Anda di halaman 1dari 80

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar

Belakang Masalah penyalahgunaan narkoba saat

ini menjadi perhatian banyak orang dan terus menerus dibicarakan dan dipublikasikan. Bahkan masalah penyalahgunaan narkoba menjadi perhatian berbagai kalangan di Indonesia, mulai dari pemerintah, LSM, Ormas, bahkan masyarakat juga turut serta membicarakan tentang bahaya penyalahgunaan narkoba ( Rozak & Sayuti, 2006 ). Narkoba (narkotika dan obat/ bahan berbahaya) merupakan obat atau zat bukan makanan, yang jika diminum, dihisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan, berpengaruh pada kerja otak (susunan syaraf pusat), dan sering menimbulkan ketergantungan. Narkoba dapat mengubah perasaan, pikiran, dan perilaku pengguna (Indrawan, 2001). Korban penyalahgunaan narkoba tidak lagi mengenal status sosial, profesi, umur dan jenis kelamin. Sebagian besar korban justru didominasi generasi muda produktif umur 15-25 tahun yang merupakan generasi penerus bangsa. Peredaran Narkoba juga sudah merambah ke berbagai tempat mulai lokasi hiburan, restoran, sekolah sampai ke pelosok tanah air bahkan pesantren

pun tak luput dari jangkauan barang haram tersebut. Karena itu upaya yang dilakukan perlu secara bersama. Intinya agar generasi muda dan siswa yang dipersiapkan untuk menerima tongkat estafet pembangunan bangsa dan negara terhindar dari penyalahgunaan narkoba yang hanya menjanjikan kehancuran. Usaha dan kerja keras aparat dan masyarakat tidak akan membuahkan hasil maksimal tanpa adanya kesadaran dari generasi muda dan siswa itu sendiri. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa setiap tahun transaksi obat tersebut mencapai 85 millyard dolar AS, sedangkan di Indonesia pada tahun 1995 kurang lebih 130 ribu orang telah menjadi pecandu narkoba (Nugroho 2001). Pengguna narkoba di NTB pada tahun 2006, 65% remaja berusia 15-24 tahun, sedangkan sisanya orang dewasa. Untuk menekan jumlah tersebut, diperlukan peran serta masyarakat, terutama lingkungan di mana remaja itu tinggal. Demikian sambutan tertulis Gubenur NTB, yang dibacakan Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, BKKBN NTB, pada Forum Temu Remaja NTB di Apartemen Sejahtera Praya ( www.NTB.go.id ). Remaja yang hidup di kota besar lebih banyak dihadapkan pada pengaruh kebudayaan asing yang negatif. Sebabnya adalah di kota kota besar menimbulkan kontradiktif dimana segala kebudayaan asing mudah masuk melalui berbagai jalan misalnya, film, bacaan bacaan porno, dan alat alat canggih lainnya seperti internet dan komputer serta tempat tempat hiburan dunia malam seperti diskotik dan cafe. Di samping itu kecenderungan pemerintah setempat untuk memajukan kotanya

dengan membangun dan mengadakan berbagai fasilitas hidup yang maju, misalnya tempat tempat rekreasi yng memungkinkan remaja menikmati kesenangan hidup secara modern yang sangat potensial sebagai akses sosialisasi tindakan yang salah seperti penyalahgunaan narkoba, seks bebas, dan kenakalan kenakalan remaja yang lainnya. Kunci yang utama agar terhindar dari pengaruh narkoba adalah mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melakukan ketaatan beribadah, hormat kepada orangtua, menjalankan perintah-perintah agama. Peran orangtua murid juga penting. Kepala Sekolah dan para staf sekolah harus melakukan komunikasi yang baik dengan orangtua murid. Jika komunikasi terjalin erat, orangtua akan mengetahui hal-hal ganjil pada anakanaknya. Semakin rendah pemahaman terhadap agama, seseorang makin cenderung tergantung pada narkoba. Individu dengan kecemasan dan depresi, memiliki kecenderungan untuk lebih tergantung pada narkoba (Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, BKKBN NTB,). Setiap tahun diperkirakan 15.000 remaja tewas akibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya di seluruh Indonesia. Sementara omzet peredaran narkoba dalam satu tahun diperkirakan mencapai Rp 20 triliun. Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen I Made Mangku Pastika di Jakarta, menyatakan, nilai nominal peredaran narkoba itu belum termasuk biaya pengobatan ( rehabilitasi ) dan dampak sosial terhadap korban serta keluarganya yang bisa mencapai Rp 50 triliun.

Angka remaja pengguna narkoba adalah bagian terbesar dari tiga juta pecandu narkoba di Indonesia ( www.kompas.com ). Adanya kasus tersebut merupakan sinyal yang sangat kuat agar semua pihak waspada. Apalagi masa remaja adalah masa pencarian identitas diri. Bagaimana jadinya jika penyalahgunaan narkoba dibiarkan pada remaja, bukan tidak mungkin negara ini segera akan mengalami loss generation. Fenomena napza ( narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya ) mau tidak mau membuka mata dan menyadarkan pemahaman kita bahwa permasalahan tersebut menjadi amat penting untuk dibicarakan dan dipahami agar tidak semakin banyak anak dan remaja kita yang menjadi korbannya. Faktor lingkungan juga amat berperan dalam proses pertumbuhan mereka, misalnya sekolah atau lingkungan sepermainan. Hal ini layak mendapat perhatian karena pada masa-masa ini seorang anak remaja menjadi amat rawan, seperti halnya kasus mencoba-coba napza yang tidak ketahuan sampai pada tahap kecanduan sehingga berakibat fatal. Pada intinya, banyak dari mereka belum memperoleh pengetahuan dan pendidikan yang benar dan memadai mengenai napza dan bahayanya. Hal ini karena kebanyakan dari kita masih memegang prinsip bahwa tidak baik membicarakan hal-hal yang negatif dan buruk. Selain itu, tingkat pengetahuan dan pemahaman kita tentang napza sendiri terkadang masih amat minim, bahkan mungkin tidak mengetahui sama sekali. Dengan melihat beberapa data di atas maka penyalahgunaan narkoba tidak terlepas dari sikap dan perilaku remaja, diperlukan sikap dan perilaku

yang konstruktif dalam melalui masa pencarian identitas diri remaja, salah satunya dengan meningkatkan pengetahuan remaja tentang apa itu narkoba, efek penggunaan narkoba, macam macamnya, dan apa akibat bila kita sudah menjadi pengguna narkoba. Perubahan biopsikososial yang pesat pada remaja membawa mereka lebih banyak melakukan eksperimen untuk mengenal dan mencari sesuatu yang baru. Disinilah pentingnya informasi yang benar bagi remaja baik tentang diri sendiri ataupun tentang lingkungannya. Untuk itu peneliti ingin menganalisa lebih lanjut tentang hubungan pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap dan perilaku remaja di SMA 1 Praya Barat B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap dan perilaku terhadap penyalahgunaan narkoba ? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap dan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja tentang narkoba di SMA 1 Praya Barat b. Mengidentifikasi sikap remaja di SMA 1 Praya Barat c. Mengidentifikasi perilaku remaja di SMA 1 Praya Barat.

d. Menganalisis hubungan tingkat pengatahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja di SMA 1 Praya Barat. e. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja di SMA 1 Praya Barat. D. Manfaat 1. Untuk remaja Memberikan pengetahuan tentang narkoba pada remaja. 2. Orang tua Membantu orang tua dalam memahami koping remaja dalam bentuk sikap dan perilaku pada remaja. 3. Petugas kesehatan Membantu petugas kesehatan untuk dapat memberikan intervensi yang lebih efektif terhadap masalah penyalahgunaan narkoba pada remaja. 4. Masyarakat Memberikan kontribusi pengetahuan tentang bagaimana penanggulangan dan pencegahan penyalahgunaan narkoba dilingkungan masyarakat. 5. Institusi Pendidikan Sekolah Menengah Atas Membantu para pendidik untuk dapat lebih waspada terhadap potensi penyalahgunaan narkoba pada siswa siswinya. 6. Peneliti Memberikan pemahaman lebih jauh permasalahan yang terjadi pada remaja khususnya penyalahgunaan narkoba 7. Institusi

Memberi tambahan wacana dan pengetahuan tentang narkoba pada remaja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Narkoba 1. Definisi Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya yang telah populer beredar di masyarakat perkotaan maupun di pedesaan, termasuk bagi aparat hukum. Sebenarnya dahulu kala masyarakat juga mengenal istilah madat sebagai sebutan untuk candu atau opium, suatu golongan narkotika yang berasal dari getah kuncup bunga tanaman Poppy yang banyak tumbuh di sekitar Thailand, Myanmar dan Laos (The Golden Triangle) maupun di Pakistan dan Afganistan ( www.infonarkoba.com ). Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang akan menyebabkan perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan rasa sakit dan dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi) ( UU No. 22/1997 tentang Narkotika ) . Lebih lanjut dalam UU No. 22/1997 pasal 2, disebutkan bahwa narkotika digolongkan menjadi (a) Narkotika golongan I, (b) Narkotika golongan II, dan (c) Narkotika golongan III. Narkotika golongan I diartikan dengan : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan Narkotika yang termasuk dalam kategori I ini adalah kokain, ganja, berbagai jenis opium dan heroin ( putaw ).

