Anda di halaman 1dari 30

Fisiologi Pendengaran

March 24, 2012 by Medicinesia

Telinga secara anatomis terbagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam. Telinga luar dan tengah berperan dalam transmisi suara melalui udara menuju telinga bagian dalam yang terisi cairan. Pada telinga dalam ini, terjadi amplifikasi energi suara. Di sana juga terdapat dua macam sistem sensoris yaitu koklea yang mengkonversikan gelombang suara menjadi impuls saraf dan vestibular apparatus yang berguna untuk keseimbangan.
1

Pendengaran merupakan persepsi saraf terhadap suara yang terdiri dari aspek identifikasi suara dan lokalisasinya. Suara merupakan sensasi yang dihasilkan saat getaran longitudinal molekul lingkungan luar yang menghantam membran timpani. 2 Gelombang suara merupakan getaran udara yang merambat yang terdiri dari area bertekanan tinggi disebabkan kompresi molekul udara dan area bertekanan rendah yang disebabkan oleh rarefaction molekul. Kecepatan suara adalah sekita 344 m/s pada suhu 20C di permukaan air laut. Semakin tinggi suara dan altitudenya, kecepatan rambat suara makin tinggi.
2

Suara dikarakteristikan berdasarkan tone, intensitas dan kualitas. Pitch atau tone ditentukan oleh frekuensi getaran. Makin besar frekuensinya, makin tinggi pitch-nya. Telinga manusia mampu mendengar suara dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 Hz. Namun, yang paling sensitif adalah antara 1000-4000 Hz. Suara pria dalam percakapan normalnya sekitar 120 Hz sedangkan wanita mencapai 250 Hz. Jumlah pitch yang dapat dibedakan oleh orang normal adalah sekitar 2000, tetapi musisi yang terlatih dapat lebih dari itu. Suara yang paling mudah dibedakan nadanya adalah suara dengan frekuensi 10003000 Hz. Lebih atau kurang dari itu akan semakin sulit dibedakan. Intensitas atau kekerasan tergantung oleh amplitudo gelombang suara atau perbedaan tekanan antara daerah gelombang bertekanan tinggi akibat kompresi dan daerah bertekanan rendah akibat rarefaction. Dalam interval suara yang dapat didengar, makin besar amplitudonya, makin keras suara tersebut terdengar. Kekerasan atau kebisingan suara diukur dengan satuan dB (desibel)yang merupakan pengukuran logaritmis dari intensitas dibandingkan dengan suara teredup yang bisa didengar (ambang pendengaran). Suara dengan kebisingan melebihi 100 dB dapat menyebabkan kerusakan permanen pada koklea. Suara dengan range 120 sampai 160 dB seperti alarm kebakaran maupun pesawat jet diklasifikasikan sebagai suara yang menyakitkan; 90-110 dB (subway, bass drum, gergaji

mesin) diklasifikasikan sebagai suara yang ekstrem tinggi; 60-80dB (alarm jam, lalu lintas yang bising, percakapan) diklasifikasikan sebagai sangat keras; 40-50 dB (hujan, bising ruangan normal) moderate, dan 30 dB (bisikan, perpustakaan) sebagai redup.
2,3

Timbre atau kualitas suara tergantung pada overtone yang merupakan frekuensi tambahan yang menumpuk pada pitch atau tone dasar. Misalnya adalah nada C pada terompet akan terdengar berbeda antara piano dengan terompet. Overtone inilah yang dapat menyembabkan suara dapat memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Telinga Luar1 Telinga luar terdiri dari pinna (telinga), meatus akustikus eksterna dan membran timpani (eardrum). Pinna adalah struktur menonjol yang merupakan kartilago terbalut kulit. Fungsi utamanya adalah mengumpulkan dan menghubungkan suara menuju meatus akustikus eksterna. Karena bentuknya, pinna secara parsial membatasi suara yang berasal dari belakang sehingga timbrenya akan berbeda. Dengan begitu, kita dapat membedakan apakah suaranya berasal dari depan atau belakang. Lokalisasi suara yang berasal dari kanan atau kiri ditentukan oleh dua hal. Pertama adalah gelombang suara mencapai telinga yang lebih dekat terlebih dahulu sebelum sampai ke telinga yang lebih jauh. Kedua adalah saat mencapai telinga yang lebih jauh, intensitas suaranya akan lebih kecil dibandingkan telinga yang lebih dekat. Selanjutnya, korteks auditori mengintegrasikan kedua hal tersebut untuk menentukan lokalisasi sumber suara. Oleh karena itu, lokalisasi suara akan lebih sulit dilakukan jika hanya menggunakan satu telinga. Jalur masuk pada telinga luar dilindungi oleh rambut halus. Kulit yang membatasi kanal tersebut berisi kelenjar keringat termodifikasi yang menghasilkan serumen (earwax), yang akan menangkap partikel-partikel asing yang halus. Membran timpangi (gendang telinga) Membran timpani berada pada perbatasan telinga luar dan tengah. Area tekanan tinggi da rendah pada gelombang suara akan menyebabkan membran timpani bergetar ke dalam dan ke luar. Supaya membran tersebut dapat secara bebas bergerak kedua arah, tekanan udara istirahat pada kedua sisi membran timpani harus sama. Membran sebelah luar terkekspos pada tekanan atmosfer yang melewati meatus akustikus eksterna sedangkan bagian dalam menghadapi tekanan atmosfer dari tuba eustachius yang menghubungkan telinga tengah ke faring. Secara normal, tuba ini tertutup tetapi dapat dibuka dengan gerakan menguap, mengunyah dan menelan. Pada perubahan tekanan eksternal yang cukup signifikan seperti saat dalam pesawat, membran timpani menonjol dan menimbulkan rasa nyeri ketika tekanan luar telinga

berubah sementara bagian dalam tidak berubah. Pembukaan tuba eustachius dengan menguap dapat membantu untuk menyamakan tekanan tersebut. 1 Telinga tengah Telinga tengah mengirimkan pergerakan vibratori dari membran timpani menuju cairan pada telinga dalam. Ada tiga tulang ossicle yang membantu proses ini yaitu malleus, incus dan stapes yang meluas dari telinga tengah. Malleus menempel pada membran timpani sedangkan stapes menempel pada oval window yang merupakan gerbang menuju koklea yang berisi cairan. Saat membran timpani bergetar, tulang-tulang tersebut bergerak dengan frekuensi yang sama , mentransmisikan frekuensi tersebut dari menuju oval window. Selanjutnya, tiaptiap getaran menghasilkan pergerakan seperti gelombang pada cairan di telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan gelombang suara aslinya. Sistem osikular mengamplifikasikan tekanan dari gelombang suara pada udara dengan dua mekanisme untuk menghasilkan getaran cairan pada koklea. Pertama adalah karena permukaan area dari membran timpani lebih besar dari oval window, tekanan ditingkatkan ketika gaya yang mempengaruhi membran timpani disampaikan oleh ossicle ke oval window (tekanan=gaya/area). Kedua adalah kerja dari ossicle memberikan keuntungan mekanis lainya. Kedua hal tersebut meningkatkan gaya pada oval window sampai 20 kali. Tambahan tekanan tersebut penting untuk menghasilkan pergerakan cairan pada koklea. Beberapa otot tipis di telinga tengah dapat berkontraksi secara refleks terhadap suara keras (70dB) menyebabkan membran timpani menebal dan menyebabkan pembatasan gerakan pada rangkaian ossicle. Pengurangan pergerakan pada struktur telinga tengah akan mengurangi transmisi dari suara yang keras tersebut ke telinga dalam guna melindungi bagian sensoris dari kerusakan. Refleks tersebut berlangsung relatif lambat, terjadi setidaknya sekitar 40 msec sesudah pajanan terhadap suara keras. Oleh karena itu, hanya bisa melindungi dari suara yang berkepanjangan, bukan suara yang sangat tiba-tiba seperti ledakan. Koklea Koklea adalah sebuah struktur yang menyerupai siput yang merupakan bagian dari telinga dalam yang merupakan sistem tubular bergurung yang berada di dalam tulang temporalis. Berdasarkan panjangnya, komponen fungsional koklea dibagi menjadi tiga kompartemen longitudinal yang berisi cairan. Duktus koklear yang ujungnya tidak terlihat dikenal sebagai skala media, yang merupakan kompartemen tengah. Bagian yang lebih di atasnya adalah skala vestibuli yang mengikuti kontur dalam spiral dan skala timpani yang merupakan kompartemen paling bawah yang mengikuti kontur luar dari spiral.
1

