Anda di halaman 1dari 21

IKTERUS

Ilustrasi Kasus Ny X G1P0A0 hamil 39 minggu telah melahirkan spontan, letak kepala, bayi berjenis laki-laki langsung menangis dengan berat badan dalam batas normal selama proses persalinan pasien di bantu oleh seorang dokter. Dari hasil pemeriksaan laboratorium di dapat golongan darah pasien O. ASI pasien belum banyak keluar dan tidak antusias untuk memberi ASI ke penderita. Sejak 48 jam setelah lahir penderita tampak kuning/ikterik, setelah di cek ternyata penderita memiliki golongan darah A dan kadar bilirubin totanya mencapai 13,5 mg/dl. Pada akhirnya penderita diberikan terapi sinar dan pada hari ke 4 penderita bertambah kuning dengan kadar 18,2 mg/dl dilakukan tranfusi ganti dan dilanjut terapi sinar sampai hari ke 7 kemudian pada hari ke 8 penderita pulang dengan keadaan baik. Definisi Ikterus adalah deskolorasi kuning pada kulit, membrane mukosa, dan sclera akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Orang dewasa tampak kuning bila kadar bilirubin serum >2mg/dl, sedangkan pada neonatusnbila kadar bilirubin >5mg/dl. Ikterus fisiologis Yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Kernicterus Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan bilirubin tak terkonyugasi dalam sel sel otak.
1

Metabolisme Bilirubin Bilirubin adalah produk akihir katabolisme protoporfirin besi atau heme, yang sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar. Metabolism bilirubin terdiri dari tahapan: 1. Transfor bilirubin Bilirubin dibentuk dari degradasi zat yang mengadung heme.Pembentukan bilirubin dimulai dengan memutuskan cincin tetrapirol protoheme (protoporfirin IX) sehingga terbentuklah tetrapirol rantai lurus (biliverdin).Enzim yang pertama kali terlihat yang pertama kaliterlibat dalam pembentukan bilirudin adalah microsomal heme oksigenase.telah diketauhi ada 2 bentuk utama heme- oksigenase: yang pertama terdapat di salam hepar dan lien; yang kedua terdapat di otak dan testis. Heme -oksigenase menyebabkan reduksi besi porfirin (FE3+ menjadi FE
2+

) dan

hidroksilasi karbon ini dioksidasi dari cincin tetrapirol sehingga menghasilkan karbon monoksida. pomotongan ini membuka struktur cincin dan berhubungan dengan oksigenasi kedua atom karbon di kedua ujung rantai. atom karbon yang dipotong, dieksresi sebagai karbon monoksida yang juga merupakan neurotransmitter. Besi yang dilepas oleh heme

-oksigenase dapat digunakan kembali oleh tubuh. Hasil akhir tetrapirol rantai rantai lurus adalah biliverdin IX. Stereospesifisitas enzim yang menyebabkan pemutusan hampir pasti terdapat pada -karbon tetrapirol. Hal ini berbeda dari hasil yang didapatkan pada oksidasi kimiawi in vitro, dimana pemutusan dapat terjadi di antara keempat atom karbon (,,,) yang menghubungkan keempat cincin pirol dan menghasilkan jumlah isomer ,,,dan yang sama. In utero, bilirubin XI merupakan pigmen empedu yang pertama kali ditemukan, dan dapat ditemukan di empedu atau mekonium pada usia kehamilan 15 minggu. Sejumlah kecil bilirubin XI juga ditemukan pada empedu orang dewasa. Kemudian, atom karbon sentral pada biliverdin XI , direduksi dari methane menjadi kelompoka methylene, membentuk XI yang diselesaikan oleh enzim biliverdin reduktase sitosolik. Kedekatan enzim ini menyebabkan sangat sedikitnya biliverdin yang dapat ditemukan di sirkulasi. Pembentukan bilirubin dapat dinilai dengan mengukur produksi karbon monoksida. Pembentukan ini menunjuk rata -rata produksi bilirubin pada bayi matur sehat = 6,8 mg/kg/BB/hari, dan pada orang dewasa sehat = 3,4 mg/kg /BB/hari. Pada mamalia, 80% bilirubin yang produksi setip hari berasal dari hemoglobin. Pemecahan heme hepatikdan renal tampaknya berperan pada 20% sisanya, menunjukan begitu cepat turn over protein heme. Walaupun tidak diketauhi dengan pasti, turn over mioglobin heme sangatlah
2

