Anda di halaman 1dari 7

MEMANFAATKAN LIMBAH CAIR INDUSTRI TEPUNG AREN MENJADI ENERGI ALTERNATIF

Agus Slamet Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. Soedarto,S.H.,Tembalang, KotakPos 6199/SMG, Semarang 503293 Telp. 024-7473417, 024-7466420 (hunting), Fax. 024-7472396 Abstrak Limbah cair industri tepung/pati aren masih mengandung senyawa organik (unsur C) yang cukup memadai sebagai sumber energi, juga mengandung amoniak (sumber Nitrogen) yang dapat berfungsi sebagai nutrient pada proses fermentasi anaerob, Untuk pemanfaatan limbah cair industri tepung aren ini direncanakan dengan tahapan eksperimen skala laboratorium. Dari limbah cair perlu diteliti perbandingan antara volume limbah cair dengan volume inokulum yang tepat untuk menghasilkan biogas berdasarkan fermentasi secara anaerob dengan komposisi yang memenuhi syarat. Pengujian ini dilakukan dengan merancang alat yang terdiri dari digester berkapasitas 3 liter,sistem pengaduk magnetic stirer dan tangki penampung gas dengan kapasitas 6 liter. Komposisi sampel yang diuji tiga macam berdasarkan perbandingan massa limbah cair tepung aren dengan inokulum masing-masing A= 80%:20%, B=60%:40% dan C= 40%:60%. Kecepatan putaran pengadukan untuk semua sampel 800 rpm. Pengujian dilakukan 30 hari dengan pengamatan dan pengambilan data setiap 7 hari. Hasil pengujian menunjukan bahwa sampel B produktivitas biogasnya terbesar mempunyai laju aliran volume 0,011885 lt/jam. Komposisi CH4 dan CO2 adalah 61,54%:12,92% termasuk yang memenuhi syarat sebagai bahan bakar biogas hanya terjadi pada hari ke 14. Proses anaerob pada pengujian ini tidak sempuran karena terjebaknya udara di dalam digester dan tangki penampung biogas yang tidak sempat keluar. Hal ini menjadi salah satu penyebab tidak bisa dianalisis nilai kalornya karena biogas sulit dinyalakan disamping produktivitas biogas yang dihasilkan terlalu kecil. Kata kunci : limbah, energy alternative.

1. Pendahuluan Energi terbarukan yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan adalah energi biogas dan briket. Biogas merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami, limbah industri pangan serta banyak bahan-bahan lainnya lagi. Pada dasarnya, segala jenis bahan yang mengandung senyawa organik dapat dijadikan bahan biogas (Suriawiria, 2005). Kabupaten Klaten merupakan salah satu daerah penyangga pangan di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Desa Daleman, Kecamatan Tulung, khususnya untuk penduduk di Dusun Bendo bermatapencaharian sebagai pengrajin tepung dari batang aren. Di Dusun ini terdapat 72 pengrajin tepung aren. Dari kegiatan proses produksi tepung aren dihasilkan tepung, 152

limbah padat (ampas) dan limbah cair. Limbah cairnya yang mencapai 25 m3 dibuang ke sungai. Keberadaan limbah tepung aren menjadi permasalahan tersendiri di lingkungan Dukuh Bendo, Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, sehingga perlu dicari alternatif pemanfaatannya. Menurut Firdayati dan Handayani, 2005, limbah cair tepung aren di Dukuh Bendo, Desa Daleman, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten masih mengandung tepung atau serat baik terlarut maupun partikel tersuspensi. Karakteristik limbah cair tepung aren yang belum mengalami klorinasi di Dukuh tersebut adalah zat padat terlarut 2410 mg/L, zat padat tersuspensi 720 S/cm, COD (chemical oxygen demand) 4231 mg/L, suhu 27oC, pH 4,94, amoniak bebas 24,822 mg/L, nitrat 1,184 mg/L. Menurut Suriawiria, 2005, sisa atau buangan senyawa organik secara alami akan berurai, baik akibat pengaruh lingkungan fisik (seperti