Cairan di dalam skala timpani dan skala vestibuli disebut perilimfe. Sementara itu, duktus koklear berisi cairan yang sedikit berbeda yaitu endolimfe. Bagian ujung dari duktus koklearis di mana cairan dari kompartemen atas dan bawah bergabung disebut dengan helikotrema. Skala vestibuli terkunci dari telinga tengah oleh oval window, tempat stapes menempel. Sementara itu, skala timpani dikunci dari telinga tengah dengan bukaan kecil berselaput yang disebut round window. Membran vestibular tipis membentuk langit-langit duktus koklear dan memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris membentuk dasar duktus koklear yang memisahkannya dengan skala timpani. Membran basilar ini sangat penting karena di dalamnya terdapat organ korti yang merupakan organ perasa pendengaran.
1

1) Aliran gelombang getaran melewati skala vestibuli dan skala timpani yang berguna untuk meredam tekanan (bukan persepsi suara). 2)Aliran gelombang yang berkaitan dengan persepsi suara akan melewati shorcut menembus membran vestibularis lalu mencapai membran basilaris yang di dalamnya terdapat organ korti sebagai reseptor stimulus suara.
Sel Korti dan Sel Rambut Dalam organ korti pada satu koklea terdapat sekitar 15.000 sel rambut yang menjadi reseptor suara. Sel-sel tersebut tersusun dalam baris paralel empat. Satu baris berupa sel rambut dalam dan tiga lainnya merupakan sel rambut dalam. Pada masing-masing sel rambut akan ada penonjolan sekitar 100 rambut yang dikenal sebagai stereosilia (mikrovili yang diperkuat dengan aktin).

Sel-sel rambut ini merupakan mekanoreseptor yang menghasilkan sinyal neural ketiga permukaan rambutnya mengalami deformasi secara mekanis berkaitan dengan pergerakan cairan di telinga dalam. Stereosilia ini berkontak dengan membran tektorial, struktur mirip tenda yang menjalar pada seluruh panjang organ korti. Kerja mirip piston yang dilakukan stapes melawan oval window menghasilkan gelombang tekanan pada kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat dikompresi, tekanan dihamburkan dalam dua arah ketika stapes menyebabkan oval window menggembung ke belakang yaitu dengan pergeseran round window dan defleksi membran basilar. Gelombang tekanan tersebut akan menekan perilimfe ke depan pada kompartemen atas, kemudian ke helikotrema dan ke kompartemen bawah. Selanjutnya, hal tersebut menyebabkan round window menggembung ke arah luar (ke arah telinga tengah) untuk mengkompensasi peningkatan tekanan. Ketika stapes bergerak ke arah belakang dan menarik oval window ke arah telinga tengah, perilimfe akan bergeser ke arah berlawanan, menggantikan area yang tadinya diisi window round. Jalur ini tidak menghasilkan persepsi suara, hanya mengurangi tekanan saja. Gelombang tekanan yang berkaitan dengan persepsi suara akan menggunakan shortcut. Gelombang tekanan pada kompartemen atas ditransfer melalui membran vestibular yang tipis ke duktus koklear dan melalui membran basilar ke kompartemen bawah. Hal tersebut selanjutnya akan memfasilitasi round window untuk menggembung ke arah luar dan dalam. Perbedaan utama pada jalur ini adalah transmisi gelombang tekanan melalui membran basilar menyebabkan membran tersebut bergerak ke atas dan ke bawah atau bergetar yang sinkron dengan gelombang tekanan. Akibatnya sel rambut pada organ korti yang ada di sana juga ikut bergerak. Sel rambut yang berfungsi untuk mendengar adalah sel rambut dalam. Sel tersebut mentransformasikan gaya mekanis suara menjadi impuls elektris pendengaran. Stereosilia pada sel reseptor tersebut berkontak dengan membran tektorial yang kaku sehingga sel tersebut akan membelok kembali (bolak-balik), saat membran basilar yang berosilasi menggeser posisinya. Gerakan bolak-balik tersebut akan menyebabkan pembukaan dan penutupan kanal kation secara mekanis pada sel rambut menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai dengan frekuensi suara penstimulus. Stereosilia pada masing-masing sel rambut tersusun ke dalam baris-baris yang berurutan sesuai dengan tinggi (seperti tangga). Tip links, yang merupakan CAMs (cell adhesion molecules), menghubungkan ujung stereosilia dalam barisan tersebut. Saat membran basilar bergerak ke atas, bundle stereosilia membengkok ke arah membran yang paling tinggi, meregangkan tip links tersebut. Peregangan tersebut akan membuka kanal kation.

K+ lebih banyak ditemukan di endolimfe daripada yang ditemukan di dalam sel. Beberapa kanal kation memang sudah terbuka dalam keadaan istirahat yang memungkinkan K+ mengalir. Semakin banyak kanal yang terbuka, lebih banyak K+ yang memasuki sel rambut. Tambahan K+ ini akan mendepolarisasi sel rambut. Sebaliknya, saat membran basilaris turun, terjadilah hiperpolarisasi karena makin banyak K+yang tidak bisa masuk sel.

Sherwood
Sel rambut tidak menghasilkan potensial aksi melainkan akan bersinaps secara kimia dengan ujung serat saraf afferen nervus koklearis. Kadar K+ yang rendah menyebabkan sel rambut dalam mengeluarkan secara spontan neurotransmiter melalui eksositosis yang diinduksi oleh Ca2+ dalam kondisi tidak ada stimulasi. Depolarisasi akan menyebabkan pembukaan kanal bergerbang listrik Ca2+. Akibatnya terjadilah peningkatan kecepatan pengeluaran neurotransmitter. Pada hiperpolarisasi, terjadi hal yang sebaliknya.1Potensial membran istirahat sel rambut adalah sekitar -60 mV. Saat stereosilia terdorong ke arah kinosilia, potensial membran dapat berkurang menjadi -50 mV. 2 Sementara itu, sel rambut luar menjalankan fungsi elektromotili. Sel tersebut secara aktif dan sering mengubah panjangnya sebagai respon terhadap perubahan potensial membran. Sel akan memendek saat depolarisasi dan memanjang saat hiperpolarisasi. Perubahan tersebut akan mengamplifikasi pergerakan dari membran basilaris. Oleh karena itu, sel rambut luar akan membantu reseptor sensori supaya lebih sensitif terhadap intensitas suara dan diskriminasi bermacam pitch suara. Diskriminasi Pitch, Timbre dan Kebisingan (Loudness) 1 Diskriminasi pitch atau nada tergantung pada bentuk dari membran basilaris. Daerah yang berbeda dari membran basilaris secara alami bergetar secara maksimal pada frekuensi yang berbeda. Ujung sempit dekat oval window akan bergetar paling baik pada nada berfrekuensi tinggi sedangkan area yang luas dekat helikotrema paling baik pada nada rendah. Saat gelombang suara dengan frekuensi tertentu menyebabkan osilasi stapes, gelombang tersebut akan berjalan ke membran basilar yang memiliki daerah sensitif terhadap frekuensi tersebut. Energi gelombangnya akan dihamburkan dengan adanya osilasi membran ini sehingga berakhir pada area maksimal tadi. Adanya overtone pada bermacam frekuensi akan menyebabkan membran basilaris bergetar secara simultan tetapi kurang intens dibandingkan nada dasarnya sehingga sistem saraf pusat dapat membedakan timbre suara. Sementara itu, diskriminasi kebisingan atau kenyaringan tergantung dari amplitudonya. Gelombang suara yang berasal dari sumber yang lebih keras akan menghantam gendang