lambat sehingga tidak signifikan.Katabolisme hemoglobin terutama berasal dari sekuestrasi eritrosit pada akhir masa hidupnya (120 hari pada orang dewasa, 90 hari pada bayi, dan 50-60 hari pada tikus). Sejumlah kecil fraksi hemoglobin yang baru disintesis, didegrasi dalam sumsum tulang. Proses ini yang disebut sebagai eritropoesis yang tidak efektif, biasanya terdapat kurang dari 3% dari produksi bilirubin harian, tetapi dapat meningkat pada orang-orang dengan hemoglobinopati, defisiensi vitamin, dan keracunan logam berat. Bayi menghasilkan lebih banyak bilirubin perkilogram berat badannya, karena jumlah eritrosit mereka lebih banyak, dan umur hidup eritrositnya lebih pendek. Walaupun sudah lama bilirubin dianggap sebagai produk sisa katabolisme heme, terdapat ada data yang menduga bahwa hiperbilirubinnemia ringan mempunyai manfaat yang baik kaena bilirubin mempunyai kapasitas antioksidan dan berperan sebagai pemusnah radikal bebas. Bilirubin sukar larut dalam air, sehingga memerlukan biotransformasi supaya dapat dieksresi dari tubuh. Sifat bilirubin yang suakr larut ini berhubungan dengan struktur bilirubin. Disbanding dengan bentuk rantai lurus, bilirubin cenderung terikat dengan hydrogen. Bentuk alami bilirubin (4Z,15Z-bilirubinIX) dapat berupa salah satu dari ketiga struktur yang ada. Ikatan hydrogen pada bilirubin membuatnya menjadi sangat hidrofobik dan tidak larut dalam media air. Sifat bilirubin yang sukar larut dalam air ini menyebabkan diperlukannya molekul karier untuk transport bilirubin dari tempatnya diproduksi di dalam system retikuloendotelial ke dalam hati untuk dieksresi. Molekul karier yang dimaksud adalah albumin.setiap molekul albumin mampu mengikat 1 molekul bilirubin (Ka=7.107 M ). Artinya, pada kadar bilirubin serum yang normal, semua bilirubin yang dibawa ke dalam hati berikatan dengan albumin, dengan sejumlah kecil bilirubin bebas yang berdifusi ke jaringan lain. Selain itu, albumin juga merupakan karier untuk zat lainnya, misalnya xenobiotic dan asam lemak. Dikatakan bahwa albumin pada neonates mempunyai afinitas yang kurang terhadap bilirubin bila dibandingkan dengan albumin pada orang dewasa. Bilirubin yang bebas dapat masuk ke dalam otak dan merusak jaringan saraf. 2. Pengambilan bilirubin oleh sel hati Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (protein , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation S-transferase lain
3

dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin. 3. Konjugasi Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto). 4. Ekskresi Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. Pada neonatus karena aktivitas enzim glukoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilinoid, dieksresi ke dalam feses.Bakteri yang paling penting dalam peranan memproduksi urobilinoid adalah Clostridium romosum, yang bekerjasama dengan Escherichia coli.Urobilinoid penting untuk mengahalani absorpsi bilirubin di intestinal yang dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat. ASI dapat mengandung enzim -gukuronidase, dan hal ini sudah erupakan salah satu factor yang berhubungan dengan tinggginya kadar jaundice pada bayi-bayi mendapat ASI.

