Anda di halaman 1dari 2

Menghidupkan Kembali Ekonomi Pantai Barat Senin, 13 Mei 2013 Manufacturing Hope 77 Ernie Djohan angkat telepon.

Saya harus hadir, ujarnya kepada General Manager Pela buhan Teluk Bayur, Padang, Dalsaf Usman begitu mendengar pelabuhan itu akan meng adakan perhelatan besar: peresmian pelabuhan peti kemas, pekan lalu. Saya itu pemi lik Teluk Bayur. Masak gak diundang? gurau penyanyi yang lahir pada 1951 tersebut. Dalsaf tidak hanya mengundang penyanyi Teluk Bayar itu, bahkan juga memintanya u ntuk menandai peresmian tersebut dengan cara mencelupkan dua telapak tangannya k e adonan semen sebagai prasasti. Waktu Teluk Bayur saya nyanyikan, sama sekali ti dak disangka kalau lagu itu akan top. Apalagi bisa membuat saya menjadi penyanyi Indonesia pertama yang memperoleh piringan emas, kata Ernie di atas panggung. Saya juga tidak menyangka bahwa Pelabuhan Teluk Bayur bisa dimodernisasikan sepe rti sekarang ini. Di masa lalu pelabuhan ini terkenal dengan pelayanannya yang b uruk. Kapal harus antre dua minggu. Apalagi waktu kawasan itu terkena gempa. Kap al-kapal barang kalah total dengan kapal yang membawa bantuan darurat. Padahal, gempanya beberapa kali. Peralatan PLTU baru yang sangat besar (2 x 100 MW) di Teluk Sirih, sekitar satu jam dari Teluk Bayur, misalnya, pernah tertahan berbulan-bulan karena kapalnya tidak bisa merapat di Teluk Bayur. Banyak yang berpendapat bahwa Teluk Bayur baru bisa baik kalau dilakukan investa si triliunan rupiah. Tidak bisa kalau tidak dibangun dermaga yang baru. Tapi R.J . Lino, Dirut Indonesia Port Corporation (IPC) -nama baru PT Pelindo II (Persero )- yang membawahkan Teluk Bayur, berpendapat lain. Dia yakin Teluk Bayur bisa te ratasi secara total kalau modernisasi peralatan dan manajemen dilakukan. Waktuny a juga bisa lebih cepat karena dua hal: tidak perlu membangun dermaga baru dan t idak perlu antre anggaran APBN. IPC bisa mengusahakan dana sendiri sekitar Rp 80 0 miliar. Tahun ini semuanya selesai. Gubernur Sumbar Prof Dr Irwan Prayitno, yang sejak a wal mendesak BUMN untuk mengatasi Teluk Bayur, meresmikan modernisasi itu. Saya bersama Ernie Djohan, tokoh Sumbar Azwar Anas, R.J. Lino, dan empat operator cra ne pelabuhan mendampinginya. Perubahannya memang drastis. Kini kapal sama sekali tidak perlu antre untuk masu k Teluk Bayur. Zero waiting time, ujar Lino. Kapan saja kapal datang langsung bisa merapat. Inilah contoh penyelesaian masalah besar dengan biaya yang tidak terla lu besar: modernisasi manajemen dan peralatan. Semula banyak pengusaha yang mera gukan. Hari itu saya ajak tiga pengusaha dari Jakarta untuk membuktikannya. Begitu meli hat peresmian tersebut, mereka langsung memutuskan: ekspor cangkang sawit ke Ero pa langsung dari Teluk Bayur. Begitulah. Kalau berita gembira ini diketahui para pengusaha, mereka akan mengir im kapal ke Teluk Bayur tanpa ketakutan kapalnya didenda karena terlalu lama men unggu. Arus barang dari dan ke Sumbar akan meningkat drastis. Ekonomi akan tumbu h lebih cepat. Selama ini peran pantai barat Sumatera memang meredup. Kian digeser oleh pantai timur seperti Riau. Ekonomi pantai barat Sumatera terus digeser pantai timur. Ki ni pantai barat bisa kembali bergairah. Apalagi, Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu, juga sedang dibenahi habis-habisan. Sud ah bertahun-tahun pelabuhan itu praktis mati. Hanya tongkang dan kapal kecil yan

