Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Bakteri secara umum bisa diartikan sebagai kumpulan organisme yang tidak memiliki membran inti sel, dan termasuk dalam kategori organisme yang memiliki ukuran sangat kecil (mikroskopik). Bakteri yang berada di sekitar kita berjumlah ratusan ribu spesies, sebagian diantaranya menguntungkan bagi kehidupan manusia, sebagian lainnya bersifat merugikan karena bersifat patogen (parasit). Gram positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna violet sewaktu proses pewarnaan Gram sehingga akan berwarna biru atau ungu dibawah mikroskop. Kebanyakan dari bakteri kokus gram positif adalah patogen. Bakteri gram positif dilindungi oleh lapisan bilipid. Beberapa spesies bakteri gram positif memiliki flagela untuk bergerak. Kebanyakan penyakit bakerial dimulai dengan kolonisasi bakteri. Pengecualian terhadap cara ini adalah pada bakteri yang menyebabkan penyakit dengan menghasilkan eksotoksin ketika perkembangannya. Eksotoksin teringesti dan bertanggungjawab terhadap gejala penyakit. Bakteri penyebab toksin merupakan salah satu bakteri yang dapat membawa dampak terhadap masalah kesehatan dan kerugian ekonomi. Untuk mendapatkan metode pengendalian dan pencegahan infeksi suatu penyakit haruslah diketahui interaksi antara agen penyebab infeksi dengan hospes. Oleh karena itu, masalah mengenai penyakit bakteri sangat perlu dilakukan suatu penelitian-penelitian sehingga dapat mengetahui apa obat dari bakteri patogen tersebut yang dapat merusak kesehatan masyarakat.

1.2

Rumusan Masalah 1) 2) Apa yang dimaksud dengan bakteri kokus gram positif? Apa saja macam-macam bakteri kokus gram positif yang patogen terhadap manusia?
1

3)

Bagaimana klasifikasi dari macam-macam bakteri kokus gram positif yang patogen terhadap manusia tersebut?

1.3

Tujuan Penulisan 1.3.1 Tujuan Umum Adapun penulis menyusun makalah ini bertujuan untuk

memperoleh pengetahuan tentang patogen kokus gram positif. 1.3.2 Tujuan Khusus 1) Mengetahui pengertian kokus gram positif. 2) Mengetahui macam-macam bakteri gram positif yang patogen terhadap manusia. 3) Mengetahui klasifikasi dari macam-macam bakteri kokus gram positif yang patogen terhadap manusia.

1.4

Manfaat Diharapkan mendatangkan manfaat berupa penambahan

pengetahuan serta wawasan kepada pembaca tentang bakteri kokus gram positif, dan dapat di gunakan sebagai penunjang proses belajar mengajar khususnya untuk mahasiswa jurusan keperawatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pengertian Bakteri warna kristal gram-positif adalah bakteri yang proses pewarnaan mempertahankan zat Gram sehingga akan

violet sewaktu

berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop. Gram-positif organisme mampu mempertahankan violet kristal noda karena tingginya jumlah peptidoglikan pada dinding sel. Gram positif dinding sel umumnya tidak memiliki membran luar ditemukan pada bakteri Gram-negatif. Kokus gram positif adalah bakteri gram positif berbentuk kokus. Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat. Bakteri kokus ada yang tersusun sendiri (monokokus), ada juga yang berbentuk seperti rantai (streptokokus).

2.2

Macam-macam Kokus Gram Positif Patogen terhadap Manusia Kebanyakan dari jenis bakteri kokus gram positif adalah patogen terhadap manusia. Seperti misalnya pada golongan Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. Pada spesies Staphylococcus sp. bakkteri yang menyebabkan patogen pada manusia yaitu Staphylococcus aureus sedangkan pada Streptococcus sp. bakteri yang menyebabkan patogen pada manusia yaitu Streptococcus pyogene, Streptococcus mutans, dan

Streptococcus pneumoniae.