telinga (membran timpani) sehingga bergetar dengan lebih bertenaga meskipun frekuensinya tetap sama. Osilasi pada membran basilaris yang lebih besar akan diinterpretasikan sebagai suara yang lebih keras oleh sistem saraf pusat. Korteks Auditori Sebagaimana area pada membran basilaris yang berasosiasi dengan nada tertentu, korteks auditori primer pada lobus temporalis juga tersusun secara tonotopically. Masing-masing area pada membran basilaris tersebut terkait pada area spesifik pada korteks auditori primer (satu nada, satu neuron kortikal teraktivasi). Saraf afferen yang mengambil sinyal auditori dari sel rambut dalam akan keluar dari koklea melalui nervus auditori. Ada beberapa sinaps yang terjadi terutama pada batang otak dan nukleus geniculatum medial thalamus.Batang otak menggunakan input auditori untuk kewaspadaan dan bangun. Pada batang otak, jaras saraf auditori ini akan menuju baik sisi ipsilateral maupun kontralateralnya sehingga kedua lobus temporal akan mendapatkan impuls. Oleh karena itu, gangguan pada jaras di atas batang otak pada satu sisi tidak akan mengganggu pendengaran. Korteks auditori primer juga dapat menerima bermacam suara yang berbeda sedangkan korteks auditori yang lebih tinggi mengintegrasikan suara yang berbeda tersebut menjadi koheren sebagai pola yang berarti. Dengan begitu, kita dapat membedakan suara-suara terpisah yang masuk ke telinga dan memilih mana suara yang memang penting untuk didengarkan.
1

Area auditori ternyata memiliki spesialisasi hemisfer. Pada area Brodman 22 diperkirakan merupakan tempat pemprosesan sinyal auditori yang berhubungan dengan pembicaraan. Dalam proses bahasa, bagian kiri lebih aktif daripada sisi kanan. Area 22 sebelah kanan lebih kepada melodi, nada dan intensitas suara. Jalur auditori bersifat sangat plastis yang sangat dimodifikasi oleh pengalaman. Pada orang yang mengalami tuli sebelum kemampuan berbahasanya berkembang, ternyata dengan melihat tanda-tanda bahasa juga akan mengaktivasi area assosiasi auditori. Sebaliknya, individu yang buta pada masa awal hidup dapat melokalisasi suara jauh lebih baik daripada mereka yang memiliki penglihatan normal. Plastisitas juga sangat nampak pada musis yang dapat lebih peka terhadap suara dibanding non musisi. Daftar Pustaka
1 2

Sherwood L. Human Physiology: The Periferal Nervous System: Afferent Division; Barrett E, dkk. Ganongs Review of Medical Physiology:Hearing & Equilibrium. Yanick P. Natural Relief from Tinnitus. United States: Good Health Guide;1995. P.25

Spesial Sense. 7thed. Philadelphia: Brooks/Cole Engange Learning;2010. P. 213-23.


2

23rded. Singapore: Mc Graw Hill; 2011. p.203-13.


3

Fisiologi Pengunyahan
I. Mekanisme Mastikasi Pergerakan yg terkontrol dari mandibula dipergunakan dalam mengigit, mengunyah, dan menelan makanan dan cairan, serta dalam berbicara. Aktivitas yang terintegrasi dari otot rahang dalam merespon aktivitas dari neuron eferen pada saraf motorik di pergerakan mandibular yang mengontrol hubungan antara gigi rahang atas dan bawah. Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang terintegrasi dari lidah dan otot lain yang mengontrol area perioral, faring, dan laring. Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan otot rahang bukan secara resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir secara bilateral. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama penguyahan yang secara relatif merupakan pergerakan sederhana dengan pengaturan pada limb sebagai penggerak. Bagaimanapun, pergerakan dalam mastikasi adalah suatu yang kompleks dan tidak hanya berupa mekanisme pergerakan menggerinda simple yang mana merupakan pengurangan ukuran makanan. Selama mastikasi, makanan dikurangi ukurannya dan dicampur dengan saliva sebagai tahap awal dari proses digesti. I.1 Pergerakan Pengunyahan Pemahaman mengenai pola pergerakan rahang telah menjadi topic yang menarik dalam hal klinis di kedokteran gigi, terutama dalam bidang orthodonti dan prostodonti. Salah satu tujuan memugar bentuk oklusal adalah untuk memastikan kontak gigi terintegrasi dengan pola pergerakan rahang. Oleh karena itu, beberapa penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan bagian mandibula selama pengunyahan dan untuk mengidentifikasikan posisi mandibula setelahnya. Dokter gigi mencari posisi stabil mandibula untuk menfasilitasi penelitian tentang rahang pada alat yang bernama simulator atau artikulator. Seluruh otot rahang bekerja bersamaan menutup mulut dengan kekuatan di gigi incidor sebesar 55 pounds dan gigi molar sebesar 200 pounds. Gigi dirancang untuk mengunyah, gigi anterior (incisors) berperan untuk memotong dan gigi posterior ( molar) berperan untuk menggiling makanan. Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang nerevus cranial ke lima dan proses pengunyahan dikontrol saraf di batang otak. Stimulasi dari area spesifik retikular di batang otak pusat rasa akan menyebabkan pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga stimulasi area di hipotalamus, amyglada dan di korteks cerebral dekat dengan area dengan area sensori untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan pengunyahan.

Kebanyakan proses mengunyah dikarenakan oleh refleks mengunyah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsiasi refleks penghambat dari otot mastikasi yang membuat rahang bawah turun. 2. penurunan rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaks melonggarkan otot

rahang memimpin untuk mengembalikan kontraksi. 3. secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi juga

menekan bolus lagi, melawan lining mulut, yang menghambat otot rahang sekali lagi, membuat rahang turun dan mengganjal (rebound) di lain waktu. Hal ini berulang terus menerus. 4. pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna semua makanan,

khususnya untuk kebanyakan buah dan sayuran berserat karena mereka memiliki membrane selulosa yang tidak tercerna di sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan sebelum makanan dapat dicerna.

Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan dengan alasan sebagai berikut: enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan, sehingga tingkat pencernaan bergantung pada area permukaan keseluruhan yang dibongkar oleh sekresi pencernaan. Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegah penolakan dari gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahan untuk mengosongkan makanan dari lambung ke usus kecil, kemudian berturut-turut ke dalam semua segmen usus. I.1.1 Pergerakan Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama, membuka dan menutup. Tingkat dan pola pergerakan rahang dan aktivitas otot rahang telah diteliti pada hewan dan juga manusia. Pola pergerakan rahang pada beberapa hewan berbeda tergantung jenisnya. Pengulangan pergerakan pengunyahan berisikan jumlah kunyahan dan penelanan. Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang sangat bergantung pada tingkatan penghancuran makanan. Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal, makanan ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode yaitu sebelum penelanan. Pergerakan rahang pada ketiga periode ini dapat berbeda tergantung pada bentuk makanan dan spesiesnya. Selama periode reduksi terdapat fase opening, fast-opening danslow-opening. Pada periode sebelum penelanan terdapat tiga fase selama rahang membuka dan dua fase selama rahang menutup.

Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di dalam mengontrol pergerakan makanan dan pembentukan menjadi bolus. Untuk makanan yang dihancurkan, diposisikan oleh lidah pada konjugasi dengan otot buccinators pada pipi diantara oklusal permukaan gigi. Makanan yang padat dan cair ditransportasikan di dalam rongga mulut oleh lidah. Selama fase slow-opening pada pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan memperluas permukaan makanan. Tulang hyoid dan badan lidah kembali tertarik selama fase fastopening dan fase-closing, membuat gelombang yang dapat memindahkan makanan ke bagian posterior pada rongga mulut. Ketika makanan sudah mencapai bagian posterior rongga mulut, akan berpindah ke belakang di bawah soft palate oleh aksi menekan dari lidah. Lidah amat penting dalam pengumpulan dan penyortiran makanan yang bias ditelan, sementara mengembalikan lagi makanan yang masih dalam potongan besar ke bagian oklusal untuk pereduksian lebih lanjut. Sedikit yang mengetahui mengenai mekanisme mendasar mengenai pengontrolan lidah selama terjadinya aktivitas ini. I.1.2 Aktivitas Otot Kontraksi otot yang mengontrol rahang selama proses mastikasi terdiri dari aktivitas polaasynchronous dengan variabilitas yang luas pada waktu permulaan, waktu puncak, tingkat dimana mencapai puncak, dan tingkat penurunan aktivitas. Pola aktivitas ditentukan oleh factor-faktor seperti spesies, tipe makanan, tingkat penghancuran makanan, dan faktor individu. Otot penutupan biasanya tidak aktif selama rahang terbuka, ketika otot pembuka rahang sangat aktif. Aktivitas pada penutupan rahang dimulai pada awal rahang menutup. Aktivitas dari otot penutup rahang meningkat secara lambat seiring dengan bertemunya makanan di antara gigi. Otot penutupan pada sebelah sisi dimana makanan akan dihancurkan, lebih aktif daripada otot penutupan rahang kontralateral. I.2 Struktur batang otak dalam control mastikasi Pergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi membutuhkan gabungan aktivitas beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal, fasial, dan nuclei motorik lain yang memungkinkan dari batang otak. Struktur batang otak lain seperti formasi reticular juga terlibat. I.2.1 Nukleus Trigeminal Sensorik Nukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron yang berada di sepanjang batas lateral batang otak, dari pons sampai spinal cord. Porsi rostral paling banyak dari nucleus ini disebut nucleus sensorik principal (kadang lebih sering sering disebut nucleus sensorik utama) dan sisanya adalah nucleus spinal trigeminal. Nukleus spinal dibagi lagi dari rostral

ke kaudal menjadi subnukleus oralis, interpolaris, dan kaudalis. Inervasi perifer dari kolom sel ini muncul dari nervus trigeminus. Cabang utama akan bercabang menjadi limb ascending dan descending, atau secara sederhana turun memasuki batang otak untuk membentuk traktus trigeminal menutupi sekeliling aspek lateral dari nucleus sensori utama, sementara secara kaudal limb descending membentuk traktus spinal trigeminal di sepanjang aspek lateral nucleus spinal. Cabang akson kolateral meninggalkan traktus trigeminal dan memasuki nucleus sensori untuk membentuk sumbu terminal pada beberapa nucleus dengan tingkat yang berbeda. Akson yang menginervasi rostral mulut dan wajah berakhir di medial dan akson yang menyuplai wajah kaudal berakhir lebih lateral. Nukleus terdiri dari kelas-kelas neuron yang berbeda. Sirkuit neuron local mempunyai akson yang dibatasi area batang otak; proyeksi neuron akan mengirimkan akson ke rostral nuclei batang otak yang lain; dan interneuron termasuk ke interkoneksi dalam nucleus sensorik. Berdasarkan pada perbedaan morfologi neuron dan pola proyeksi, subnukleus oralis terdiri dari 3 subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial, dan garis batas. Divisi ventrolateral terdiri dari interneuron dan 2 populasi neuron proyeksi (satu yang memproyeksi spinal cord, dan satu lagi yang mengirimkan akson ke tanduk dorsal medular). Di dalam subdivisi dorsomedial, terdapat seri neuron proyeksi korteks cerebral. Sedangkan grup neuron pada garis batas memproyeksi cerebellum dan tanduk dorsal medullar. Nukleus sensori utama berada pada tingkat nucleus trigeminal motorik, dan dikelilingi oleh akar trigeminal motorik di medial, serta oleh akar trigeminal sensorik di lateral. Nukleus sensori utama dapat dibedakan dengan nukleus spinal dari kepadatan neuronnya yang lebih rendah, dan rendahnya populasi neuron besar dengan dendrit primer yang tebal, panjang, dan lurus. Perbedaan lain antara nucleus spinal dan nucleus utama adalah adanya sejumlah gelondong akson bermyelin pada nucleus spinal. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan electron menunjukkan adanya neuron berbentuk fusiform, triangular, dan multipolar pada nucleus sensori utama. Pada cabang dendritnya pun relative sederhana. Dendrit primer berasal dari sedikit perpanjangan badan sel atau secara langsung dari badan sel. Dendrit sekunder lebih panjang, tapi terlihat tidak melebihi batas nucleus. I.2.2 Nukleus Trigeminal Mesencefalic Badan sel dari serabut aferen yang menginervasi gelondong otot penutup rahang dan badan sel dari ligament periodontal, gingival, dan mekanoreseptor palatal berlokasi di dalam nucleus mesencefalic. Penyusunannya unik di dalam sistem saraf pusat. Nukleus neuron mesencefalic berupa unipolar; akson tunggal yang bercabang 2 menjadi cabang

perifer dan sentral. Cabang sentral mengeluarkan sejumlah cabang kolateral yang berakhir di nucleus motorik, spinal cord, dan area lain dari batang otak. Badan sel neuron yang menginervasi gelondong otot, ditemukan di sepanjang nucleus, dan badan sel yang berasal dari reseptor ligament periodontal dibatasi setengah kaudalnya. I.2.3 Nukleus Tigeminal Motorik Motoneuron yang mengatur otot-otot mastikasi terdapat pada nucleus trigeminal motorik. Analisis distribusi ukuran soma motoneuron menandakan bahwa nucleus trigeminal motorik terdiri dari motoneuron gamma dan alfa. Sejumlah studi pembuktian neural mendemostrasikan bahwa motoneuron gamma yang menginervasi otot-otot mastikasi dipisahkan secara anatomi di dalam nucleus; Motoneuron penutup rahang berlokasi di dorsolateral, sedangkan motoneuron pembuka rahang berlokasi di divisi ventromedial nucleus. Pengamatan intraselular dan ekstraselular terhadap motoneuron mastikasi menunjukkan bahwa input sinaps untuk motoneuron pembuka dan penutup rahang berbeda. Contohnya adalah aktivitas yang memulai gelondong otot untuk menutup rahang tidak mempengaruhi motoneuron pembuka rahang, tapi aktivitas neural yang memulai mekanoreseptor pada regio oral dan fasial akan menghambat otot penutup rahang dan meningkatkan aktivitas otot pembuka rahang. Dendrit dari motoneuron trigeminal ekstensif dan kompleks. Dendrit dari semua grup motoneuron yang berbeda, memperpanjang di luar batas nucleus motorik, tapi di sini terdapat sedikit tumpang tindih antara dendrite motoneuron di region dorsolateral dan ventromedial nucleus motorik. Teknik ini menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari struktur mikro nucleus trigeminal motorik, dan penting untuk memahami mekanisme reflek mastikasi. I.2.4 Nukleus Hipoglosal Motorik Nukleus hipoglosal motorik yang mengatur otot lidah lebih homogen daripada nucleus trigeminal motorik. Ia terbentuk dari motoneuron yang besar dan multipolar dan sebuah populasi dari interneuron-interneuron kecil. Dendrit-dendrit motoneuron besar melintasi garis tengah ke nucleus hipoglosal kontralateral atau berseberangan dalam formasi reticular. Interneuron-interneuron kecil memiliki hanya satu atau dua dendrite yang terdiri oleh nucleus secara total. I.2.5 Nukleus Fasial Motorik Nukleus fasial motorik terdiri atas tiga kolom longitudinal motoneuron. Kolom-kolom medial dan lateral yang lebih besar terpisah oleh kolom intermediet yang lebih kecil. Studi

