Anda di halaman 1dari 4

Penutupan Kamp Guantanamo: Bagi-Bagi Kebencian a la AS

“Tikus-tikus diperlakukan lebih manusiawi dibandingkan para tahanan di kamp penjara itu,”

ungkap juru kamera Al-Jazeera, Sami al-Hajj ketika tiba di Sudan dengan penampilan fisik yang

hampir tidak dikenali lagi setelah mendekam di kamp tahanan Guantanamo milik militer AS,

selama hampir enam setengah tahun. Hal yang senada juga diakui Jomaa Al-Dosari yang pernah

ditahan selama enam tahun di Guantanamo. Menurutnya, enam tahun di Guantanamo adalah saat

terburuk dalam hidupnya. Selama itu ia tidak pernah tahu tuduhan apa yang ditimpakan kepadanya

dan juga tidak pernah diadili meski Al-Dosari selalu dia katakan bahwa dia sama sekali tidak tahu

apa-apa soal tindak terorisme yang dilayangkan padanya. Masih banyak nada serupa yang terus

mewarnai cerita suram kehidupan di kapm tahanan bagi tahanan yang dicurigai terlibat dengan

jaringan teroris Al-Qaeda oleh pihak militer Amerika Serikat tersebut.

Rencana penutupan penjara AS di teluk Guantanamo oleh pemerintahan Obama masih terus

menuai kecaman sana-sini. Berbagai masalah hukum, kewilayahan, dan masalah politis yang berada

di belakang rencana itu terus mengemuka. Penutupan ini telah menjadi program prioritas dalam

pemerintahan Demokrat yang memang sangat mengedepankan masalah-masalah HAM dalam

kebijakan luar negerinya. Oleh karenanya, semenjak masa kampanye hingga terpilihnya Presiden

Obama tuntutan dan desakan dari masyarakat AS dan masyarakat internasional terus didengungkan.

Barrack Obama telah mengeluarkan surat perintah penutupan Penjara Guantanamo dalam

tenggat waku satu tahun. Dalam kebijkan ini disebutkan bahwa sejumlah tahanan akan dilepaskan

dan tahanan lain akan dituntut di pengadilan AS. Para tersangka akan mendapatkan hak

konstitusional dan pengadilan terbuka. Namun, Obama saat ini menghadapi hal sulit untuk

memenuhi janjinya menutup Guantanamo. Alasannya, rencana itu memerlukan pembentukan

sebuah sistem hukum baru untuk menangani sejumlah informasi penting dalam sebagian besar

kasus sensitif serta bagaimana menanganai para tahanan yang tidak diterima di negara aslinya
karena sampai saat ini belum ditemukan sebuah negara pun yang bersedia menerima para tahanan

yang dianggap sebagai para teroris oleh AS dan tidak pernah diintrogasi serta diadili secara hukum.

Secara politis, kebijakan ini diambil selain karena sudah merupakan agenda dan orientasi

politik partai pengusung Obama, Demokrat, juga karena Presiden Afro-Amerika pertama ini mau

membedakan dirinya dengan Pemerintahan Bush yang mendirikan pengadilan militer untuk

mengadili para tawanan di pangkalan Angkatan Laut di Kuba dan menentang keras membawa

tahanan ke AS. Alasan lain yang dapat kita tarik adalah bahwa Obama ingin mengubah citra AS di

mata internasional yang terus merosot akibat perlakuan tidak adil AS menyangkut HAM dan

masalah terorisme. Politik luar negeri AS akan lebih diarahkan pada penegakan hukum

internasional. Hingga hubungan AS akan lebih dekat dengan negara-negara yang selama ini sudah

jenuh dengan tingkah laku standar ganda AS.

Amerika Serikat yang selama ini menyebut dirinya sebagai polisi dunia mencoba

meyakinkan dunia internasional bahwa dia sendiri bukan teroris. Tindakan ini dinilai sebagai

langkah AS yang secara perlahan mulai merubah pandangan mereka tentang terorisme. Benarkah?

Dibalik Rencana Penutupan

Definisi dan pemaknaan AS terhadap terorisme memang sangatlah rancu dan ambigu.

Politik standar-ganda yang dilakoni AS dengan sempurna selalu menggolongkan sebuah kelompok,

etnis, atahu bahkan suatu agama tertentu dalam definisi mereka tentang teroris. Sementara perilaku

serupa—bahkan lebih buruk—yang dilakukan oleh konco-konco AS malah digolongkan sebagai

aksi pembelaan dan usaha untuk bertahan. Kamp Guantanamo adalah bukti paling terang yang

menunjukkan bahwa betapa negara yang berkoar-koar menentang terorisme malah melakukan

tindakan tercela itu sendiri. Bagai pencuri teriak maling.

