Anda di halaman 1dari 27

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml/sekali defekasi (Hendarwanto, 1999). Menurut WHO (1980) diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau beberapa hari. Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut yang terdiri atas faktor-faktordaya tahan tubuh atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora normal usus. Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit serta mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit. Peran imunitas tubuh dibuktikan dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya perkembangan S. typhi murium pada mikroflora usus yang normal. Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi diare. Berdasarkan kemampuan invasi kuman menembus mukosa usus, bakteri dibedakan atas: 1. Bakteri non-invasif (enterotoksigenik)

Misalnya V. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli (ETEC) dan C. perfringens tidak merusak mukosa, mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi yang mengaktivasi sekresi anion klorida dari sel ke dalam lumen usus yang diikuti air, ion bokarbonat, natrium dan kalium sehingga tubuh akan kekurangan cairan dan elektrolit yang keluar bersama tinja. 2. Bakteri enterovasif Misalnya Enteroinvasive E. Coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, dan C. perfringens type CV. cholera/eltor, Enterotoxigenic E Coli dan C. perfringens. Dalam hal ini, diare terjadi akibat nekrosis dan ulserasi dinding usus. Sifat diarenya sekretorik eksudatif., dapat tercampur lendir dan darah. Walaupun demikian, infeksi oleh kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare koleriformis. 1.2. RUMUSAN MASALAH 1.2.1. Definisi 1.2.2. Etiologi 1.2.3. Manifestasi klinik 1.2.4. Patofisiologi 1.2.5. Penatalaksanaan 1.2.6. Pemeriksaan penunjang diagnostik 1.2.7. Tinjauan kasus pada Tn. R

1.3. TUJUAN Untuk mempelajari dan memahami mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, penatalaksanaan serta pemberian asuhan keperawatan pada kasus GEA (GastroEnteristis Akut).

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1. DEFINISI Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Bets,2002). Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2006). Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan /atau lendir dalam tinja (Mansjoer, 2000). Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume. Keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari, dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006). 2.2. ETIOLOGI a. Faktor Infeksi 1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi: a) Infeksi Bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya. b) Infeksi Virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain. c) Infeksi Parasit : Cacing, (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histtolytica, Giardia lamblia, Trichomonas haminisis), Jamur(Candida Albicans). 2) Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,
3

Ensefalitas dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. b. Faktor Malabsorbsi 1) Malabsorbsi Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), pada bayi dan anak yang tersering dan terpenting adalah intoleransi laktosa. 2) Malabsorbsi lemak 3) Malabsorbsi protein c. Faktor makanan : makanan basi, belum waktunya diberikan d. Keracunan : makanan beracun (Bakteri:Clostridium botulinum, Stafilokokus). Makanan kecampuran racun (bahan kimia) e. Alergi : Alergi susu, alergi makanan, Cow's milk potein sensitive enteropathy (CMPSE) f. Imunodefisiensi g. Faktor lain : psikis, dan lingkungan.

2.3. MANIFESTASI KLINIK Tanda dan Gejala pada keracunan makanan (Wong, 2003). Agen Bakterial : a. Kelompok Shigella gram negative (masa inkubasi 1-7 hari) Karakteristik : demam, kram abdomen, sakit kepala, Diare cair disertai mucus dan pus. Penyakit dapat sembuh sendiri , pengobatan dengan antibiotic. b. Escherrichia Coli (inkubasi bervariasi bergantung pada strain) Insiden banyak pada musim panas, dengan hanya pengobatan simptomatis. Gejala berkurang dalam 3-7hari. c. Campylobacter jejuni (inkubasi 1-7hari) Kebanyakan penyembuhan. pasien sembuh sendiri, antibiotik dapat mempercepat