pembuktan neural menunjukkan bahwa otot fasial direpresentasikan secara topografi di dalam nucleus. Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai motoneuron sendiri pada bagian ventral dan dorsal kolom sel lateral. Otot bibir bawah disuplai oleh motoneuron pada kolom sel intermediet. Otot-otot yang berhubungan dengan telinga dikontrol oleh motoneuron pada kolom sel medial. Terdapat perbedaan utama pada pola dendrit antara motoneuron di 3 kolom sel. Dendrit pada motoneuron fasial secara luas berada di subdivisi yang sama yang mengandung soma, tapi terkadang meluas di luar batas nucleus fasial motorik. I.2.6 Kontrol Mastikasi Nuclei sensori dan motorik yang terdapat pada brain stem memiliki peranan yang yang sangat penting dalam proses pengontrolan mastikasi. Pola dasar oscillatory pergerakan mastikasi berawal dari generator neural yang terdapat di brain stem. Input sensori afferent yang terjadi pada nuclei ini juga merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan proses mastikasi. Dan faktor yang berpengaruh besar lagi adalah pusat otak akan mempengaruhi system koordinasi brain stem mastikatori. Setelah sekian banyak penelitian dilakukan, tiga hal inilah yang merupakan faktor utama yang berpengaruh besar terhadap pengontrolan proses mastikasi. I.3 Aktivitas brain stem selama mastikasi Gerakan dasar mastikasi dapat terjadi tanpa adanya input sensori dalam kavitas oral, fakta menunjukkan bahwa gerakan mandibula ke atas dan bawah berasal dari dalam brain stem. Hasil percobaan juga membuktikan bahwa faktor-faktor pemicu gerakan mastikasi adalah adanya hubungan dari sirkuit neural yang membentuk jaringan neural oscillatory yang mampu merangsang terjadinya pola gerakan mastikasi. Neural oscillator ini disebut sebagai generator pola mastikasi atau pusat mastikasi. Selain mastikasi, brain stem juga bertanggung jawab dalam proses respiratori dan proses penelanan. Selain adanya neural generator, mastikasi juga terjadi karena aktivitas gerak reflex otot yang diinisiasi oleh stimulasi dari strukur orofacial. Gerak refleks yang timbul dari area orofacial bermacam-macam, termasuk juga gerak lidah, facial, dan berbagai gerak rahang. Dalam gerak refleks orofacial ini terdapat sekurang-kurangnya satu motor nucleus dan beberapa sinaps, dan prosesnya termasuk sederhana bila dibandingkan dengan refleks-refleks lain yang lebih kompleks (sebagai contohnya proses penelanan). Gerak refleks orofacial yang paling sering diteliti adalah gerak refleks pada jawclosing dan refleks jaw-jerk, yang dapat terjadi dengan mengetuk ujung dagu. Saat

mengetuk ujung dagu ini, muscle spindle pada otot-otot jaw-closing tertarik dan menhasilkan input sensori yang akan menginisiasi gerak refleks. Setelah waktu yang singkat (sekitar 6 detik) electromyography (EMG) menunjukkan adanya aktivitas yang terjadi pada otot masseter dan temporalis. EMG juga menunjukkan output berupa gerak motorik pada otot yang akan menutup rahang. Karena waktu terjadinya yang sangat singkat, gerak refleks ini sama dengan gerak knee-jerk refleks dimana hanya satu sinaps yang bekerja (refleks monosynaptic). Input refleks jaw-closing selain muscle spindle adalah stimulasi ligament periodontal, TMJ, dll dapat menimbulkan refleks jawclosing dalam waktu singkat. Hal ini dibuktikan dengan percobaan anestesi yang diaplikasikan pada gigi dan rahang bawah menurunkan input tapi tidak menghentikan refleks. Proses jaw-opening diinisiasi oleh stimuli mekanik dari ligament periodontal dan mekanoreseptor pada mukosa. Stimuli ini menghasilkan eksitasi otot jaw-opening dan inhibisi pada otot jaw-closing. Proses ini tidak termasuk refleks monosynaptic dan sekurang-kurangnya satu interneuron bekerja. Proses mastikasi diinisiasi oleh stimuli elektrik dari cortex yang menyokong otot jawclosingdan jaw-opening. Begitu kompleks proses terjadinya gerak mastikasi, pada intinya ritme mastikasi dihasilkan dari generator pada brain stem yang diaktivasi oleh pusat dibantu dengan input peripheral yang pada akhirnya menghasilkan output ritmikal dengan frekuensi yang sesuai dengan input yang terjadi. Aktivitas motoneuron trigeminal saat proses pengunyahan diteliti menggunakan aktivitas itrasel dari motoneuron yang mengontrol otot masseter (jaw-closing) dan digastrics (jaw-opening). Motoneuron masseter depolarisasi saat fase closing dan hiperpolarisasi (inhibisi) saat fase opening. Motoneuron digastrics depolarisasi saat opening, akan tetapi tidak hiperpolarisasi saat closing. II Penelanan Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi

kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. II.1 Neurofisiologi menelan Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal. II.1.1 Fase oral Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Proses ini bertahan kira-kira 0.5 detik Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.

ORGAN Mandibula

AFFEREN (sensorik) n. V.2 (maksilaris)

EFFEREN (motorik) N.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid

Bibir

n. V.2 (maksilaris)

n. VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris

n.VII: m. mentalis, m. risorius, Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) m.businator

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus Lidah n.V.3 (lingualis)

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)

Peranan saraf kranial fase oral

ORGAN Bibir

AFFEREN (sensorik) n. V.2 (mandibularis), n.V.3 (lingualis)

EFFEREN (motorik) n. VII : m.orbikularis oris, m.levator labius oris, m. depressor labius, m.mentalis

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris, Mulut & pipi n. V.2 (mandibularis) m.depressor anguli oris, m.risorius. m.businator

n.IX,X,XI : m.palatoglosus Lidah n.V.3 (lingualis) n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring Uvula n.V.2 (mandibularis)

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

II.1.2 Fase Faringeal Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi : 1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring. 2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid

lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup. 3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena

kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I). 4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor

faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)

5.

Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan

dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

bagian-bagian gigi yang sehat

Fisiologi menelan pada manusia


Frekuensi menelan: o o o Ini bervariasi dengan aktivitas. Rata-rata frekuensi menelan menelan sekitar 580 per hari. Frekuensi menelan lebih besar selama makan. faring, dan 4) fase esofagus. 1) Oral persiapan fase: Mengunyah makanan untuk membentuk bolus tersebut. Selama fase menelan, laring dan faring adalah saat istirahat. Jalan napas terbuka dan hidung pernapasan melanjutkan 1. Berdasarkan viskositas makanan, akan ada variasi dalam volume bolus tertelan. Jadi, volume maksimum menelan menurun ketika meningkat viskositas bolus. 2) Fase oral:

Ada empat fase untuk tindakan menelan 1) tahap persiapan oral, 2) tahap oral, 3) fase

Hal ini dianggap di bawah kontrol kortikal sukarela. Fase oral kira-kira selesai dalam waktu kurang dari 1-1,5 detik, yang meningkatkan dengan meningkatnya viskositas bolus. Fase ini dimulai ketika bolus didorong mundur oleh bagian posterior lidah dan berakhir sebagai bolus melewati lengkungan faucial anterior sampai bolus mencapai dasar lidah mana melintasi tepi bawah mandibula. Mendorong bolus ke atas dan ke belakang terhadap permukaan bawah palatum keras oleh kontraksi dari otot stylopharyngeus menarik akar lidah ke atas dan mundur 2. Bolus diperas mundur ke bagian faring oral dengan aksi otot palatoglossus sampai dinding faring dipicu. Fase oral yang memerlukan 1 berikut: o Penutupan mulut memadai yang dibawa oleh otot-otot labia utuh untuk mencegah bocor keluar dari rongga mulut. o Utuh bukal otot untuk mencegah bahan-bahan makanan untuk jatuh ke dalam sulci lateral. o o 3) Mendorong bolus di posterior oleh gerakan otot utuh bahasa. Nyaman hidung pernapasan. Fase faringeal: Fase ini dimulai ketika menelan faring dipicu dan bolus tersebut akan dipindahkan melalui faring dan berakhir dengan membuka sfingter esofagus atas (sfingter Cricopharyngeal). Waktu transit normal faring adalah maksimum 1 detik. Ini adalah 0,32 detik untuk menelan dan meningkatkan volume kecil karena volume. Ketika bolus mencapai setiap titik dari lengkungan faucial anterior ke titik di mana tepi bawah mandibula melintasi dasar lidah, itu akan merangsang reseptor sensorik di orofaring dan lidah, yang akan memicu menelan faring. Ini informasi sensorik yang dikirim ke korteks dan batang otak (Medulla Oblingata) dimana stimulus menelan diidentifikasi dan mengirimkan informasi ini ke inti ambigu, yang memulai aksi menelan faring 1. Sebagai hasil dari faring memicu, berikut ini akan menghasilkan: o Bagian hidung faring sekarang dimatikan dari bagian oral faring oleh Ketinggian langit-langit lunak dan penutupan pelabuhan velopharyngeal lengkap untuk mencegah materi dari memasuki rongga hidung, o Yang menarik maju dari dinding posterior faring oleh serat atas otot konstriktor superior, dan kontraksi dari otot-otot palatopharyngeus. o Pintu masuk ke laring ditutup sekarang dengan menarik ke atas dari laring (sekitar 2 cm di normal pria dewasa muda) dan bagian laring dari faring yang dibawa oleh kontraksi dari Stylopharyngeus,

Salpingopharyngeus, Palatopharyngeus otot, dan Thyrohyoid. Laring tutup pukul tiga katup: Lipatan vokal yang benar Para arytenoids ke pangkal epiglotis Salah lipatan vokal (yaitu, pintu masuk saluran napas). kontraksi dari otot-otot berturut konstriktor superior, tengah, dan inferior.

Bolus bergerak ke bawah atas epiglottis dan mencapai bagian bawah faring akibat Sphincter cricopharyngeal dibuka untuk memungkinkan bahan untuk melewati ke kerongkongan.

Fisiologi Penghidu dan Pengecapan


May 3, 2012 by Medicinesia

Oleh Elisabet Lana A.K. Penghidu dan pengecap merupakan aktivitas yang membutuhkan molekul kimia sebagai rangsangannya karena sel saraf kedua pengindera tersebut merupakan kemoreseptor, yang berbeda dengan sifat sel saraf pada penglihatan dan pendengaran.1Penghidu dan pengecap merupakan kedua indera yang saling berkaitan, terutama dalam hal merasa makanan. Selain itu, kedua indera tersebut juga berkaitan dengan fungsi gastrointestinal dalam mengubah nafsu makan, sehingga disebut indera viseral. Walaupun fungsinya berkaitan, secara anatomi dan neurologi, penghidu dan pengecapan berbeda.2

Fisiologi penghidu
Eksitasi pada sel olfaktori
Reseptor penghidu terletak pada superior nostril, yaitu pada septum superior pada struktur yang disebut membran olfaktori. Bagian dari saraf penghidu yang berkaitan langsung dengan odoran, molekul penghidu, yaitu silia dari sel olfaktori. Sebelum dapat menempel dengan silia sel olfaktori, odoran tersebut harus dapat larut dalam mukus yang melapisi silia tersebut. Odoran yang hidrofilik dapat larut dalam mukus dan berikatan dengan reseptor pada silia tersebut, yaitu pada protein reseptor pada membran silia sel olfaktori. Pengikatan antara reseptor dengan odoran menyebabkan aktivasi dari protein G, yang kemudian mengaktivasi enzim adenil siklase dan mengaktifkan cAMP. Pengaktifan

cAMP ini membuka kanal Na+ sehingga terjadi influks natrium dan menyebabkan depolarisasi dari sel olfaktorius. Depolarisasi ini kemudian menyebabkan potensial aksi pada saraf olfaktorius dan ditransmisikan hingga sampai ke korteks serebri.

Pada keadaan istirahat, resting potential dari sel olfaktori yaitu sebesar -55mV. Sedangkan, pada keadaan terdepolarisasi, membrane potential sel olfaktori yaitu sebesar 30mV. Graded potential dari sel olfaktori menyebabkan potensial aksi pada sel mitral dan tufted yang terdapat pada bulbus olfaktorius.3 Pada membran mukus olfaktori, terdapat ujung saraf bebas dari saraf trigeminus yang menimbulkan sinyal nyeri. Sinyal ini dirangsang oleh odoran yang bersifat iritan, seperti peppermint, menthol, dan klorin. Perangsangan ujung saraf bebas ini menyebabkan bersin, lakrimasi, inhibisi pernapasan, dan refleks respons lain terhadap iritan hidung.2 Terdapat tiga syarat dari odoran tersebut supaya dapat merangsang sel olfaktori, yaitu:3

Bersifat larut dalam udara, sehingga odoran tersebut dapat terhirup hidung Bersifat larut air/hidrofilik, sehingga odoran tersebut dapat larut dalam mukus dan berinteraksi dengan silia sel olfaktorius Bersifat larut lemak/lipofilik, sehingga odoran tersebut dapat berikatan dengan reseptor silia sel oflaktorius

Ambang rangsang dari sel olfaktori berbeda-beda terhadap masing-masing tipe odoran. Beberapa odoran tersebut yaitu:

Penghidu pada manusia dapat mendeteksi berbagai jenis odoran yang berbeda, namun sulit untuk dapat membedakan intensitas odoran yang berbeda. Untuk dapat membedakan intensitas tersebut, perlu terdapat perbedaan konsentrasi odoran sebesar 30%. Kemampuan penghidu untuk dapat membedakan berbagai odoran yang berbeda diperankan oleh glomerulus yang terdapat pada bulbus olfaktorius. Terdapat sekitar 1000 dari protein reseptor untuk odoran yang berbeda, yang masing-masing reseptor tersebut terdapat pada satu sel olfaktori. Terdapat sekitar 2 juta sel olfaktori yang masingmasingnya berproyeksi pada dua dari 1800 glomeruli. Hal ini menyebabkan adanya proyeksi yang berbeda-beda untuk setiap odoran.2

