipertermi malgina dan kegagalan fungsi ginjal akut.11

17

Kedalaman

anestesi

berubah

dengan

cepat,

segera

setelah

ditingkatkannya konsentrasi uap yang dihirup oleh pasien. Hilangnya kesadaran dapat dicapai dalam 5 kali tarikan nafas tunggal dengan induksi sevofluran sebanyak 2%, kelarutan darah / gas yang rendah (0,68) menghasilkan induksi dan pemulihan yang cepat, karena bau yang enak maka jadi pilihan induksi untuk pasien anak dan dewasa.11 2.5 Atrakurium Atrakurium merupakan relaksan otot yang tergolong kedalam nondepolarizing yang memiliki durasi kerja sedang. Atrakurium adalah senyawa bisquaternary ammonium benzylisoquinoline yang berasal dari tanaman Leontice leontonpeltalum.1 2.5.1 Farmakodinamik Atrakurium merupakan obat pelemas otot yang sangat selektif dan kompetitif (non-depolarising) dengan lama kerja sedang. Non-depolarising agent bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan terhadap reseptor pada motor-end-plate. Atrakurium dapat digunakan pada berbagai tindakan bedah dan untuk memfasilitasi ventilasi terkendali. Atrakurium tidak mempunyai efek langsung terhadap tekanan intraocular, dan karena itu dapat digunakan pada pembedahan untuk mata. Onset kerja dari atrakurium adalah 3 4 menit dengan durasi pemulihan sebesar 25% adalah 35-45 menit.13 2.5.2 Farmakokinetik Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atrakurium memiliki isoquinolinium nitrogens yang dihubungan dengan rantai hidrokarbon yang mengandung diester. Adanya dua karbon yang memisahkan nitrogen kuarter dan karbonil ester mendasari terjadinya reaksi eliminasi Hofmann (reaksi metabolik pertama yang dialami oleh atrakurium), sebuah degradasi nonenzimatik dengan kecepatan yang akan meningkat jika terjadi peningkatan suhu dan/atau pH. Kemudian, akan terjadi hidrolisis ester (reaksi metabolik

18

kedua). Enzim-enzim yang terlibat dalam reaksi metabolik merupakan sekumpulan esterase jaringan. Dua per tiga atrakurium didegradasi oleh hidorlisis ester dan sepertiga lainnya oleh reaksi Hofmann.13 Produk akhir dari degradasi atrakurium adalah laudanosine dan fragmen acrylate. Laudanosine terbukti menyebabkan kejang pada hewan percobaan, tetapi dengan melewati dosis yang jauh dalam rentang klinis. Sedangkan pada manusia belum ada bukti yang menunjukkan bahaya dari laudonosine. Laudanosine dieksresikan oleh ginjal. Acrylate terbukti menghambat proliferasi sel manusia in vitro. Efek tersebut timbul pada konsentrasi dan waktu paparan yang jauh lebih besar yang ada digunakan dalam klinis.14 Eliminasi atrakurium tidak tergantung pada fungsi ginjal atau hati. Produk urai yang utama adalah laudanosine dan alcohol monoquartenary yang tidak memiliki aktivitas blokade neuromuscular. Alcohol

monoquartenary tersebut secara spontan terdegradasi oleh proses eliminasi Hofmann dan diekskresi melalui ginjal. Laudanosine diekskresi melalui ginjal dan dimetabolisme di hati. Waktu paruh laudanosine berkisar 3-6 jam pada pasien dengan fungsi ginjal dan hati normal, dan sekitar 15 jam pada pasien gagal ginjal, sedangkan pada pasien gagal ginjal dan hati sekitar 40 jam. Berakhirnya masa kerja atrakurium tidak tergantung pada metabolisme ataupun ekskresi hati atau ginjal. Oleh karena itu, lama kerjanya tidak dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, hati, ataupun peredaran darah.14 Uji plasma pasien dengan kadar pseudocholinesterase rendah menunjukkan bahwa inaktivasi atrakurium tidak terpengaruh. Variasi pH darah dan suhu tubuh pasien selama masih dalam kisaran fisiologis tidak akan mengubah lama kerja atrakurium secara bermakna. Konsentrasi metabolit didapatkan lebih tinggi pada pasien ICU dengan fungsi ginjal dan atau hati yang abnormal. Metabolit ini tidak berperan pada blok neuromuskular.14 2.5.3 Penggunaan Klinis

19

Sebagai adjuvant terhadap anestesi umum agar intubasi trakea dapat dilakukan dan untuk relaksasi otot rangka selama proses pembedahan atau ventilasi terkendali, serta untuk memfasilitasi ventilasi mekanik pada pasien Intensive Care Unit (ICU).13 2.5.4 Kontraindikasi Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini.

