Anda di halaman 1dari 72

BAB I PENGERTIAN SISTEM DAN PENDEKATAN SISTEM

1.1 Pengertian Sistem Kata sistem sendiri berasal dari bahasa Latin (systma) dan bahasa Yunani (sustma) yang berarti suatu kesatuan yang terdiri dari komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Segala sesuatu harus dilihat sebagai sebuah sistem yang mempunyai unsur dan fungsi tertentu . Dalam sebuah sistem ada subsistem yaitu berupa beberapa unsur sistem yang sangat berperan fungsi-fungsi unsur tersebut. Menurut Ludwig Von Bartalanffy (1940) A scientist who worked mainly in the areas of physics and biology, is system theory is that to understand fully the operation of an antity, it must be viewed as a system. Ketika seorang fisikawan membuat model tata surya, dari atom, atau pendulum, dirinya menganggap bahwa semua massa, partikel, dan gaya yang mempengaruhi sistem itu dimasukkan dalam model, seolah-olah seluruh alam semesta tidak ada. Hal ini memungkinkan untuk menghitung masa depan negara dengan tingkat akurasi yang sempurna, karena semua informasi yang diperlukan diketahui. Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatu relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan. Unsur di alam semesta saling berkaitan untuk membuat suatu proses kehidupan yang bisa berjalan sesuai yang direncanakan.

Menurut Azrul Anwar (1988) Sistem ialah satu kesatuan yang utuh diperkirakan berhubungan, serta satu sama lain saling mempengaruhi, yang bertemu dengan sadar dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari beberapa definisi sistem di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sekumpulan unsur yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi

dalam melakukan kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan. Suatu sistem bisa dikatakan baik jika unsur tersebut berfungsi dengan baik dan menghasilkan suatu produk yang maksimal. Suatu keseluruhan yang kompleks dan teroganisir yang merupakan suatu perkaitan atau penggabungan unsur dan bagian yang membentuk satu kesatuan yang kompleks. Sistem tersebut merupakan suatu prosedur yang terkait dan terintegrasi sehingga menjadi suatu kesatuan dan ada keterkaitan pada tiap bagiannya. 1.2 Pendekatan Sistem Suatu sistem pendekatan memperhatikan sistem informasi sebagai satu kesatuan integrasi untuk masing-masing kegiatan atau aplikasi. Pendekatan sistem ini juga menekankan pada pencapaian sasaran keseluruhan dari organisasi. Hal ini merupakan cara berfikir yang melihat segala sesuatu sebagai sistem. Dari pandangan lain ada yang menyebutkan bahwa : This approach entails analysis of problems and synthesis solutions. In the analysis phase, a given situation is examined to identify the forces affecting it. The situation is viewed as a system composed of interconnected parts and related to other systems.

Pendekatan ini mencakup analisis masalah dan solusi sintesis. Pada tahap analisis, suatu situasi yang diberikan adalah untuk mengidentifikasi kekuatan yang mempengaruhinya. Situasi ini dipandang sebagai suatu sistem terdiri dari sejumlah bagian yang saling berhubungan dan terkait dengan sistem lain. Dalam hubungan antar sistem selalu ada kerjasama agar tujuan tercapai dengan maksimal. Pendekatan sistem merupakan upaya untuk melakukan pemecahan masalah yang dilakukan dengan melihat masalah yang ada secara menyeluruh dan melakukan analisis secara sistem. Pendekatan sistem digunakan saat menghadapi suatu masalah yang kompleks sehingga diperlukan analisis terhadap permasalahan tersebut, untuk memahami hubungan bagian dengan bagian lain dalam masalah tersebut, serta kaitan antara masalah tersebut dengan masalah lainnya. Tahapan dan Langkah Pendekatan Sistem : Tahap I : Usaha Persiapan Mempersiapkan manajer untuk menghadapi suatu masalah, oleh karena itu manajer harus mampu mengambil keputusan yang tepat agar masalah teratasi. Usaha persiapan terdiri dari : a. Memandang perusahaan sebagai suatu sistem. b. Mengenali sistem lingkungan. c. Mengidentifikasi subsistem perusahaan. Tahap II : Usaha Definisi 1. Bergerak dari tingkat sistem ke subsistem. Mengidentifikasi suatu masalah yang tidak dapat kita kira bisa datang setiap saat. Kadang suatu masalah 3

bisa diprediksi kadang tidak karena suatu masalah merupakan bagian dari suatu sistem yang berperan sebagai penyeimbang antara input dan output yang terjadi selama proses terjadi. Oleh karena itu kita harus mengerti tentang suatu keadaaan adakah masalah atau akan ada masalah. 2. Menganalisa bagian sistem dalam urutan tertentu. Setiap penyelesaian masalah selalu mengalami berbagai tahapan. Beberapa sistem dianalisis secara berurutan. 3. Mengevaluasi standar : Standar harus sah, realistik, dimengerti, terukur. Standart harus sah Realistik Dimengerti Terukur : sesuai ketentuan atau peraturan yang ada. : dengan cara berfikir secara logika. : mengerti isi atau maksud dari suatu definisi. :mengetahui dimengerti. 4. Membandingkan output sistem dengan standar. Hasil dari sebuah sitem tersebut dibandingkan dengan hasil evaluasi standart yang akan seberapa luas definisi tersebut

menghasilkan feedback untuk memperjelas definisi tersebut. 5. Mengevaluasi manajemen. Melakukan pengumpulan data atau informasi untuk diseleksi kembali. 6. Mengevaluasi pemrosesan Informasi. Dalam proses memperoleh inforfasi kita dapat memilih informasi apa yang baik dan layak untuk digunakan untuk evalusi. 7. Mengevaluasi input dan sumber daya input. Memilih data yang tepat dari sumber yang terpercaya. 4

8. Mengevaluasi proses tranformasi. Memilih cara yang tepat untuk pengembangan definisi. 9. Mengevaluasi sumber daya output. Memilih hasil yang baik dari proses tersebut. Tahap III : Usaha Solusi Mencari solusi yang tepat bagi sebuah masalah yang sedang terjadi. 1. Mengidentifikasi solusi alternatif. Mengembangkan faktor terjadinya masalah dalam sistem dan bisa mencari beberapa solusi yang tepat dan bisa digunakan untuk penyelesaian suatu masalah. 2. Mengevaluasi solusi alternatif. Mengevaluasi semua solusi yang ada melalui pertimbangan seberapa berat tingkatan keparahan dengan kondisi riil saat ini sedang terjadi. Serta menimbang kerugian dan keuntungan dari setiap alternatif. 3. Memilih solusi terbaik. Dalam suatu masalah kita harus mengambil satu saja solusi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pemilihan solusi yang tepat bagi masalah tersebut agar semua pihak tidak ada yang dirugikan dan sistem tersebut tetap berjalan dengan lancar. 4. Menerapkan solusi terbaik. Penerapan solusi pada masalah yang terjadi. Jika solusi itu tepat maka akan terjadi perubahan yang baik pula pada pengembangan masalah jika konstan saja tanpa perubahan maka akan

terjadi dua hal. Pertama sistem akan berjalan begitu saja dan yang kedua sistem akan mengalami kemunduran tanpa perubahan lebih baik.

5. Membuat tindak lanjut bahwa solusi itu efektif. Jika penerapan solusi sudah membuahkan hasil maka akan terjadi suatu tindak lanjut dari maslah tersebut. Dan memastikan solusi mencapai kinerja yang direncanakan. Pendekatan sistem dalam perspektif 1. Pendekatan sistem sebenarnya hanyalah akal sehat. 2. Pendekatan sistem hanyalah satu cara memecahkan suatu masalah. 3. Pendekatan sistem adalah metodologi system dasar. Empat konsep dasar pendekatan sistem : 1. Spesialisasi: Suatu sistem yang dibagi menjadi beberapa komponen yang lebih kecil yang memungkinkan konsentrasi lebih khusus pada setiap bagian komponennya. Pembagian tersebut bertujuan untuk memaksimalkan kinerja komponen tersebut dengan tercapainya tujuan yang maksimal. Misalnya dalam suatu perusahaan ada pembagian komponen masing-masing seperti adanya bagian marketing yang tugasnya memasarkan produk, bagian keuangan mengatur keuangan perusahaan. 2. Pengelompokan: Pengelompokan ini bertujuan agar tidak terjadi

kompleksitas dan agar tercipta suatu kedisiplinan kelompok data sub disiplin. Hal tersebut mempengaruhi terjadinya suatu relasi yang baik dalam suatu sistem yang berlaku sehingga dalam suatu kelompok tersebut bisa memaksimalkan tugas dan mencapai hasil yang maksimal. 3. Koordinasi: Dalam suatu kelompok terdapat komponen dan sub komponen yang memaksimalkan koordinasi interaksi antar kelompok. Komponen

tersebut sangat berperan untuk memaksimalkan kerjasama antar kelompok dan tujuan kelompok masing-masing. 4. Perlengkapan darurat: Dalam suatu sistem terdapat subsistem yang terbagi atas beberapa komponen untuk memahami pengakuan dan memahami sifat yang muncul dari sebuah sistem. Mengakui sistem secara keseluruhan lebih besar daripada jumlah pada setiap bagiannya. Subsistem tersebut menjelaskan bahwa setiap kompone merupakan penjelasan kompleks dari sebuah sistem yang merupakan struktur dan ruang pada sistem yang menjadikan sebuah ciri khas dari sebuah sistem tersebut.