Sementara

narkotika

golongan

II

berdasarkan

UU

No

22/1997

menyebutkan : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Narkotika yang termasuk dalam golongan ini adalah morfin dan opium. Sedangkan narkotika golongan III berdasarkan UU No 22/1997 diartikan dengan : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan Narkotika yang termasuk dalam golongan ini adalah jenis turunan opium tertentu. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental ( UU No 5/1997 tentang Psikotropika ). Psikotropika berdasarkan UU No 5 tahun 1997 terbagi menjadi 4 ( empat ) golongan, yakni Psikotropika Golongan I, Psikotropika Golongan II, Psikotropika Golongan III, dan Psikotropika golongan IV. Psikotropika golongan I diartikan dengan : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan ketergantungan . Jenis psikotropika yang masuk dalam golongan I ini adalah ekstasi.

10

Sementara psikotropika golongan II berdasarkan UU No 5 /!997 diartikan dengan : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan . Jenis psikotropika yang masuk dalam kategori ini adalah sabu sabu (amfetamia) dan PCP (halusinogen). Psikotropika Golongan II berdasarkan UU No 5 / 1997 diartikan dengan : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan Sedangkan UU No. 5 / 1997 diartikan dengan : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan Jenis psikotropika yang termasuk kategori ini adalah berbagai jenis obat penenang seperti meprobamat . diazepam, klordiazepoksida, dan

2. Jenis jenis Narkoba Jenis Narkotika yang sering disalahgunakan adalah morfin, heroin (putauw), petidin, termasuk ganja atau kanabis, mariyuana, hashis dan kokain. Jenis Psikotropika yang sering disalahgunakan adalah amfetamin, ekstasi, shabu, obat penenang seperti mogadon, rohypnol, dumolid, lexotan, pil koplo, BK, termasuk LSD, mushroom. Zat adiktif lainnya disini adalah bahan/zat bukan

11

narkotika & psikotropika seperti alkohol/etanol atau metanol, tembakau, gas yang dihirup (inhalansia) maupun zat pelarut (solven).

a. Opiat atau Opium (candu)

Gb.2.1 Opiat Merupakan golongan narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap (inhalasi). Efek yang ditimbulkan : menimbulkan rasa kesibukan ( rushing sensation), menimbulkan semangat, merasa waktu berjalan lambat, pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk, merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang), timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung

b. Morfin

Gb. 2.2 Morfin dalam bentuk tablet dan serbuk

12

Merupakan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui pengolahan secara kimia. Umumnya candu mengandung 10% morfin. Cara pemakaiannya disuntik di bawah kulit, ke dalam otot atau pembuluh darah (intravena) Efek yang ditimbulkan : menimbulkan euforia, mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi), kebingungan (confusi), berkeringat, dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar, gelisah dan perubahan suasana hati, mulut kering dan warna muka berubah.

c. Heroin atau Putaw Merupakan golongan narkotika semisintetis yang dihasilkan atas pengolahan morfin secara kimiawi melalui 4 tahapan sehingga diperoleh heroin paling murni berkadar 80% hingga 99%. Heroin murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni berwarna putih keabuan ( street heroin). Zat ini sangat mudah menembus otak sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin itu sendiri. Umumnya digunakan dengan cara disuntik atau dihisap, timbul rasa kesibukan yang sangat cepat/rushing sensastion ( 30-60 detik) diikuti rasa menyenangkan seperti mimpi yang penuh kedamaian dan kepuasan atau ketenangan hati (euforia). Ingin selalu menyendiri untuk menikmatinya.

13

Gb. 2.3 Heroin Efek yang ditimbulkan : denyut nadi melambat, tekanan darah menurun, otot-otot menjadi lemas/relaks, diafragma mata ( pupil) mengecil (pin point), mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan diri, membentuk dunia sendiri (dissosial) : tidak bersahabat, penyimpangan perilaku : berbohong, menipu, mencuri, kriminal, ketergantungan dapat terjadi dalam beberapa hari, efek samping timbul kesulitan dorongan seksual, kesulitan membuang hajat besar, jantung berdebar-debar, kemerahan dan gatal di sekitar hidung, timbul gangguan kebiasaan tidur. Jika sudah toleransi, semakin mudah depresi dan marah sedangkan efek euforia semakin ringan atau singkat

d. Amfetamin Nama generik/turunan amfetamin adalah D-pseudo epinefrin yang pertama kali disintesis pada tahun 1887 dan dipasarkan tahun 1932 sebagai pengurang sumbatan hidung (decongestan). Berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2 jenis amfetamin yaitu MDMA ( metil dioksi metamfetamin) dikenal dengan nama ectacy. Nama lain fantacy pils, inex, Metamfetamin bekerja lebih lama dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya lebih kuat. Nama lainnya shabu, SS, ice. Cara penggunaan dalam bentuk pil diminum. Dalam bentuk kristal dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap melalui hidung, atau dibakar dengan memakai botol kaca yang dirancang

14

khusus (bong). Dalam bentuk kristal yang dilarutkan dapat juga melalui suntikan ke dalam pembuluh darah (intravena). Efek yang ditimbulkan : Jantung terasa sangat berdebar-debar ( heart thumps), suhu badan naik/demam, tidak bisa tidur, merasa sangat bergembira (euforia), menimbulkan hasutan (agitasi), banyak bicara (talkativeness), menjadi lebih berani/agresif, kehilangan nafsu makan, mulut kering dan merasa haus, berkeringat, tekanan darah meningkat, mual dan merasa sakit, sakit kepala, pusing, tremor/gemetar, timbul rasa letih, takut dan depresi dalam beberapa hari, gigi rapuh, gusi menyusut karena kekurangan kalsium.

e. Sedatif-Hipnotik (Benzodiazepin/BD Z)

Gb. 2.4 Benzodiazepin Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama jalanan BDZ antara lain BK, lexo, MG, rohip, dum. Cara pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena, dan melalui dubur. Ada yang minum BDZ mencapai lebih dari

15

30 tablet sekaligus. Dosis mematikan/letal tidak diketahui dengan pasti. Bila BDZ dicampur dengan zat lain seperti alkohol, putauw bisa berakibat fatal karena menekan sistem pusat pernafasan. Umumnya dokter memberi obat ini untuk mengatasi kecemasan atau panik serta pengaruh tidur sebagai efek utamanya, misalnya aprazolam/Xanax/Alviz. Efek yang ditimbulkan akan mengurangi pengendalian diri dan pengambilan keputusan. Menjadi sangat acuh atau tidak peduli dan bila disuntik akan menambah risiko terinfeksi HIV/AIDS dan hepatitis B & C akibat pemakaian jarum bersama. Obat tidur/hipnotikum terutama golongan barbiturat dapat disalah gunakan misalnya seconal, terjadi gangguan konsentrasi dan keterampilan yang berkepanjangan, menghilangkan kekhawatiran dan ketegangan (tension), perilaku aneh atau menunjukkan tanda kebingungan proses berpikir, nampak bahagia dan santai, bicara seperti sambil menelan (slurred speech), jalan sempoyongan, tidak bisa memberi pendapat dengan baik.

f. Alkohol

16

Gb. 2.5 Minuman Alkohol Merupakan suatu zat yang paling sering disalahgunakan manusia. Alkohol diperoleh atas peragian/fermentasi madu, gula, sari buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh alkohol sampai 15% tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100%. Kadar alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit. Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah orang akan menjadi euforia, namun dengan penurunannya orang tersebut menjadi depresi. Dikenal 3 golongan minuman berakohol yaitu golongan A; kadar etanol 1%5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20% (minuman anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45% (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput). Pada umumnya alkohol akan menghilangkan perasaan yang menghambat atau merintangi, merasa lebih tegar berhubungan secara sosial (tidak menemui masalah), merasa senang dan banyak tertawa, menimbulkan kebingungan, tidak mampu berjalan.