Adaptasi
Sel olfaktori mengalami adaptasi yang cepat pada detik pertama, yaitu sekitar 50% adaptasi terjadi. Sedangkan, 50% adaptasi sisanya terjadi dalam waktu yang lambat. Adaptasi ini diperankan oleh sel-sel pada glomerulus di bulbus olfaktorius dan sistem saraf pusat. Pada glomerulus, terdapat sel periglomerular dan sel granul. Kedua sel tersebut berperan dalam inhibisi lateral yang dicetuskan oleh sinyal pada sel mitral dan sel tufted. Sel mitral dan sel tufted yang teraktivasi kemudian melepaskan neurotransmiter glutamat dan menyebabkan eksitasi sel granul. Sel granul tersebut kemudian melepaskan GABA dan menginhibisi sel mitral dan sel tufted. Sel periglomerular dan sel granul tersebut juga berespon terhadap feedback dari sel saraf pusat yang menginhibisi sel olfaktorius, sehingga terjadi penekanan pada transmisi sinyal yang menuju bulbus olfaktorius. Selain itu, adaptasi ini juga diperankan oleh aktivasi ion Ca2+ melalui kanal ion CNG (cyclic nucleotide-gated) yang mengaktivasi kalmodulin. Ion Ca2+ ini menyebabkan adaptasi dari mekanisme transduksi dan penurunan respons terhadap stimulus. Sedangkan, adaptasi

yang diperankan oleh sistem saraf pusat memiliki peran yang lebih besar dibandingkan adaptasi pada glomerulus.2,3,4

Jaras olfaktorius
Sinyal pada sel mitral dan sel tufted pada bulbus olfaktorius menjalar menuju traktus olfaktorius. Traktus olfaktorius kemudian menuju area olfaktorius primer pada korteks serebral, yaitu pada lobus temporalis bagian inferior dan medial. Aktivasi pada area ini menyebabkan adanya kesadaran terhadap odoran tertentu yang dihirup. Selain itu, traktus tersebut menuju dua area, yaitu area olfaktorius medial dan area olfaktorius lateral.1,3

a. Area olfaktorius medial Area ini terdiri atas sekumpulan nukleus yang terletak pada anterior dari hipotalamus. Nukleus pada area ini merupakan nukleus septal yang kemudian berproyeksi ke hipotalamus dan sistem limbik. Area ini berperan dalam ekspresi respons primitif terhadap penghidu, seperti salivasi. b. Area olfaktorius lateral Area ini terdiri atas korteks prepiriformis, korteks piriformis, dan nukleus amygdala bagian korteks. Dari area ini, sinyal diteruskan ke sistem limbik dan hipokampus. Proyeksi tersebut berperan dalam pembelajaran terhadap respon dari odoran tertentu, seperti respon mual atau muntah terhadap odoran yang tidak disukai. Jaras pada kedua area tersebut tidak melewati talamus, seperti jaras pada saraf sensori lainnya. Namun, terdapat satu jaras olfaktori yang melewati talamus, yaitu nukleus talamus dorsomedial, dan bersinaps di korteks orbitofrontal kuadran lateroposterior. Jaras ini berperan pada analisis sadar dari odoran tertentu.3

Gangguan pada sistem penghidu


Gangguan pada sistem olfaktorius dapat bersifat konduktif atau sensorineural. Pada gangguan konduktif, terjadi kelainan pada transmisi stimulus odoran menuju reseptor pada silia sel olfaktorius. Sedangkan, pada gangguan sensorineural, terjadi kelainan pada jaras saraf yang menghantarkan impuls odoran menuju sistem saraf pusat. Beberapa etiologi dari gangguan tersebut yaitu:5

Gangguan penghidu konduktif dapat disebabkan oleh:

1. Inflamasi, seperti pada rinitis, alergi, rinosinusitis 2. Adanya massa yang memblok ruang nasal, seperti polip hidung, papiloma, dan keganasan 3. Kelainan kongenital, seperti kista dermoid, ensefalokel 4. Riwayat laringektomi atau trakeoktomi, yang menyebabkan penurunan dari aliran udara yang menuju hidung dan melewati membran olfaktorius.

Gangguan penghidu sensorineural dapat disebabkan oleh: sarkoidosis, granulomatosis Wegener, dan multiple sclerosis

1. Adanya inflamasi pada saraf olfaktorius, seperti infeksi virus yang merusak sel olfaktori, 2. Kelainan kongenital yang menyebabkan tidak terbentuknya jaras saraf tertentu 3. Gangguan endokrin 4. Trauma kepala 5. Obat-obatan yang mempengaruhi saraf olfaktori, seperti alkohol, nikotin, dan garam Zinc 6. Usia tua, yang menyebabkan penurunan jumlah sel mitral pada bulbus olfaktorius 7. Penyakit degeneratif pada sistem saraf pusat, seperti penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, dan lain-lain Beberapa gangguan dari sistem penghidu dapat berupa: Anosmia6 Anosmia merupakan hilangnya kemampuan untuk menghidu, dan dapat bersifat parsial atau total. Hal ini dapat disebabkan oleh kongesti nasal atau terhambatnya hidung dalam membaui, sehingga udara yang berisi odoran tidak dapat larut dalam membran mukus dan berikatan dengan reseptor pada silia sel olfaktorius. Beberapa penyebab dari anosmia yaitu:

Alergi Penyakit flu Polip nasal Deformitas septum nasal Tumor nasal Penyakit Alzheimer Kelainan sistem endokrin Gangguan saraf Gangguan nutrisi Obat-obatan Penggunaan dekongestan nasal yang terlalu sering Terganggunya kemampuan menghidu ini berperan besar dalam interpretasi merasakan rasa makanan. Sebenarnya, kemampuan lidah dalam mengecap tidak berkurang. Namun,

penghidu berperan besar dalam menentukan enak atau tidaknya makanan sehingga penurunan fungsi penghidu menyebabkan kenikmatan terhadap makanan berkurang. Hiposmia7 Hiposmia merupakan penurunan sensitivitas menghidu. Biasanya, hiposmia merupakan tanda awal dari penyakit Parkinson. Disosmia8 Disosmia merupakan kesalahan persepsi dari odoran yang dihirup. Terdapat dua jenis disosmia, yaitu: Troposmia, merupakan kesalahan persepsi terhadap suatu odoran. Etiologi dari troposmia ini masih belum diketahui secara pasti. Terdapat hipotesis di mana adanya gangguan fungsi pada sel olfatori atau gangguan interpretasi pada sistem saraf pusat. Pantosmia, merupakan adanya persepsi terhadap odoran namun molekul odoran tersebut tidak ada. Pantosmia dapat disebabkan oleh sel saraf abnormal yang menimbulkan sinyal abnormal yang menuju otak sehingga terjadi persepsi adanya odoran, atau adanya gangguan fungsi sel inhibisi olfaktori. Pantosmia ini biasanya merupakan tanda-tanda sebelum kejang muncul.

Fisiologi pengecapan
Pengecapan diperankan oleh kuncup kecap (taste bud) yang terletak pada papil-papil lidah. Papil yang mengandung kuncup kecap ini yaitu papil sirkumvalata dan papil fungiformis. Papil sirkumvalata terletak pada pangkal lidah, dan membentuk susunan seperti huruf V. Sedangakn, papil fungsiformis terletak pada bagian ujung anterior lidah. Selain itu, kuncup kecap ini juga terdapat pada palatum, tonsila, epiglotis, dan esofagus proksimal. Kuncup kecap ini mengandung sel kecap dan sel sustentakular. Sel kecap tersebut beregenerasi setiap 10 hari, digantikan oleh sel sustentakular yang menjadi sel kecap. Pada usia di atas 45 tahun, terjadi degenerasi kuncup kecap sehingga terjadi penurunan dari kemampuan mengecap.3

Rangsang dari tastan, yaitu senyawa kimia yang dapat merangsang sel kecap, menimbulkan depolarisasi pada sel kecap. Namun, cara untuk menimbulkan depolarisasi tersebut berbeda-beda pada setiap rasa. Depolarisasi pada sel kecap tersebut menyebabkan eksositosis dari vesikel sinaps yang menyebabkan pelepasan neurotransmiter. Neurotransmiter tersebut menyebabkan potensial aksi pada sel saraf first-order yang bersinaps dengan sel kecap.1 Terdapat lima rasa yang dapat dikenali oleh sel kecap, yaitu:1,2,3

Rasa asin, yang diperankan oleh reseptor EnaC dan distimulasi oleh NaCl. Reseptor ini dapat diinhibisi oleh amilorid. Ion Na+ pada NaCl masuk melalui kanal Na+ dan menyebabkan depolarisasi pada sel kecap, sehingga menimbulkan potensial aksi pada sel saraf orde pertama.