BAB 2 SISTEM DAN SUBSISTEM MANAJEMEN, ORGANISASI, KEBIJAKAN 2.1 Jenjang Sistem Telah disebutkan bahwa sistem, meskipun satu kesatuan yang terpadu, tetapi sistem tersebut tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan. Tergantung dari jenisnya, maka yang dimaksud dengan lingkungan tersebut amat beraneka ragam. Selanjutnya peranan dan kedudukan sistem terhadap lingkungan berbeda pula. Untuk memudahkan pemahaman, peranan dan kedudukan sistem tehadap lingkungan yang beraneka ragam ini sering digambarkan dalam bentuk penjenjangan sistem. Batasan tentang penjenjangan sistem banyak macamnya. Secara sederhana yang dimaksud dengan penjenjangan sistem adalah pembagian sistem ditinjau dari sudut peranan dan kedudukannya terhadap lingkungan. Untuk ini penjenjangan sistem tersebut dapat dibedakan atas tiga macam yakni: a. Suprasistem Suprasistem adalah lingkungan dimana sistem tersebut berada. Lingkungan yang dimaksud di sini juga berbentuk suatu sistem tersendiri, yang kedudukan dan peranannya lebih luas. Sistem yang lebih luas ini mempengaruhi sistem tetapi tidak dikelola oleh sistem. Suatu sistem dapat mempunyai suatu sistem yang lebih yang luas.

b. Sistem Sistem adalah sesuatu yang sedang diamati yang menjadi objek dan subjek pengamatan. c. Subsistem Subsistem adalah bagian dari sistem yang secara mandiri membentuk sistem pula. Sistem yang mandiri ini kedudukan dan peranannya lebih kecil dari pada sistem. Tergantung dari kedudukan dan peranan yang sedang diamati, maka sesuatu dapat berperan sebagai suprasistem, sistem atau subsistem. Jika yang diamati adalah rumah sakit, maka rumah sakit adalah sistem. Suprasistemnya ialah Sistem Kesehatan Nasional sedangkan subsistemnya ialah berbagai unit fungsional yang terdapat di rumah sakit. 2.2 Sistem dan Subsistem Manajemen a. Sistem Manajemen Menurut Terry (1960) pengertian manajemen adalah : The accomplishing of a predetermined objectives through the effort other people Menurut Johnson et al, (1993) pengertian sistem adalah A system is an organized or complex whole: an assemblage or combination of things or parts forming a complex or unitary whole. Sistem manajemen diartikan sebagai suatu sistem yang diterapkan pada suatu perusahaan oleh seorang manajer untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki dengan mengolah sumber daya yang ada. Penerapan sistem ini bergantung pada karakter dari seorang manajer itu sendiri dan perusahaan yang 9

dipimpinnya. Adapun bagian utama pada manajemen sistem adalah input, process, output. b. Subsistem Manajemen Subsistem adalah bagian dari sistem yang secara mandiri membentuk sistem pula. Sistem adalah gabungan dari beberapa elemen (sub sistem) didalam suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Dalam subsistem juga terjadi suatu proses yang berfungsi sebagai suatu kesatuan sendiri sebagai bagian dari subsistem. Sistem terbentuk dari elemen atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Subsistem dalam manajemen meliputi: 1) Input Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Input merupakan bagian awal kebutuhan dari sistem yang menyediakan

operasi bagi sistem. Input ini akan berbeda-beda

sesuai dengan sasaran operasi dari suatu sistem, misalnya bahan baku untuk digunakan dalam proses produksi, bahan kuliah untuk digunakan dalam pembelajaran. Namun demikian, adakalanya untuk operasional dari sistem dibutuhkan berbagai input yang berbeda satu sama lainnya. 10

Input dalam manajemen mempunyai beberapa element seperti man, money, machine, method, material, market, technologi, time, information. a. Man : MSDM (Manajemen Sumber Daya Manusia) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja secara efisien dan efektif sehingga tercapai tujuan bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat. b. Money : Uang merupakan sumber daya yang terbatas, oleh karena itu harus dapat dikelola dengan sebaik mungkin. Dalam perencanaan diri ataupun organisasi dibutuhkan pengelolaan uang yang meliputi pemasukan dan pengeluaran. 1. Pemasukan: dari mana uang berasal, harus berasal dari sumber yang sah dan halal. 2. Pengeluaran: ke mana uang akan dibelanjakan, digunakan untuk kepentingan-kepentingan yang sesuai dengan tujuan kegiatan, baik diri pribadi maupun organisasi. c. Material: Hal yang berhubungan logistik) ini dengan lebih material manajemen pada

(manajemen

memperhatikan

penyediaan, inventaris, tingkat produksi, pola penentuan staff, jadwal, dan distribusi. 11

d.

Methods: Adalah suatu cara dalam menunjukkan perusahaan menjadi biaya rendah, kualitas tinggi, bertanggung jawab terhadap lingkungan, keselamatan pemimpin sadar dalam industri mereka.

e.

Machines: Machine adalah penciptaan atau penambahan fungsi, bentuk, waktu dan tempat untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Produk adalah hasil dari kegiatan produksi yang berwujud barang dan jasa. Produsen adalah orang atau badan ataupun lembaga lain yang menghasilkanproduk. Tujuan manajemen produksi adalah memproduksi atau mengatur produksi barang dan jasa dalam jumlah, kualitas, harga, waktu serta tempat tertentu sesuai dengan kebutuhan.

f.

Market: Pemasaran adalah analisis perencanaan, implementasi dan pengendalian atas program yang dirancang untuk

menciptakan, membangun dan menjaga pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai tujuan organisasional. g. Technology: Teknologi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali masalah teknis, konsep, dan hal lain yang sifatnya 12

tangible yang dikembangkan untuk mengatasi masalah teknis dan kemampuan untuk mengeksploitasi konsep dalam cara yang efektif . h. Time: Manajemen pengorganisasian, waktu merupakan dan perencanaan, pengawasan

penggerakan,

produktivitas waktu. Manajemen waktu bertujuan kepada produktifitas yang berarti rasio output dengan input. Merencanakan terlebih dahulu penggunaan waktu bukanlah suatu pemborosan melainkan memberikan pedoman dan arah bahkan pengawasan terhadap waktu. i. Information: Informasi dapat didefinisikan sebagai suatu kesimpulan yang didapatkan dari analisis suatu data yang behubungan dalam mengoperasikan atau menjalankan suatu organisasi. 2) Process Yang dimaksud dengan proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Proses merupakan cara atau metode untuk merubah input menjadi suatu output. Misalnya yang dilakukan mesin, tugas yang dilakukan oleh anggota dari organisasi, dan lainnya. Dalam situasi tertentu, proses tidak dapat diketahui secara detail karena 13

transformasi yang dilakukan terlalu kompleks. Kombinasi input yang berbeda, atau urutan pemakaiannya yang berbeda mungkin akan menghasilkan output yang berbeda. Misalnya, banyak pimpinan organisasi tidak dapat menentukan hubungan antara berbagai komponen dari sistem sehingga faktor mana yang dominan dalam mencapai sasaran perusahaan tidak dapat di ketahui. 3) Output Yang dimaksud dengan keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem. Output mungkin dapat berbentuk fisik maupun non fisik. Misalnya produk, informasi, dan lainnya. Output adalah hasil suatu proses, sasaran dimana sistem berada. Namun perlu ditambahkan bahwa kadang output ini akan menjadi input bagi sistem yang lain, misalnya informasi output yang dihasilkan dari proses data yang selanjutnya dapat digunakan oleh pengambil keputusan atau orang sebagai input untuk melakukan sesuatu. 4) Feed back Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

14

5) Lingkungan Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. c. Contoh Sistem Manajemen dalam Bidang Kesehatan Dalam bidang kesehatan pun perlu terselenggaranya sistem untuk mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi. Contoh sistem dalam bidang kesehatan yang akan kami paparkan adalah Sistem Pelayanan Kesehatan Terpadu. SISTEM PELAYANAN KESEHATAN TERPADU
INP UT 6M

PROSES Program Pokok Puskesma s

OUTPUT Produk Program Yandu

EFFECT Perilaku sehat

OUTCOM E Naiknya status kesehatan

Gambar 1. Sistem Pelayanan Kesehatan Terpadu (A.A Gde Muninjaya, 2004) Pelayanan Kesehatan Terpadu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas, yaitu sebagai berikut: 1) Input Dapat berupakan sumber daya suatu sistem yaitu: a) Man : petugas medis, staf puskesmas, dan kelompok penduduk sasaran

15

b) Money : dana yang dapat digali dari swadaya masyarakat dan subsidi daerah c) Material : obat-obatan, alat kontrasepsi, vaksin, KMS (Kartu menuju Sehat), oralit, dan lain-lain d) Method : cara pengisian KMS, cara menggunakan alat kontrasepsi yang benar, dan lain-lain e) Market : berbagai faktor yang mempengaruhi program, yaitu lokasi, transport, dan lain-lain. 2) Proccess Semua kegiatan sistem yang merubah input menjadi output. Proses dari sistem pelayanan terpadu adalah semua kegiatan Pelayanan Kesehatan Terpadu mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,

pelaksanaan program, dan pemantauan. Beberapa Pelayanan Kesehatan Terpadu adalah Pengobatan, Lab, KIA (Kesehatan Ibu dan anak), KB, PKM (Pelayanan Kesehatan Masyarakat) , Usaha peningkatan gizi masyarakat, dan lain-lain. 3) Output Merupakan hasil langsung suatu sistem. Yang menjadi output dalam sistem yandu adalah produk program yandu. Contoh produk program yandu adalah jumlah anak yang ditimbang, jumlah bayi dan bumil yang diimunisasi, jumlah PUS (Pasangan Usia Subur) yang mendapat pelayanan KB.