g bisa masuk. Pintu masuk ke pelabuhan itu tertutup pasir. Perdebatan terlalu lama untuk mengatasinya: dikeruk atau dibuatkan breakwater. Tepatnya breaksand. Pola ombak di situ memang mengakibatkan pasir akan selalu datang ke pintu masuk Pelabu han Pulau Baai. Lino, yang juga membawahkan Pulau Baai, bukan tipe orang yang banyak omong dan b anyak mikir. Dia tipe orang yang langsung berbuat. Dia keruk pintu masuk itu. Toh, hanya selebar 300 meter dengan panjang sekitar 2 km. Pasir hasil kerukannya pun bisa dia manfaatkan untuk urukan bagian-bagian rawa di kawasan pelabuhan. Sekal igus menyiapkan lahan yang luas untuk penataan kawasan pelabuhan itu. Lino juga membangun pelabuhan curah yang baru yang bisa mencapai kedalaman 14 me ter. Berarti awal tahun depan kapal-kapal besar sudah bisa masuk Bengkulu. Kalau pelabuhan baru itu selesai akhir tahun ini, giliran pelabuhan lamanya diperbaru i sistem dan peralatannya. Kini pun dengan pengerukan pintu masuknya yang sudah se lesai, perusahaan pelayaran seperti Meratus sudah berani membawa kontainer ke Be ngkulu. Saya langsung menelepon pemilik Meratus untuk mengucapkan terima kasih a tas kepeloporannya menghidupkan Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu. Pulau Baai sangat potensial dikembangkan. Pelabuhan ini seperti dikelilingi cinci n daratan yang berfungsi sebagai penahan ombak dari segala sisi. Kalau salah satu bagian dari cincin itu tidak dikeruk, rasanya cincin tersebut akan terbentuk deng an sempurna sehingga pelabuhan itu hanya akan jadi sebuah danau besar yang terku rung. Dengan posisi pelabuhan seperti itu, Pulau Baai menjadi pelabuhan yang amat tena ng. Kapal bisa bongkar muat kapan saja, di musim apa saja. Ini yang akan membuat pelabuhan tersebut memiliki keunggulan. Kelemahannya itu tadi, pintu masuk -nya ha rus selalu dikeruk. Sampai kelak ditemukan cara lain yang lebih permanen. Maka, di samping Teluk Bayur, Pelabuhan Pulau Baai ikut memperkuat ekonomi panta i barat Sumatera. Mobil-mobil untuk Bengkulu yang selama ini dikirim melalui dar at dan ikut memadati penyeberangan Merak-Bakauheni kini sudah bisa dikirim langs ung melalui Pulau Baai. Batu bara dan minyak sawit dari sekitar Bengkulu juga s udah bisa keluar dari Pulau Baai. Tahun depan, dengan selesainya pelabuhan besar , Pulau Baai akan sangat ramai. Sekarang saja sudah kelihatan hidup. Sudah banyak kapal yang bersandar di sini, uj ar Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah yang mendampingi saya naik kapal melihat wi layah pintu masuk yang baru selesai dikeruk itu. Akankah pantai barat Sumatera akan memasuki era baru lagi setelah lama ditinggal kan pantai timur? Insya Allah begitu. Di sisi bawah ada Pulau Baai. Di tengah ad a Teluk Bayur. Tinggal sisi atas yang masih harus menunggu pembenahan di Sibolga dan Meulaboh. Zaman dulu, pantai barat Sumatera adalah urat nadi utama. Lalu digeser pantai ti mur seiring dengan kian terbukanya Selat Malaka. Juga kian majunya ekonomi panta i timur setelah ekonomi kelapa sawit mendominasi. Ke depan, ketika ukuran kapal kian besar dan Selat Malaka kian rawan, bisa jadi pantai barat Sumatera kembali memegang peran utamanya. (*) Dahlan Iskan Menteri BUMN

Anda mungkin juga menyukai