2.3

Klasifikasi Staphylococcus Aureus 1) Morfologi dan Identifikasi Bentuknya bulat, jenis yang tidak bergerak (non motil), tidak berspora dan gram positif. Tersusun dalam kelompok seperti buah anggur. Pembentukan kelompok ini terjadi karena pembelahan sel terjadi dalam tiga bidang dan sel anaknya cenderung dekat dengan sel induknya. Bersifat aerob dan tumbuh baik pada pembenihan yang sederhana pada temperatur optimum 37oC dan pH 7,4. Sebagaian

besar adalah saprofit yang hidup di alam bebas, namun habitat alamiahnya adalah pada permukaan epitel golongan primate/mamalia. Merupakan salah satu bakteri yang cukup kebal diantara mikroorganisme yang tidak berspora tahan panas pada suhu 60 oC selama 30 menit, tahan terhadap fenol selama 15 menit.

2)

Patogenesis Kemampuan patogenik dari galur Staphylococcus aureus adalah pengaruh gabungan antara faktor ekstraseluler dan toksin bersama dengan sifat daya sebar invasif. Pada satu sisi semata-mata diakibatkan oleh ingesti enterotoksin dan pada sisi lain adalah bakteremia dan penyebaran abses pada berbagai organ. Peranan sebagai bahan ekstraseluler pada patogenesis berasal dari sifat masingmasing bahan tersebut. Staphylococcus aureus yang patogenik dan hanya bersifat invasif menghasilkan koagulase dan cenderung untuk menghasilkan pigmen kuning dan menjadi hemolitik. Staphylococcus aureus ini terbawa di hidung, tenggorokan, aksila, sela jari kaki, dan perineum pada 30-50% orang sehat tanpa menyebabkan infeksi klinis. Pembawa asimtomatik ini penting secara klinis karena bakteri dapat dipindahkan ke bagian tubuh yang rentan (misalnya dari hidung ke luka) atau dari individu asimtomatik sehat ke seseorang yang kurang sehat yang akan menderita infeksi klinis (Gould, 2003 : 152).

3)

Patologi Kelompok Staphylococcus aureus yang menetap di folikel rambut menyebabkan nekrosis jaringan (faktor dermonekrotik). Koagulase dihasilkan dan mengkoagulasi fibrin di sekitar lesi dan di dalam limfatik membentuk dinding yang menghambat proses penyebaran dan diperkuat lagi oleh akumulasi sel inflamasi dan kemudian jaringan fibrosa. Di dalam pusat lesi, terjadi liku efaksi dan nekrosis jaringan (dipacu oleh hipersensitivitas tipe lambat) pada bagian abses yang lemah. Drainase cairan pusat jaringan nekrotik diikuti dengan pengisian secara kavitas oleh jaringan dan akhirnya terjadilah penyembuhan. Supurasi lokal (abses) adalah khas untuk infeksi

staphylococcus. Dari tiap fokus manapun, organisme dapat menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah ke bagian lain dalam tubuh. Pada osteomielitis, fokus primer pertumbuhan Staphylococcus aureus khas adalah di pembuluh darah tepi dari metafisis tulang panjang, mengakibatkan nekrosis tulang dan supurasi pneumonia,

kronik. Staphylococcus

aureus dapat

menyebabkan

meningitis, empiema, endokarditis atau sepsis dengan supurasi di tiap organ. Staphylococcus yang mempunyai kemampuan invasi yang rendah, terlibat dalam banyak infeksi kulit (misalnya akne, pioderma atau impetigo). Staphylococcus juga menyebabkan penyakit melalui produksi toksin tanpa infeksi invasif yang nyata. Eksfoliasi bulosa, sindroma kulit terkelupas disebabkan oleh toksin eksfoliatif. Sindroma syok toksik berhubungan dengan toksin sindroma syok toksik (TSST1) (Jawetz,dkk, 2005 : 323). Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit apabila pada keadaan abnormal seperti infeksi folikel (akar) rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi pada luka, meningitis,

pneumonia (Entjang, 2001 : 96).