16

4) Effect Yaitu hasil tidak langsung yang pertama dari suatu sistem . Efek dapat dikaji melalui perubahan yang diakibatkan oleh adanya program. Contoh efek dalam sistem yandu adalah perubahan seperti perilaku sehat produk yandu. 5) Dampak Yaitu hasil tidak langsung dari proses suatu sistem. Contoh outcome pada sistem yandu adalah turunnya IMR, turunnya MMR, penurunan fertilitas PUS, yang secara spesifik dapat meningkatkan status kesehatan. 2.3 Sistem dan Subsistem dalam Organisasi a. Sistem Organisasi Organisasi dapat dikatakan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sekumpulan manusia dengan suatu perencanaan dan peraturan untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu organisasi dengan beberapa elemennya terus berinteraksi dengan lingkungannya dan mencapai suatu keseimbangan. Beberapa elemen organisasi adalah struktur, sistem prosedur, dan status yang akan dibahas dalam bab subsistem organisasi. b. Subsistem Organisasi 1. Struktur Struktur organisasi merupakan susunan beberapa komponen dalam organisasi. Dalam struktur organisasi terdapat pembagian kerja, dan koordinasi yang diintegrasikan antara masing-masing komponen. Selain itu juga terdapat spesialisasi jabatan, wewenang, dan saluran perintah. 17

2. Sistem Prosedur Sebuah organisasi diatur berdasarkan aturan yang ditetapkan bersama dengan komitmen dalam menjalankannya. Implementasi dari sistem dan prosedur ini ialah adanya ketetapan mengenai tata cara, sistem rekrut, dan birokrasi. 3. Status a. Private Istilah privat berasal dari bahasa Latin set apart (yang terpisah). Sasaran organisasi publik ditujukan pada beberapa hal yang terpisah dari masyarakat secara umum. Organisasi privat atau bisnis adalah organisasi yang ditujukan untuk menyediakan barang dan jasa kepada konsumen, yang dibedakan dari kemampuanya membayar barang dan jasa tersebut sesuai dengan hukum pasar. b. Public Istilah publik berasal dari bahasa Latin of people (yang

berkenaan dengan masyarakat), sasaran organisasi publik ditujukan kepada masyarakat umum. Organisasi publik adalah tipe organisasi yang bertujuan menghasilkan pelayanan kepada masyarakat, tanpa

membedakan status dan kedudukannya. Proses penciptaan nilai dalam organisasi publik, bukan didasarkan pada hukum penawaran dan permintaan pasar, melainkan melalui proses birokratis, yaitu izin dari lingkungan otorisasi.

18

c. Contoh Sistem Organisasi Untuk dapat melaksanakan usaha pokok Puskesmas secara efisien, efektif, produkif, dan berkualitas, Puskesmas sebaiknya menerapkan pendekatan sistem pada organisasinya : 1) Tugas Tugas pokok Puskesmas adalah melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional Dinas Kesehatan di bidang pelayanan, pembinaan dan pengembangan upaya kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Fungsi Puskesmas adalah sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan, dan sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.

19

2) Sistem & Prosedur


Subsistem personalia Pengaturan pegawai

Subsistem logistik Alat medis,obatobatan

Subsistem pencatatan dan pelaporan Pencatatan, pelaporan program, penyajian data

Subsistem pelayanan Kesehatan Promosi, pencegahan, pengobatan, rehabilitasi medis dan sosial

Subsistem Keuangan Sumber dana, gaji pegawai,alo kasi untuk program

Gambar 2. Sistem dan Prosedur PUSKESMAS (A.A. Gde Muninjaya, 2004) 3) Struktur

Gambar 3. Struktur Staff dan Lini PUSKESMAS (A.A. Gde Muninjaya, 2004)

20

2.4 Sistem dan Subsistem dalam Kebijakan a. Sistem Kebijakan Kebijakan merupakan suatu yang bisa berbentuk peraturan yang di buat oleh suatu instansi, lembaga atau seseorang agar bisa tercipta suatu kondisi yang di harapkan dalam pencapaian sebuah tujuan. Oleh karena itu maka di butuhkan komponen-komponen pelengkap agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Subsistem dari sistem kebijakan adalah : 1. Subjek Subjek di sini bisa berupa pemerintah, organisasi, lembaga atau seseorang yang membuat sebuah kebijakan, dan juga bisa sebagai pengawas berjalannya kebijakan. 2. Objek Objek di sini bisa berposisi sebagai yang menjalankan,

melaksanakan kebijakan tersebut sebagaimana mestinya. Tapi juga bisa sebagai pengawas jalannya dari kebijakan ini. 3. Aturan Suatu yang dibuat, dibentuk dan yang yang telah di sepakati bersama untuk di taati, di jalankan sebagaimana yang telah di tetapkan.

21

d.

Contoh Sistem Kebijakan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 812/Menkes/SK/VII/2007 TENTANG KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2. Undang-undang Nomor 29 tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431); 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

159b/Menkes/Per/II/1988 tentang Rumah Sakit; 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik; 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi RS di

Lingkungan Departemen Kesehatan; 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 0588/YM/RSKS/SK/VI/1992 tentang Proyek Panduan Pelaksanaan Paliatif dan Bebas Nyeri Kanker; 22

7. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 319/PB/A.4/88 tentang Informed Consent; 8. Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Nomor 336/PB/A.4/88 tentang MATI. MEMUTUSKAN: Menetapkan : Kesatu Kedua : Keputusan menteri kesehatan tentang kebijakan kesehatan paliatif : Keputusan Menteri Kesehatan mengenai Perawatan Paliatif sebagaimana dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. Ketiga : Surat Persetujuan Tindakan Perawatan Paliatif sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini Keempat : Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan ini dilakukan oleh Menteri Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Kelima Keenam : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan; : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan ini, akan dilakukan perbaikan-perbaikan sebagaimana mestinya. KEBIJAKAN PERAWATAN PALIATIF I. Pengertian a. Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan 23

penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual (sumber referensi WHO, 2002). b. Kualitas hidup pasien adalah keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya. c. Palliative home care adalah pelayanan perawatan paliatif yang dilakukan di rumah pasien, oleh tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan/ pengawasan tenaga paliatif. d. Hospis adalah tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit, tetapi dapat memberikan pelayaan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada, dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri. e. Sarana (fasilitas) kesehatan adalah tempat yang menyediakan layanan kesehatan secara medis bagi masyarakat. f. Kompeten adalah keadaan kesehatan mental pasien sedemikian rupa sehingga mampu menerima dan memahami informasi yang diperlukan dan mampu membuat keputusan secara rasional berdasarkan informasi tersebut. II. TUJUAN DAN SASARAN KEBIJAKAN A. Tujuan kebijakan Tujuan umum: 24

Sebagai payung hukum dan arahan bagi perawatan paliatif di Indonesia Tujuan khusus: 1. Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di seluruh Indonesia. 2. Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif. 3. Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih. 4. Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan. B. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif 1. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang memerlukanperawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia. 2. Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan tenaga terkait lainnya. 3. Institusi-institusi terkait, misalnya: a. Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota b. Rumah Sakit pemerintah dan swasta c. Puskesmas d. Rumah perawatan/hospis e. Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain. III. LINGKUP KEGIATAN PERAWATAN PALIATIF 21 Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi : a. Penatalaksanaan nyeri. b. Penatalaksanaan keluhan fisik lain. c. Asuhan keperawatan 25

d. Dukungan psikologis e. Dukungan sosial f. Dukungan kultural dan spiritual g. Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement). 22 Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan

kunjungan/rawat rumah. IV. ASPEK MEDIKOLEGAL DALAM PERAWATAN PALIATIF 1. Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif 2. Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif 3. Perawatan pasien paliatif di ICU 4. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif V. SUMBER DAYA MANUSIA 1. Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan, keluarga, relawan. 2. Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti

pendidikan/pelatihan perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat. 3. Pelatihan a. Modul pelatihan : Penyusunan modul pelatihan dilakukan dengan kerjasama antara para pakar perawatan paliatif dengan Departemen Kesehatan (Badan Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik). Modul-modul tersebut terdiri dari modul untuk dokter, modul untuk perawat, modul untuk tenaga kesehatan lainnya, modul untuk tenaga non medis. 26

b. Pelatih: Pakar perawatan paliatif dari RS Pendidikan dan Fakultas Kedokteran. c. Sertifikasi: dari Departemen Kesehatan c.q Pusat Pelatihan dan Pendidikan Badan PPSDM. Pada tahap pertama dilakukan sertifikasi pemutihan untuk pelaksana perawatan paliatif di 5 (lima) propinsi yaitu : Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makasar. Pada tahap selanjutnya sertifikasi diberikan setelah mengikuti pelatihan. 4. Pendidikan formal spesialis paliatif (ilmu kedokteran paliatif, ilmu keperawatan paliatif). VI. TEMPAT DAN ORGANISASI PERAWATAN PALIATIF Tempat untuk melakukan perawatan paliatif adalah: a. Rumah sakit: Untuk pasien yang harus mendapatkan perawatan yang memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus. b. Puskesmas: Untuk pasien yang memerlukan pelayanan rawat jalan. c. Rumah singgah/panti (hospis): Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus, tetapi belum dapat dirawat di rumah karena masih memerlukan pengawasan tenaga kesehatan. d. Rumah pasien: Untuk pasien yang tidak memerlukan pengawasan ketat, tindakan khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang tidak mungkin dilakukan oleh keluarga.