g. Inhalansia atau Solven

17

Gb. 2.6 Inhalasia atau Solven Adalah uap bahan yang mudah menguap yang dihirup. Contohnya aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry cleaning, tinner, uap bensin. Umumnya digunakan oleh anak di bawah umur atau golongan kurang mampu/anak jalanan. Penggunaan menahun toluen yang terdapat pada lem dapat menimbulkan kerusakan fungsi kecerdasan otak. Efek yang ditimbulkan pada mulanya merasa sedikit terangsang, dapat menghilangkan pengendalian diri atau fungsi hambatan, bernafas menjadi lambat dan sulit, tidak mampu membuat keputusan, terlihat mabuk dan jalan sempoyongan, mual, batuk, dan bersin-bersin, kehilangan nafsu makan, halusinasi, perilaku menjadi agresif/berani atau bahkan kekerasan, bisa terjadi henti jantung (cardiac arrest), pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan syaraf otak menetap, keletihan otot, gangguan irama jantung, radang selaput mata, kerusakan hati dan ginjal dan gangguan pada darah dan sumsum tulang, terjadi kemerahan yang menetap di sekitar hidung dan tenggorokan, dapat terjadi kecelakaan yang menyebabkan kematian di antaranya karena jatuh, terbakar, tenggelam yang umumnya akibat intoksikasi/keracunan dan sering sendirian.

h. Ganja atau Kanabis

18

Gb. 2.7 Tanaman Ganja Berasal dari tanaman Kanabis sativa dan Kanabis indica. Pada tanaman ini terkandung 3 zat utama yaitu tetrahidrokanabinol, kanabinol dan kanabidiol. Cara penggunaannya dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Efek yang ditimbulkan denyut jantung atau nadi lebih cepat, mulut dan tenggorokan kering, merasa lebih santai, banyak bicara dan bergembira, sulit mengingat sesuatu kejadian, kesulitan kinerja yang membutuhkan konsentrasi, reaksi yang cepat dan koordinasi, kadang-kadang menjadi agresif bahkan kekerasan. Bilamana pemakaian dihentikan dapat diikuti dengan sakit kepala, mual yang berkepanjangan, rasa letih/capek, gangguan kebiasaan tidur, sensitif dan gelisah, berkeringat, berfantasi, selera makan bertambah.

Gb. 2.8 Ganja siap pakai

19

i. LSD atau Lysergic Acid atau Acid, Trips, Tabs

Gb. 2.9 Serbuk LSD atau Lysergic Acid atau Acid, Trips, Tabs Termasuk sebagai golongan halusinogen (membuat khayalan) yang biasa diperoleh dalam bentuk kertas berukuran kotak kecil sebesar perangko dalam banyak warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil atau kapsul. Cara menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah dan bereaksi setelah 30-60 menit kemudian dan berakhir setelah 8-12 jam. Efek yang ditimbulkan yakni rasa yang disebut tripping yaitu seperti halusinasi tempat, warna dan waktu, biasanya halusinasi ini digabung menjadi satu hingga timbul obsesi terhadap yang dirasakan dan ingin hanyut di dalamnya, menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama kelamaan membuat perasaan khawatir yang berlebihan (paranoid), denyut jantung dan tekanan darah meningkat, diafragma mata melebar dan demam, disorientasi, depresi, pusing Panik dan rasa takut berlebihan, Flashback (mengingat masa lalu) selama

20

beberapa minggu atau bulan kemudian, gangguan persepsi seperti merasa kurus atau kehilangan berat badan.

j. Kokain Mempunyai 2 bentuk yakni bentuk asam ( kokain hidroklorida) dan bentuk basa (free base). Kokain asam berupa kristal putih, rasa sedikit pahit dan lebih mudah larut dibanding bentuk basa bebas yang tidak berbau dan rasanya pahit. Nama jalanan kadang disebut koka, coke, happy dust, snow, charlie, srepet , salju, putih. Disalahgunakan dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah dibakar bersama tembakau yang sering disebut cocopuff. Menghirup kokain berisiko luka pada sekitar lubang hidung bagian dalam. Kokain dapat menimbulkan keriangan, kegembiraan yang berlebihan (ecstasy), hasutan (agitasi), kegelisahan, kewaspadaan dan dorongan seks, penggunaan jangka panjang mengurangi berat badan, timbul masalah kulit. Kejang-kejang, kesulitan bernafas. Sering mengeluarkan dahak atau lendir, merokok kokain merusak paru (emfisema), memperlambat pencernaan dan menutupi selera makan, paranoid, merasa seperti ada kutu yang merambat di atas kulit (cocaine bugs), gangguan penglihatan (snow light), kebingungan (Confusi). bicara seperti menelan (slurred speech).

21

3. Istilah istilah narkoba a. Istilah gaul narkoba 1). Stock = STB / stock badai : sisa heroin yang disimpan untuk dipakai pada saat nagih. 2). 3). 4). Ngepam = pamping : memompa insulin secara berkali-kali. Ngejel : mampet / beku pada saat ngepam / mompa. Paketan = tekapan : paket / bungkusan untuk putaw. Contoh : Paket A = Rp.100.000, Paket B = Rp.50.000, Paket C = Rp.20.000,5). 6). 7). 8). 9). P.S = pasien : pembeli narkoba. PA-HE : paket hemat (paket 20 ribu / 10 ribu). Gocapan : gocip : paketan 50 ribu / 0.1 gram. Gaw : gram. Segaw : 1 gram.

10). Seperempi : gram. 11). Setengki : gram. 12). Per 1 / per 2, ost : 1 atau 2, ost gram

22

13). Separdu : sepaket berdua. 14). Semata : setetes air yang sudah dicampur heroin. 15). Seting = ngeset : proses mencampurkan heroin dengan air. 16). Set-du = seting dua : dibagi untuk 2 orang. 17). Jokul : jual. 18). Bokul = boks = beli. 19). Barcon = tester : barang contoh (gratis). 20). Abses : benjolan karena heroin yang disuntik tidak masuk ke dalam urat. 21). Kentang = kena tanggung = gantung : kurang mabuk. 22). Kentang kurus : kena tanggung kurang terus. 23). OD : ogah ngedrop : perasaan / kemauan untuk tetap mabuk. 24). Nutup : sekedar menghilangkan sakaw / nagih. 25). Stone = stokun = giting = fly = beler = bahlul : mabuk. 26). Badai = pedaw = high : tinggi. 27). Jackpot = tumbang : muntah. 28). O.D = over dosis = ngeblenk : kelebihan takaran pemakaian putaw. 29). Pasang badan : menahan sakaw tanpa obat / pengobatan dokter.

b. Jenis shabu-shabu. 1). 2). 3). 4). Shabu-shabu = ubas = SS = basu : metamfetamin. Blue ice = B.I : salah satu jenis shabu yang paling bagus (No.1). Alfo = foil = alumunium foil : tempat untuk memakai / bakar shabu. Kompor : untuk bakar shabu di alumunium foil.

23

5). 6). 7).

Se-track : sekali hisap / sekali bakar. Se-lap : dua kali bolak-balik / 2 kali hisap. Parno = paranoid : rasa takut berlebihan karena pemakaian shabu yang sangat banyak.

8). 9).

Ngedrop = low bed : gejala berakhirnya rasa nikmatnya mabuk. Ngedrop = low bed : gejala berakhirnya rasa nikmatnya mabuk.

10). Sugest = sugesti : kemauan / keinginan untuk memakai narkoba. 11). Haluasi = halusinasi : khayalan / imajinasi yang berlebihan. 12). B.T = Bad trip : rasa kesal karena terganggu pada saat fly / mabuk. 13). On = naik : proses pada saat fly / mabuk untuk pemakai shabu / ecstacy. 14). Nugi = numpang giting : mabuk tanpa duit. 15). C.S = sobat : istilah sesama pemakai. 16). Stag = shabu yang sedang dibakar di alumunium foil berhenti / mampet

c. Jenis ganja / kanabis. 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). Chimenk = gele = jayus = grass = rumput : ganja / kanabis. Ngebaks = nyimenk / ngegele : ngebakar ganja. C.M.D = cuaca mendukung (untuk ngeganja). Giberway = giting berat way = mabuk ganja. Papir = paps = paspor = tissue : kertas untuk melinting ganja. Bakaydu = dibakar dulu : bakar ganja. Berhitung = urunan / patungan untuk beli ganja. Seempel = seamplop : satu amplop untuk ganja.

24

9).

Bajing = bunga ganja.

10). Camps = campuran (tembakau) untuk ganja pada saat melinting.

d. Jenis pil koplo / obat daftar G. 1). Pil koplo = boat = boti = dados = kancing : obat daftar G 2). Sepapan = setrip : satu baris di dalam jajaran obat. 3). Sepotek : satu butir obat dibagi 2.

e. Nama-nama obat daftar G. 1). 2). 3). 4). 5). 6). 7). 8). 9). R = rohip : Rohypnol. M.G : Megadon. N.P = nipam : Nitrazepam. Lexo : Lexotan. Dum = dum titik : Dumolid. LL = double L : Artan. Rivot = R = rhivotril : Klonazepam. BK = Bung Karno : pil koplo paling murah. Val : Valium (cair & tablet).

10). Amphet : amfetamin (cairan = disuntik). 11). K.D = kode : Kodein.