4)

Gambaran Klinis Infeksi lokal Staphylococcus muncul sebagai suatu infeksi folikel rambut atau abses. Biasanya reaksi peradangan berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri, yang mengalami pernanahan sentral dan sembuh dengan cepat bila nanah dikeluarkan. Dinding fibrin dan sel-sel disekitar inti abses cenderung mencegah penyebaran organisme dan sebaliknya tidak dirusak oleh manipulasi atau trauma. Infeksi S. aureus dapat juga disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka, misalnya luka pasca bedah atau infeksi setelah trauma. Bila S. aureus menyebar dan terjadi bakteriemi, dapat terjadi endokarditis, osteomielitis akut hematogen, meningitis, atau infeksi paru-paru. Gambaran klinisnya mirip dengan gambaran klinis yang terlihat pada infeksi lain yang melalui aliran darah. Lokalisasi sekunder dalam suatu organ atau sistem diikuti oleh tanda-tanda dan gejala disfungsi organ dan pernanahan setempat yang hebat. Keracunan makanan yang disebabkan enterotoksin ditandai oleh masa inkubasi yang pendek (1-8 jam), rasa mual, muntahmuntah, dan diare yang hebat, dan penyembuhan yang cepat. Tidak ada demam.

5)

Uji Laboratorium Diagnostik (1) Bahan Usapan permukaan, nanah, darah, asfirat trakea, atau cairan spinal untuk biakan, bergantung pada lokalisasi proses. Pemeriksaan antibodi pada serum biasanya tidak berguna. (2) Sediaan Ciri khas Staphylococcus terlihat pada sediaan apus nanah atau sputum yang diwarnai. Tidak mungkin membedakan organisme patogen saprofitik (S. epidermidis) dengan organisme

(S aureus) berdasarkan sediaan apus.

(3)

Biakan Bahan yang ditanam pada lempeng agar darah akan menghasilkan koloni khas dalam 18 jam pada 370C, tetapi hemolisis dan pembentukan pigmen mungkin tidak terjadi sampai beberapa hari sesudahnya dan akan optimal pada suhu kamar. Bahan yang terkontaminasi flora campuran dapat ditanam dalam pembenihan yang mengandung NaCl 7,5%; garam akan menghambat pertumbuhan kebanyakan flora normal lainnya, kecuali S. aureus.

(4)

Tes Katalase Setetes larutan hidrogen peroksida diletakkan di atas kaca objek, dan sedikit pertumbuhan bakteri diletakkan di atas larutan tersebut. Pembentukan gelembung udara (pelepasan oksigen) menunjukan tes positif. Tes juga dapat dilakukan dengan menuangkan larutan hidrogen peroksida di atas bakteri yang tumbuh subur pada agar miring dan meneliti gelembung yang muncul.

(5)

Tes Koagulase Plasma kelinci (atau manusia) yang telah diberi sitrat dan diencerkan 1 : 5 dicampur dengan biakan kaldu yang sama banyaknya dan kemudian dieramkan pada 370C. Sebagai kontrol, dalam suatu tabung dicampurkan plasma dan kaldu steril, kemudian dieramkan. Jika terjadi pembekuan dalam waktu 1 4 jam, tes itu positif. Semua Staphylococcus yang bersifat koagulasepositif dianggap patogen bagi manusia. Infeksi alat-alat prostetik dapat disebabkan oleh organisme golongan S. epidermidis koagulase negatif.

(6)

Tes Kepekaan Tes pengenceran mikro kaldu atau tes kepekaan lempeng di gusi sebaiknya dilakukan secara rutin pada

isolat Staphylococcus dari infeksi yang bermakna secara klinik. Resistensi terhadap penisilin G dapat diperkirakan melalui tes positif untuk blaktamase; kurang lebih 90 % S.

aureus menghasilkan b- laktamese. Resistensi terhadap nafsilin (dan oksasilin dan metisilin terjadi pada 10 20

% S. aureus) dan kurang lebih 75 % isolat S. epidermidis. Resistensi nafsilin berkorelasi dengan adanya mec A, suatu gen yang menjadi protein terikat penisilin yang tidak dipengaruhi oleh obat ini. Gen dapat dideteksi dengan menggunakan reaksi rantai polimerase, tetapi hal ini tidak berguna karena Staphylococcus yang tumbuh pada agar Mueller Hinton mengandung 4 % NaCL dan 6 ug/mL oksasilin yang secara khas merupakan mec A positif dan resisten oksasilin. (7) Tes Serologik dan Penentuan Tipe Antibodi terhadap asam teikoat dapat dideteksi pada infeksi yang dalam dan lama (misalnya

endokarditis Staphylococcus). Tes serologik ini hampir tidak mempunyai nilai praktis. Pola kepekaan antibiotika dapat membantu untuk melacak infeksi S. aureus dan dalam menentukan apakah isolat S. epidermidis ganda dari biakan darah mewakili bakterimia yang disebabkan strain yang sama, yang berasal dari suatu tempat infeksi. Penentuan tipe faga hanya dipakai untuk melacak infeksi dalam penelitian epidemielogi pada wabah infeksi S. aureus yang luas, yang dapat terjadi di rumah sakit.

