Anda di halaman 1dari 2

Manufacturing Hope 73 : Buronan yang Menghasilkan Panja 15 April 2013 Oleh Dahlan Iskan Menteri BUMN Telah lahir:

Panja Ketenagakerjaan BUMN di Komisi IX DPR RI. Itulah kesimpulan r apat kerja Komisi IX DPR dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menter i BUMNtanggal 10 April lalu. Saya senang dengan lahirnya Panja itu. Dengan Panja pembahasan masalah ketenagak erjaan di BUMN akan sangat mendalam. Panja tentu akan mendengarkan banyak pihak yang pantas didengar: tokoh-tokoh serikat pekerja, manajemen BUMN yang rugi, BUM N kecil, BUMN besar, BUMN yang mempraktikkan sistem ketenagakerjaan yang baik da n yang kurang baik, dan banyak pihak lagi. DPR, khususnya Komisi IX, tentu lembaga yang sangat kritis yang bisa menyerap be rbagai realitas di lapangan. Baik realitas tenaga kerja yang harus kian sejahter a maupun realitas perusahaan yang harus dijaga pertumbuhan dan sustainabilitasny a. Saya sendiri menyesal sempat terlalu lama jadi buron Komisi IX. Ternyata komisi in i sangat dinamis. Anggota-anggotanya mengesankan. Banyak dokternya (saya lupa Ko misi IXadalah komisi yang juga mengurus kesehatan), intelektualnya, dan begitu b anyak wanitanya: cantik-cantik dan cerdas-cerdas. Ada wakil ketua, Nova Riyanti Yusuf yang dokter ahli kesehatan jiwa, ada Karolin MargretNatasa yang juga dokter, ada Chusnunia Chalim yang ustadzah, dan banyak lagi. Dan jangan lupa ketuanya sendiri: Ribka Tjiptaning yang juga dokter. Bahka n ada dokter Dinajani Mahdiyang bergelar profesor, doktor, dan enam gelar menter eng lainnya. Tentu, saya tahu apa yang harus dibahas hari itu: outsourcing atau alih daya. Ke tika saya menjadi Dirut PLN saya kaget: begitu banyak karyawan outsourcing-nya. Ke mana-mana, ke seluruh Indonesia, saya bertemu dan bergaul dengan mereka. Saya tahu apa yang mereka alami: gaji jauh lebih kecil (dibanding karyawan tetap ), tidak jelas berapa lama akan bekerja di situ (karena bisa saja tahun berikutn ya kontraknya tidak diperpanjang), dan yang paling utama mereka merasa diperlaku kan tidak adil: mereka merasa bekerja lebih keras dari karyawan tetap tapi gajin ya jauh lebih kecil. Tahun pertama di PLN, saya sudah langsung bisa merumuskan tiga hal strategis itu . Saya merencanakan untuk dicarikan jalan keluar di tahun ketiga masa jabatan sa ya. Tahun pertama saya harus memprioritaskan program mengatasi krisis listrik di seluruh Indonesia. Tahun kedua saya harus mengatasi daftar tunggu yang jumlahnya jutaan. Sampai-sam pai harus dua kali melakukan program sehari satu juta sambungan . Itu sekaligus men gatasi problem percaloan yang sudah mendarah-mendaging. Tahun ketiga, rencana sa ya, menyelesaikan outsourcing dan melahirkan mobil listrik. Tidak disangka-sangka saya harus meninggalkan PLN sebelum genap dua tahun menjab atdirut. Saya harus menjadi menteri, meski sudah berusaha untuk bisa tetap di PL N setahun lagi. Waktu itu saya ingin ada perbaikan sistem tender untuk perusahaan alih daya. Jan gan mempertandingkan harga murah tapi kualitas pekerjaan. Bahkan gaji minimal su dah harus dipersyaratkan dalam dokumen tender. Saya juga selalu mengajak karyawan tetap untuk bekerja lebih keras. Jangan sampai teman-teman outsourcing mengatakan karyawan tetap itu gajinya besar tapi tidak mau kerja keras, kata saya. Kini dengan dibentuknya Panja Ketenagakerjaan BUMN oleh Komisi IX, soal-soal itu akan bisa didalami lebih komprehensif. Sistem ketenagakerjaan di BUMN memang ti

dak seragam. Tergantung masing-masing BUMN. Apalagi BUMN itu memang aneka-ria: b idang usahanya sangat luas. Industri bajanya tidak bisa disamakan dengan industr i perbankan, penerbangan, perkebunan, dan seterusnya. Masing-masing mempunyai ka rakteristiknya sendiri. Sambil menunggu hasil Panja Ketenagakerjaan Komisi IX DPR, semua BUMN harus meny iapkan perubahan-perubahan yang mungkin harus terjadi. Tentu tidak tahun ini kar ena sistem anggarannya sudah tidak memungkinkan direvisi. Lebih baik dan lebih s iap kalau disiapkan untuk dimulai tahun depan. Semua persoalan, semua pengalaman dan semua pemikiran harus disiapkan untuk kela ncaran kerja Panja Komisi IX. Inilah tahun kerja keras para direktur SDM di masi ng-masing BUMN. Kalau perlu kurangi sedikit fasilitas direksi untuk yang satu in i. Tapi saya juga bisa membayangkan sulitnya BUMN-BUMN kecil yang masih serba sulit . Jangankan memikirkan itu, karyawan tetapnya sendiri saja masih jauh dari sejah tera. Bahkan ada BUMN yang baru tahun lalu bisa membayar karyawan tetapnya denga n gaji tetap. Itulah realitas perusahaan: yang besar sulit dengan kebesarannya, yang kecil sul it dengan kekecilannya, dan yang sulit kian sulit dengan kesulitannya. Paling enak adalah orang yang bisa menikmati segala kesulitan itu.

Anda mungkin juga menyukai