panas matahari), lingkungan kimia (seperti dengan adanya senyawa lain) atau yang paling umum dengan adanya jasad renik yang disebut mikroba, baik bakteri ataupun jamur.Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut, maka akan terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), serta salah satu di antaranya terbentuk CH4 atau gas metan. Gas metan yang bergabung dengan CO2 atau gas karbondioksida yang kemudian disebut biogas. Limbah cair industri pati aren masih mengandung senyawa organik (unsur C) yang cukup memadai sebagai sumber energi dan selain itu, limbah cair tersebut juga mengandung amoniak (sumber Nitrogen) yang dapat berfungsi sebagai nutrient pada proses fermentasi anaerob. sehingga limbah cair industri pati aren sudah siap digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Untuk pemanfaatan limbah cair industri tepung aren ini direncanakan dengan tahapan eksperimen skala laboratorium. Berdasarkan data tersebut maka dari limbah cair perlu diteliti perbandingan antara volume limbah cair dengan volume inokulum inokulum (campuran kotoran sapi dan air) yang tepat untuk menghasilkan biogas berdasarkan fermentasi secara anaerob dengan komposisi nilai kalor yang memenuhi syarat. Untuk menghasilkan biogas dari limbah cair tepung aren dengan fermentasi secara anaerob,yaitu dengan cara mengamati pengaruh perbandingan volume limbah cair dengan volume inokulum terhadap produksi (volume) biogas, komposisi biogas dan nilai kalornya dan mengamati pengaruh kecepatan pengadukan terhadap produksi (volume) biogas, komposisi biogas dan nilai kalornya. Hasil dari penelitian ini diharapkan mempunyai kontribusi antara adalah sebagai berikut : a. Sebagai salah satu dasar pengembangan mendapatkan biogas sebagai energi alternative untuk mengurangi ketergantungan penggunaan bahan bakar minyak

b. Mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah cair industri tepung aren. Pengolahan air limbah secara biologis terbagi menjadi dua, yaitu aerob dan anaerob. Pengolahan limbah secara aerob membutuhkan oksigen sedangkan proses anaerob merupakan kebalikan dari proses aerob. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Proses aerobik
Bahan organik + O 2 mikroorganisme CO2 + H 2O

Proses anaerobik
Bahan organik mikroorgan isme CH 4 + CO 2 ( biogas )

Biogas mempunyai kisaran komposisi : Methane (%) 54 70 Karbon dioksida (%) 27 45 Nitrogen (%) 0,5 3 Karbon monoksida(%) 0,1 Hidrogen sulfida (ppm) 1,7 2,1 Biogas merupakan bahan bakar yang memiliki kalor tinggi, yaitu sekitar 4800 6700 kcal/m3. Gas methana murni(100%) mempunyai nilai kalor 8900 kcal/m3. Perubahan senyawa organik dari sampah atau kotoran kandang menjadi CH4 (gas metan) dan CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan persyaratan rasio C/N antara 20 25. Sehingga kalau menggunakan bahan hanya berbentuk jerami dengan rasio C/N diatas 65, maka walaupun CH4 dan CO2 akan terbentuk, perbandingan CH4 : CO2 = 65 : 35 tidak akan tercapai. Mungkin perbandingan tersebut bernilai 45 : 55 atau 50 : 50 atau 40 : 60 serta angka-angka lain yang kurang dari yang sudah ditentukan, maka hasil biogasnya akan mempunyai nilai bakar rendah atau kurang memenuhi syarat sebagai bahan energi. Juga sebaliknya kalau bahan yang digunakan berbentuk kotoran kandang, semisal kotoran kambing dengan rasio C/N sekitar 8, maka produksi biogas akan mempunyai perbandingan antara CH4 dan CO2 seperti 90 : 10 atau nilai lainnya yang terlalu tinggi. 153

Dengan nilai ini maka biogasnya juga terlalu tinggi nilai bakarnya sehingga membahayakan. (Suriawiria, 2005). Menurut Sriharti, 2005, Produksi biogas pada pencernaan anaerob Mikroalga Chlorella sp lebih tinggi dalam 4 minggu pertama dan menurun setelah penurunan COD. 2. Metode Penelitian a. Perancangan dan Pembuatan Alat Skala Laboratorium (Digester kapasitas 3 liter) Alat untuk memproduksi biogas skala laboratorium ini mempunyai 3 komponen utama yang harus dirancang dan dibuat berdasarkan tinjauan pustaka atau referensi yang digunakan. Komponen-komponen utama tersebut adalah : digester, sistem pengaduk dan tangki penampung biogas. Peralatan memproduksi biogas ini dirancang secara batch. Limbah cair tepung aren dicerna dalam alat digester yang berbentuk silinder yang terbuat dari bahan Aluminium dengan kapasitas 3 liter. Digester dilengkapi dengan pengaduk komposisi sampel. Sistem pengaduk adalah magnetic stirer digunakan pada digester untuk memberikan aliran yang turbulent . Digester dihubungkan dengan pipa karet ke tangki penampung biogas. Penampung gas yang digunakan adalah tangki dari plat logam dengan kapasitas 6 liter yang berisi air. Produksi gas diukur dengan mengukur jumlah air yang keluar dari penampung gas. Rancangan peralatan tersebut seperti terlihat pada gambar 1 berikut:

b. Pengujian Produksi Biogas Parameter Pengujian Parameter pengujian utama untuk alat produksi biogas skala laboratorium adalah komposisi sampel yaitu perbandingan campuran limbah cair tepung aren dengan inokulum (kotoran sapi yang sudah diencerkan dalam air dengan perbandingan 1 : 1) dengan kecepatan putaran pengaduk propeler, yang akan mempengaruhi volume produksi biogas, komposisi biogas dan nilai kalornya. Berdasarkan observasi awal dan kajian pustaka ,maka akan ditentukan 3 set sampel pengujian yaitu komposisi sampel A,B dan C yang masing-masing diuji dengan diaduk menggunakan magnetic stiller kecepatan putaran 800 rpm. Langkah Pengujian Limbah cair tepung aren pada volume tertentu dimasukkan di dalam digester dan dicampur dengan inokulum dalam jumlah volume tertentu pula (komposisi sample). Pada sampel tersebut bila diperlukan ditambahkan kapur agar mempunyai pH 7, proses dilakukan pada suhu kamar dan kemudian digester ditutup rapat dengan diaduk dengan kecepatan putaran tertentu untuk proses pencernaan (fermentasi anaerob) selama 30 hari. Setiap 7, 14, 21, dan 30 hari diukur volume produksi biogas, komposisi biogas dan nilai kalornya. Langkah tersebut di atas dilakukan untuk ketiga komposisi sampel A,B dan C, setiap komposisi sampel diujikan dengan variabel kecepatan putaran 1 dan 2 pengaduk propeler. Tiap set sampel yaitu pasangan komposisi sampel dengan kecepatan putaran pengaduk magnetic stirer pengujiannya diulang sebanyak 3 kali. Hasil pengujian dari 3 set sampel diamati, dan dipilih satu set sampel berdasarkan dari hasilkan volume produksi biogas,komposisi dan nilai kalornya yang optimal.

Gambar 1. Alat Produksi Biogas Skala Laboratorium 154

3. Hasil dan Pembahasan Perancangan dan Pembuatan Alat Uji Tiga komponen utama alat uji untuk memproduksi gas untuk skala laboratorium adalah digester dengan kapasitas 3 liter berbentuk silinder dibuat dari bahan aluminium, juga dilengkapi dengan katup saluran gas dan katup pemasukan bahan uji. Digester diletakan di atas magnetic stirer bahan uji di dalam digester dapat berputar.

Pengujian Produksi Biogas Parameter pengujian untuk alat produksi biogas skala laboratorium adalah komposisi sampel yaitu perbandingan campuran limbah cair tepung aren dengan inokulum dengan kecepatan putaran pengaduk, yang akan mempengaruhi volume produksi biogas, komposisi biogas dan nilai kalornya. Berdasarkan observasi awal dan kajian pustaka ,maka akan ditentukan sampel pengujian yaitu: Komposisi sampel A adalah 80% limbah cair tepung aren : 20% inokulum. Komposisi sampel B adalah 60% limbah cair tepung aren : 40% inokulum. Komposisi sampel C adalah 40% limbah cair tepung aren : 60% inokulum. Masing-masing sampel ditentukan jumlah massa komposisinya 2 kg. Setiap sampel diuji dengan diaduk menggunakan magnetic stiller kecepatan putaran 800 rpm.

Gambar 2. Digester dan Magnetic stirer Tangki penampung biogas dibuat dari plat berbentuk silinder dilengkapi dengan gelas penduga , manometer, katup pemasukan gas dan katup pengeluaran gas.

Gambar 3. Tangki Penampung Biogas Ketiga komponen utama tersebut dirakit dengan dihubungkan dengan selang gas sehingga menjadi perangkat produksi biogas skala laboratorium.