Agen Viral : Rotavirus : demam, mual, muntah, diare dapat menetap lebih dari satu minggu. Terjadi lebih tinggi pada musim dingin, biasanya ringan dan sembuh sendiri. Keracunan makanan karena : a. Staphilococcus (inkubasi 4-6jam) Karakteristik : mual, muntah, diare hebat, demam ringan, syok pada kasus berat. Ditularkan melalui makanan terkontaminasi. b. Clostridium Perfringens(inkubasi 8-24jam) Karakteristik : kram sedang sampai hebat, nyeri midepigastrik. c. Clostridium botulinum (inkubasi 12-26jam) Karakteristik : mual, muntah, diare, mulut kering, disfagia. Keparahan bervariasi cepat dalam beberapa jam. Secara umum, tanda dan gejala diare adalah : a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer b. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi : Turgor kulit menurun (elastisitas kulit menurun), mata cekung, membran mukosa kering. c. Demam d. Mual dan muntah e. Anoreksia f. Lemah g. Pucat h. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan pernafasan cepat i. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine.(Suriadi, 2006). Tahapan dehidrasi dari Ashwill dan droske (1997): a. Dehidrasi ringan : berat badan menurun 3% - 5%, dengan volume cairan yang hilang kurang dari 50 ml/kg. b. Dehidrasi sedang : berat badan menurun 6% - 9%, dengan volume cairan yang hilang 50 90 ml/kg c. Dehidrasi berat : berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan yang hilang sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg
5

2.4. PATOFISIOLOGI Secara umum kondisi peradangan pada gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa, memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini menghasilkan peningkatan sekresi cairan dan atau menurunkan absorpsi cairan sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit. Mekanisme dasar yang menyebabkan diare (Diskin, 2008), meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau zat yang sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. 2. Respon inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal akibat produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. 3. Gangguan motilitas, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar melakukan absorpsi air yang akan membuat solid dari komponen fases, dengan adanya gangguan dari gastroenteritis akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus, serta absorpsi air menjadi terganggu. Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup kedalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi toksin. Enterotoksin yang diproduksi agen bakteri (seperti E.coli dan Vibrio cholera) akan memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air kedalam lumen gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi sitotoksin (seperti Shigella dysenteriae, Vibrio parahaemolyticus, Clostridium difficile, enterohemorrhagic E.coli) yang
6

menghasilkan kerusakan sel-sel mukosa, serta menyebabkan fases bercampur darah dan lendir bekas sisa sel-sel yang terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan beberapa mikroba seperti Shigella, organisme campylobacter, dan enterovasif E.coli yang menyebabkan terjadinya destruksi, serta inflamasi (Jones, 2003). Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit memberikan manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan sirkulasi yaitu terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama fases. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler (Levine, 2009). Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat adalah dehidrasi, pemahaman perawat sangatlah penting mengenai bagaimana patofisiologi dehidrasi dapat membantu dalam menyusun rencana intervensi sesuai kondisi individu. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan cairan yang disebabkan output melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena kekurangan air (water defletion), serta kekurangan air dan natrium secara bersama-sama (Pescilla, 2009). Kekurangan air atau dehidrasi primer : pada peradangan gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan absorpsi cairan terganggu sehingga masuknya air sangat terbatas. Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer adalah haus, saliva sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria sampai anuri, sangat lemah, serta timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada stadium awal kekurangan cairan, ion natrium dan klorida ikut menghilang dengan cairan tubuh, tetapi akhirnya terjadi reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan sehingga cairan ekstra sel mengandung natrium dan klor yang berlebihan, serta terjadinya hipertoni. Hal ini menyebabkan air keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intrasel, inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu, terjadi perangsangan pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon antidiuretik sehingga terjadi oliguria. Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada gastroenteritis, dehidrasi sekunder merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit. Kekurangan natrium sering terjadi akibat keluarnya cairan melalui saluran
7

pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare yang hebat. Akibat dari kekurangan natrium terjadi hipotoni ekstrasel sehingga tekanan osmotik menurun. Hal ini menghambat dikeluarkannya hormon antidiuretik sehingga ginjal mengeluarkan air agar tercapai konsentrasi cairan ekstrasel yang normal. Akibatnya volume plasma dan cairan interstisial menurun. Selain itu, karena terdapat hipotoni ekstrasel, air akan masuk kedalam sel. Gejalagejala dehidrasi sekunder adalah nausea, muntah-muntah, sakit kepala, serta perasaan lesu dan lelah. Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung pun menurun, kemudian menyebabkan terjadinya penimbunan nitrogen yang akan meningkatkan resiko gangguan keseimbangan asam basa dan hemokonsentrasi. Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan (syok) hipovolemik. Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi akibat disparitas (ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang vaskuler. Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan ini adalah bertambahnya kapasitas ruang susunan vaskular dan berkurangnya volume darah. Syok dibagi dalam syok primer dan syok sekunder. Pada syok primer terjadi defisiensi sirkulasi akibat ruang vaskuler membesar karena vasodilatasi. Ruang vaskuler yang membesar mengakibatkan darah seolah-olah ditarik dari sirkulasi umum dan segera masuk ke dalam kapiler dan venula alat-alat dalam (visera). Pada syok sekunder terjadi gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan defisiensi sirkulasi perifer disertai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang kurang, serta hemokonsentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu. Sirkulasi yang kurang tidak langsung terjadi setelah adanya kena serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa waktu sesudahnya, oleh karena itu disebut syok sekunder atau delayed shock. Gejala-gejalanya adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena terutama vena-vena superfisial, pernapasan dangkal, nadi cepat dan lemah, tekanan darah yang rendah, oliguria, dan terkadang disertai muntah. Faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pada gastroenteritis adalah karena volume darah berkurang akibat permeabilitas yang bertambah secara menyeluruh. Hal ini membuat cairan keluar dari pembuluh-pembuluh dan kemudian masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi pengentalan (hemokosentrasi) darah (Vardy, 2007).

3.5.PENYIMPANGAN KDM
Invasi Virus & Bakteri Ke Saluran Gastrointestinal Invasi Pada Mukosa, Memproduksi Enterotoksin/Sitotosik Toksisitas Makanan, Efek Obat, Keracunan Makanan/Minuman Gastroenteristis Iritasi saraf lokal

Masuknya nutrisi Nutrisi tidak dapat diabsorpsi Peningkatan asam organik Peningkatan tekanan ospotik Sekresi air kelumen intestinal Diare Peningkatan sekresi cairan & elektrolit Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Resiko syok hipovolemik

Enteroktoksin agen infeksi Stimulasi dari c-GMP, c-AMP Peningkatan aktivitas sekresi air & elektrolit Akumulasi air dilumen intestinal

Peningkatan motilitas usus Gangguan absorpsi nutrisi& cairan oleh mukosa intestinal Diare Pasase fese yang encer

Respon injuri anus Penurunan absorpsi cairan & elektrolit kontak antara pemukaan usus halus dengan makanan berkurang Kerusakan integritas jaringan anus

Ketidakseimbangan asam basa

Resiko asidosis metabolik Penurunan perfusi keotak

Aktual/resiko gangguan pola nafas Aktual/resiko penurunan perfusi serebral

Penurunan perfisu keginjal Gangguan gastrointestinal Oliguria Mual,muntah, kembung & anoreksia Resiko gagal ginjal akut Asupan nutrisi tidak adekuat Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan Peningkatan suhu tubuh Hipertermi Respon sistemik

Respon psikologis misinterpretasi perawatan & penatalaksanaan pengobatan Kecemasan, pemenuhan informasi

3.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK a. Pemeriksaan tinja: Makroskopis dan mikroskopis PH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah dengan menentukan PH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan) c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal. d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang) e. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik. 3.6.PENATALAKSANAAN Lintas Diare atau Lima langkah penanganan diare pada anak : a. Oralit dengan formula baru dapat mengurangi mual dan muntah, cairan ini diberikan untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi b. Zinc diberikan 10 hari untuk mengurangi durasi dan keparahan diare, memperbaiki imunitas tubuh, mengurangi resiko berulangnya diare selama 2-3 bulan. Zinc juga dapat meningkatkan nafsu makan anak. c. Pemberian ASI dan makanan tetap diberikan sama seperti saat sehat, untuk mencegah kekurangan nutrisi. d. Jangan menggunakan antibiotik, kecuali pada kasus kolera dan disentri e. Berikan nasehat pada ibu untuk membawa anak ke dokter apabila anak demam, tinja disertai darah, makan/minum berkurang, anak kehausan, diare yang tidak berhenti dalam 3 hari. ( Rekomendasi WHO, Yayasan Eureka Indonesia,2009 )
10