27

VII. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang dengan melibatkan perhimpunan profesi/keseminatan terkait. Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. VIII. PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN MUTU PERAWATAN PALIATIF Untuk pengembangan dan peningkatan mutu perawatan paliatif diperlukan : a. b. Pemenuhan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan dan non kesehatan. Pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan/Continuing Professional

Development untuk perawatan paliatif (SDM) untuk jumlah, jenis dan kualitas pelayanan. c. Menjalankan program keselamatan pasien/patient safety.

IX. PENDANAAN Pendanaan yang diperlukan untuk: 1. pengembangan sarana dan prasarana 2. peningkatan kualitas SDM/pelatihan 3. pembinaan dan pengawasan 4. peningkatan mutu pelayanan. Sumber pendanaan dapat dibebankan pada APBN/APBD dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat. Untuk perawatan pasien miskin dan PNS dapat dimasukan dalam skema Askeskin dan Askes.

28

X. PENUTUP Untuk pelaksanaan kebijakan ini masih diperlukan Petunjuk Pelaksanaan Perawatan Paliatif. Untuk pelaksanaan pelatihan-pelatihan diperlukan Modul Pelatihan Perawatan Paliatif. Langkah-langkah ini akan dilakukan oleh para ahli dan Departemen Kesehatan. Berdasar contoh diatas dapat dianalisis kompnen-komponen sistem kebijakan : 1) Subjek Subjek pada contoh kebijakan di atas yaitu pemerintah (MENKES). 2) Obyek Tapi dalam contoh di atas yang menjadi objek adalah rakyat yang kurang mampu secara ekonomi, rumah sakit, puskesmas dan juga dinkes provinsi ataupum dinkes kabupaten/kota dll. 3) Aturan Dalam contoh di atas bisa berupa landasan undang-undang, kepmenkes, kemudian juga bisa aturan-aturan dalam melakukan dan perawatan paliatif.

29

BAB 3 ANALISIS STATUS KESEHATAN MENURUT H.L BLUM, ISHIKAWA, DAN W. TAYLOR 3.1 Analisis status kesehatan dengan menggunakan sistem H.L Blum Sistem Blum ini sering di gunakan oleh perencana kesehatan dan pendidikan kesehatan sebagai alasan untuk pendekatan sistem kesehatan. Sistem Blum merupakan kombinasi antara fisik, psikologis, dan kesejateraa sosial yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan individu atau masyarakat. Sistem Blum memiliki empat faktor penentu timbulnya gangguan kesehatan pada seorang individu atau kelompok masyarakat. Keempat faktor tersebut adalah : a. Faktor perilaku atau gaya hidup Faktor perilaku atau gaya hidup adalah determinan yang paling besar dan paling sulit di tanggulangi karena sangat berpengaruh pada kesehatan seseorang atau kelompok. Gaya hidup yang serba berlebihan juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Misal pada pola makan kita , jika kita sering makan berlebihan menyebabkan kadar lemak tinggi maka akan berpengaruh terhadap kesehatan seseorang dan seseorang itu bisa terkena penyakit kolestrol, diabetes meliitus, jantung, dan sebagainya. b. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan ini dapat mempengaruhi kesehatan kita sebelum dan sesudah lahir. Hal ini juga dapat bersifat positif atau negative terhadap kesehatan kita. Contohnya sebelum bayi di lahirkan ke dunia, ibu 30

mengkonsumsi makan yang bergizi dan bernutrisi atau meningkatkan asupan vitamin yang dapat mempengaruhi kesehatan bayi dalam janin. Dalam kasus ini selalu menghasilkan sifat yang positif karena setiap ibu di dunia ini, selalu ingin melahirkan anak yang sehat. Setelah lahir di dunia, kualitas dari udara, air, makanan, minuman, dan perumahan juga mempengaruhi kesehatan masyarakat. Apabila warga meminum air yang kotor maka bisa menyebabkan kita sakit perut dan diare. Apabila udara yang ada di sekitar warga lembab diperparah dengan kebiasaan merokok di masyarakat maka dapat mempengaruhi kesehatan dan menyebakan sesak nafas, TBC, gizi buruk, dan sebagainya. Lalu jika kita mendengar suara yang terlalu keras dan bising dapat menyebabkan stress. c. Faktor Sosial Demografi Faktor sosial demografi bisa di lihat dari tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi. Tingginya tingkat pendidikan dan ekonomi, membuat mereka mengerti akan status kesehatan masing-masing. d. Faktor Pelayanan Kesehatan Faktor pelayanan kesehatan memiliki resiko minimal terhadap kesehatan yang di alami oleh manusia. Usaha yang dilakukan dalam faktor ini adalah melalui pendekatan preventif yaitu tidak menunggu orang sakit. Hal yang dilakukan dalam pendekatan preventif seperti penyuluhan kepada masyarakat. Selain itu, cara operasional rumah sakit diubah menjadi lebih ramah dan bersahabat terhadap pasien agar pasien mau di ajak berobat, sebelum penyakit yang di derita pasien menjadi lebih parah. Penyuluhan 31

yang di berikan kepada masyarakat agar dapat mencegah suatu penyakit menyebar luas di daerah yang terkena wabah. Penyuluhan yang di berikan seperti imunisasi campak terhadap balita agar si balita tidak terkena campak. Pemakain kondom kepada wanita tuna susila agar tidak menyebarkan penyakit IMS. Cara mencegah demam berdarah, kita sebagai sarjana kesehatan masyarakat mensosialisasikan 3M dan sebagainya. 3.2 Sistem Ishikawa Sistem Ishikawa ini biasanya menggunakan metode diagram affinity, adanya hubungan sebab-akibat, yang disebut juga diagram duri ikan. Sehingga terdapat keterkaitan antara penyebab yang satu dengan penyebab yang lain, apabila salah satunya mengalami disorganisasi, maka memungkinkan akibatnya akan berbeda jauh dari hasil yang diharapkan. Dalam penggunaannya, diagram duri ikan berupa kosongan yang kemudian nama dari tiap percabangan disesuaikan dengan teori mengenai penyebab dan kualitas perbedaan. Kategori yang secara khas biasa digunakan yaitu menggunakan kategori 4M, diantaranya: material, machines, manpower, dan methods. Kemudian nama dan kategori dapat dipilih sesuai masalah. Biasanya menggunakan 7 kategori, diantaranya: desain, perlengkapan, prosedur, operator , persedian dan material, lingkungan dan penekanan produksi. Contoh diagram duri ikan ini tidak menggunakan desain, perlengkapan dan pemasukan serta material dikombinasikan, operator terbagi menjadi dua 32

bagian yakni para ahli dan pasien, sedangkan prosedur terbagi menjadi komunikasi dan manajemen. Selain itu tekanan produksi juga termasuk dalam manajemen.

Lingkungan

Profesional

Pasien

Mengatur

Pendidikan & Latihan

Perawatan Keluarga
Penyakit tak Terkendali

Kebijakan Kesehatan

Dokumentasi

Produk Obat

Komunikasi

Manajemen

Fasilitas dan perlengkapan

Gambar 4. Diagram Isyikawa (Fish Bone) (Richard Segal Hepler, 2003) 3.3 Frederick W. Taylor ( Scientific Management ) Analisis menurut Taylor lebih dikenal dengan manajemen ilmiah (scientific management), dimana berfokus pada analisis alur kerja sampai mendapatkan sintesis untuk peningkatan produktivitas tenaga kerja. Analisis ini menggunakan empat faktor dalam prosesnya, yaitu: a. Menghilangkan sistem percobaan dan menerapkan metode ilmu pengetahuan disetiap unsur kegiatan. b. Memilih pekerjaan terbaik untuk setiap tugas tertentu, selanjutnya memberikan latihan dan pendidikan kepada pekerja.

33

c. Setiap pekerja harus menerapkan hasil ilmu pengetahuan di dalam menjalankan tugas. d. Harus menjalin kerjasama yang baik antara pimpinan dan pekerja, diperlukan revolusi mental dikalangan manajer dan pekerja.

