Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENGAHULUAN KOLESISTITIS Pada Tn.

S di IGD RSUD Kota Yogyakarta

Ni Luh Sri Utami Dewi 12160141

Program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta 2013

Kolesistitis A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Pengertian Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan inflamasi akut dinding kandung empedu disertai nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Dikenal dua klasifikasi yaitu akut dan kronis (Brooker, 2001). Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa. Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat. Kolesistitis adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu yang umumnya terjadi akibat penyumbatan pada saluran empedu.

2. Etiologi

Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut, memiliki batu empedu. Kadang suatu infeksi bakteri menyebabkan terjadinya peradangan. Kolesistitis akut tanpa batu merupakan penyakit yang serius dan cenderung timbul setelah terjadinya: 1. 2. 3. 4. 5. cedera, pembedahan luka bakar sepsis (infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh) penyakit-penyakit yang parah (terutama penderita yang menerima makanan lewat infus dalam jangka waktu yang lama). Sebelum secara tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa di perut bagian atas, penderita biasanya tidak menunjukan tanda-tanda penyakit kandung empedu. Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.

3. Patofisiologi Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir ke kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu, cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu.

4. Manifestasi Klinis Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejala bisa berupa: 1. Tanda awal dari peradangan kandung empedu biasanya berupa nyeri di perut kanan bagian atas. 2. Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas dalam dan sering menjalar ke bahu kanan. 3. Biasanya terdapat mual dan muntah. 4. Nyeri tekan perut 5. Dalam beberapa jam, otot-otot perut sebelah kanan menjadi kaku. 6. Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin lama cenderung meninggi 7. Serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian menghilang dalam 1 minggu. 8. Gangguan pencernaan menahun 9. Nyeri perut yang tidak jelas (samar-samar) 10. Sendawa.

5. Komplikasi Demam tinggi, menggigil, peningkatan jumlah leukosit dan berhentinya gerakan usus (ileus) dapat menunjukkan terjadinya abses, gangren atau perforasi kandung empedu. Serangan yang disertai jaundice (sakit kuning) atau arus balik dari empedu ke dalam hati menunjukkan bahwa saluran empedu telah tersumbat sebagian oleh batu empedu atau oleh peradangan. Jika pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan kadar enzim amilase, mungkin telah terjadi peradangan pankreas (pankreatitis) yang disebabkan oleh penyumbatan batu empedu pada saluran pankreas (duktus pankreatikus).

6. Tes Diagnosis 1. CT scan perut 2. Kolesistogram oral 3. USG perut. 4. blood tests (looking for elevated white blood cells)

7. Penatalaksanaan 1. Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan. 2. Kolesistektomi laparoskopi. 3. Penderita yang memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan. 4. Bisa diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik. bisa dilakukan melalui pembedahan perut maupun melalui

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pencernaan: Kolesistitis

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh Pengkajian pasien meliputi: a. Sirkulasi Gejala: riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus). b. Integritas ego Gejala: perasaan cemas, takut, marah, apatis; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda: tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang; stimulasi simpatis. c. Makanan / cairan Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis); malnutrisi (termasuk obesitas); membrane mukosa pemasukkan / periode puasa pra operasi d. Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. e. Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan); yang kering (pembatasan

Munculnya kanker / terapi kanker terbaru; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obatobatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul: a. Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial. b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan obat-obat farmasi, hipoksia; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya

stimulus sensori yang berlebihan ; stress fisiologis. c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak normal, pengeluaran integritas pembuluh darah. d. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan integrittas otot, trauma muskuloskletal, munculnya saluran dan selang.

3. Intervensi Dan Implementasi

a.

Pola nafas, tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular, ketidakseimbangan perseptual/kognitif, peningkatan ekspansi paru, obstruksi trakeobronkial. Tujuan : menetapkan pola napas yang normal/efektif dan bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya. Kriteria hasil : tidak ada perubahan pada frekuensi dan kedalaman pernapasan.