PENGOBATAN PADA DIARE : a. Pengobatan Cairan b. Pengobatan diitetik c. Pengobatan Kausal d. Pengobatan Simptomatik a. Pengobatan Cairan (Latief dkk, 2005) Pemberian cairan pada dehidrasi : Jenis cairan : Cairan rehidrasi oral (oral rehidration salts) Formula lengkap mengandung NaCl, NaHCO3, KCl dan glukosa. Kadar natrium 90 meEq/l untuk kolera dan diare akut pada anak diatas 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang atau tanpa dehidrasi (untuk pencegahan dehidrasi) Kadar Natrium 50-60 mEq/l untuk diare akut non kolera pada anak dibawah 6 bulan dengan dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi.Formula lengkap sering disebut oralit. Formula sederhana atau tidak lengkap hanya mengandung NaCl dan sukrosa atau karbohidrat lain, misalnya larutan gula garam, larutan air tajin garam, larutan tepung beras garam dan sebagainya untuk pengobatan pertama di rumah pada semua anak dengan diare akut baik sebelum ada dehidrasi maupun setelah ada dehidrasi ringan. Jalan Pemberian Cairan : 1) Peroral untuk dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi dan bila anak mau minum serta kesadaran baik 2) Intragastrik untuk dehidrasi ringan, sedang atau tanpa dehidrasi tetapi anak tidak mau minum atau kesadaran menurun 3) Intravena untuk dehidrasi berat b. Pengobatan Diitetik Mempuasakan penderita diare tidak dianjurkan, yang menjadi pegangan dalam pengobatan dietetik adalah O B E S E , sebagai singkatan Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Simultaneously, Education.
11

Cara pemberian makanan Pada bayi dengan ASI : ASI dilanjutkan bersama dengan oralit, selang seling. Pada bayi umur >4bulan (sudah mendapat buah, makanan tambahan) dapat dilanjutkan dengan fase readaptasi, sedikit demi sedikit makanan diberikan seperti sebelum sakit. Pada bayi dengan susu formula : berikan oralit selang seling dengan susu fomula, jika bayi umur >4bulan, makanan tambahan dihentikan sementara, diberikan sedikit demi sedikit mulai hari ke-3. Anak-anak berumur lebih dari 1 tahun : dengan gizi jelek (BB<7kg)> Dengan gizi baik realimentasi diberikan : Hari I = oralit + bubur tanpa sayur +pisang. Hari II = bubur dengan sayur. Hari III = makanan biasa c. Pengobatan Kausal Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah kita mengetahui penyebab yang pasti. Pada penderita diare antibiotika hanya boleh diberikan kalau : 1) Ditemukan bakteri pathogen pada pemeriksaan mikoskopik dan/atau biakan 2) Pada pemeriksaan makroskopik dan/atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja 3) Secara klinik terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi parenteral 4) Di daerah endemick kolera (diberi tetrasiklin) 5) Pada neonatus jika diduga terjadi infeksi nosokomial d. Pengobatan Simptomatis 1) Obat antidiare Obat yang berkhasiat menghentikan atau diare secara cepat seperti akan

antispasmodik/spasmolitik

opium(papaverin,belladonna)

memperburuk keadaan karena menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus, sehingga bakteri berlipat ganda,gangguan digesti&absorpsi. Obat ini berkhasiat menghentikan peristaltic, diare tampak ada perbaikan tetapi justru perut tambah kembung dan dehidrasi semakin berat.