2.5.5 Dosis dan Cara Pemberian Rute pemberian : injeksi intravena atau infus kontinyu. 1) Dewasa a). Pemberian melalui injeksi intravena Dosis yang dianjurkan : 0,3-0,6 mg/kg (tergantung durasi blokade penuh yang dibutuhkan) dan akan memberikan relaksasi yang memadai selama 15-35 menit. Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan dalam 90 detik setelah injeksi intravena 0,5-0,6 mg/kg. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus.13 Blokade penuh dapat diperpanjang dengan dosis tambahan sebesar 0,1-0,2 mg/kg sesuai kebutuhan. Pemberian dosis tambahan secara berturutturut tidak meningkatkan akumulasi efek blokade neuromuskuler. Pemulihan spontan sejak akhir blokade penuh terjadi dalam waktu sekitar 35 menit diukur dari respon pemulihan tetanik sebesar 95% fungsi neuromuskular normal.13 Blokade neuromuskular oleh atrakurium dapat dengan cepat dipulihkan dengan memberikan dosis standar obat antikolinesterase, seperti neostigmin dan edrophonium, disertai atau didahului dengan pemberian atropin, obat ini tidak menyebabkan terjadinya rekurarisasi.13 b). Pemberian infus intravena

20

Setelah pemberian dosis awal, atrakurium dapat digunakan untuk pemeliharaan blokade neuromuskular selama tindakan bedah yang lama dengan memberikan infus kontinyu pada dosis 0,3-0,6 mg/kg/jam.13 2). Anak-anak Dosis untuk anak-anak lebih dari satu bulan sama dengan dosis untuk dewasa berdasarkan berat badan.13 3). Lanjut usia Atrakurium dapat diberikan dengan dosis standar. Namun

direkomendasikan agar dosis awal yang diberikan adalah dosis terendah dan diberikan secara perlahan.13 Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.13 2.5.6 Efek Samping a). Skin flushing, hipotensi atau bronkospasme ringan dan sementara, yang berhubungan dengan pelepasan histamine. Pelepasan histamin terjadi pada dosis diatas 0,5 mg/kg.14 b). Toksisitas Laudanosine. Laudanosine, tertier amin produk dari eliminasi Hoffman dan dihubungkan dengan eksitasi sistem saraf sentral, peningkatan minimal alveolar concentration (MAC) dan presipitasi kejang. Terjadi bila diberikan pada dosis besar atau bila ada gangguan fungsi hepar. Dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui urin dan empedu.14 c). Sangat jarang terjadi : reaksi anafilaktik berat dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapatkan atrakurium bersamaan dengan beberapa obat lain. Pasien ini biasanya memiliki satu atau lebih kondisi medis yang memudahkan terjadinya kejang (contohnya trauma kepala, edema serebri, uremia).14

21

d). Hipotensi dan Takikardi. Tidak memberikan efek terhadap jantung apabila dosis kurang dari 0,5 mg/kg dapat menyebabkan hilangnya resistensi vaskuler karena pelepasan histamin. Dicegah dengan pemberian yang pelan-pelan.14 2.5.7 Interaksi Obat 1). Interaksi dengan Benzodiazepin Benzodiazepin dilaporkan dapat memperpanjang waktu pemulihan dari efek atrakurium sekitar 20%.14 2). Interaksi dengan Relaksan Otot lainnya Interaksi antara atrakurium dengan golongan yang sama memiliki efek aditif atau sinergis. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan struktur antara relaksan otot yang saling berinteraksi. Pada relaksan otot dengan struktur yang sama akan menghasilkan respon aditif, sedangkan pada relaksan otot dengan struktur yang berbeda akan memberikan efek sinergis.14 Efek aditif didapatkan pada obat dengan struktur yang sama, yaitu kombinasi antara : Atrakurium dan kisatrakurium atau mivacurium, Pankuronium dan vekuronium, Pipekuronium dan vekuronium, Tubokurarin and metokurin. Efek sinergis didapatkan pada obat dengan struktur yang berbeda, yaitu kombinasi antara : Atrakurium dan vekuronium, Kisatrakurium dan rokuronium atau vecuronium, Metokurine dan pankuronium, Mivakurium dan pankuronium atau rokuronium,