4. Masalah Penyalahgunaan Narkoba

25

a. Zat Adiktif 1) Zat yang mendatangkan ketergantungan (Dependence Producing Drugs) 2) Bentuk2 ketergantungan : ketergantungan fisik (withdrawal state), ketergantungan psikis (craving) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) Tidak semua zat psikoaktif atau psikotropik mendatangkan ketergantungan Opiat Alkohol Sedatif Hipnotik Kokain Amfetamin

10) Kafein 11) Kanabis 12) Halusinogen 13) Volatile Sovents 14) Tembakau 15) Analgetik

b. Zat Disainer 1) Zat yang direkayasa street chemists di laboratoria clandestine di LN 2) Dalam era globalisasi banyak beredar di Indonesia 3) Umumnya bertujuan profit making

26

4) Contoh-contohnya adalah : Fentanyl, Heroin, XTC, Shabu, PCP, Special K, Nexus

c. Zat-zat trendi 1) Heroin 2) Alkohol 3) Kannabis (ganja, Cimenk, BS) 4) Ecstasy 5) Shabu 6) Crack

d. Heroin, Putauw atau Petewe 1) The best known street drugs 2) Horror drugs 3) Dulu ada daerah kantong2 penjualan putauw di Jakarta : Paun, Kambal, BR, Galuh, Mardongan 4) Sekarang hampir diseluruh pelosok Jakarta sampai ke kampus dan ruang kelas.

B. Konsep Dasar Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu melalui panca indera manusia, yakni indera

27

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dimana sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

2. Komponen Pengetahuan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2003) mempunyai enam tingkatan, yakni a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefiniskan dan menyatakan. b. Memahami (Comprehensif) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap obyek yang dipelajari. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

28

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan prinsip.

d. Analisis (Analysis) Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan), memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (Syntetis) Sintetis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyelesaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang

29

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan terbagi atas faktor internal dan faktor eksternal sebagai berikut :

a. Faktor internal 1). Umur Dari sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama ini, semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah

pengetahuannya. Menurut teori Hurlock (1997) pada umur 20-an terdapat perkembangan biologis yang menimbulkan perubahan-perubahan

fisiologis baik kualitatif maupun kuantitatif. Sekitar umur 30-an kebanyakan orang bisa menyelesaikan masalah mereka dengan baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin cukup umur seseorang semakin mantap dalam mengambil keputusan. Tidak dapat mengerjakan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosakata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata akan menurun cukup cepat sejalan dengan berjalan tumbuhnya usia.

2). IQ atau Intelegence Quotient

30

Semakin tinggi IQ seseorang maka orang tersebut akan semakin cerdas. Dari sini dapat di simpulkan bahwa IQ seseorang itu dapat menentukan besarnya pengetahuan yang diperolehnya, karena orang yang IQ-nya tinggi kemampuan menyerap ilmu pengetahuan juga bagus. b. Faktor eksternal 1). Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup (Notoatmodjo, 1993). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut menerima

informasi, dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapat informasi baik dari orang lain maupun media massa, makin banyak informasi masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. 2). Pengalaman Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang profesional, serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan motivasi yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan ( Jones dan Beck,1996 ). 3). Informasi

31

Pengetahuan juga bisa diperoleh seseorang dari informasi yang diterimanya, dimana informasi ini bisa didapatkan dari media massa, seperti majalah, surat kabar, televisi, radio, ataupun lainnya.

4). Pelayanan kesehatan Macam dari pelayanan kesehatan ini bisa berupa posyandu, puskesmas, rumah sakit, dokter praktik, bidan praktik, ataupun klinik pengobatan. Adapun masing-masing pelayanan kesehatan ini memiliki tugas pokok meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Tugas pokok promotif dan preventif biasanya diwujudkan dalam bentuk pendidikan atau penyuluhan kesehatan, dimana salah satu tujuan pendidikan atau penyuluhan kesehatan tersebut adalah meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai sesuatu yang menyangkut kesehatan. Dengan adanya pengetahuan tersebut diharapkan akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup mereka, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup mereka. 5). Petugas kesehatan Peran petugas kesehatan dalam hal ini adalah sebagai seseorang yang memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan. Dalam memberikan penyuluhan kesehatan ini seseorang petugas kesehatan sering mengalami hambatan, biasanya berupa hambatan bahasa, bahan penyuluhan yang kurang sesuai dengan karakteristik klien, dan kerjasama yang kurang baik

32

antar petugas kesehatan, yang mana hal ini bisa menyebabkan tujuan penyuluhan kesehatan tersebut kurang sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga pengetahuan yang didapatkan klien kurang memuaskan.

4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003) pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin kita ketahui. Angka hasil perhitungan atau pengukuran diproses dengan cara dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh presentase, kemudian dimasukkan dalam kriteria yang ada : a. Baik b. Cukup c. Kurang : 76 100 % : 56 75 % : < 55 %

( Nursalam, 2003 )

C.

Konsep Dasar Perilaku

1. Pengertian Perilaku ialah respon individu terhadap stimulasi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Mantra, 1997). Perilaku manusia merupakan keadaan kejiwaan yang meliputi emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan, reaksi, tindakan dan seterusnya, yang terbentuk sehubungan dengan adanya pengaruh atau rangsangan dari luar. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi

33

individu dengan lingkungannya sebaga manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. Perilaku kesehatan adalah suatu aktivitas dilakukan oleh individu yang

meyakini adanya sehat untuk tujuan mencegah penyakit atau mendeteksinya dalam tahap asimptomatik (Nifen, 2000). 2. Bentuk Perilaku Perilaku dibagi dalam tiga bentuk menurut Benyamin Bloom yaitu: a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan suatu objek tertentu (Notoadmojo, 2003) Penerimaan sikap dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (Notoatmodjo). Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan mempunyai enam tingkatan:
1).

Tahu (Know) yaitu mengingat kembali ini adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah menyatukan. dengan cara menyebutkan, mendefinisikan dan

2). Memahami (Comprehention) yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan. 3). Aplikasi (Aplication) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. 4). Analisis (Analysis) yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan formulasi baru dari formulasi formulasi yang telah ada.

34

5). Sintesis (Syntesis) yaitu suatu kemampuan untuk melaksanakan penilaian terhadap obyek. 6). Evaluasi (Evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap obyek.

3. Faktor yang mempengaruhi perilaku Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku (2000) antara lain : a. Unsur Biologi Badan manusia terdiri dari jutaan sel yang masing-masing mempunyai inti sel yang terjadi dari kromosom terdiri imunoglobin atas benang-benang genes yang akan menentukan sifat-sifat yang dibawa seseorang sejak lahir, sifat-sifat genetik orang tua menurunkan kepada anaknya dan membentuk beberapa sifat fisiknya. Sebagian ahli berpendapat bahwa semua faktor genetik ini mempengaruhi perilaku seseorang. b. Unsur Pengalaman Sejak mulai lahir setiap manusia sudah berinteraksi dengan lingkungannya, baik yang bersifat suasana masyarakat kecuali dalam keluarga secara otomatis sudah mendapat pengalaman dan pengalaman itu tidak ada yang sama. Hasil penelitian para ahli membuktikan bahwa pengalaman dan latar belakang menurut Indrawijaya

kehidupan seseorang pada waktu kecilakan menentukan kepribadiannya dan mempengaruhi pula perilakunya.

35

c. Sintesa Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan di Amerika, terbukti bahwa terdapat interaksi yang sangat kuat antara pembawaan sejak lahir dengan pengaruh pengalaman. Begitu eratnya sampai tidak seorangpun dapat

membedakan unsur mana yang lebih penting.

d. Lingkungan Kebudayaan Menurut Edward B. Taylor yang dikutip oleh Indrawijaya, kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan keseluruhan yang kompleks, yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan sarat kebiasaan lainnya yang dipunyai manusia sebagai anggota suatu masyarakat. e. Kelas Sosial Proses sosialisasi merupakan suatu proses yang membuat seseorang atau sekelompok orang menganut suatu sistem nilai tertentu. Proses ini terjadi sejak manusia dilahirkan dan belajar terus sampai saat seseorang meninggal. Pada saat bersosialisasi itulah dikenal dengan sebutan yang akan berpengaruh pada perilaku seseorang.

4. Determinan Perilaku Beberapa teori untuk mengungkapkan determinan perilaku berangkat dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku. Khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain:

36

a. Teori Lawrence Green (1980) yang dikutip oleh Notoatmojo Green menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu: faktor perilaku (Behaviour Causes) dan faktor diluar perilaku (non Behaviour Cause).

Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terwujud dari tiga faktor yaitu 1). Faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya 2). Faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat obatan. 3). Faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan.

b. Teori Fritz Heider (1979) Heider mengemukakan sikap merupakan formasi yang paling awal dan sederhana dari prinsip konsistensinya. Teori ini timbul dari minat Heider pada faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi kausal suatu peristiwa terhadap diri seseorang. Keadaan keseimbangan atau ketidak seimbangan tiga unsur: 1). Individu. 2). Orang lain. 3). Objek sikap.

c. Teori Snehadu B.Kar (1983)

37

Kar mencoba menganalisa perilaku kesehatan bertitik tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari: 1). Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatannya (behaviour intention). 2). Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support). 3). Adanya atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan. 4). Otonomi pribadi orang yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan. 5). Situasi yang memungkinkan untuk bertindak / tidak bertindak.

d. Teori WHO (1984). WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah: 1). Pemikiran dan perasaan. 2). Seseorang yang dianggap penting maka yang ia perbuat dan ucapkan cenderung untuk ditiru. 3). Nilai-nilai kebiasaan, perilaku normal dan penggunaan sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan.

5. Macam-Macam Perilaku Manusia Ada bermacam-macam perilaku manusia yaitu:

38

a. Perilaku refleks yaitu perilaku yang terjadi di luar lapangan kemampuan manusia serta terjadi tanpa dipikir atau keinginan. b. Perilaku refleks bersyarat yaitu perilaku yang muncul karena adanya perangsang tertentu. c. Perilaku yang mempunyai tujuan disebut perilaku naluri (Purwanto H, 1998). 6. Proses Adopsi Perilaku Menurut penelitian Roger (1974) yang dikutip Natoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu. b. Interest ( ketertarikan ), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial ( mencoba ), orang telah mulai membaca perilaku baru. e. Adoption ( adaptasi ), subyek telah berperilaku baru sesuai pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

7. Perubahan Perilaku Menurut Hosland yang telah dikutip oleh Notoatmodjo bahwa proses perubahan menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari: a. Stimulus (rangsangan) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak.

39

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini di lanjutkan kepada proses berikutnya. c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). d. akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku) (Notoatmodjo, 2003).

D. Konsep Dasar Sikap 1. Pengertian Sikap (attitude) secara historis digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang (Allen, dkk, 1980). Di masa awal-awal itu pula penggunaan konsep sikap sering dikaitkan dengan konsep mengenai postur fisik atau posisi tubuh seseorang (Wrightsman, 1981). Puluhan definisi dan pengertian itu pada umumnya dapat dimasukkan kepada dalam salah satu diantara tiga kerangka pikiran. Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikolog seperti Louis Thurstone (1928 ; salah seorang tokoh terkenal di bidang pengukuran sikap), Rensis Likert (1932 ; juga seorang pioner di bidang pengukuran sikap), dan Charles Osgood. Menurut mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (Favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak

40

(unfavourable) pada objek tersebut (Berkowitsz, 1972). Secara lebih spesifik, Thurstone sendiri memformulasikan sikap sebagai derajat efek positif atau negatif terhadap suatu objek psikologis (Edwards, 1957). Kelompok pemikiran yang kedua diwakili oleh para ahli seperti Thave (1928), Bogardus (1981), La Piere (1934), Mead (1934), dan Gordon Allport (1935 ; tokoh terkenal di bidang psikologi sosial dan psikologi kepribadian) yang konsepsi mereka mengenai sikap lebih kompleks. Menurut kelompok ini, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan caracara tertentu. Mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tedensi atau kesiapan antisipatif, prediposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulasi sosial yang telah terkondisikan (La Piere, 1934 @ Allen, dkk, 1980). Kelompok pemikiran yang ketiga adalah kelompok yang berorientasi kepada skema triadic (Triadie Scheme). Menurut kerangka pemikiran ini suatu sikap merupakan konteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Secord dan Beckman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Selain ketiga kelompok di atas para ahli psikologi sosial mutahir mengklarifikasikan sikap menjadi dua macam pendekatan, yang pertama menurut Breckler (1984) Katz (1952), Rajcki (1982 ) ; Brehm (1990), menyatakan bahwa sikap sebagai kombinasi reaksi efektif, perilaku dan kognitif terhadap suatu objek.

41

Yang kedua menurut Fihsbein (1980), Oskamp (1977), dan Petty (1981; dalam Brehm dan kassin, 1990) mengatakan bahwa sikap adalah afek/penilaian positif atau negative terhadap suatu objek (Saifuddin, 2003 ; 3-6). 2. Struktur Sikap Mengikuti skema triadic, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (Cognitive). Komponen afective dan komponen konatif (Conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap emosional dan komponen konatif merupakan yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Mann (1969) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama bila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi (Saifudin, 2003, 23). Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu : a) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b) Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap. Karena dengan usaha

42

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. c) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. d) Bertanggung Jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Pembentukan Sikap Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih dari pada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantaranya berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan-pembentukan sikap adalah : a Pengalaman Pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.

43

Menurut Midlebrook (1974) menyatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap terhadap objek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. b Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita, seseorang yang kita anggap penting cenderung sikapnya kita ikuti. c Pengaruh Kebudayaan Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mempengaruhi sikap masyarakat. d Media Massa Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. e Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga ini mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. f Pengaruh Faktor Emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang, kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan pertahanan ego (Saifuddin, 2003 ; 30 37).

44

E. Konsep Dasar Remaja 1. Pengertian Menurut WHO 1974 remaja adalah suatu masa dimana : a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanakkanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri. Menurut Piaget (1969), secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam hal hak, integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Remaja dapat dibagi menjadi tiga sub fase yaitu : a. Early adolescent (11 14 th) Ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan dan kematangan fisik. Jadi tidaklah mengherankan apabila sebagian besar dari energi intelektual dan emosional pada masa remaja awal ini ditargetkan pada penilaian kembali jati dirinya. b. Middle adolescent (15 17 th) Ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya ketrampilan ketrampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan

45

terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk menyamakan jarak emosional dan psikologis dengan orang tua.

c. Late adolescent (18 20) Ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai orang dewasa termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan.

2. Ciri ciri Masa Remaja a. Masa remaja sebagai periode penting. Walaupun semua periode didalam rentang kehidupan penting pada usia remaja perkembangan fisik dan mental, yg cepat menimbulkan perlunya membentuk sikap nilai dan minat yg mempunyai akibat jangka panjang pada usia berikutnya. b. Masa remaja sebagai periode peralihan Pada masa ini remaja bukan lagi sebagai anak-anak dan juga bukan orang dewasa, bila berprilaku anakanak ia akan diajari bertindak dewasa tetapi bila berprilaku dewasa dia dikatakan masih belum waktunya bertindak seperti orang dewasa. c. Masa remaja sebagai periode perubahan Ada Lima perubahan yg terjadi pada remaja 1). Pertama peningkatan emosi 2). Kedua , perubahan fisik 3). Ketiga, perubahan perilaku

46

4). Keempat, perubahan pandangan terhadap nilai 5). Kelima bersikap ambivalen terhadap perubahan yang terjadi atas dirinya

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Terdapat dua alasan, pertama sepanjang masa anak-anak segala masalah diselesaikan orang tua atau guru, kedua, karena remaja merasa mandiri sehingga tidak perlu bentuan orang lain, sehingga banyak kegagalankegagalan dalam menyelesaikan masalah karena berpengalaman. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Identitas remaja sebagai masa mencari identitas. Identitas diri yg dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. f. Masa remaja sebagai usia yg menimbulkan ketakutan Karena anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cendrung merusak maka remaja cenderung ragu dalam membuat keputusan dan mencari bantuan dalam mengatasi masalahnya. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cendrung untuk melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan bukan sebagaimana adanya ( Hurlock, 1997 )

3. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

47

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja, adalah : a. Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin. b. Memperoleh peranan sosial. c. Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakan secara efektif. d. Memperoleh kebebasan emosional dari orang tua. e. Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri f. Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan. g. Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga. h. Mengembangkan dan membentuk konsep konsep moral.

48

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual Menurut Notoatmojo ( 2002 : 69 ) kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian penelitian yang akan dilakukan.
Menolak

Faktor Internal :

IQ Motivasi

Perilaku Penyalahgunaan narkoba

Faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku remaja a. faktor predisposisi

kepercayaan keyakinan nilai nilai

b. faktor pendukung - lingkungan fisik - fasilitas kesehatan c. faktor pendorong - sikap

49

perilaku

Menerima pengetahuan

Faktor Eksternal

Pendidikan Pengalaman Yankes Tenakes

Setuju

Sikap Penyalahgunaan narkoba

Tidak setuju

Gb. 3.1 Bagan Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Narkoba dengan Sikap dan Perilaku Keterangan : : diteliti : tidak diteliti Berdasarkan kerangka konsep diatas, ada tiga konsep utama yaitu pengetahuan tentang narkoba, sikap, dan perilaku. Setiap konsep mempunyai mempunyai variabel untuk pengukuran konsep terebut. Pengukuran ketiga konsep utama dilakukan melalui kuisioner. Dari hasil yang didapat nantinya akan diketahui ada

50

atu tidak hubungan antara tingkat pengetahuan tentang narkoba dengan sikap dan perilaku terhadap penyalahgunaan narkoba.