12

2) Adsorbent Obat adsorbent seperti kaolin, pectin, arang aktif, bismuth dibuktikan tidak ada manfaatnya 3) Stimulans Obat stimulant seperti adrenalin tidak akan memperbaiki renjatan atau dehidrasi karena dehidrasi ini kehilangan cairan sehingga diperlukan pemberian cairan secepatnya 4) Antiemetik Obat antiemetik seperti klorpromazin (largaktil)terbukti selain mencegah muntah juga mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan 1mg/kgBB/hari)kiranya cukup bermanfaat, tetapi juga perlu diingat efek samping dari obat ini. Penderita menjadi ngantuk sehingga intake cairan kurang. 5) Antipiretika Obat antipiretika seperti preparat silisilat(asetosal,aspirin) dalam dosis rendah (25mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.

13

BAB III TINJAUAN KASUS

Tgl masuk Tgl pengkajian No. Register Ruangan Diagnosa I. IDENTITAS A. Klien Nama Tempat/tgl lahir Jenis kelamin Status perkawinan Jumlah anak Agama/suku Warga negara Bahasa yang digunakan Pendidikan Pekerjaan Alamat rumah : Tn. R : Makassar/ 02-08-1993 : Laki-laki : Belum menikah : : Islam/ Bugis : Indonesia : Indonesia : SMK : : Jl. Manuruki

: 17 - 08 - 2012 : 20 - 08 - 2012 : 288489 : Maleo : GEA

B. Penanggung Jawab Nama Jenis kelamin Pekerjaan Hubungan dengan klien Alamat rumah : Ny. N : Perempuan : Kader : Ibu klien : Jl. Manuruki

14

II.

RIWAYAT KESEHATAN 1. Keluhan Utama 2. Riwayat Keluhan Utama Klien masuk rumah sakit tanggal 17-08-2012 dengan keluhan BAB cair, keluhan dirasakan 3 hari sebelum di bawa ke rumah sakit, keluhan di sertai muntah 1 hari sebelum di bawa ke RS , klien juga mengalami demam, demam yang dirasakan hilang timbul, demam akan berkurang jika klien meminum obat. Karena klien tidak dapat menahan keluhan akhirnya klien dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. 3. Keluhan Saat Pengkajian Klien mengeluh Bab cair dengan frekuensi 5 / hari, klien juga mengeluh muntah-muntah dan mual, klien mengeluh demam, klien mengeluh sakit perut, klien mengeluh pusing konjungtiva anemis, klien nampak lemah, nampak terpasang IVFD RL 20 tts/menit. 4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit denga penyakit yang sama, klien juga mengatakan pernah dirawat di rumah sakit dengan penyakit thypoid. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan tidak memiliki anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang dialaminya. 6. Riwayat psikologis Klien nampak cemas, klien berharap agar cepat sembuh dari penyakit yang di deritanya saat ini. 7. Data spiritual Klien mengatakan beragama islam, setiap hari klien melaksanakan shalat 5 waktu sebelum sakit, tapi setelah sakit klien hanya dapat berdoa diatas tempat tidur. : klien mngeluh BAB cair.

15

III.

GENOGRAM A C B D

EE E

Keterangan : A B C D E : Orang tua ayah klien : Orang tua ibu klien : Ayah klien bersaudara : Ibu klien bersaudara : Klien bersaudara : Laki-laki : Perempuan : Meninggal : Klien ----: Tinggal serumah

IV.

PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum : Lemah 2. Kesadaran 3. TTV : Composmentis : TD : 120/80 mmHg S : 39C N : 80 / menit R : 26/ menit
16