34

BAB 4 PENJELASAN BERBAGAI SUBSISTEM DALAM SKN 2009

4.1 Pengertian SKN 2009 SKN (Sistem Kesehatan Nasional) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan. SKN 2009 merupakan suatu program pelaksanaan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat. Penyusunan SKN 2009 ini dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN 2004 dengan berbagai perubahan, agar dapat dipergunakan sebagai pedoman tentang bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Landasan SKN 1. Landasan Idiil, yaitu Pancasila. 2. Landasan Konstitusional, yaitu UUD 1945, khususnya: Pasal 28 A, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya; Pasal 28 H ayat (1), setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan ayat (3), setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat; serta Pasal 34 ayat (2), Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan dan ayat (3), Negara 35

bertanggung-jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak; Pasal 28 B ayat (2), setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang; Pasal 28 C ayat (1), setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 3. Landasan Operasional meliputi seluruh ketentuan peraturan perundangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan. Beberapa peraturan perundangan tersebut terdapat dalam Lampiran-1 dari RPJP-K Tahun 2005-2025. Dasar SKN Dalam penyelenggaraan, SKN perlu mengacu pada dasar-dasar sebagai berikut: 1. Hak Asasi Manusia (HAM) Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam Pembukaan Undangundang Dasar 1945, yaitu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat, maka setiap penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 antara lain menggariskan bahwa setiap rakyat berhak atas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya tanpa membedakan suku, golongan, agama, jenis 36

kelamin, dan status sosial ekonomi. Setiap anak dan perempuan berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2. Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi balk untuk mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional. Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masingmasing. Kemitraan tersebut diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan berdaya guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya 3. Komitmen dan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance) Agar SKN berfungsi baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (good governance). Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian

37

hukum, terbuka (transparan), rasional, profesional, serta bertanggungjawab dan bertanggung-gugat (akuntabel). 4. Dukungan Regulasi

Dalam menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya berbagai peraturan perundangan yang mendukung

penyelenggaraan SKN dan penerapannya (law enforcement). 5. Antisipatif dan Pro Aktif

Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu melakukan antisipasi atas perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu pada antisipasi tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif terhadap perubahan lingkungan strategis balk yang bersifat internal maupun eksternal. 6. Responsif Gender

Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan dan program serta dalam pelaksanaan program kesehatan harus menerapkan kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender dalam pembangunan kesehatan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta kesamaan dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk

38

menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan. 7. Kearifan Lokal

Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan dan menggunakan potensi daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan daya guna pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari meningkatnya peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya kualitas hidup jasmani dan rohani. Dengan demikian kebijakan pembangunan daerah di bidang kesehatan harus sejalan dengan SKN, walaupun dalam prakteknya, dapat disesuaikan dengan potensi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat di daerah terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat. Tujuan SKN Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam Sistem Kesehatan Nasional 2009, terdapat enam subsistem yang mendasari terwujudnya pembangunan kesehatan yang baik, dan berkesinambungan. Keenam subsistem tersebut antara lain : subsistem upaya kesehatan; pembiayaan kesehatan; sumber daya manusia kesehatan; farmasi, alat kesehatan dan makanan, manajemen dan informasi kesehatan; serta pemberdayaan masyarakat.

39

4.2 Subsistem Upaya Kesehatan 1. Pengertian Subsistem Upaya Kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan upaya kesehatan yang paripurna, terpadu, dan berkualitas, meliputi upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemulihan, yang diselenggarakan guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 2. Tujuan Tujuan dari penyelenggaraan subsistem upaya kesehatan adalah terselenggaranya upaya kesehatan yang adil, merata, terjangkau, dan bermutu untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 8. Unsur-unsur a. Upaya Kesehatan Pelayanan kesehatan meliputi peningkatan, pencegahan,

pengobatan, dan pemulihan, baik pelayanan kesehatan konvensional maupun pelayanan kesehatan yang terdiri dari pengobatan tradisional dan komplementer melalui pendidikan dan pelatihan dengan selalu mengutamakan keamanan dan efektifitas yang tinggi. b. Sumber Daya Upaya Kesehatan Sumber daya upaya kesehatan terdiri dari SDM kesehatan, biaya, sarana dan prasarana, termasuk fasilitas pelayanan kesehatan, sediaan farmasi

40

dan alat kesehatan, serta manajemen dan sistem informasi kesehatan yang memadai guna terselenggaranya upaya kesehatan. c. Pembinaan dan Pengawasan Upaya Kesehatan Pelayanan kesehatan harus diberikan berdasarkan standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan masukan dari organisasi profesi. Pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan dilakukan secara berjenjang melalui standarisasi, sertifikasi, lisensi, akreditasi, dan penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah bersama dengan organisasi profesi dan masyarakat. d. Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Penelitian dan pengembangan dilakukan utamanya untuk mendukung peningkatan mutu upaya kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan didasarkan pada masalah kesehatan prioritas, sumber daya kesehatan, serta aspek terkait lainnya dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai. 9. Prinsip a. Berkesinambungan dan Paripurna Upaya kesehatan bagi masyarakat diselenggarakan secara

berkesinambungan dan paripurna meliputi upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan hingga pemulihan, serta rujukan antar tingkatan upaya.

41

b. Bermutu, Aman, dan Sesuai Kebutuhan Pelayanan kesehatan bagi masyarakat harus berkualitas, terjamin keamanannya bagi penerima dan pemberi upaya, dapat diterima masyarakat, efektif dan sesuai, serta mampu menghadapi tantangan global dan regional. c. Adil dan Merata Pemerintah wajib menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan di luar negeri dalam kondisi tertentu. d. Non diskriminatif Setiap penduduk harus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis, bukan status sosial ekonomi dan tidak membedabedakan suku/ras, budaya dan agama, dengan tetap memperhatikan pengarus-utamaan gender. e. Terjangkau Ketersediaan dan pembiayaan pelayanan kesehatan yang bermutu harus terjangkau oleh seluruh masyarakat. f. Teknologi Tepat Guna Upaya kesehatan menggunakan teknologi tepat guna yang berbasis bukti. Teknologi tepat guna berasas pada kesesuaian kebutuhan dan tidak bertentangan dengan etika, moral, dan nilai agama.

42

g. Bekerja dalam Tim secara Cepat dan Tepat Upaya kesehatan dilakukan secara kerjasama tim, melibatkan semua pihak yang kompeten, dilakukan secara cepat dengan ketepatan atau presisi yang tinggi. 4.3 Subsistem Pembiayaan Kesehatan 1. Pengertian Subsistem pembiayaan berbagai kesehatan upaya adalah bentuk dan cara

penyelenggaraan pembelanjaan

penggalian, pengalokasian, dan mendukung penyelenggaraan

dana

kesehatan

untuk

pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 2. Tujuan Tujuan dari penyelenggaraan subsistem pembiayaan kesehatan adalah tersedianya dana kesehatan dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan sesuai peruntukannya untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 3. Unsur-unsur a. Dana Dana digali dari sumber pemerintah balk dari sektor kesehatan dan sektor lain terkait, dari masyarakat, maupun swasta serta sumber lainnya yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan 43

kesehatan. Dana yang tersedia harus mencukupi dan dapat dipertanggungjawabkan serta dipertanggung-gugatkan. b. Sumber Daya Sumber daya dari subsistem pembiayaan kesehatan, meliputi: SDM pengelola, sarana, standar, regulasi, dan kelembagaan yang digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan. c. Pengelolaan Dana Kesehatan Prosedur/mekanisme pengelolaan dana kesehatan adalah seperangkat aturan yang disepakati dan secara konsisten dijalankan oleh para pelaku subsistem pembiayaan kesehatan, balk oleh pemerintah secara lintas sektor, swasta, maupun masyarakat yang mencakup mekanisme penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan. 4. Prinsip a. Kecukupan Pembiayaan kesehatan pada dasarnya merupakan tanggung-jawab bersama pemerintah, masyarakat, dan swasta. Alokasi dana yang berasal dari pemerintah untuk upaya kesehatan dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan belanja, baik pusat maupun daerah, terus diupayakan peningkatan dan kecukupannya sesuai kebutuhan

44

menuju sekurang-kurangnya 5% dari PDB atau 15% dari total anggaran pendapatan dan belanja setiap tahunnya. Pembiayaan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu merupakan tanggung-jawab pemerintah. Dana kesehatan diperoleh dari berbagai sumber, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun swasta yang harus digali dan dikumpulkan serta terus ditingkatkan untuk menjamin kecukupan agar jumlahnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dikelola secara adil, transparan, akuntabel, berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan secara tepat memperhatikan subsidiaritas dan fleksibilitas,

berkelanjutan, serta menjamin terpenuhinya ekuitas. b. Efektif dan Efisien Dalam menjamin efektifitas dan efisiensi penggunaan dana kesehatan, maka pembelanjaannya dilakukan melalui kesesuaian antara

perencanaan pembiayaan kesehatan, penguatan kapasitas manajemen perencanaan anggaran dan kompetensi pemberi pelayanan

kesehatan; sistem pembayaran pada fasilitas kesehatan perlu dikembangkan menuju bentuk pembayaran prospektif. c. Adil dan Transparan Dana kesehatan yang terhimpun balk dari pemerintah maupun masyarakat dimanfaatkan secara adil dalam rangka menjamin terpeliharanya dan terlindunginya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. 45

Dana

kesehatan

digunakan

secara

bertanggung-jawab

dan

bertanggung-gugat berdasarkan prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance), transparan, dan mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. 4.4 Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan 1. Pengertian Subsistem SDM Kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan upaya pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan, yang meliputi: upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sumber Daya Manusia Kesehatan adalah tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya seperti dalam upaya dan manajemen kesehatan. 2. Tujuan Tujuan dari penyelenggaraan subsistem SDM Kesehatan adalah

tersedianya SDM Kesehatan yang kompeten sesuai kebutuhan yang terdistribusi secara adil dan merata serta didayagunakan secara optimal dalam mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