6)

Resistensi dan Imunitas Staphylococcus yang patogen menghasilkan beberapa zat ekstraseluler.Staphylococcus relatif resisten terhadap pengeringan, panas (bakteri ini tahan terhadap suhu 50C selama 30 menit), dan

terhadap natrium klorida 9% tetapi mudah dihambat oleh zat kimia tertentu, seperti heksaklorofen 3%. Kepekaan Staphylococcus terhadap banyak obat antimikroba berbeda-beda. Resistensi bakteri ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan: (1) Sering membentuk b-laktamase Di bawah kendali pasmid, dan menyebabkan organisme resisten terhadap beberapa penisilin (penisilin G, ampisilin, tikarsilin, dan obat-obat sejenis). Plasmid dipindahkan melalui transduksi dan mungkin pula konyugasi. (2) Resistensi terhadap nafsilin (dan terhadap metisilin serta oksasilin) tidak bergantung pada pembentukan b-laktamase. Gen tersebut mungkin berada pada kromosom dan ekspresinya bermacam-macam. Mekanisme resistensi terhadap nafsilin dikaitkan dengan tidak ada atau sukar dicapainya protein pengikat penisilin (PBP) pada organisme itu. (3) Toleransi berarti bahwa obat dapat menghambat tetapi tidak mematikan Staphylococcus, artinya terdapat perbedaan yang sangat besar antara kadar hambat minimal dan kadar letal minimal suatu obat antimikroba. Toleransi kadang-kadang disebabkan oleh tidak adanya proses aktivasi enzim autolitik dalam dinding sel. (4) Plasmid terdapat pula membawa gen untuk resistensi terhadap tetrasiklin, eritromisin, dan aminoglikosida.

7)

Penyakit pada Manusia yang disebabkan Staphylococcus Aureus Umumnya dapat menimbulkan penyakit pembekakan (ABCES) seperti: jerawat, ISK (primer), Infeksi ginjal (sekunder), infeksi kulit.

8)

Pengobatan Pengobatan terhadap infeksi S. aureus dilakukan melalui pemberian antibiotik, yang disertai dengan tindakan bedah, baik berupa pengeringan abses maupun nekrotomi. Pemberian antiseptik lokal sangat dibutuhkan untuk menangani furunkulosis (bisul) yang berulang. Pada infeksi yang cukup berat, diperlukan pemberian antibiotik secara oral atau intravena, seperti penisilin, metisillin, sefalosporin, eritromisin, linkomisin, vankomisin, dan rifampisin. Sebagian besar galur Stafilokokus sudah resisten terhadap berbagai antibiotik tersebut, sehingga perlu diberikan antibiotik berspektrum lebih luas seperti kloramfenikol, amoksilin, dan tetrasiklin (Ryan et al., 1994; Warsa, 1994; Jawetz et al., 1995).

2.4

Klasifikasi Streptococcus sp. Pada golongan Streptococus sp. yang patogen terhadap manusia adalah Streptococcus pneumonia, Streptococcus mutans, Streptococcus pyogenes. 1) Morfologi dan Identifikasi Kokus tunggal berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam bentuk rantai (gambar 2-2). Kokus membelah pada bidang yang tegak lurus sumbu panjang rantai. Anggota-anggota rantai sering tampak sebagai diplococcus, dan bentuknya kadang-kadang

menyerupai batang. Panjang rantai sangat bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Streptococcus bersifat gram positif. Namun, pada biakan tua dan bakteri yang mati, bakteri ini menjadi gram negatif; keadaan ini dapat terjadi jika bakteri dieramkan semalam. Beberapa Streptococcus mengeluarkan polisakarida simpai seperti yang ada padaPneumococcus. Sebagian besar selain golongan A, B, dan C (tabel 2-1) membentuk simpai yang tersusun atas asam hialuronat. Simpai tampak jelas pada biakan yang amat muda. Simpai