22

Tubokurarin dan pankuronium atau vekuronium Interaksi dengan succinylcholine (depolarizing neuromuscular

blocking agent) memiliki efek antagonis yang menarik. Terdapat dua pembagian, yaitu saat atrakurium diberikan terlebih dahulu dan saat succinylcholine diberikan terlebih dahulu. Pada atrakurium yang diberikan pertama sering dimanfaatkan secara klinis untuk menurunkan fasikulasi otot yang disebabkan oleh penggunaan succinylcholine. Pemberian atrakurium terlebih dahulu pada dosis kecil dapat menurunkan efek dan durasi kerja succinylcholine. Hal tersebut terjadi karena kerja kedua obat tersebut yang berbeda (succinylcholine bekerja sebagai agonis, sedangkan atrakurium sebagai antagonis).14 Pada pemberian succinylcholine terlebih dahulu maka akan

menyebabkan penurunan onset kerja, dan peningkatan potensi dan durasi dari atrakurium. Efek tersebut akan berkurang jika atrakurium diberikan sebelum kerja succinylcholine menghilang.14 2.6 Diazepam Diazepam merupakan benzodiazepin yang disintesis pada tahun 1959 oleh Stenbach . Diazepam dapat digunakan untuk terapi gangguan ansietas, pereda ansietas, gangguan kejang, dan spasme otot (sebagai relaksan otot). Penggunaannya pertama kali sebagai anestesi intravena untuk induksi pada tahun 1965.5 2.6.1 Karakteristik Psikokimia Diazepam memiliki molekul yang relatif kecil dan larut dalam lemak pada pH fisiologis. Setiap millimeter larutan diazepam (5mg) mengandung propylene glycol 0,4 mL, alcohol 0,1 mL, benzyl alcohol 0,015 mL, sodium benzoate/benzoic acid dalam air untuk injeksi (pH 6,2 6,9).5 2.6.2 Farmakodinamik

23

Diazepam memiliki efek hipnotik, sedatif, antiansietas, amnesia, antikonvulsan dan relaksan otot yang bekerja sentral. Diazepam berinteraksi dengan reseptor spesifik pada sistem saraf pusat, terutama pada bagian korteks serebri. Ikatan terhadap reseptor benzodiazepin meningkatan efek inhibisi pada beberapa neurotransmiter. Ikatan tersebut memfasilitas ikatan GABAreseptor yang menyebabkan terbuka nya kanal ion klorida pada membrane sel. Hal tersebut menyebabkan perubahan polarisasi membrane sel yang akan menghambat fungsi normal neuron.6,7 Pemberian benzodiazepin jangka panjang akan menyebabkan

toleransi, penurunan efikasi obat tersebut. Paparan benzodiazepine jangka panjang akan menyebabkan penurunan ikatan dan fungsi reseptor. Hal tersebut menjelaskan bahwa dibutuhkan peningkatan dosis benzodiazepin untuk anestesi pada pasien yang menggunakan benzodiazepin jangka panjang.5 2.6.3 Farmakokinetik Diazepam dapat diberikan secara oral, intramuscular, dan intravena untuk memberikan efek sedasi atau induksi pada anestesi umum. Diazepam diabsorpsi baik di saluran cerna, dengan kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 1 dan 2 jam.5 Diazepam larut dalam lemak dan dengan cepat menembus sawar otak. Diazepam berikatan dengan protein sekitar 90 98%. Diazepam diubah di hepar menjadi glukuronida larut air dan segera diekskresikan terutama oleh ginjal.5 2.6.4 Penggunaan dan Dosis 1). Sedasi Intravena Diazepam dapat diberikan untuk mendapatkan efek sedasi untuk premedikasi, intraoperatif pada anestesi regional atau lokal, dan postoperatif.