46

3. Unsur-unsur a. Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDM Kesehatan) Sumber daya manusia Kesehatan, baik tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung/penunjang kesehatan, mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (hak asasi) dan sebagai makhluk sosial, dan wajib memiliki kompetensi untuk mengabdikan dirinya di bidang kesehatan, serta mempunyai etika, berakhlak luhur, dan berdedikasi tinggi dalam melakukan tugasnya. b. Sumber Kesehatan Sumber daya pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan adalah sumber daya pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan, yang meliputi: berbagai standar kompetensi, modul dan kurikulum serta metode pendidikan dan latihan, sumber daya manusia pendidikan dan pelatihan, serta institusi/fasilitas pendidikan dan pelatihan yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan. Dalam sumber daya ini juga termasuk sumber daya manusia, dana, cara atau metode, serta peralatan dan perlengkapan untuk melakukan perencanaan, pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan. Daya Pengembangan dan Pemberdayaan SDM

47

c. Penyelenggaraan Kesehatan

Pengembangan

dan

Pemberdayaan

SDM

Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan meliputi upaya perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, serta

pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan. Perencanaan SDM Kesehatan adalah upaya penetapan jenis, jumlah, kualifikasi, dan distribusi tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesehatan. Pengadaan SDM Kesehatan adalah upaya yang meliputi pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan kesehatan. Pendayagunaan SDM Kesehatan adalah upaya pemerataan dan pemanfaatan serta pengembangan SDM Kesehatan. Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan adalah upaya untuk mengarahkan, memberikan dukungan, serta mengawasi

pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan. 4. Prinsip a. Adil dan Merata serta Demokratis Pemenuhan ketersediaan SDM Kesehatan ke seluruh wilayah Indonesia harus berdasarkan pemerataan dan keadilan sesuai dengan potensi dan kebutuhan pembangunan kesehatan serta dilaksanakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak

48

asasi manusia, nilai keagamaan, nilai budaya, dan kemajemukan bangsa. b. Kompeten dan Berintegritas Pengadaan SDM Kesehatan melalui pendidikan dan pelatihan yang sesuai standar pelayanan dan standar kompetensi serta menghasilkan SDM yang menguasai iptek, profesional, beriman, bertaqwa, mandiri, bertanggung-jawab, dan berdaya saing tinggi. c. Objektif dan Transparan Pembinaan dan pengawasan serta pendayagunaan (termasuk pengembangan karir) SDM kesehatan dilakukan secara objektif dan transparan berdasarkan prestasi kerja dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan kesehatan. d. Hierarki dalam SDM Kesehatan Pengembangan dan pemberdayan SDM Kesehatan dalam mendukung pembangunan kesehatan perlu memperhatikan adanya susunan hierarki SDM Kesehatan yang ditetapkan berdasarkan jenis dan tingkat tanggung-jawab, kompetensi, serta keterampilan masingmasing SDM Kesehatan. 4.5 Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan 1. Pengertian Menurut Kepmenkes/374/Menkes/SK/2009, subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan

49

berbagai upaya yang menjamin keamanan, khasiat/manfaat, mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan. 2. Tujuan Tujuan penyelenggaraan subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah tersedianya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang terjamin aman, berkhasiat/bermanfaat dan bermutu, dan khusus untuk obat dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 3. Unsur-unsur a. Komoditi Sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah komoditi untuk penyelenggaraan upaya kesehatan; makanan adalah komoditi yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Sediaan farmasi harus tersedia dalam jenis, bentuk, dosis, jumlah, dan khasiat yang tepat; alat kesehatan tersedia dalam jenis, bentuk, jumlah, dan fungsinya; serta makanan meliputi jenis dan manfaat. b. Sumber Daya Sumber daya manusia sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan harus dengan jumlah yang cukup serta mempunyai standar kompetensi yang sesuai dengan etika profesi. Fasilitas sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan adalah peralatan atau tempat yang harus memenuhi Norma, Standar, Prosedur, dan

50

Kriteria yang telah ditetapkan, balk di fasilitas produksi, distribusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan primer, sekunder, dan tersier. Pembiayaan yang cukup dari pemerintah diperlukan untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat dan alat kesehatan esensial bagi masyarakat miskin. c. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian ditujukan untuk dapat menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, secara rasional, aman, dan bermutu di semua sarana pelayanan kesehatan dengan mengikuti norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan. d. Pengawasan Pengawasan yang komprehensif dengan melaksanakan regulasi yang balk (Good Regulatory Practices), ditujukan untuk menjamin setiap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu yang ditetapkan yang didukung oleh laboratorium pengujian yang handal. e. Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat senantiasa dilibatkan secara aktif agar sadar dan dapat lebih berperan dalam penyediaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan serta terhindar dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan.Penyediaan unit pelayanan publik bidang kesehatan untuk menangani berbagai masalah yang mudah diakses 51

oleh masyarakat dan menerima keluhan atau pertanyaan terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan. 4. Prinsip a. Aman, Berkhasiat, Bermanfaat, dan Bermutu Pemerintah menjamin keamanan, khasiat, manfaat, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan melalui pembinaan, pengawasan, dan pengendalian secara profesional, bertanggungjawab, independen, transparan, dan berbasis bukti ilmiah.Sedangkan pelaku usaha bertanggungjawab atas keamanan, khasiat atau manfaat, dan mutu produk sesuai dengan fungsi usahanya dan peraturan yang berlaku. b. Tersedia, Merata, dan Terjangkau Obat merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak tergantikan dalam pelayanan kesehatan, sehingga obat tidak boleh diperlakukan sebagai komoditas ekonomi semata. c. Rasional Setiap pelaku pelayanan kesehatan harus selalu bertindak

berdasarkan bukti ilmiah terbaik dan prinsip tepat biaya (cost-effective) serta tepat manfaat (cost-benefit) dalam pemanfaatan obat agar memberikan hasil yang optimal. d. Transparan dan Bertanggung-jawab Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, lengkap, dan tidak menyesatkan tentang sediaan farmasi, alat

52

kesehatan, dan makanan dari produsen, distributor, dan pelaku pelayanan kesehatan. e. Kemandirian Potensi sumber daya dalam negeri, utamanya bahan baku obat dan obat tradisional harus dikelola secara profesional, sistematis, dan berkesinambungan sehingga memiliki daya saing tinggi dan

mengurangi ketergantungan dari sumber daya luar negeri serta menjadi sumber ekonomi masyarakat dan devisa negara. 4.6 Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan 1. Pengertian Subsistem manajemen dan informasi kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan yang menghimpun berbagai upaya kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, pengaturan hukum kesehatan, pengelolaan data dan informasi kesehatan yang mendukung subsistem lainnya dari SKN guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 2. Tujuan Tujuan subsistem manajemen dan informasi kesehatan adalah terwujudnya kebijakan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, berbasis bukti dan operasional, terselenggaranya beberapa fungsi administrasi kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan akuntabel, serta didukung oleh hukum kesehatan dan sistem informasi kesehatan untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. 53

3. Unsur-unsur
a.

Kebijakan Kesehatan Kebijakan kesehatan merupakan pedoman yang menjadi acuan bagi semua pelaku pembangunan kesehatan, balk pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan memperhatikan kerangka desentralisasi dan otonomi daerah.

b.

Administrasi Kesehatan Administrasi kesehatan merupakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggung-jawaban

penyelenggaraan pembangunan kesehatan.


c.

Hukum Kesehatan Hukum kesehatan merupakan keseluruhan peraturan perundangan di bidang kesehatan dan segala tindakan penyebarluasan, penerapan, dan penegakan aturan tersebut dalam rangka memberikan perlindungan, terutama kepada individu dan masyarakat dan sebagai sarana untuk memfasilitasi penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

d.

Informasi Kesehatan Informasi kesehatan merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan data sebagai masukan bagi pengambilan keputusan di bidang kesehatan.

e.

Sumber daya Manajemen Kesehatan dan Informasi Kesehatan Sumber daya manajemen kesehatan dan informasi kesehatan, meliputi: SDM, dana, sarana prasarana, standar, dan kelembagaan yang

54

digunakan secara berhasil guna dan berdaya guna dalam upaya mendukung terselenggaranya pembangunan kesehatan. 4. Prinsip a. Inovasi atau Kreativitas Penyelenggaraan manajemen dan informasi kesehatan harus mampu menciptakan daya tahan dan kesinambungan kinerja sistem melalui inovasi/kreatifitas dalam menghadapi perubahan dan tantangan

pembangunan kesehatan dengan lebih balk. b. Kepemimpinan yang Visioner Bidang Kesehatan Kepemimpinan yang visioner bidang kesehatan adalah kepemimpinan yang mempunyai visi, keteladanan, dan bertekad dalam pembangunan kesehatan. c. Sinergisme yang Dinamis Pendekatan manajemen kesehatan merupakan kombinasi dari pendekatan sistem, kontingensi, dan sinergi yang dinamis.Dalam manajemen ini penting adanya interaksi, transparansi, interelasi dan interdependensi yang dinamis di antara para pelaku pembangunan kesehatan.Dalam manajemen kesehatan ini prinsip efisiensi, efektifitas, dan transparansi sangat penting.Perencanaan kebijakan, program, dan anggaran perlu disusun secara terpadu. d. Kesesuaian dengan Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia Manajemen dan informasi kesehatan menjadi pendukung utama dalam

55

pelaksanaan desentralisasi dengan mempertimbangkan komitmen global dalam pembangunan kesehatan. 4.7 Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
1.