Gambar 5. Grafik Produktivitas Yang Dihasilkan

Biogas

Gambar 4. Instalasi Produksi Biogas Skala Laboratorium

Gambar 6. Grafik Produktivitas CH4 Pada Biogas 155

Komposisi Bahan Terhadap Produktivitas Biogas Ditinjau berdasar data laju aliran volume biogas rata-rata maka sampel B menghasilkan debit biogas rata-rata yang paling besar,sedangkan sampel A yang terkecil. Sampel A merupakan campuran dengan jumlah limbah aren terbanyak dibanding sampel B dan C, artinya sampel A mengandung unsur organik yang lebih banyak dibanding sampel B dan C tetapi jumlah air yang ada di sampel A lebih banyak dibanding sampel B dan C, Komposisi air dibanding inokulum untuk sampel A = 4 : 1. Campuran yang terlalu banyak air tidak bisa menghasilkan biogas dengan baik. Perbandingan air dan inokulum untuk sampel B = 1,5 : 1, menghasilkan biogas paling banyak. Perbandingan air dan inokulum sampel C = 1 : 1,5, biogas yang dihasilkan lebih kecil dibanding sampel B. Komposisi Bahan Terhadap Komposisi Biogas Mengacu pada tinjauan pustaka tentang kisaran komposisi biogas yang dapat dihasilkan terutama metan (combustible gas) dan karbon dioksida, maka data dari hasil pengujian menunjukan sebagai berikut : Sampel A : pada hari ke 7 sampai 21 tidak bisa dianalisa karena produksi gas nya terlalu kecil, untuk hari ke 30 dapat dianalisis dengan komposisinya jauh dari kisaran komposisi biogas (CH4 = 24,92% : CO2 = 7,17%). Sampel B : komposisi biogas pada hari ke 7 menunjukkan bahwa CH4 masih rendah dikarenakan masih ada udara (O2 dan N2) yang relatif banyak. Komposisi gas pada hari ke 14 mendekati kisaran komposisi biogas, yaitu CH4 = 61,54% : CO2 = 12,92%. Komposisi biogas pada hari ke 21 menunjukkan bahwa CH4 mengalami penurunan menjadi 51,96%, demikian juga pada hari ke 30 mengalami penurunan lagi menjadi 40,81%. Penurunan prosentase CH4 tersebut dikarenakan jumlah makanan (karbohidrat, lemak, protein) yang 156

terkandung didalam limbah cair pati aren sudah tinggal sedikit (proses batch). Padahal untuk bisa bekerja mikroba membutuhkan makanan yang cukup, jika berkurang maka zat organik yang bisa diubah menjadi metana akan menurun. Sampel C : komposisi biogas pada hari ke 7 jauh sekali dari kisaran komposisi biogas, hal ini terjadi jumlah udara masih sangat banyak (O2 = 16,675%). Prosentase CH4 pada hari ke 14 dan ke 21 berada dalam kisaran nilai minimal yaitu 54,27%-56,05%. Komposisi gas pada hari ke 30 praktis hanya mengandung udara, berarti CH4 sudah tidak terbentuk lagi karena jumlah makanan (karbohidrat, lemak, protein) yang terkandung didalam limbah cair pati aren sudah habis. Dari ketiga komposisi bahan yang berbeda maka komposisi yang bisa menghasilkan biogas dengan kadar CH4 tertinggi adalah sampel B yang terjadi pada minggu ke dua, hal ini karena komposisi padatan dibanding air tepat dan apabila dibandingkan dengan sampel C yang kisaran komposisi padatan dibanding air hampir sama tetapi komposisi limbah cair pati aren pada sampel B lebih tinggi (60%) dibanding sampel C yang hanya 40%. Sehingga jumlah makanan (karbohidrat, lemak, protein) didalam campuran pada sampel B lebih banyak, dengan demikian dapat menghasilkan CH4 dan CO2 yang lebih banyak. Dari semua data hasil penelitian menunjukkan komposisi CH4 dan CO2 yang relatif dibawah kisaran untuk komposisi biogas. Hal ini terjadi karena kurang sempurnanya proses anaerob yaitu terjebaknya udara di dalam digester dan tangki penampung biogas yang belum sempat keluar. Komposisi Bahan Terhadap Nilai Kalor Biogas memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900 kkal/m3. Nilai kalor biogas ditentukan oleh gas methan (CH4). Gas metan hasil