10

ini menghalangi fagositosis. Dinding sel Streptococcus mengandung protein (antigen M, T, R), karbohidrat (spesifik untuk golongan), dan peptidoglikan (gambar 2-3). Pili seperti rambut menonjol keluar menembus simpai Streptococcus golongan A. Pili tersebut sebagian terdiri atas protein M dan ditutupi oleh asam lipoteikoat. Asam lipoteikoat sangat penting untuk perlekatan Streptococcuspada sel epitel.

Streptococcus pneumoniae

Streptococcus mutans

11

Streptococcus pyogenes 2) Patogenesis (1) Streptococcus pneumonia a. Produksi Penyakit : Streptococcus Pneumoniae menyebabkan penyakit melalui kemampuannya untuk berkembang biak didalam jaringan. Mereka tidak menghasilkan toksin. Virulensi dari

organisme merupakan fungsi kapsulnya, yang dapat mencegah atau menunda pencernaan oleh fagosit. Serum yang mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik dapat melindungi dari infeksi. Jika serum tersebut diserap oleh polisakarida tipe tertetu, maka serum tersebut akan kehilangan daya proteksinya. Hewan atau manusia yang diimunisasi dengan tipe pneumococcus tersebut dan memiliki antibodi presipitasi dan antibodi opsonisasi untuk tipe polisakarida tersebut. b. Resistensi Alamiah 40-70% dari manusia kadang-kadang merupakan carrier pneumococcus yang virulen, maka mukosa pernapasan normal harus memiliki daya tahan alamiah bagi

pneumococcus. Diantara faktor-faktor yang mungkin menyebabkan rendahnya resistensi dan berpengaruh pada infeksi pneumococcal adalah sebagai berikut :

12

a)

Ketidak

normalan

saluran

pernapasan

Virus dan infeksi-infeksi lain yang merusak sel permukaan : akumulasi abnormal mucus (alergi) yang melindungi pneumococcus dari fagositos, obstruksi bronchus (missal atelectasis) dan

kerusakan saluran pernapasan disebabkan oleh bahan iritan yang mengganggu fungsi mucocilary. b) Alkohol atau intoksikasi obat Menyebabkan menekan kegiatan fagositik, menekan reflex batuk, dan memudahkan aspirasi bahan asing. c) Mekanisme lain seperti : Kekurangan gizi, kelemahan umum, anemia sickle cell, hiposplenisme, nefrosis atau difisiensi bahan tambahan. (2) Streptococcus mutans Setelah mengkonsumsi sesuatu yang mengandung

gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai

Streptococcus mutans juga bertahan pada glikoprotein itu. Walaupun banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya

Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Willett dkk., 1991; Ari, 2008). Pada fruktosa langkah selanjutnya, bakteri menggunakan untuk

dalam

suatu

metabolisme glikolisis

memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi anaerob adalah asam laktat. Asam laktat ini

menciptakan kadar keasaman yang ekstra untuk menurunkan pH sampai batas tertentu sehingga dapat menghancurkan zat kapur

13

fosfat di dalam email gigi mendorong kearah pembentukan suatu rongga atau lubang. Streptococcus mutans ini yang mempunyai suatu enzim yang disebut diatas permukaannya yang dapat glucosyl transferase

menyebabkan polimerisasi

glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat

molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan glukosa alfa (1-6) alfa (1-3). Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri

streptococcus mutans untuk berkembang dan membentuk plak gigi. Enzim yang sama melanjutkan untuk menambahkan banyak molekul glukosa ke satu sama lain untuk membentuk dextran yang memiliki struktur sangat mirip dengan amylase dalam tajin. Dextran bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada enamel gigi dan menuju ke pembentukan plak pada gigi. Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau lubang pada gigi yang disebut dengan karies gigi (Willett dkk., 1991; Kidd dkk 1992 ; Kawai dan Urano, 2001; Samaranayake, 2002 ; Ari, 2008). Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dengan perantara glukan, dimana produksi glukan yang tidak dapat larut dalam air merupakan faktor virulensi yang

penting, glukan merupakan suatu polimer dari glukosa sebagai hasil reaksi katalis glucosyltransferase. Glukosa yang dipecah dari sukrosa dengan adanya glucosyltransferase dapat berubah menjadi glukan. (3) Streptococcus pyogenes Adanya protein M, suatu factor virulensi yang kuat terdapat pada fimbria yang mengganggu fagositosis