24

Onset kerja diazepam dapat dicapai dalam 2 3 menit setelah pemberian. Dosis yang dapat diberikan adalah 2 mg dan dapat diulang untuk mempertahankan efek sedasi.5 2). Sedasi Oral Dosis diazepam yang diberikan oral untuk mendapatkan efek sedasi adalah 5 15 mg pada orang dewasa.5 3). Induksi dan Rumatan Anestesi Diazepam dapat digunakan untuk induksi anestesi dengan dosis 0,3 0,5 mg/kg dan rumatan anestesi dengan dosis 0,1 mg/kg dan dapat diulang untuk mempertahankan efek hipnotik. Faktor yang mempengaruhi kerja dari diazepam dalam induksi dan rumatan anestesi adalah dosis, kecepatan penyuntikan, usia, status ASA, dan obat yang telah diberikan. Induksi dapat terjadi dalam 39 detik setelah penyuntikan diazepam 0,5 mg/kg diberikan dalam 5 15 detik.5 2.6.5 Efek Samping Efek samping yang paling sering ditimbulkan dengan penggunaan diazepam adalah penurunan konsentrasi, memori, dan penurunan koordinasi. 6 Diazepam hanya sedikit berefek pada sistem kardiovaskular, yaitu penurunan tekanan darah, curah jantung, dan resistensi vaskular perifer. Diazepam mendepresi sistem pernafasan, terutama diberikan secara intravena atau dengan obat-obatan lainnya yang menekan sistem pernafasan. Apnea dapat terjadi, walaupun jarang, terutama diinjeksikan secara cepat. Sehingga ventilasi harus diperhatikan pada pemberian diazepam secara intravena.6 2.6.6 Interaksi Obat 1). Interaksi dengan Propofol Propofol berinteraksi dengan benzodiazepin melalui efek pada reseptor GABA. Jika diberikan secara bersama-sama maka akan didapatkan efek aditif

25

dari kedua obat tersebut, yaitu efek hipnotik dan anestesi yang lebih besar. Efek tersebut dapat menjadi sebuah keuntungan dimana berguna untuk induksi pada anestesi.8 2). Interaksi dengan Atrakurium Pemberian diazepam 150 200 mcg/kg akan memperpanjang efek dari atrakurium sekitar 20%. Mekanisme terjadinya interaksi tersebut belum diketahui dengan baik, tetapi terdapat sebuah hipotesis yang mengatakan bahwa terjadinya perubahan respon karena adanya depresi yang bersifat sentral.8 3). Interaksi dengan Opioid Secara umum, interaksi antara benzodiazepin dan opioid menghasilkan efek analgesia yang menguntungkan, meningkatan sedasi, dan depresi respirasi. Interaksi antara diazepam dan fentanil pada induksi menghasilkan interaksi sinergis, yaitu penurunan kebutuhan kedua dosis obat tersebut.8 2.7 Fentanil Fentanil merupakan salah satu opioid yang paling sering digunakan dalam praktik anestesi. Fentanil pertama kali disintesis pada tahun 1960 dan memiliki struktur yang berhubungan dengan phenylpiperidine. Fentanil memiliki potensi klinis 50 100 kali dari morphine.15 2.7.1 Farmakodinamik Fentanil, merupakan agonis reseptor , memiliki efek analgesi yang hebat dan bergantung pada dosis, depresi pernafasan, sedasi, dan pada dosis yang lebih besar dapat menyebabkan ketidaksadaran. Aktivasi reseptor akan menghambat pelepasan presipnatik dan respon postsipnatik terhadap neurotransmiter eksitasi dari neuron nosiseptif. Pada tingkat selular pada modulasi neuron meliputi perubahan kanal ion potassium dan kalsium.6 2.7.2 Farmakokinetik