fermentasi ini akan menyumbang nilai kalor yang dikandung biogas, besarnya antara 590 700 K.cal per kubik. Sumber utama nilai kalor biogas berasal dari gas metan itu, plus sedikit dari H2 serta CO. Sedang karbon dioksida dan gas nitrogen tidak memiliki konstribusi dalam soal nilai panas tadi. Sehingga apabila komposisi CH4 didalam biogas kecil maka nilai kalor gas tersebut juga kecil. Komposisi CH4 biogas hasil penelitian berada pada kisaran minimal, sekitar 50% kecuali sampel B pada hari ke 21adalah 61%. Nilai kalor penelitian diukur dengan cara digunakan sebagai bahan bakar untuk menyalakan api yang digunakan untuk memanaskan atau menaikkan temperatur sejumlah air, ukur kenaikan temperatur air dan volume gas yang digunakan. Pengukuran nilai kalor dilakukan pada hari ke 21 dan 30, padaasaat komposisi biogas untuk sampel B berada pada kisaran CH4 51,98% - 40,81%, sampel C pada kisaran CH4 54,27% - 12,55%. Prosentase CH4 pada saat analisis nilai kalor berada pada komposisi kurang dari 54% sehingga biogas tersebut tidak dapat menyala. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Suriawiria dan Hammad. Menurut Suriawiria U, 2005, apabila perbandingan CH4 : CO2 tidak 65 : 35 maka hasil biogasnya akan mempunyai nilai bakar rendah atau kurang memenuhi syarat sebagai bahan energi. Demikian juga menurut Hammad, 1999, biogas dapat terbakar apabila mengandung metana minimal 57%. Sedangkan pembakaran biogas untuk sampel B yang dilakukan pada hari ke 14 juga tidak terbakar walaupun prosentase CH4 memenuhi syarat,karena jumlah volume biogas yang dihasilkan masih sedikit. 4. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil pengujian dan pengambilan data serta pembahasannya maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : a. Rancangan peralatan uji skala laboratorium untuk memproduksi biogas dari limbah cair tepung arendapat berfungsi untuk

b.

c.

d.

e.

f.

menghasilkan data produktivitas dan komposisi biogas. Produktivitas biogas terbesar dihasilkan dari sampel B dengan laju aliran volume rataratanya 0,011885 lt/jam, sedangkan komposisi CH4 : CO2 juga yang terbesar dan memenuhi standart bahan bakar biogas yaitu 61,54%:12,92% yang terjadi pada hari ke 14. Penurunan produktivitas biogas dan prosentase komposisi CH4 : CO2 pada hari ke 21 sampai ke 30 terutama pada sampel B dan C disebabkan oleh jumlah makanan (karbohidrat, lemak, protein) yang terkandung didalam limbah cair pati aren sudah tinggal sedikit (proses batch). maka zat organik yang bisa diubah menjadi metana akan menurun. Pengukuran nilai kalor dengan cara menyalakan biogas,tetapi tidak terjadi penyalaan karena prosentase komposisi CH4 : CO2 kurang dari persyaratan yang ditentukan yaitu 65%:35% atau minimal mempunyai komposisi metan tidak kurang dari 57%. Sampel B pada hari ke 14 mempunyai komposisi yang memenuhi syarat tetapi juga sulit terbakar karena disebabkan masih sedikitnya volume biogas yang dihasilkan. Proses anaerob tidak terjadi dengan sempurna karena terjebaknya udara di dalam digester dan tangki penampung biogas yang belum sempat keluar, sehingga produktivitas dan prosentase komposisi gas metan berkurang.

5. Daftar Pustaka

ESCAP, (Economic and Social Commision For Asia and The Pacific), 1984, Updated Guidebook on Biogas Development, Energy Resources Development Series No 27, United Nations, New York. Firdayati, M dan Marisa H., 2005, Studi Karakteristik Dasar Limbah Industri

157

Tepung Aren, Jurnal Infrastruktur dan Lingkungan Binaan. 1. 2. Nonot Soewarno, 2005, Pengalaman Menangani Limbah Cair Industri Mulai Skala Laboratorium, Pilot Plant Dan Full Scale, Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Limbah, AKIN ,Semarang P.Soebijanto Tjokroadikoesoemo,1986, HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya, PT. Gramedia, Jakarta.

Sriharti, 2005, Pencernaan Anaerob Mikroalga Untuk Produksi Biogas, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan, Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknologi Industri. UPN Veteran., Yogyakarta. Suriawiria. U, 2005, Menuai Biogas dari Limbah, Pikiran Rakyat ,Cyber Media. Syafii. W, 2003, Hutan, Sumber Energi Masa Depan, Kompas, Cyber Media.

158

Anda mungkin juga menyukai