4. Kepala Inspeksi : bentuk kepala brachicephalus, keadaan rambut bersih, rambut pendek dan lurus, rambut berwarna hitam dan tidak beruban. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. 5. Mata Inspeksi : konjungtiva anemis, skelera tidak ikterus, palpebra tidak udem, pupil mata isokor. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. 6. Telinga Inspeksi : bentuk telinga huruf C, tidak nampak adanya udem, tidak terdapat pengeluaran cairan, tida nampak serumen, kebersihan telinga baik. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. 7. Hidung Inspeksi : tidak terdapat peradangan pada rongga hidung, tidak terdapat epiktaksis, tidak nampak adanya cairan. Palapasi : tidak ada nyeri tekan. 8. Mulut dan Gigi Inspeksi : bibir nampak kering, mukosa mulut kering, tidak terdapat stomatitis, terdapat caries pada gigi geraham, jumlah gigi seri tidak lengakap. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. 9. Leher Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, nampak arteri carotis. Palpasi : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, dan terdapat arteri carotis. 10. Dada Inspeksi : bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak nampak adanya edema, pengembangan paru seirama. Palpasi : tidak teraba adanya udem. Perkusi : tidak terdapat adanya massa dan udara. Auskultasi : terdengar bunyi nafas visikuler dan tidak terdapat bunyi tambahan.

17

11. Perut (abdomen) Inspeksi : bentuk permukaan abdomen simetris kiri dan kanan, tidak nampak adanya udem. Auskultasi : peristaltik usus 18/ menit Palpasi : terdapat nyeri tekan Perkusi : tidak terdapat massa 12. Ekstremitas atas Inspeksi : jumlah jari-jari tangan kanan lengkap dan nampak terpasang infus cairan RL 20 tts / menit, jumlah jari pada tangan kiri lengkap. Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan. Perkusi : reflek trisep dan bisep baik 13. Ekstremitas bawah Inspeksi ; jumlah jari-jari kaki kanan dan kiri lengkap, tidak terdapat udem. Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan. Perkusi : reflek patella baik. 14. Genitalia Tidak dilakukan pemeriksaan karena klien tidak bersedia. 15. Kulit Inspeksi : warana kulit sawo matang. Palpasi : tidak nampak adanya benjolan, elastisitas kulit baik, integritas kulit menurun.

V.

PENGUMPULAN DATA Klien mengeluh Bab cair dengan frekuensi 5 / hari klien mengeluh muntah-muntah klien mengeluh mual klien mengeluh demam klien mengeluh sakit perut klien mengeluh pusing KU lemah Konjungtiva anemis Anoreksia Terpasang infus RL 20 tts/ menit
18

Terdapat nyeri tekan di daerah abdomen Peristaltik usus meningkat 18 / menit Integritas kulit menurun. Kulit nampak kering. Membran mukosa mulut kering. TTV : TD : 120/80 mmHg S : 39C N : 80 / menit R : 26/ menit

VI.

KLASIFIKASI DATA DS: DO KU lemah Konjungtiva anemis Anoreksia Terpasang infus RL 20 tts/ menit Terdapat nyeri tekan di daerah abdomen Peristaltik usus meningkat 18 / menit Integritas kulit menurun. Kulit nampak kering. Membran mukosa mulut kering. TTV : TD : 120/80 mmHg S : 39C N : 80 / menit R : 26/ menit Klien mengeluh Bab cair dengan frekuensi 5 / hari klien mengeluh muntah-muntah klien mengeluh mual klien mengeluh demam klien mengeluh sakit perut klien mengeluh pusing

19

VII.

ANALISIS DATA NO 1. Ds: - Klien mengeluh Bab cair dengan frekuensi 5 / hari - klien mengeluh muntahmuntah - klien mengeluh mual - klien mengeluh pusing Do: -KU lemah -Konjungtiva anemis -Anoreksia
Diare Peningkatan asam organik Peningkatan tekanan ospotik Sekresi air kelumen intestinal Invasi Pada Mukosa, Memproduksi Enterotoksin/Sitotosik Masuknya nutrisi Nutrisi tidak dapat diabsorpsi

DATA

ETIOLOGI
Invasi Virus & Bakteri Ke Saluran Gastrointestinal

MASALAH ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

-Terpasang infus RL 20 tts/ menit -TTV : TD : 120/80 mmHg S : 39C N : 80 / menit R : 26/ menit 2. Ds : -Klien mengeluh Bab cair dengan frekuensi 5 / hari -klien mengeluh muntahmuntah -klien mengeluh mual Do : -KU lemah -Konjungtiva anemis -anoreksia -TTV : TD : 120/80 mmHg S : 39C, N : 80 / menit R : 26/ menit
Asupan nutrisi tidak adekuat Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan Invasi Pada Mukosa, Memproduksi Enterotoksin/Sitotosik Gangguan gastrointestinal Mual,muntah, kembung & anoreksia Invasi Virus & Bakteri Ke Saluran Gastrointestinal Peningkatan sekresi cairan & elektrolit Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

ketidakseimbangan nutrisi

20

3.