Pengertian Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah bentuk dan cara

penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan, baik perorangan, kelompok, maupun masyarakat secara terencana, terpadu, dan berkesinambungan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
2.

Tujuan Tujuan subsistem pemberdayaan masyarakat adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif dalam setiap

pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan. 3. Unsur-unsur a. Penggerak Pemberdayaan Pemerintah, masyarakat, dan swasta menjadi inisiator, motivator, dan fasilitator yang mempunyai kompetensi memadai dan dapat membangun komitmen dengan dukungan para pemimpin, balk formal maupun non formal. b. Sasaran Pemberdayaan Perorangan (tokoh masyarakat, tokoh agama, politisi, figur masyarakat, dan sebagainya), kelompok (organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, 56

kelompok masyarakat), dan masyarakat luas serta pemerintah yang berperan sebagai agen perubahan untuk penerapan perilaku hidup sehat (subjek pembangunan kesehatan). c. Kegiatan Hidup Sehat Kegiatan hidup sehat yang dilakukan sehari-hari oleh masyarakat, sehingga membentuk kebiasaan dan pola hidup, tumbuh dan berkembang, serta melembaga dan membudaya dalam kehidupan bermasyarakat. d. Sumber Daya Potensi yang dimiliki oleh masyarakat, swasta, dan pemerintah yang meliputi: dana, sarana dan prasarana, budaya, metode, pedoman, dan media untuk terselenggaranya proses pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan. 4. Prinsip a. Berbasis Masyarakat Pembangunan kesehatan berbasis pada tata nilai perorangan, keluarga, dan masyarakat sesuai dengan keragaman sosial budaya, kebutuhan, permasalahan, serta potensi masyarakat (modal sosial). b. Edukatif dan Kemandirian Pemberdayaan masyarakat dilakukan atas dasar untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan, serta menjadi penggerak dalam pembangunan kesehatan.

57

Kemandirian bermakna sebagai upaya kesehatan dari, oleh, dan untuk masyarakat sehingga mampu untuk mengoptimalkan dan menggerakkan segala sumber daya setempat serta tidak bergantung kepada pihak lain. c. Kesempatan Mengemukakan Pendapat dan Memilih Pelayanan Kesehatan Masyarakat mempunyai kesempatan untuk menerima pembaharuan, tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan bertanggung-jawab, serta kemudahan akses informasi, mengemukakan pendapat dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kesehatan diri, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. d. Kemitraan dan Gotong-royong Semua pelaku pembangunan kesehatan baik sebagai penyelenggara maupun sebagai pengguna jasa kesehatan dengan masyarakat yang dilayani berinteraksi dalam semangat kebersamaan, kesetaraan, dan saling memperoleh manfaat. Tumbuhnya rasa kepedulian, tenggang rasa, solidaritas, empati, dan kepekaan masyarakat dalam menghadapi potensi dan masalah kesehatan yang akhirnya bermuara dalam semangat gotongroyong sesuai dengan nilai luhur bangsa. Kesemuanya itu dapat dilaksanakan bila kebutuhan masyarakat telah dipenuhi secara wajar.

58

BAB 5 PENJELASAN BERBAGAI SUBSISTEM DALAM SJSN 2004

5.1 Pengertian Jaminan Sosial dan Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Nomor 40 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1 disebutkan: Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Pada ayat 2 UU SJSN 2004 dinyatakan bahwa: Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. Dalam artian lain, jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan SJSN adalah proses pelaksanaan dari jaminan sosial itu sendiri. Jaminan sosial diperlukan apabila terjadi hal yang tidak dikehendaki dan dapat menghilangkan atau mengurangi pendapatan seseorang (Naskah Akademik RUU SJSN 2004). Dalam UU SJSN 2004 pasal 3 disebutkan fungsi SJSN: Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. SJSN memiliki sembilan prinsip utama (Pasal 4 UU SJSN 2004): 1. Prinsip Kegotong-royongan 2. Prinsip Nirlaba 59

3. Prinsip Keterbukaan 4. Prinsip Kehati-hatian 5. Prinsip Akuntabilitas 6. Prinsip Partibilitas 7. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib 8. Prinsip Dana Amanat 9. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional Dijelaskan secara detil arti prinsip SJSN dalam bagian penjelasan pasal 4 UU SJSN 2004: a. Prinsip kegotong-royongan adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial. Prinsip ini diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilannya. b. Prinsip nirlaba adalah prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat bagi seluruh peserta. c. Prinsip keterbukaan adalah prinsip untuk mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta. d. Prinsip kehati-hatian adalah prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib. e. Prinsip akuntabilitas adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

60

f. Prinsip portabilitas adalah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. g. Prinsip kepesertaan adalah prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang dilaksanakan secara bertahap. h. Prinsip dana amanat adalah bahwa iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial. i. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial. SJSN memiliki beberapa subsistem berupa organisasi dan program kerja yang penting dalam pelaksanaanya, yaitu: a. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) b. Kepesertaan dan Iuran c. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) d. Program Jaminan Sosial 5.2 Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) DJSN adalah salah satu organ SJSN yang membantu presiden dalam menetapkan kebijakan umum penyelenggaraan SJSN. DJSN terdiri dari 15 orang yang mewakili pekerja, pemberi kerja dan pemerintah. Organ DJSN dipimpin oleh seorang ketua, yang dipilih dan diberhentikan oleh Presiden. Presiden juga berhak untuk memilih dan memberhentikan anggota SJSN (Pasal 8 UU SJSN 2004). 61

3 (tiga) tugas DJSN adalah (Pasal 7 Ayat 3 UU SJSN 2004): 1. Melakukan kajian dan penelitian yang berkaitan dengan penyelenggaraan jaminan sosial. 2. Mengusulkan kebijakan investasi Dana Jaminan Sosial Nasional. 3. Mengusulkan anggaran jaminan sosial bagi penerima bantuan iuran dan tersedianya anggaran operasional kepada Pemerintah. DJSN memiliki wewenang seperti yang tertulis di pasal 7 ayat UU SJSN 2004: Dewan Jaminan Sosial Nasional berwenang melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial. 5.3 Kepesertaan dan Iuran Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran (Pasal 1 Ayat 8 UU SJSN 2004). Orang yang dimaksudkan disini adalah warga Negara Indonesia, baik WNI maupun WNA. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta (Pasal 1 Ayat 10 UU SJSN 2004). Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan presentase dari upah. Iuran yang didapat akan disalurkan kepada fakir miskin dan orang tidak mampu. Iuran bagi peserta bersifat wajib sebagaimana disebutkan dalam pasal 17 ayat 1 UU SJSN 2004: Setiap peserta wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu.

62

5.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Dalam pasal 1 ayat 6 UU SJSN 2004 disebutkan: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Dengan kata lain, SJSN memerlukan BPJS untuk menjalankan program-program yang penting dalam SJSN. Agar dapat berjalan, BPJS memerlukan undang-undang khusus. Dalam pasal 5 ayat 1 UU SJSN 2004 ditegaskan: Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-undang. Sampai kini, undang-undang tentang BPJS masih belum disahkan. Hal itu disebabkan karena dalam pembahasannya, ada 3 hal yang menjadi polemik. Pertama, apakah BPJS merupakan penetapan atau pengaturan. Kedua, tentang bentuk badan, dan ketiga tentang jumlah badan. Dua BPJS yang sedang diusulkan adalah Jamsostek dan Askes. 5.5 Program Jaminan Sosial Jenis dari program jaminan sosial nasional adalah (Pasal 18 UU SJSN 2004, Naskah Akademik RUU SJSN 2004): 1. Jaminan Kesehatan Program ini memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif, sesuai dengan kebutuhan medik yang diperlukan oleh peserta. Kebutuhan medik ini berfungsi untuk memelihara, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan peserta. Anggota keluarga dari peserta juga berhak untuk mendapatkan kebutuhan medik.

63

Penyelenggaraan jaminan kesehatan ini berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas (Pasal 19 Ayat 1 UU SJSN 2004). Prinsip ekuitas adalah kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan medisnya. Kualitas pelayanan tidak terikat dengan besaran iuran yang ditentukan untuk dibayar. Sedangkan prinsip asuransi sosial memiliki beberapa elemen penting seperti (Penjelasan Pasal 19 UU SJSN 2004): a. Kegotong-royongan antara orang yang kaya-miskin, sehat-sakit, tuamuda, dan yang berisiko tinggi atau rendah; b. Kepesertaan yang bersifat wajib dan tidak selektif; c. Iuran berdasarkan persentase upah/penghasilan; d. Bersifat nirlaba (tidak mencari keuntungan). 2. Jaminan Kecelakaan Kerja Program ini merupakan pelayanan pemulihan kesehatan yang terjadi akibat dari suatu kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang. Program ini juga memberikan manfaat dalam bentuk santunan uang secara berkala bagi peserta yang memerlukan. Peserta yang mendapat bantuan adalah mereka yang cacat atau meninggal dunia karena kecelakaan kerja. 3. Jaminan Hari Tua Program ini membayarkan uang tunai sebelum seorang peserta memasuki masa pensiun. Pemberian uang tunai ini dimaksudkan untuk membekali peserta dalam memasuki usia pensiun. Uang itu dapat digunakan untuk membeli rumah atau modal untuk usaha. Apabila peserta meninggal dunia