26

Fentanil

memiliki

kelarutan

lemak

yang

tinggi,

sehingga

memungkinkan kerja yang cepat dan durasi yang pendek. Fentanil menjalani biotransformasi di hepar dan kecepatan clearance tergantung pada aliran darah hepar. Produk akhir dari fentanil merupakan metabolit yang inaktif.6 Kadar puncak kedua kadar fentanil dalam plasma terjadi sampai dengan 4 jam setelah pemberian intravena terakhir dan dapat dijelaskan dengan adanya resirkulasi di enterohepatik.15 2.7.3 Dosis dan Cara Pemberian Fentanil Pemberian dengan cara bolus tunggal membawa fentanil menjadi sering digunakan sebagai opioid kerja pendek, tetapi penggunaan dengan dosis yang sangat besar dan dosis ganda telah banyak menyebabkan lamanya depresi pernafasan dan memperlambat pemulihan. Observasi tersebut menunjukkan bahwa durasi fentail terbatas oleh redistribusi dan dengan lamanya pemberian akan menyebabkan akumulasi.15 Fentanil dapat digunakan sebagai premedikasi untuk mendapatkan efek sedatif dan analgesia ketika diberikan sesaat sebelum induksi. Dosis yang dibutuhkan adalah 25 50 g intravena diberikan secara titrasi sampai dicapai efek yang dinginkan. Fentanil memeiliki onset kerja yang cepat, tetapi efek puncak terjadi setelah didapatkannya kadar puncak dalam plasma sampai dengan 5 menit.6 Fentanil juga sering digunakan sebagai tambahan untuk agen induksi yang memiliki manfaat menumpulkan respon hemodinamik terhadap proses intubasi, yang dapat memperberat pasien dengan penyakit hipertensi atau kardiovaskular. Praktik klinis yang sering adalah titrasi fentanil dengan dosis 1,5 5 g/kg sebelum diberikannya agen induksi. Karena efek puncak terjadi setelah terjadinya konsentrasi puncak plasma dalam 3 5 menit, maka titrasi fentanil harus diselesaikan paling tidak sampai 3 menit sebelum dilakukannya intubasi untuk memaksimalkan efek terhadap respon hemodinamik terhadap intubasi.15

27

Fentanil merupakan komponen analgesia dalam anestesia balans pada anestesi umum dan menjadi penggunaan paling sering dalam praktek klinis. Dosis yang diberikan 0,5 2,5 g/kg diberikan secara intermiten agar dapat berpengaruh terhadap stimuli pembedahan dan dapat diulang setiap 30 menit. Secara umum, pemberian sampai dengan 3 5 g/kg/jam akan memungkinkan kembalinya nafas spontan pada akhir pembedahan. Pemberian dengan loading dose 5 10 g/kg dan infus fentanil secara berkesinambungan dengan kecepatan antara 2 10 g/kg/jam juga dapat digunakan. Kebutuhan dosis fentani dipengaruhi oleh usia, penyakit penyerta, dan tindakan pembedahan. Sebagai contoh, kebutuhan dosis fentanil akan menurun sebesar 50 % pada usia 89 tahun, dibandingkan dengan usia 20 tahun.15

Tabel 1. Dosis Fentanil Dalam Pembedahan Elektif Pada Orang Dewasa Penggunaan Premedikasi (g) Induksi Dengan agen hipnotik (g/kg) Dengan 60 70 N2O (g/kg) Dosis tinggi opioid (g/kg) Rumatan (anestesia balans) Bolus intermiten (g) Infus (g/kg/m) Dosis tinggi opioid (g/kg/m) Analgesia postoperatif (g/kg) 25 100 0,033 0,5 0,5 1,5 1,5 5 8 23 50 Dosis 25 50

2.7.4 Penggunaan dalam Anestesi dan Interaksi Fentanil dapat menurukan MAC dari anestesi inhalasi yang terkait dengan konsentrasi dan dosis fentanil. Pemberian bolus tunggal fentanil