Rencana penutupan 'neraka' yang terletak telah menjadi sebuah titik berdarah dalan peta

Kuba itu tidak akan berdampak banyak pada perburuan orang-orang tak bersalah yang

mengatasnamakan perang melawan terorisme yang kerap kali di lakukan oleh AS itu tanpa
pergeseran definisi dan pembaharuan para paradigma terhadap terorisme. Mengadili ataupun

melepaskan para tahanan kini malah telah memunculkan masalah baru pada AS. Kontroversi yang

telah dijelaskan diatas terjadi karena walaupun penjara Guantanamo d tutup, AS tetap akan menjadi

polisi dunia yang sama meskipun lebih 'anggun'.

Masalah pelik yang mengemuka akhir-akhir misalnya terkait dengan 35 tahanan

Guantanamo yang seharusnya dibebaskan. Pemerintahan George W. Bush selalu mengatakan, tidak

tahu harus memindahkan mereka kemana, karena negara asal para tahanan tidak mau menerima

mereka. Salah satu jalan keluar yang mungkin adalah membebaskan mereka di Amerika Serikat.

Tetapi dari segi politis langkah ini cukup riskan. Bertahun-tahun, pemerintah Bush menegaskan,

bahwa tahanan di Guantanamo adalah para penjahat kelas kakap. Sehingga, sulit bagi pemerintahan

saat ini untuk memberikan para tahanan suaka di Amerika. Robert Gates, yang di era Bush dan

sekarang di era Obama, menjabat sebagai Menteri Pertahanan Amerika Serikat berpendapat, "Saya

bukan pengacara. Tetapi menurut saya, kita membutuhkan peraturan yang melarang tahanan

Guantanamo yang dibebaskan untuk mengajukan permohonan suaka di Amerika Serikat.". Dan

terkait soal rencana pemindahan itu, sejumlah negara Eropa seperti Jerman dan Portugal

menyatakan akan mengkaji usulan AS untuk menerima para tahanan Guantanamo. Sedangkan,

beberapa negara lain seperti Belanda, Swedia, Spanyol menentangnya.

Disini jelas bahwa penutupan penjara Guantanamo tanda redefinisi (mengartikan dan

memaknai kembali) dan merubah paradigma negara adidaya itu terhadap terorisme hanya akan

membawa masalah-masalah turunan baru yang membuat masyarakat internasional semakin gerah

dan 'ditakut-takuti' dengan masalah terorisme.

Disini saya menilai bahwa langkah yang ditempuh oleh Obama ini tidak murni untuk

'menjalin hubungan yang lebih baik' dengan para teroris, melainkan ingin membagi beban

kebencian dan tanggung jawab AS terhadap aksi-aksi terorisme internasional. AS sudah gerah dan

tidak mampu menahan sendiri tudingan dan kecaman masyarakat internasional. Kecaman-kecaman

dari negara-negara yang tidak terima dengan perlakuan membela AS kepada Israel, tekanan PBB
atas 'perang melawan teroris' yang mengakibatkan banyak korban sipil, hingga serangan media dan

tanggapan dunia internasional yang semakin kuat dan gencar dari organisasi-organisasi non-negara

seperti Hizbullah dan Hamas membuat AS harus merubah haluan dan perlakuannya atas para

teroris.

Dengan menutup Kamp Guantanamo, AS secara langsung akan dinilai telah berusaha untuk

menegakkan HAM dan membangun hubungan yang lebih 'manusiawi' dengan para tersangka

terorisme. Namun secar tidak langsung, beban politik dan ekonomi dalam melawan terorisme yang

selama ini hanya ditalangi oleh AS akan dibagi ke negara-negara lain di luar AS. Ketegangan dan

ancaman yang selama ini erus ditujukan kepada AS juga akan turut 'terkurangi' dan 'terbagi' ketika

para tahanan Guananamo dilepaskan atau dipindahkan ke negara-negara lain.

Bukan hal yang mustahil, jika ketegangan dan tuduhan-tuduhan lama atas aksi terorisme

akan kembali mencuat dan menjadi isu yang bisa membuat AS kembali menempatkan dirinya

sebagai polisi dunia yang lebih bersih dan berpengalaman. Sehingga sudah selayaknya bagi negara-

negara dunia ketiga, negara-negara yang diklaim sebagai sarang teroris, maupun negara-negara

yang masih aman harus berhati-hati akan masa depan konstelasi wacana terorisme dunia yang akan

di nahkodai oleh pemerintahan Obama. Partai Republik atau Partai Demokrat memang memiliki

perbedaan metodologi dalam menjalankan politik luar negeri Amerika, namun secara garis besar

kepentingan nasional dan tujuan politik yang mereka galang adalah setali tiga uang. Dalam bahasa

Amien Rais, bagai perampok dengan perompak. Sama saja.

Kita harus melihat penutupan Kamp Guantanamo ini sebagi sebuah usaha yang tentu saja

memiliki dua sisi keuntungan dan kerugian. Namun satu yang harus kita garis bawahi adalah

kebijakan Obama untuk menutup Guantanamo dalam setahun kedepan tidak akan berarti apa-apa

dalam upaya memberantas jaringan terorisme inernasional jika tidak dibarengi dengan pembaharuan

definisi dan paradigma Amerika dalam memandang Terorisme. Hati-hati!

Anda mungkin juga menyukai