Ds : -Klien mengeluh Bab cair dengan frekuensi 5 / hari -klien mengeluh muntahmuntah -klien mengeluh mual -klien mengeluh demam Do :

Invasi Virus & Bakteri Ke Saluran Gastrointestinal Invasi Pada Mukosa, Memproduksi Enterotoksin/Sitotosik Peningkatan motilitas usus Gangguan absorpsi nutrisi& cairan oleh mukosa intestinal Diare

kerusakan integritas jaringan anus

-Integritas kulit menurun. -Kulit nampak kering. -Membran mukosa mulut kering. -TTV : TD : 120/80 mmHg S : 39C N : 80 / menit R : 26/ menit
Kerusakan integritas jaringan anus Pasase fese yang encer Respon injuri anus

Prioritas Masalah 1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare, kehilangan cairan dari gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah. 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

ketidakadekuatan intake nutrisi, efek sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intestinal. 3. kerusakan integritas jaringan anus berhubungan dengan pasase feses yang encer dengan asam tinggi dan mengiritasi mukosa anus.

21

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN KASUS GEA 1. Diagnosa : ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare, kehilangan cairan dari gastrointestinal, gangguan absorpsi usus besar, pengeluaran elektrolit dari muntah. Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Kriteria evaluasi : NO 1. Identifikasi Pasien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal, kesadaran optimal. Membran mukosa lembap, turgor kulit normal, CRT > 3 detik. Keluhan diare, mual, dan muntah berkurang. Laboratorium : nilai eloktrolit normal, analisis gas darah normal. INTERVENSI faktor RASIONAL

penyebab, awitan Parameter dalam menentukan intervensi

(onset), spesifikasi usia dan adanya kedaruratan. Adanya riwayat keracunan dan riwayat penyakit lain. usia anak atau lanjut usia memberikan tingkat keparahan dari kondisi

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. 2. Kolaborasi skor dehidrasi. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan derajat dehidrasi dari individu. 3. Lakukan rehidrasi oral. Pemberian cairan oral dapat diberikan apabila tingkat toleransi pasien masih baik.

1. Beri cairan secara oral.

WHO memberikan rekomendasi tentang cairan oral yang berisikan 90 mEq/L Na*, 20 mEq/L K*, 80 mEq/L Cl, 20 g/L glukosa ; osmolaritas 310; CHO : Na = 1,2 : 1 ; diberikan 250 mL setiap 15 menit sampai keseimbangan cairan terpenuhi dengan tanda klinik yang optimal atau pemberian 11/2 liter air pada setiap 1 liter

22

feses (Diskin, 2009).

2. Jelaskan tentang hidrasi oral.

Penting perawat disampaikan pada pasien dan keluarga bahwa rehidrasi oral tidak menurunkan durasi dan volume diare.

3. Berikan cairan oral sedikit Pemberian cairan oral sedikit demi sedikit demi sedikit. untuk mencegah terjadinya respons muntah apabila diberikan secara simultan. 4. Lakukan pemasangan IVFD (intravenous Apabila kondisi diare dan muntah berlanjut, fluid drops). maka lakukan pemasangan IVFD.

Pemberian cairan intravena disesuaikan dengan derajat dehidrasi. Pemberian 1-2 L cairan Ringer Laktat secara tetesan cepat sebagai kompensasi awal hidrasi cairan diberikan untuk (lihat

mencegah

syok

hipovolemik

intervensi kedaruratan syok hipovolemik).