5. Penilaian jaundice Jaundice atau ikterus, keduanya menunjukan kepada keadaan diskolorasi kuning pada jaringan (kulit, sclera, dan lain-lain), yang di sebabkan oleh deposisi bilirubin.jaundice merupakan tanda adanya hiperbilirubin(missal kadar bilirubin total serum lebih dari 1,4 mg/dl setelah usia ^ bulan; 1mg/dl+ 17M). derajat kuning berhubungan dengan kadar bilirubin serum dan jumlah deposisi bilirubin dalam jaringan eksravaskuler. Ada tiga metode yang lebih baru untuk mengukur macam macam fraksi bilirubin (tak terkonjugasi, monokonjugasi, dikonjugasi dan bilirubin yang terikat albumin atau bilirubin delta) HPLC (high performance liquid choromatography) Jaundicemeter Plexiglas color chart

Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin
5

dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. Neonatal jaundice Secara umum tidak ada bayi jaundice sejak lahir, walaupun jaundice akan segera setelahnya. Hal ini di karenakan kemampuan plasenta untuk membersikan bilirubin dari sirkulasi fetus dalam beberapa hari berikutnya, hampir semua bayi mengalami peningkatan kadar bilirubin serum ( >1,4 mg/dl). Dengan meningkatnya kadar bilirubin serum, kulit menjadi jaundice dengan ukuran sefalo-kaudal. Mula-mula ikterus tampak di kepala da bergerak ke kaudal ke telapak tangan dan telapak kaki Kramer menemukan kadar bilirubin serum sebagai perkembangan jaundice. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer Rata-rata serum bilirubin indirek ( mol/l) 1. 2. 3. 4. 5. Kepala dan leher Pusat-leher Pusat-paha Lengan + tungkai Tangan + kaki 100 150 200 250 > 250

Zona

Bagian tubuh yang kuning

Pada beberapa penelitian besar ditemukan bahwa bayi-bayi yang terlalu cepat dibawa pulang kurang dari 30 jam beresiko tinggi untuk dirwat kembali dirumah sakit karena jaundice yang timbul bulan pertama.

Bayi baru lahir yang segera dibawa pulang, dirumah mengalamai hiperbilirubinemi (2040 mg/dl) dan menjadi kernicterus. The American academy of pediatrics telah merekomendasi mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut: 1. Primer Pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama. Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum.Meningkatkanfrekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaanhiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik. juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum. 2. Sekunder Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum. Pemeriksaan Golongan DarahSemua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Jaundice Fisiologis Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam: dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.
7

Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10. Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan penyebab ikterus jika : Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.

Adanya faktor faktor lain yang menurunkan kadar bilirubin termasuk ibu perokok, ras kulit hitam dan pemberian obat-obatan tertentu yang diberikan kepada ibu. Ikterus Patologis Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik. Dibawah ini adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis a. Penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak seperti Rhesus antagonis, ABO dan sebagainya. b. Kelainan dalam sel darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD, thalasemia dan lain-lain.
8

c. Hemolisis : hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir. d. Infeksi : septikemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit

karena toxoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan lain-lain. e. Kelainan metabolik : hipoglikemia, galaktosemia. f. Obat-obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : solfonamida, salisilat, sodium benzoat, gentamisin dsb. g. Pirau enterohepatik yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit Hirschprung, mekoneum ileus dan lain-lain. Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik: 1. 2. 3. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD,

atau sepsis) 4.
o o o o o o o

Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir <2000> Masa gestasi 36 minggu Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN) Infeksi Trauma lahir pada kepala Hipoglikemia, hiperkarbia Hiperosmolaritas darah Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari atau >14 hari

5. Kernicterus

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV.Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus.Bila berlanjut dapat terjadi spasme

otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot.Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental. Etiologi Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi : 1. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar. 3. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole.Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 4. Gangguan dalam ekskresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

10

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu. Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui,

hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusui, kadar bilirubin serum akan menurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari. Penghentian menyusui selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak pernah dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 pregnan-3 , 2-diol dan asam lemak rantai panjang, tak-teresterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberat yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu. Patofisiologi Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan.Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang

11

menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi. Manifestasi klinis bila bayi anda terkena Jaundice: a. Kulit bayi dan bagian putih bola mata berwarna kekuningan. Bayi juga mungkin mengalami kekuningan pada membrane mukosa, seperti pada gusi dan lidah atau pada kuku tangan dan kaki. b. Urine yang berwarna kuning pekat c. Kelihatan lelah dan agak rewel

d. Bayi anda kurang cairan/minum Diagnosis Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi.Termasuk dalam hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya.Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.
12

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut. Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena perdarahan tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat nafas, toksositosis obat, defisiensi G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5 mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya terjadi pada atresia duktus koledokus, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi post natal, dan lain-lain. Diagnosis Banding Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama kehidupan mungkin sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi sitomegalik, rubela atau toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang mendapatkan tranfusi selama dalam uterus, mungkin ditandai oleh proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus
13

yang baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat fisiologik, tetapi dapat pula merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan hiperbilirubinemia neonatus. Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3.Ikterus yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi sitomegalik.Ikterus yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma ekstensif dapat terjadi selama hari pertama kelahiran atau sesudahnya, terutama pada bayi prematur.Polisitemia dapat menimbulkan ikterus dini. Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia hemolitik kongenital (sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain. Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan inspissated bile syndrome (yang terjadi menyertai penyakit hemolitik pada bayi neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, atresia kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total.Kadang-kadang ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu, seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus. Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit, memberi petunjuk adanya hemolisis; bila tidak terdapat ketidakcocokan golongan darah, maka
14

harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan sepsis, harus dipikirkan sebagai suatu kemungkinan diagnosis.Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin direk normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik atau patologik. Penanganan jaundice neonatorum Bentuk terapi jaundice ini macam-macam, disesuaikan dengan kadar kelebihan yang ada. 1.Terapi Sinar (fototerapi) Terapi sinar dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati. Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga menimbulkan risiko yang lebih fatal. Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar 12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya lebih efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya, agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan. Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol apakah kadar bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di bawah ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua hari si bayi sudah boleh dibawa pulang. Meski relatif efektif, tetaplah waspada terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus. Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak semua bayi
15

akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI pada si kecil. 2.Terapi Transfusi Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental, cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain. Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka terapi transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi. 3.Terapi Obat-obatan Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat fenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk. Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu peningkatan bilirubin. Oleh karena itu, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si kecil sudah bisa ditangani.

16

4. Menyusui Bayi dengan ASI Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya. Sayang, apakah komponen tersebut belum diketahui hingga saat ini. Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi. 5. Terapi Sinar Matahari Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih. Pencegahan Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan : a) Pengawasan antenatal yang baik. b) Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain. c) Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus. d) Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus. e) Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir. f) Pemberian makanan yang dini.
17

g) Pencegahan infeksi. Mengatasi hiperbilirubinemia 1) Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Obat ini bekerja sebagai enzyme inducer sehingga konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kirakira 2 hari sebelum melahirkan. 2) Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi. 3) Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pascatranfusi tukar. Pengobatan umum Obat biasanya tidak diberikan pada bayi dengan ikterus neonatus fisiologis.

Fenobarbital Dalam kasus tertentu, fenobarbital, sebuah induser metabolisme hepatik bilirubin, telah digunakan untuk meningkatkan metabolisme bilirubin. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa fenobarbital efektif dalam mengurangi rata-rata nilai bilirubin serum selama minggu pertama kehidupan. Fenobarbital dapat diberikan sebelum lahir pada ibu atau postnatal pada bayi.

Dalam populasi di mana kejadian ikterus neonatal atau kernikterus tinggi, jenis pengobatan farmakologis dapat menjadi pertimbangan. Namun, kekhawatiran mengelilingi efek jangka panjang dari fenobarbital. Oleh karena itu, pengobatan ini mungkin tidak dibenarkan dalam populasi dengan insiden penyakit kuning neonatal yang rendah. Obat lain dapat
18

menyebabkan metabolisme bilirubin, tetapi kurangnya data keamanan yang memadai mencegah penggunaan mereka di luar protokol penelitian.