B. Hipotesis 1. Ada hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba. 2. Ada hubungan tingkat pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba.

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

51

Rancangan penelitian ini jenis deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional

Populasi siswa kelas IX SMP 3 PRAYA

B. Kerangka Operasional

Total sample kelas IX sejumlah 153 siswa

Uji Validitas & Reabilitas

Pengambilan data ke Responden

Pengumpulan data dengan Quesioner

Pengolahan Data dengan Rank Spearman

Penyajian Hasil

Tidak terdapat hubungan antara Pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap dan perilaku terhadap penyalahgunaan narkoba Terdapat hubungan antara Pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap dan perilaku terhadap penyalahgunaan narkoba

Gambar 4.1

52

Bagan Kerangka Operasional Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Narkoba dengan Sikap dan Perilaku Terhadap Narkoba C. Identifikasi Variabel Variabel dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Variabel independent/Variabel bebas Dalam penelitian ini variabel independentnya adalah pengetahuan remaja tentang narkoba. 2. Variabel dependent/Variabel tergantung Dalam penelitian ini variabel dependentnya adalah sikap dan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba.

D. Definisi Operasional Tabel 1 Definisi Operasional N o Variabel Definisi Oprasional Segala sesuatu yang dipahami dan dimengerti oleh remaja tentang narkoba Parameter Pengertian Jenis Istilah Masalah penyalahg u naan Alat Ukur Kuesion er Skala Pengukura n Ordinal Skor - Baik 76 100 % dari jawaban benar - Cukup 56 - 75 % dari jawaban benar - Kurang 55 % dari jawaban benar

1 Pengetahu an

53

2 Sikap

Perasaan setuju atau tidak menyetuju i tentang penyalahg u naan narkoba. Suatu respon seseorang atau organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan penyalahg u naan narkoba.

3 Perilaku

Pernyataan menerima atau menolak remaja tentang penyalahgun a an narkoba. Respon terhadap lingkungan yang berkaitan dengan penyalahgun a an narkoba.

Kuesion er

Ordinal

- Setuju : 26 - 40 - Tidak setuju : 15 - 25

Kuesion er

Ordinal

Menerima penyalahgu naan narkoba bila jumlah 26 - 40 Menolak penyalahgu naan narkoba : bila jumlah skor 15 25

E. Sampling Desain 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah dalam penelitian ini adalah 248 siswa kelas IX SMP 3 Praya. Karena pada kelas IX merupakan masa awal remaja memasuki salah satu dunia yang baru.

2. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa mewakili populasi (Nursalam, 2001). Sampel ditentukan oleh peneliti berdasarkan pertimbangan masalah, tujuan, metode, dan instrumen penelitian, sehingga peneliti memperoleh sampel yang representatif. (Nana Sudjana, 1999).

54

N 1 + N (d ) 2 N n= 1 + N (d ) 2 n=

Pada penelitian ini penulis menentukan sampel dengan menggunakan rumus

Keterangan : n : Besar sampel N : Besar populasi d : Tingkat signifikansi ( 0,05 ) N 1 + N (d ) 2 N Penghitungan sampel total n= 2 1 + N (d ) n=
248 1 + 248(0.05) 2

n=

n= n= n=

248 1 + 248.0.0025 248 1 + 0.62 248 1.62

n = 153 Siswa

Penghitungan sampel tiap kelas x Jumlah total sampel Jumlah siswa dalam kelas jumlah populasi 1. Kelas IX A

55

nA =

36 x153 = 22 248 siswa

2. Kelas IX B nB = 37 x153 = 23 248 siswa

3. Kelas IX C nC = 36 x153 = 22 248 siswa

4. Kelas IX D nD = 36 x153 = 22 248 siswa

5. Kelas IX E nE = 32 x153 = 20 248 siswa

6. Kelas IX F nF = 35 x153 = 22 248 siswa

7. Kelas IX G nG = 36 x153 = 22 248 siswa

x Jumlah sampel kelas Penghitungan sampel laki laki dan perempuan Jumlah siswa laki laki/perempuan dalam kelas Jumlah siswa dalam kelas 1. Kelas IX A

56

nL =

22 x 22 = 13 36 14 x 22 = 9 36

nP =

2. Kelas IX B nL = 21 x 23 = 13 37 16 x 23 = 10 37

nP =

3. Kelas IX C nL = nP = 19 x 22 = 12 36 17 x 22 = 10 36

4. Kelas IX D nL = nP = 22 x 22 = 13 36 14 x 22 = 9 36

5. Kelas IX E nL = nP = 18 x 20 = 11 32 14 x 20 = 9 32

6. Kelas IX F nL = 20 x 22 = 13 36

57

nP =

15 x 22 = 9 36

7. Kelas IX G nL = nP = 22 x 22 = 13 36 14 x 22 = 9 36

a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang akan diteliti (Nursalam, Siti pariani, 2001). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

Remaja Bersosialisasi dengan lingkungan. Siswa SMP 3 kelas IX Bersedia menjadi responden Tidak ada kelainan jiwa Tidak dalam keadaan sakit

b. Kriteria Eksklusi

58

Kriteria eksklusi adalah suatu cara menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi dari study karena berbagai sebab (Nursalam, Siti Pariani, 2001). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah yang tidak memenuhi kriteria inklusi, yaitu : Bukan Remaja Tidak bersosialisasi dengan lingkungan. Bukan siswa SMP 3 kelas IX Tidak bersedia menjadi responden Ada kelainan jiwa Dalam keadaan sakit

3. Teknik Sampling Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah proportional simple random sampling. Dimana sampel diambil secara acak dan sama rata sesuai jumlah kelas dan jenis kelamin.

F. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner dengan tiga instrumen yakni : a Instrumen Pengetahuan

59

25 soal, dimana bila jawaban benar diberi nilai 4 dan bila jawaban salah / tidak tahu diberi nilai 0. b Instrumen Sikap 10 soal jenis favorable dengan nilai, 4 bila jawaban SS, 3 bila jawaban S, 2 bila jawaban KS, 1 bila jawaban TS, 0 bila jawaban STS dan dinyatakan menolak bila skor jawaban 10 15, menerima bila skor jawaban 26 40. c Instrumen Perilaku 10 soal jenis favorable dengan nilai 4 bila jawaban Selalu, 3 bila jawaban Selalu, 2 bila jawaban Kadang, 1 bila jawaban Tidak Pernah, dan dinyatakan menolak bila skor jawaban 10 15, menerima bila skor jawaban 26 40. Pengumpulan pada penelitian ini menggunakan kuesioner dan sebagainya respondennya adalah siswa kelas IX di SMP 3 Praya dengan total populasi 248, dan total sampel 153 siswa. Metode pngumpulan data dalam penelitian ini adalah angket dengan alat pengumpulan data adalah kuesioner berbentuk pertanyaan tertutup ( closed-ended ) multiple choice untuk tingkat pengetahuan. Untuk

pengukuran sikap dan perilaku digunakan skala likert yang berisi persetujuan dan ketidaksetujuan terhadap isi pernyataan. Untuk memperoleh instrumen yang valid dan reliabel, peneliti melakukan uji coba (try-out) instrumen yang telah dibuat kepada 20 responden yang mempunyai karakteristik sama atau hampir sama dengan populasi ditempat lain dari tempat penelitian. Kemudian setelah data terkumpul dilakukan uji validitas pada soal kuisioner.

60

G. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan dan kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dengan tahap sebagai berikut: 1. Editing Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan dari data yang telah dikumpulkan juga memonitor jangan sampai terjadi kekosongan dari data yang dibutuhkan. 2. Coding Untuk memudahkan dalam pengolahan data maka setiap jawaban dan kuesioner yang telah disebarkan diberi kode dengan karakter masing-masing. a) Coding untuk data pengetahuan 1) Kode 3, untuk tingkat pengetahuan tinggi dengan skor 76 % 100 % 2) Kode 2, untuk tingkat pengetahuan cukup dengan skor 56 % - 75 % 3) Kode 1, untuk tingkat pengetahuan kurang dengan skor < 55 % b) Coding untuk data sikap 1) Kode 2, untuk sikap setuju terhadap penyalahgunaan narkoba dengan skor 26 40. 2) Kode 1, untuk sikap tidak setuju terhadap penyalahgunaan narkoba dengan skor 0 25. c) Coding untuk data perilaku 1) Kode 2, untuk perilaku menolak penyalahgunaan narkoba dengan skor 26 40.