28

dengan dosis 3 g/kg diberikan 25 30 menit sebelum insisi, menurukan MAC isoflurane dan desflurane sekitar 50%. Pemberian fentanil 1,5 g/kg dalam 5 menit sebelum dilakukannya insisi dapat menurunkan MAC isoflurane atau desflurane untuk memblok respon adrenergik pada stimuli adalah sebesar 60% dan N2O sebesar 60 70 %. Fentanil memiliki efek penurunan MAC sevofluran yang terkait dengan konsentrasi; 3 ng/mL mereduksi 59%, dan setiap peningkatan 10ng/mL maka MAC akan diturunkan sebesar 17%.15 Kombinasi antara fentanil dengan propofol dapat menurunkan respon hemodinamik atau somatik terhadap stimulus pembedahan. Fentanil juga menurunkan menurukan kebutuhan dosis dari inhalasu anestesi dan propofol.15 Fentanil dapat digunakan sebagai agen tambahan pada anestesi, sebuah teknik yang membutuhkan dosis awal yang besar, 50 150 g/kg atau konsentrasi fentanil dalam plasma 20 30 ng/mL. Keuntungan dari teknik tersebut adalah kestabilan hemodinamik. Dosis besar fentanil secara signifikan menumpulkan respon stress, merupakan respon hemodinamik dan hormonal terhadap stimuli pembedahan, dengan memberikan sedikit dampak pada depresi kardiovaskular. Teknik tersebut dikenal sebagai stress-free anesthesia. Kerugian dari penggunaan fentanil dosis besar adalah tidak memungkinkannya ekstubasi yang cepat karena depresi pernafasan yang lama. Kerugian lainnya adalah tidak ada dosis fentanil yang dapat memblok secara sempurna respon hemodinamik atau hormonal pada seluruh pasien. Terdapat beberapa laporan bahwa pasien bangun dan mengingat yang mendapat fentanil dosis sangat tinggi (> 50 g/kg). Fentanil tidak memiliki efek relaksasi otot dan bahkan sebaliknya dapat menyebabkan kekakuan otot, sehingga membutuhkan relaksasi otot yang cukup untuk mendapatkan kondisi pembedahan yang adekuat.15 2.8 Nitrous Oksida (N2O)

29

Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat dari udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan dengan zat anestetik yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan dalam bentuk cair dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen anestetik inhalasi lain.11 2.8.1 Mekanisme Kerja Nitrous oksida memiliki efek anestesi dan analgesi. Nitrous oksida merupakan agen inhalasi anestesi umum yang lemah dan secara umum tidak digunakan sebagai agen tunggal. Nitrous bekerja sebagai penghambat pada reseptor glutamat subtipe N-methyl-D-aspartate (NMDA). Penghambatan pada neurotransmiter tersebut merupakan inti dari efek anestesi nitrous oksida. Mekanisme kerja yang berkontribusi dalam efek tersebut adalah pengaktifan kanal kalium yang ketika diaktifkan menyebabkan peningkatan hantaran kalium dan terjadi hiperpolarisasi neuron. Pengaktifan reseptor GABA, yang diaktfikan oleh sebagian besar anestesi kuat yang ada, diaktifkan dengan lemah oleh nitrous oksida.16 Efek analgesi nitrous oksida lebih besar dibandingkan dengan efek anestesinya. Nitrous oksida bekerja pada supraspinal untuk dapat membuat efek analgesi melalui aktivasi neuron opioidergik di periakueduktal substansia nigra dan neuro noradrenergik di lokus seruleus, area A5 dan A7 di batang otak.16 2.8.2 Efek terhadap Sistem Organ Efek terhadap kardiovaskular dapat dijelaskan melalui tendensinya dalam menstimulasi sistem simpatis. Meski secara in vitro gas ini mendepresi kontraktilitas otot jantung, namun secara in vivo tekanan darah arteri, curah jantung, serta frekuensi nadi tidak mengalami perubahan atau hanya terjadi sedikit peningkatan karena adanya stimulasi katekolamin. Peningkatan kadar katekolamin epinefrine.10,14 tersebut dapat menyebabkan aritmia yang diinduksi

30

Efek terhadap respirasi dari gas ini adalah takipnea dan penurunan volume tidal akibat stimulasi (SSP). N2O dapat menyebabkan berkurangnya respons pernapasan terhadap CO2 meski hanya diberikan dalam jumlah kecil, sehingga dapat berdampak serius di ruang pemulihan (pasien jadi lebih lama dalam keadaan tidak sadar).10 Efek terhadap SSP adalah peningkatan aliran darah serebral yang berakibat pada sedikit peningkatan TIK. N2O juga meningkatkan konsumsi oksigen serebral. Efek terhadap neuromuskular tidak seperti agen anestetik inhalasi lain, di mana N2O tidak menghasilkan efek relaksasi otot, malah dalam konsentrasi tinggi pada ruangan hiperbarik, N2O menyebabkan rigiditas otot skeletal.10 Efek terhadap ginjal adalah penurunan aliran darah renal (dengan meningkatkan resistensi vaskular renal) yang berujung pada penurunan laju filtrasi glomerulus dan jumlah urin. Efek terhadap hepar adalah penurunan aliran darah hepatik (namun dalam jumlah yang lebih ringan dibandingkan dengan agen inhalasi lain). Efek terhadap gastrointestinal adalah adalanya mual muntah pascaoperasi, yang diduga akibat aktivasi dari chemoreceptor trigger zone dan pusat muntah di medula. Efek ini dapat muncul pada anestesi yang lama.10 2.8.3 Biotransformasi dan Toksisitas N2O sukar larut dalam darah, dan merupakan anestetik yang kurang kuat sehingga kini hanya dipakai sebagai adjuvan atau pembawa anestetik inhalasi lain karena kesukarlarutannya ini berguna dalam meningkatkan tekanan parsial sehingga induksi dapat lebih cepat (setelah induksi dicapai, tekanan kulit.10 Dengan secara ireversibel mengoksidasi atom kobalt pada vitamin B12, N2O menginhibisi enzim yang tergantung pada vitamin B12, seperti metionin parsial diturunkan untuk mempertahankan anestesia). N2O