5.

Dokumentasi secara akurat mengenai Sebagai evaluasi penting dari intervensi intake dan output cairan. hidrasi dan mencegah terjadinya over hidrasi.

2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, efek sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intestinal. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat. Kriteria evaluasi : Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu, menunjukkan peningkatan BB.

23

Intervensi Kaji pengetahuan klien tentang asupan nutrisi. Tingkat

Rasional pengetahuan dipengaruhi oleh

kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai

dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam

memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien efektif. dan

Berikan nutrisi oral secepatnya setelah Pemberian rehidrasi dilakukan. intervensi memberikan

nutrisi rehidrasi

sejak

awal

setelah dengan yang

dilakukan lunak

makanan

mengandung kompleks karbohidrat seperti nasi lembek, roti, kentang, dan sedikit daging khususnya ayam (Levine, 2009). Monitor perkembangan berat badan. Penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi terhadap intervensi yang diberikan.

3. Resiko kerusakan integritas jaringan anus berhubungan dengan pasase feses yang encer dengan asam tinggi dan mengiritasi mukosa anus. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam terjadi peningkatan mukosa anus. Kriteria evaluasi : Anus lembap atau tidak kering, bersih, tidak ada tanda inflamasi pada anus. Intervensi Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang cara dan teknik peningkatan kondisi membran mukosa. Rasional Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam

24

memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif. Lakukan perawatan kulit. Area parianal mengalami ekskoriasi akibat feses diare yang mengandung enzim yang dapat mengiritasi kulit. Perawat mengintruksikan pasien untuk mengikuti rutinitas perawatan kulit seperti : mengelap atau mengeringkan area setelah defekasi, membersihkan dengan bola kapas, dan memberikan pelindung kulit dan barier pelembap sesuai kebutuhan. Monitor khusus pada lansia. Kulit lansia sangat sensitif akibat penurunan turgor dan penurunan lapisan lemak subkutan sehingga sangat rentan untuk mengalami resiko kerusakan integritas jaringan anus.

VIII.

EVALUASI

Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut : 1. Melaporkan pola defekasi normal. 2. Mempertahankan keseimbangan cairan. a) Mengonsumsi cairan peroral dengan adekuat. b) Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot. c) Menunjukkan membran mukosa lembap dan turgor jaringan normal. d) Mengalami keseimbagan intake dan output. e) Mengalami berat jenis urine normal. 3. Mempertahankan integritas kulit. a) Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defekasi. b) Menggunakan pelembap atau salep sebagai barier kulit.

25

BAB IV PENUTUP
4.1. KESIMPULAN Gastroenteritis adalah inflamasi membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Bets,2002). Penyebab : 1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral meliputi: a) Infeksi Bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya. b) Infeksi Virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain. c) Infeksi Parasit : Cacing, (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histtolytica, Giardia lamblia, Trichomonas haminisis), Jamur(Candida Albicans). 2) Infeksi Parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitas dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. b. Faktor Malabsorbsi c. Faktor makanan : makanan basi, belum waktunya diberikan d. Keracunan : makanan beracun (Bakteri:Clostridium botulinum, Stafilokokus). Makanan kecampuran racun (bahan kimia) e. Alergi : Alergi susu, alergi makanan, Cow's milk potein sensitive enteropathy (CMPSE) f. Imunodefisiensi g. Faktor lain : psikis, dan lingkungan.
26

DAFTAR PUSTAKA
Derry. 2010. Askep GEA (Online) http://derriafrian.blogspot.com/2010/07/askep-gea.html. Diakses 13 Oktober 2012.

Fanya. 2009. Askep GEA (Online) http://071v3-myzone.blogspot.com/2009/05/askep-gea.html. diakses 13 oktober 2012.

Ifafan. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Klien Diare Akut(Online) http://ifafan.wordpress.com/2010/05/27/asuhan-keperawatan-pada-klien-diareakut-karena-infeksi/. Diakses 13 oktober 2012.

27

Anda mungkin juga menyukai