Intervensi

Rasional

1. Pertahankan jalan udara pasien dengan 1. mencegah obstruksi jalan napas memiringkan kepala, hiperekstensi

rahang, aliran udara faringeal oral 2. Auskultasi suara napas. ada/tidaknya suara napas Dengarkan kurangnya suara napas adalah indikasi adanya obstruksi oleh mukus atau lidah dan dapat dibenahi dengan mengubah posisi ataupun pengisapan Observasi frekuensi dan kedalaman dilakukan untuk memastikan efektivitas pernapasan, pemakaian otot-otot bantu pernapasan sehingga upaya pernapasan, perluasan rongga dada, memperbaikinya dapat segerra dilakukan retraksi atau pernapasan cuping hidung, warna kulit, dan aliran udara. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, elevasi kepala dan posisi miring akan tergantung pada kekuatan pernapasan mencegah terjadinya aaspirasi dari muntah, posisi yang benar akan dan jenis pembedahan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma Lakukan latihan gerak sesegera mungkin ventilasi dalam yang aktif membuka pada pasien yang reaktif dan lanjutkan alveolus, mengeluarkan sekresi, pada periode pascaoperasi meningkatkan pengangkutan oksigen, membuang gas anastesi ; batuk membantu mengeluarkan sekresi dari sistem pernapasan. Lakukan pengisapan lendir jika obstruksi jalan napas dapat terjadi karena diperlukan adanya darah atau mukus dalam tenggorok atau trakhea. Kolaborasi, pemberian oksigen sesuai dilakukan untuk meningkatkan atau kebutuhan memaksimalkan pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang menggantikan tempat gas anastesi dan mendorong pengeluaran gas terssebut melalui zat-zat inhalasi

3.

4.

5.

6.

7.

b. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan kimia misalnya penggunaan obatobat farmasi, hipoksia; lingkungan terapeutik yang terbatas misalnya

stimulus sensori yang berlebihan; stress fisiologis. Tujuan : meningkatkan tingkat kesadaran. Kriteria hasil : pasien mampu mengenali keterbatasan diri dan mencari sumber bantuan sesuai kebutuhan.

Intervensi 1. Orientasikan kembali pasien secara terus menerus setelah keluar dari pengaruh anastesi ; nyatakan bahwa operasi telah selesai dilakukan 2. Bicara pada pasien dengan suara yang jelaas dan normal tanpa membentak, sadar penuh akan apa yang diucapkan

Rasional karena pasien telah meningkat kesadarannya, maka dukungan dan jaminan akan membantu menghilangkan ansietas. tidak dapat ditentukan kapan pasien akan sadar penuh, namun sensori pendengaran merupakan kemampuan yang pertama kali akan pulih.

3. Evaluasi sensasi/pergerakkan ekstremitas pengembalian fungsi setelah dilakukan blok dan batang tenggorok yang sesuai. saraf spinal atau lokal yang bergantung pada jenis atau jumlah obat yang digunakan dan lamanya prosedur dilakukan. 4. Gunakan bantalan pada tepi tempat tidur, berikan keamanan bagi pasien selama tahap lakukan pengikatan jika diperlukan. darurat, mencegah terjadinya cedera pada kepala dan ekstremitas bila pasien melakukan perlawanan selama masa disorientasi. 5. Periksa aliran infus, selang endotrakeal, pada pasien yang mengalami disorientasi, kateter, bila dipasang dan pastikan mungkin akan terjadi bendungan kepatenannya. pada aliran infus dan sistem pengeluaran lainnya, terlepas, atau tertekuk 6. Pertahankan lingkungan yang tenang dan stimulus eksternal mungkin menyebabkan nyaman abrasi psikis ketika terjadi disosiasi obat-obatan anastesi yang telah diberikan.

c. Kekurangan volume cairan, resiko tinggi terhadap berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan tubuh secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak

normal, pengeluaran integritas pembuluh darah Tujuan : keseimbangan cairan tubuh adekuat. Kriteria hasil : tidak ada ada tanda-tanda dehidrasi (tanda-tanda vital stabil, kualitas denyut nadi baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan pengeluaran urine yang sesuai).

Intervensi

rasional

1. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran. dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran Tinjau ulang catatan intra operasi cairan/kebutuhan penggantian dan pilihanpilihan yang mempengaruhi intervensi. 2. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelaha prosedur pada tipe prosedur operasi yang dilakukan sistem genitourinarius dan atau struktur yang berdekatan mengindikasikan malfungsi ataupun obstruksi sistem urinarius. hipotensi, takikardia, peningkatan pernapasan mengindikasikan kekurangan kekurangan cairan. 4. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya aaspirasi dari tergantung pada kekuatan pernapasan muntah, posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian dan jenis pembedahan. bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma 5. Periksa pembalut, alat drain pada interval perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hipovolemia/hemoragi reguler. Kaji luka untuk terjadinya 3. Pantau tanda-tanda vital. pembengkakan 6. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer. kulit yang dingin/lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk penggantian cairan tambahan

Anda mungkin juga menyukai