61

2) Kode 1, untuk perilaku menerima penyalagunaan narkoba dengan skor 0 25. 3. Analisa Data a Analisis univariat

a x100% b a x100% b

Analisi yang dilakukan adalah analisis univariat. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi yang dihitung

dengan rumus :

Keterangan : a : skor didapat b : Jumlah pertanyaan

Analisis bivariat 6 D 2

rhoxy = 1
rhoxy = 1 N (N 2 )1 6 D2

N ( N 2 1) Untuk mencari hubungan antara pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap dan perilaku remaja tentang penyalahgunaan narkoba

dihitung dengan " Spearman Rho" menggunakan komputer program SPSS for windows dengan derajat kemaknaan = 0,05. Untuk mengetahui derajat

hubungan atau kekuatan antar variabel diukur dengan KOEFISIEN KORELASI (rhoxy). Rumus yang digunakan :

62

Keterangan : rhoxy D N : koefisien korelasi tata jenjang : differencesering adalah beda antara jenjang setiap subyek : banyaknya subyek

4. Keputusan Analisis Bila nilai P < maka H0 ditolak dan bila P > maka H0 diterima

H. Etika Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajuan permohonan ijin kepada Kepala SMP 3 Praya untuk mendapatan persetujuan. Kemudian kuesioner

diujikan ke subyek yang diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi : 1. Informed Consent (Lembar Persetujuan Responden) Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden yang diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Lembar persetujuan penelitian diberikan pada responden, untuk mengetahui maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang diteliti selama pengumpulan data. Jika subyek bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

63

2. Anonimity (Tanpa Nama) Responden tidak perlu mencantumkan nama. Cukup hanya memberikan kode pada lembar kuisioner. 3. Confidentiality (Kerahasiaan) Semua informasi tentang masalah dan data yang ada dijamin kerahasiannya oleh peneliti, dan hanya beberapa data tertentu yang dipergunakan untuk dilaporkan sebagai hasil riset.

I. Keterbatasan Keterbatasan adalah suatu kelemahan dan hambatan dalam penelitian adapun keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah: 1. Sampel yang akan digunakan terbatas pada siswa kelas IX di SMP 3 Praya, sehingga kurang representatif untuk mewakili populasi di Praya. 2. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner berstruktur, sehingga

kemungkinan responden menjawab secara tidak jujur atau subyektif. 3. Tenaga, sarana dan waktu penelitian yang terbatas.

64

BAB V ANALISIS HASIL PENELITIAN

Sebelum instrumen digunakan pada populasi penelitian, peneliti melakukan uji coba instrumen untuk mengetahui validitas dan reliabilitas yang dilaksanakan di SMPN 1 Kedamean pada tanggal 15 Maret 2008. Hasil uji coba adalah instrumen tidak valid dan reliabel, sehingga peneliti melakukan modifikasi pada instrumen dan melaksanakan uji coba instrumen kembali di SMP PGRI Kedamean tanggal 10 Mei 2008 dan 14 Juni 2008. Hasil uji coba instrumen valid dan reliabel. Pada bab ini akan dijelaskan data penelitian dan hasil penelitian hubungan tinfkpat pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap dan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba di SMP 3 Praya.

A. Karakteristik Lokasi Penelitian 1. Karakteristik Daerah Penelitian SMP 3 Praya merupakan salah satu pendidikan SMP di bawah naungan Yayasan 3 yang terletak di Jalan Ahmad Yani 30 32 Praya. Letak dan batas lokasi SMP 3 adalah, Barat Timur Utara Selatan : Asrama Polisi : Jalan Ahmad Yani : Royal Plaza : Showroom indomobil

65

SMP 3 Praya memiliki ruangan yang tergabung dalam satu gedung dengan SMA 3. Sarana yang dimiliki yakni ruang perpustakaan, ruang kelas, ruang laboratorium ( bahasa, fisika dan biologi ), ruang guru, ruang TU, kantin, ruang kepala sekolah, dan lapangan olahraga.

B. Data Umum Data mengenai karakteristik responden yang meliputi umur dan jenis kelamin responden. 1. Karakteristik responden berdasarkan kelas Tabel 5.1 Distribusi frekuensi jumlah siswa kelas IX di SMP 3 Praya bulan Maret 2008 Kelas IX A B C D E F G Jumlah 36 37 36 36 32 35 36 Persentase (%) 14 14 15 15 13 14 15

Pada tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa kelas IX di SMP 3 Praya cukup seimbang dengan persentase 13 %-15 %

2. Karakteristik responden berdasarkan umur

66

Tabel 5.2 Distribusi frekuensi umur siswa kelas IX di SMP 3 Praya bulan Maret 2008. Keterangan Umur 12 tahun Umur 13 tahun Umur 14 tahun Umur 15 tahun Jumlah 32 107 13 1 Persentase (%) 32 70 8 1

Pada tabel 5.2 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar umur siswa kelas IX SMP 3 Praya adalah 13 tahun sebesar 70 % .

3. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Tabel 5.3 Distribusi frekuensi jenis kelamin siswa kelas IX di SMP 3 Praya bulan Maret 2008. Kelas A B C D E F G Total % Perempuan 9 10 10 9 9 9 9 65 42 Laki laki 13 13 12 13 11 13 13 88 58

Lebih dari 50 % kebanyakan siswa kelas IX 3 Praya dengan jenis kelamin laki laki sebesar 58 %.

C. Data Khusus 1. Distribusi frekuensi pengetahuan remaja tentang narkoba

67

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan siswa kelas IX di SMP 3 Praya bulan Juni 2008. Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total Frekuensi 67 78 8 153 % 43.8 51.0 5.2 100

Pada tabel 5.4 disimpulkan bahwa pengetahuan siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah berpengetahuan cukup sebesar 51.0% .

2. Distribusi frekuensi sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba Tabel 5.5 Distribusi frekuensi sikap siswa kelas IX di SMP 3 Praya bulan Juni 2008 Sikap Setuju Tidak setuju Total Frekuensi 9 144 153 % 5.9 94.1 100

Pada tabel 5.5 disimpulkan bahwa sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah sikap tidak setuju sebesar 94,1 %.

3. Distribusi frekuensi perilaku terhadap penyalahgunaan narkoba Tabel 5.6 Distribusi frekuensi perilaku siswa kelas IX di SMP 3 Praya bulan Juni 2008

68

Perilaku Menerima Menolak Total

Frekuensi 42 111 153

% 27.5 72.5 100

Pada tabel 5.6 disimpulkan bahwa perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah perilaku menolak sebesar 72,5 %.

4. Tabulasi silang pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba Tabel 5.7 Tabulasi silang pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba Sikap Tidak setuju n % 61 91 78 96 5 100 144 Total 67 81 5 153

Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total

Setuju n % 6 9 3 4 0 0 9

Pada tabel 5.7 disimpulkan bahwa pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah berpengetahuan cukup dengan sikap tidak setuju sebesar 96 %.

Tabel 5.8 Hasil uji korelasi Rank Spearman variabel tingkat pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba di SMP 3 Praya bulan Juni 2008. Correlations

69

pengeth Spearman's rho Pengetahuan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N 1.000 . 153 .120 .138 153

Sikap .120 .138 153 1.000 . 153

Sikap

Pada tabel 5.8 menyatakan bahwa hasil uji Rank Spearman 0,138, p ( 0.05 ), jadi tidak ada hubungan pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba .

5. Tabulasi silang pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba Tabel 5.9 Tabulasi silang pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba Perilaku Menerima Menolak n % n % 24 36 43 64 18 22 63 78 0 0 5 100 42 111 Total 67 81 5 153

Pengetahuan Kurang Cukup Baik Total

Pada tabel 5.9 disimpulkan bahwa tabulasi silang pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah berpengetahuan cukup

dengan perilaku menolak terhadap penyalahgunaan narkoba sebesar 78 %.

70

Tabel 5.10 Hasil uji korelasi Rank Spearman variabel tingkat pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba di SMP 3 Praya bulan Juni 2008 Correlations pengeth Spearman's rho Correlation 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) . N 153 Perilaku Correlation .172(*) Coefficient Sig. (2-tailed) .034 N 153 * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Pengetahuan perilaku .172(*) .034 153 1.000 . 153

Pada tabel 5.10 menyatakan bahwa Hasil uji Rank Spearman 0,034, p , jadi ada hubungan pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba .

BAB VI PEMBAHASAN

71

A. Pengetahuan Remaja Tentang Narkoba Berdasarkan hasil pada tabel 5.4 disimpulkan bahwa pengetahuan siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah berpengetahuan cukup yaitu 51.0% , hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya informasi yang didapat oleh siswa. Informasi yang didapat hanya terbatas dari teman, majalah, lingkungan, pendidikan, dan media massa. Seperti yang diungkapkan oleh Notoatmojdo, 2003 bahwa pengetahuan adalah hasil dari tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dimana sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga. Selain itu pengetahuan yang cukup dari siswa tentang narkoba hanya sebatas tahu seperti pendapat Notoatmodjo, 2003 bahwa salah satu komponen sikap adalah tahu dimana Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefiniskan dan menyatakan. Sehingga disini siswa tidak hanya diberikan pengetahuan yang setengah setengah tapi harusnya secara keseluruhan dari informasi tentang narkoba.