64

sebelum memasuki masa pensiun, maka manfaat program dibayarkan kepada janda/duda, anak atau ahli waris peserta yang sah. 4. Jaminan Pensiun Program ini membayarkan uang secara berkala untuk jangka waktu tertentu atau sampai peserta meninggal dunia sebagai substitusi dari

penurunan/hilangnya penghasilan setelah peserta memasuki usia pensiun atau menderita cacat total tetap yang menyebabkan dirinya tidak mampu lagi bekerja. Apabila peserta meninggal dunia sebelum pensiun, maka manfaat dibayarkan kepada ahli warisnya. 5. Jaminan Kematian Program Jaminan Kematian membayarkan sejumlah uang tunai kepada ahli waris yang sah setelah peserta meninggal dunia secara alamiah atau kecelakaan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Manfaat jaminan kematian ini adalah meringankan beban ahli waris peserta yang ditinggalkan dan dapat digunakan untuk membiayai penguburan atau keperluan lain yang terkait dengan kematian peserta. memasuki usia

65

CONCLUSION System is a complete related procedures and integrited to each part. System approach is needed analysis of the complex problem, to understand the relationship with part of the other problems, and the connection of this problem with the other problems. Management is an open system and closed system that have an input, process, output, and feedback.. Subsystem in management consist of man, money, materials, methodes, machine, market, time, technology, and information. Analysis of health status can use the various systems approaches, including by H.L Blum system approach, Ishikawa system, and F. W Taylor. All three systems are approaching the 6M 2T 1I. System approach by Blum and H.J Ishikawa that is essentially the same approach with a variety of similar factors, while according to F.W Taylor's more technical approach. SKN 2009 is a form and manner which made the implementation of development as a complement of SKN 2004, health

in order to anticipate changes

in health development challenges today and in the future. In SKN there are various subsystems that have been prepared as a coordination, integration, synchronization and synergism that support SKNs work in achieving National Health Development Goals. National Social Security System 2004 is a program that means to implement social security into Indonesian health policy. This program provides social protection or protection against socially recognized conditions, including poverty, old age, disability, unemployment and others. 66

DAFTAR PUSTAKA Hepler, Richard Segal. (2003) Preventing Medication Errors and Improving Drug Therapy Outcomes, CRC Press, LLC. Huse, Edgar F. and Bowditch, James L. (1977) Behavior in Organizations: A system Approah to Managing, Addison Wesley Publishing Company, Canada. Johnson, Richard A. (1967) The Theory and Management of system, 2nd Ed, McGraw-Hill Book company, New York. Jones, John Price. and Barnard, Chester I. (1955) Organization for Public Relations, Harvard University Press, Cambridge. Kast, Freemont E. and Rosenzweig, James E. (1974) Organization and management a System Appoarch, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo. Muninjaya, A.A. Gde. (2004) Manajemen Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Terry, George R. (1960) Principles of Management, Richard D. Irwin, Inc.Homewood, Illionis. Web terkait: Bertalanffy, Ludwig von. (1968) General System Theory (www.bertalanffy.org dikutip pada 04 April 2011 jam 20.00 WIB) Departemen Kesehatan RI. (2009) Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta (http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/Berita4/skn_2009.pdf dikutip pada 7 April 2011 jam 19.32 WIB) http://www.total.or.id/info.php?kk=Total-system%20approach (dikutip pada 4/7/2011 11:36 WIB) http://silvae.cfr.washington.edu/ecosystem-management/Systems.html (dikutip pada 4/7/2011 8:15 WIB) http://mennta.hi.is/starfsfolk/solrunb/system.htm (dikutip pada 4/10/2011 6:44 WIB)

67

LAMPIRAN PERTANYAAN DAN JAWABAN

1. Ulil Nur Faris Aziz ( 101011108/ 53 ) Apakah sistem POAC hanya ada pada proses saja? Sementara input dan output tidak? Mengapa? Jawaban : Sistem POAC tidak hanya terdapat pada proses saja, melainkan terdapat juga pada input dan output. Karena POAC merupakan suatu siklus yang selalu berhubungan. 2. Risyad Indra S ( 101011254/ 93 ) Apakah sebuah sistem itu harus melalui proses output dulu baru feedback? 3. Pradina M.A ( 101011229/ 70 ) Apakah IPO terus berjalan secara sirkuler, jika suatu system akan merubah visinya? Jawaban : no 2 dan no 3 Sistem merupakan suatu kesatuan IPO (input, process, output) dengan komponen feedback dan lingkungan yang mendukung sistem. Feedback didapat bukan hanya dari output tetapi juga bisa didapat dari process. Jika di dalam process terdapat suatu hal yang tidak optimal, maka akan menjadi feedback bagi input. Pada output juga begitu, jika sudah dihasilkan output maka akan dilakukan evaluasi, dan evaluasi tersebut digunakan untuk feedback proses IPO

68

selanjutnya. Jadi proses ini terus terjadi secara sirkuler walaupun terdapat pergantian visi pada organisasi atau manajemen. 4. Hazyiyah G. ( 101011220/ 62 ) Upaya kesehatan secara paripurna dalam PUSKESMAS biasanya dipraktekkan seperti apa? Upaya kesehatan utama yang dilakukan di Puskesmas adalah upaya kesehatan yang bersifat preventive dan promotif. Upaya promotif misalnya penyuluhan mengenai pentingnya kecukupan Iodium (biasanya dalam bentuk garam beryodium) dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari. 5. Rilla R. ( 101011259/ 98 ) Bila suatu instansi kesehatan belum memenuhi SKN dalam pelaksanaannya, apakah ada konsekuensinya? SKN sama dengan rambu-rambu, yang berisi a,turan-aturan tertentu, dan jika tidak dipenuhi atau dilanggar maka tentunya ada sanksi yang didapatkan. Namun sanksi pelanggaranya tidak ditulus dalam SKN itu sendiri, namun kita bisa mengambilnya melaluhi Undang-Undang yang tertulis, misalnya dalam subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan pemerintah telah mengeluarkan dana 100 Milyar, namun dikorupsi 25 Milyar maka tentunya ada sanksi hukum pidana tersendiri. 6. Dwi Ayu S. ( 101011087/ 40 ) Dengan adanya SKN, apakah Indonesia sudah menerapkan hal tersebut dengan benar? Jika sudah diterapkan, tolong beri contoh yang sederhana!

69

Indonesia tentunya sudah menerapkan SKN ini karena SKN sudah menjadi keputusan menteri kesehatan. Misalnya dalam subsistem sumber daya manusia, tentunya di Instansi kesehatan (Rumah sakit, puskesmas) sudah menerapkan sub sistem ini dengan menyediakan SDM yang memadai dan sesuai dengan bidangnya. 7. Yuwaditya Dewi B. ( 101011054 ) Mengapa SKN di Indonesia belum terwujud secara seksama dan serentak? jelaskan! 8. Novintyasari ( 101011098/ 47 ) Menurut Anda, apakah SKN tahun 2009 yang ada saat ini telah berjalan secara optimal, melihat visi Indonesia Sehat 2010 pada tahun lalu dirasa belum tercapai? Apa sajakah faktor- faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi? Jawaban pertanyaan no. 7 dan no. 8: Ada 2 faktor yang menyebabkan hal tersebut belum bisa terpenuhi dengan maksimal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor penyebab dari dalam, misalnya petugas kesehatan yang tidak paham tentang hakekat SKN dan SJSN, kurangnya kesediaan dana, farmasi, dan SDM. Faktor eksternal merupakan faktor penyebab dari dalam, misalnya letak geografis Indonesia yang cukup ekstrim sehingga daerah-daerah terpencil sulit untuk diakses serta sosial budaya masyarakat Indonesia itu sendiri, misalnya bersalin tidak di Bidan tetapi di dukun beranak. 9. Aprillinardi M.P.P ( 101011069/ 32 )

70

Apabila suatu organisasi hanya bergerak stagnan, maka apa yang harus diubah dalam organisasi tersebut? Apakah subsistemnya atau sistemnya? Jawaban : Sistemdan subsistem ini merupakan satu kesatuan, jadi jika sebuah organisasi mengalami kondisi yang stagnan (tidak ada kemajuan ataupun kemunduran), maka dipewrlukan adanya evaluasi terhadap sistem dalam organisasi tersebut. Meliputi status organisasi, struktur, dan stratergi organisasi, apakah sudah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki oleh organisasi tersebut. 10. Dwi Indah Apriliani ( 101011257/ 96 ) Apa inti dari analisis status kesehatan? 11. Meivi ( 101011255/ 94 ) Jika dalam suatu system manajemen ( input, proses, output ) terjadi suatu hambatan, bagaimana anda menanggapinya dan berikan solusi terbaik! 12. Bagus Agung Santosa ( 101011232/ 72 ) Apakah kegunaan dari analisis sistem? Jawaban : no 10, 11, 12 Inti dari analisis system ini yaitu suatu analisi yang memiliki kegunaan untuk mengevaluasi semua subsistem yang terdiri dari 6M 2T 1i yang ada di bawah suatu sistem apabila didalam IPO terdapat suatu hambatan. Apabila sudah ditemukan inti dari permasalahan dengan menggunakan analisis sistem, maka kita bisa menentukan kebijakan yang sesuai untuk menangani masalah tersebut sebagai solusi, karena solusi bersifat situasional yang artinya solusi itu harus sesuai dengan keadaan. 71

72

Anda mungkin juga menyukai