Rasa asam, yang diperankan oleh reseptor EnaC, kanal kation HCN (hyperpolarizationactivated cyclic nucleotide-gated), dan beberapa reseptor lainnya. Reseptor tersebut sensitif terhadap ion H+sehingga adanya ion tersebut menyebabkan terbukanya reseptor dan terjadi influks H+. Influks ini menyebabkan depolarisasi dari sel kecap dan menimbulkan potensial aksi pada sel saraf orde pertama.

Rasa manis, yang diperankan oleh reseptor gustducin. Reseptor ini teraktivasi oleh beberapa molekul, seperti gula, glikol, alkohol, aldehid, keton, amida, ester, beberapa asam amino, beberapa protein sederhana, asam sulfonat, asam halogenasi, garam inorganik, dan beryllium. Molekul tersebut berikatan dengan reseptor gustducin dan reseptor tersebut mengaktivasi protein G untuk menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi tersebut akan melepaskan neurotransmiter dan menyebabkan potensial aksi pada sel saraf orde pertama.

Rasa pahit, yang juga diperankan oleh reseptor gustducin. Sama dengan rasa manis, rasa pahit ini juga dapat ditimbulkan oleh beberapa molekul, yaitu molekul organik rantai panjang yang mengandung nitrogen dan alkaloid. Rasa pahit ini juga ditimbulkan oleh aktivasi dari protein G. Selain itu, rasa pahit juga dapat ditimbulkan oleh inhibisi fosfolipase yang menguraikan cGMP dan peningkatan pembentukan DAG dan fosfat inositol.

Rasa umami, yang diperankan oleh reseptor mGluR4. Reseptor ini diaktivasi oleh molekul L-glutamat.

Ambang batas pengecapan


Ambang batas dari sel kecap untuk dapat menimbulkan potensial aksi dan mengenali rasa tersebut berbeda-beda pada setiap rasa. Ambang batas untuk rasa pahit termasuk yang paling rendah, karena sel kecap tersebut dapat mengenali rasa pahit pada konsentrasi yang paling rendah. Contohnya, sel kecap dapat mengenali rasa pahit dari senyawa quinin pada ambang batas 0,000008 M, sedangkan rasa asam dapat dikenali pada ambang batas 0,0009 M. Rasa pahit merupakan rasa yang memiliki ambang batas terendah untuk proteksi diri terhadap senyawa yang beracun, karena senyawa tersebut mengandung alkaloid. Tak hanya senyawa beracun dan berbahaya bagi tubuh, kafein, strychnine, nikotin, dan beberapa obat memiliki kandungan alkaloid. Ambang batas yang terendah setelah rasa pahit yaitu rasa asam. Kemudian, rasa manis dan asin memiliki ambang batas yang hampir sama namun lebih tinggi daripada rasa asam.1,3

Jaras pengecapan
Sinyal pengecapan diteruskan ke sistem saraf pusat melalui tiga jalur berbeda, yaitu:

Dua pertiga anterior lidah dipersarafi oleh saraf fasialis, yang awalnya melewati saraf lingualis, menuju korda timpani, lalu ke saraf fasialis. Satu pertiga posterior lidah dipersarafi oleh saraf glosofaringeus. Epiglotis, tonsila, proksimal esofagus dipersarafi oleh saraf vagus. Ketiga jaras tersebut kemudian bersinaps di nukleus traktus solitarius dan diproyeksikan oleh sel saraf orde kedua. Kemudian, sel saraf ini menuju nukleus talamus bagian ventral posterior medial dan bersinaps dengan sel saraf orde ketiga. Sel saraf tersebut kemudian menuju korteks serebral, yaitu pada area insular opercular yang terletak pada bagian bawah girus postsentralis pada korteks parietalis serebral. Selain ke talamus, beberapa jaras saraf ini menuju sistem limbik dan hipotalamus.1,3 Sedangkan, jaras untuk refleks terhadap pengecapan, seperti sekresi saliva selama ingesti makanan, diperankan oleh jaras saraf yang menuju nukleus salivatorius superior dan inferior setelah melewati nukleus traktus solitarius.

Sama seperti sistem olfaktorius, terdapat adaptasi pada pengecapan yang terjadi dalam waktu 1 menit. Adaptasi ini sebagian besar diperankan oleh sistem saraf pusat, sedangkan pada kuncup kecap, adaptasi diperankan oleh mukus yang segera menyapu molekul yang terdapat pada mikrovili tersebut.3

Gangguan sistem pengecapan


Gangguan pada pengecapan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:5

Lesi pada mukosa, kuncup kecap, saraf kecap, maupun saraf kranialis yang menghantarkan impuls kecap Gangguan pada mulut, seperti infeksi mulur, inflamasi, dan mukositis yang disebabkan radiasi. Radiasi tersebut menyebabkan kelainan pada mikrovili kuncup kecap. Kebersihan mulut yang kurang terjaga, yang menyebabkan infeksi virus, bakteri, jamur, atau parasit. Hal ini kebanyakan menyebabkan hipogeusia. Usia tua, di mana terdapat penurunan fungsi dari kanal ion dan reseptor kecap. Neoplasma pada kepala dan leher Penggunaan prostetik palatum, yang menyebabkan penurunan sensitivitas terhadap pengecapan Pembedahan pada lidah, kemoterapi, dan pembedahan pada korda timpani yang menyebabkan disgeusia Gangguan nutrisi Gangguan endokrin, yang menurunkan sensitivitas terhadap rasa Kelainan genetik Kerusakan pada sistem saraf pusat, seperti pada multiple sclerosis, paralisis wajah, dan lesi talamus Beberapa gangguan pada pengecapan tersebut dapat berupa:9

Ageusia, merupakan kehilangan kemampuan untuk mengecap. Hipogeusia, merupakan penurunan kemampuan untuk mengecap. Disgeusia, merupakan adanya persepsi rasa pada mulut, di mana tidak terdapat molekul yang merangsang sel kecap. Disgeusia ini biasanya disertai dengan sindrom mulut terbakar, dan biasanya terdapat pada orang usia tua. Daftar pustaka:

1. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. Ed ke-12. USA: John Wiley & Sons. 2009; h. 599-604. 2. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Ed ke-21. USA: McGraw-Hill. 2003. 3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2006; h. 663-670.

4. Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology. Ed ke-8. USA: Benjamin Cummings. 2012; h.570. 5. Leopold D, Meyers AD. Disorders of Taste and Smell [internet]. 2012 [diperbarui 24 Juni 2009; diunduh 4 Maret 2012]. Diambil dari http://emedicine.medscape.com/article/861242-overview#aw2aab6b4. 6. Vorvick LJ, Zieve D. Smell-impaired [internet]. 2012 [diperbarui 31 Agustus 2011; diunduh 4 Maret 2012]. Diambil dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003052.htm. 7. Anonymous. Parkinsons Disease Symptoms Associated Symptoms [internet]. 2012 [diunduh 4 Maret 2012]. Diambil dari http://www.parkinsonsdiseaseearlysymptoms.com/tag/hyposmia. 8. Leopold D. Distortion of Olfactory Perception: Diagnosis and Treatment. Chem sences; 2002(27): 611-615. 9. Anonymous. Taste Disorders [internet]. 2012 [diperbarui 17 Desember 2004; diunduh 4 Maret 2012]. Diambil dari http://www.medicinenet.com/taste_disorders/page2.htm?

Anda mungkin juga menyukai