72

Dari hasil yang ada diharapkan pengetahuan siswa dapat lebih baik atau meningkat. Peningkatan pengetahuan siswa dapat dilakukan melalui pendidikan, penyuluhan, dan simulasi. Tentunya hal ini tidak dapat dilakukan hanya dari satu instansi saja, kegiatan ini dilaksanakan secara tepadu baik dari sekolah, masyarakat, dan tenaga kesehatan. Sehingga semakin tinggi pengetahuan seseorang semakin mudah menerima informasi dan makin banyak ilmu yang dimiliki, sebaliknya, pengetahuan yang kurang akan menghambat perkembangan dalam bertindak untuk mencapai kondisi kesehatan yang optimal di masyarakat ( Kuncoroningrat, 1997 )

B. Sikap Remaja Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan hasil tabel disimpulkan bahwa sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah sikap tidak setuju yaitu 94,1 %, hal tersebut terjadi karena siswa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang narkoba, sehingga sikap yang dimiliki mendukung pengetahuan yang dimilikinya. Pembentukan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengetahuan, pengalaman pribadi, kebudayaan, dan orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan, lembaga agama, dan faktor emosi dalam diri individu ( Azwar, 2005 ). Sikap yang sudah baik ini seharusnya dipertahankan dan akan lebih baik lagi untuk ditingkatkan karena sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan terhadap suatu perilaku dan kesiapan

73

untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek ( Notoatmodjo, 2003 ). Peningkatan sikap tidak hanya satu komponen saja, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (Cognitive). Komponen afective dan komponen konatif (Conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap emosional dan komponen konatif merupakan yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Kothandapani dalam Middlemen kognitif (Kepercayaan atau beliefs), komponen emosional (perasaan), dan komponen perilaku (tindakan). Hal ini juga diungkapkan oleh Mann (1969) bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama bila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi (Saifudin, 2003, 23). Sikap remaja lebih banyak di pengaruhi oleh teman sepermainan ( peer group ) karena pada usia remaja menurut Piaget (1969), secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam hal hak, integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Sehingga dengan peningkatan kognitif,

74

afektif dan konatif dari diri siswa yang baik diharapkan sikap yang muncul akan lebih baik pula.

C. Perilaku Remaja Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan hasil tabel disimpulkan bahwa perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah perilaku menolak yaitu 72,5 %, karena hal ini didukung oleh pengetahuan yang cukup tentang narkoba dan sikap dari siswa yang menolak terhadap penyalahgunaan narkoba. Green ( 1980 ) menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat

kesehatan bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu: faktor perilaku (Behaviour Causes) dan faktor diluar perilaku (non Behaviour Cause). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terwujud dari tiga faktor salah satunya adalah faktor predisposisi (predisposing factors), yang

terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Sebelum ada perubahan perilaku yang baik dalam diri siswa terjadi proses yang berurutan. Seperti yang diungkapakan dalam penelitian Roger (1974) yang dikutip Natoatmodjo (2003) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : a. Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu. b. Interest ( ketertarikan ), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

75

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial ( mencoba ), orang telah mulai membaca perilaku baru. e. Adoption ( adaptasi ), subyek telah berperilaku baru sesuai pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Sehingga dengan adanya proses yang berurutan tersebut diharapkan adanya perbaikan pengetahuan dan sikap terlebih dahulu. Dengan cara menurut Hosland yang telah dikutip oleh Notoatmodjo ( 2003 ) bahwa proses perubahan pada individu yang terdiri dari: a. Stimulus (rangsangan) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak. b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia mengerti stimulus ini di lanjutkan kepada proses berikutnya. c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

D. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Narkoba Dengan Sikap Remaja Terhadap Penyalahgunaan Narkoba. Berdasarkan hasil tabel menyatakan bahwa hasil uji Rank Spearman 0,138 dengan 0.05 sehingga p , jadi tidak ada hubungan pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba hal ini disebabkan karena pengetahuan yang didapat oleh siswa hanya terbatas atau

76

setengah setengah sehingga pengetahuan yang dimiliki tidak mendukung sikap. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Berkowitsz, 1972, bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (Favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut. Mengikuti skema triadic, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (Cognitive). Komponen afective dan komponen konatif (Conative). Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap emosional dan komponen konatif merupakan yang merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Tidak adanya hubungan antara tingat pengetahuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden yang masih SMP dan mayoritas berumur 13 tahun sehingga pengetahuan yang dimiliki kurang menunjang sikap responden. Menurut teori Hurlock (1997) pada umur 20-an terdapat perkembangan biologis yang menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis baik kualitatif maupun kuantitatif. Sekitar umur 30-an kebanyakan orang bisa menyelesaikan masalah mereka dengan baik, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin cukup umur seseorang semakin mantap dalam mengambil keputusan. Sehingga dapat dijelaskan bahwa pengetahuan yang cukup akan tetapi jika tidak disertai dengan komponen lain pada pembentukan sikap ( afektis dan konatif ) maka dapat mewujudkan sikap yang tidak sesuai.

77

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Tentang Narkoba dengan Perilaku Remaja Terhadap Penyalahgunaan Narkoba Berdasarkan pada tabel menyatakan bahwa Hasil uji rank spearman dengan p 0,034 dan 0.05 sehingga p , jadi ada hubungan pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba hal ini di sebabkan karena perilaku dibentuk oleh pengetahuan, seperti dalam salah satu analisa Kar dimana perilaku merupakan titik tolak dari ada atau tidaknya informasi. Perilaku ialah respon individu terhadap stimulasi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Mantra, 1997). Perilaku manusia merupakan keadaan kejiwaan yang meliputi emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan, reaksi, tindakan dan seterusnya, yang terbentuk sehubungan dengan adanya pengaruh atau rangsangan dari luar. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa perilaku lebih mudah ditiru dari pada harus berpikir terlebih dahulu. Dengan keterbatasan umur, pendidikan, lingkungan, dan pengalaman hidup pada remaja usia mayoritas 13 tahun pengetahuan yang diperoleh tidak dalam bentuk teori yang harus dianalisa terlebih dahulu akan tetapi lebih pada proses interesting dan trial. Dan pada akhirnya perilaku yang muncul adalah perilaku refleks yaitu perilaku yang terjadi diluar lapangan kemampuan manusia serta terjadi tanpa dipikir atau keinginan ( Purwanto, 1998 )

78

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 1. Pengetahuan siswa kelas IX di SMP berpengetahuan cukup sebesar 51.0% . 2. Sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah sikap tidak setuju sebesar 94,1 %. 3. Perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba siswa kelas IX di SMP 3 yang terbanyak adalah perilaku menolak sebesar 72,5 %. 4. Tidak ada hubungan pengetahuan remaja tentang narkoba dengan sikap remaja terhadap penyalahgunaan narkoba . 5. Ada hubungan pengetahuan remaja tentang narkoba dengan perilaku remaja terhadap penyalahgunaan narkoba . 3 yang terbanyak adalah

B. Saran 1. Untuk remaja Dapat lebih aktif lagi dalam kegiatan - kegiatan positif baik di lingkungan sekolah maupun tempat tinggal. Mencari informasi yang benar dan utuh tentang hal baru terutama narkoba 2. Orang tua Agar lebih awareness terhadap psikososial anak

79

Berusaha untuk bisa menjadi orang tua sekaligus teman yang baik

3. Petugas kesehatan Adanya intervensi lebih lanjut dalam penanggulangan penyalahgunaan narkoba ( tindakan preventif dan promotif ) Memanfaatkan UKS dengan dokter kecil untuk membantu tenaga kesehatan dalam mencapai siswa sekolah dan dapat memberikan pengetahuan yang benar tentang narkoba. 4. Masyarakat Ada suatu wadah misal karang taruna atau kegiatan kelompok belajar untuk remaja agar bisa melakukan kegiatan kegiatan positif dan bermanfaat. 5. Institusi Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Memberdayakan UKS dengan dokter kecil dan kegiatan rutin penyuluhan kerjasama lintas sektoral dengan puskesmas setempat atau pihak pihak yang terkait. Membuat kegiatan atau lomba yang sifatnya melatih siswa untuk bisa berpendapat dalam menghadapi suatu fenomena dan masalah yang ada di masyarakat terutama kelompok remaja misal dengan lomba diskusi sosial dan permainan peran ( role play ). 6. Institusi

80

Ada penelitian penelitian lebih lanjut tentang masalah masalah pada remaja yang prevalensinya lebih dini.

Anda mungkin juga menyukai