Imunoglobulin intravena (IVIG) pada 500 mg / kg telah terbukti secara signifikan mengurangi kebutuhan untuk transfusi tukar pada bayi dengan penyakit hemolitik isoimmune. Mekanisme ini tidak diketahui tetapi mungkin berkaitan dengan cara menangani sistem kekebalan sel-sel merah yang memiliki telah dilapisi dengan antibodi. Meski data terbatas, tetapi pemberian imunoglobulin dilaporkan mengurangi resiko untuk transfusi tukar.

Metal mesoporphyrins dan protoporphyrins Sebuah terapi baru saat ini sedang dikembangkan meliputi penghambatan produksi bilirubin melalui penyumbatan heme oxygenase. Hal ini dapat dicapai melalui penggunaan metal mesoporphyrins dan protoporphyrins. Ternyata, heme dapat langsung dibuang melalui empedu, dengan demikian, penghambatan heme oxygenase tidak mengakibatkan akumulasi heme yang belum diproses. Pendekatan ini hampir dapat menghilangkan penyakit kuning neonatal sebagai masalah klinis. Namun, sebelum pengobatan dapat diterapkan pada skala luas, pertanyaan penting tentang keamanan jangka panjang dari obat tersebut harus dijawab. Juga, mengingat data yang menunjukkan bahwa bilirubin mungkin memainkan peran penting sebagai pemadam radikal bebas, pemahaman yang lebih lengkap dari peran ini diduga untuk bilirubin diperlukan sebelum penghambatan produksinya

Tindak lanjut Bahaya hiperbilirubinemia yaitu kernicterus. Oleh karena itu terhadap bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut : 1) Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan 2) Penilaian berkala pendengaran 3) Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa Prognosis Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris.Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian.Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya
19

memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia.Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus.Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya

20

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Arfin Behrman Kligman, Nelson; Dalam Ilmu Kesehatan Anak, volume I, edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal 610-617. Juffrie mohammad, sri supar yatinhanifah oswari,Buku ajar Gastroenterologi-Hepatologi. 2012 jilid 1, cetakan III, hal 263-284.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Tutorial DBD DR - Sri
    Tutorial DBD DR - Sri
    Dokumen20 halaman
    Tutorial DBD DR - Sri
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat
  • Tugas Modul 2.
    Tugas Modul 2.
    Dokumen1 halaman
    Tugas Modul 2.
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat
  • IKTERUSaa
    IKTERUSaa
    Dokumen21 halaman
    IKTERUSaa
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat
  • Vaskulitis Dan Klasifikasinya 2
    Vaskulitis Dan Klasifikasinya 2
    Dokumen12 halaman
    Vaskulitis Dan Klasifikasinya 2
    Septina Anggi
    100% (1)
  • LAPKAS
    LAPKAS
    Dokumen25 halaman
    LAPKAS
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat
  • HERNIA INGUINALIS LATERALIS
    HERNIA INGUINALIS LATERALIS
    Dokumen37 halaman
    HERNIA INGUINALIS LATERALIS
    putri_hadianty18
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Dokumen26 halaman
    Laporan Kasus
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat
  • SKL Ero Derma
    SKL Ero Derma
    Dokumen19 halaman
    SKL Ero Derma
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat
  • Tutorial DBD DR - Sri
    Tutorial DBD DR - Sri
    Dokumen20 halaman
    Tutorial DBD DR - Sri
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat
  • Tutorial DBD DR - Sri
    Tutorial DBD DR - Sri
    Dokumen20 halaman
    Tutorial DBD DR - Sri
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat
  • Tutorial DBD DR - Sri
    Tutorial DBD DR - Sri
    Dokumen20 halaman
    Tutorial DBD DR - Sri
    Putrii 'puput' Hadianty 'anty'
    Belum ada peringkat