dieksresikan dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil melalui

31

sintetase yang penting untuk pembentukan mielin, serta thimidilar sintetase yang penting untuk sintesis DNA. Pemberian yang lama dari gas ini akan menghasilkan depresi sumsum tulang (anemia megaloblastik) bahkan defisiensi neurologis (neuropati perifer). Oleh karena efek teratogeniknya, N2O tidak diberikan untuk pasien yang sedang hamil (terbukti pada hewan coba, belum diketahui efeknya pada manusia).10 2.8.4 Penggunaan Nitrous oksida sering digunakan sebagai adjuvan dalam kombinasi dengan opioid atau anestesi inhalasi selama anestesi umum. Tidak seperti anestesi inhalasi lainnya yang poten, nitrous oksida tidak memiliki efek relaksasi otot yang signifikan, tetapi nitrous oksida memiliki efek analgesi yang adekuat.14 Nitrous oksida dapat dikombinasikan dengan oksigen atau sebagai gas pembawa dengan agen anestesi umum lainnya yang lebih poten. Nitrous oksida diketahui membantu dalam pencegahan atelektasis.16

2.8.5 Kontraindikasi Nitrous oksida memiliki kelarutan dalam darah 35 kali lebih kuat dibandingkan nitrogen di dalam darah. Sehingga, nitrous oksida cenderung berdifusi ke dalam ruang berisi udara 35 kali lebih cepat dibandingkan dengan nitrogen yang diabsorpsi di dalam darah. Dalam keadaan pasien dengan pneumotoraks 100 mL dengan menginhalasi 50% nitrous oksida, gas di dalam pneumotoraks tersebut akan cenderung mendekati pembuluh darah. Karena nitrous oksida akan berdifusi lebih cepat ke dalam ruang dibandingkan udara (sebagian besar terdiri dari nitrogen) yang berdifusi keluar, pneumotoraks akan mengembang sampai terisi dengan 100 mL udara dan 100 mL nitrous oksida. Jika dinding yang mengelilingi ruang tersebut kaku, maka tekanan tersebut akan membatas volume. Kondisi yang dikontraindikasikan adalah

32

embolisme udara, pneumotoraks, obstruksi usus akut, pneumocephalus, pulmonary air cysts, intraocular air bubbles, pasien dengan operasi telinga tengah.10 Nitrous oksida memiliki efek teratogenik dan toksik terhadap janin, terutama pada penggunaan jangka panjang, sehinga dikontraindikasikan pada ibu hamil.14 2.9.6 Interaksi Obat 1). Interaksi dengan Anestesi Inhalasi Kombinasinya dengan agen anestetik inhalasi lain berupa interaksi aditif, dengan cara menurunkan MAC agen inhalasi tersebut sampai 50%, contohnya dengan penggunaan 50%, maka MAC sevofluran dapat menurun sampai dengan 50% pada orang dewasa dan 25% pada anak-anak.8 2). Interaksi dengan Propofol Nitrous oksida yang dikombinasikan dengan propofol akan memiliki interaksi aditif, yaitu efek sedasi yang lebih dalam dibandingkan dengan penggunaan propofol tunggal. Sehingga dosis propofol dapat diturunkan untuk mencapai efek sedasi yang adekuat.8

Anda mungkin juga menyukai