14

Memiliki simpai hialuronat non antigenic, antifagositik, yang meningkatkan daya invasifnya. Mengeluarkan 3 tipe serilogis eritrogenik yang

memerlukan faga lisogenik agar dapat mulai di prouksi, toksin ini menyebabkan ruam pada demam skarlatina. Memiliki 2 hemolisis: Streptolisin S, suatu proten yang lekosidal dan berperan pada sifat hemolisis beta pada lempeng agar darah. Streptolisis O, yang peka terhadap oksigen, juga bersifat lekosidal. Memiliki system enzim lain-lainnya (Misalnya

hialuronidasa, streptokinasa, streptodonasa, nikotinamida adenine dinikleotidasa).

3)

Patologi (1) Streptococcus Pneumoniae Infeksi pneumococcus menyebabkan pengeluaran

cairan edema fibrin secara berlebihan kedalam alveoli, yang diikuti oleh sel darah merah dan leukosit yang menyebabkan konsolidasi dari paru-paru. Sebagian pneumococcus terdapat dalam eksudat ini, dan mereka dapat mencapai aliran darah melalui saluran limfa dari paru-paru. Dinding alveolar tetap utuh secara normal selama infeksi. Kemudian sel-sel mononuklear secara aktif melakukan fagosit pada debris, dan fase cairan ini secara bertahap diserap kembali. Pneumococcus ditangkap oleh fagosit dan dicerna secara intraseluler. Angka kematian pada pneumonia tergantung pada ras, seks, umur dan keadaan umum penderita, tipe kumannya, luasnya bagian paru-paru yang terkena, ada tidaknya septikemia, ada tidaknya komplikasi, pemberian terapi spesifik, dan faktor-faktor lainnya.

15

(2)

Streptococcus mutans Pada awal perkembangannya, karies mungkin hanya memengaruhi enamel. Namun ketika karies semakin luas, dapat memengaruhi dentin. Sementum adalah jaringan keras yang melapisi akar gigi, maka sementum dapat terkena bila akar gigi terbuka. Menyebabkan email atau enamel\ berlubang semakin dalam. Karena ketika karies telah mencapai dentin pada pertemuan enamel dengan dental, lubang akan menyebar

secara lateral. Di dentin, proses perlubangan akan mengikuti pola segitiga ke arah pulpa gigi. (3) Streptococcus pyogenes Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi kulit permukaan untuk penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Contoh infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk faringitis (radang kerongkongan) dan infeksi kulit setempat (impetigo). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perkalian dan penyebaran samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Streptococcus pyogenes invasi dan multiplikasi dalam fasia dapat menimbulkan necrotizing fasciitis, kondisi berpotensi mengancam jiwa yang memerlukan perawatan bedah.

4)

Gambaran Klinis (1) Streptococcus Pneumoniae Serangan Pneumonia oleh Pneumococcus biasanya mendadak, diikuti dengan demam, menggigil dan nyeri tajam pada pleura. Spuntum mirip dengan eksudat alveolar, secara karakteristik berdarah atau berwarna merah kecoklatan. Dengan terapi antimikroba, penyakit biasanya hilang secara bertahap;

16

jika obat-obat diberikan secara awal, maka perkembangan konsolidasi terganggu. Bakteremia dari pneumonia

menyebabkan tiga komplikasi; meningitis, endokardiatis dan septik arthritis (2) Streptococcus mutans Tanda awal dari lesi karies adalah sebuah daerah yang tampak berkapur di permukaan gigi yang menandakan adanya demineralisasi. Daerah ini dapat menjadi tampak coklat dan membentuk lubang. Proses tersebut dapat kembali ke asal atau reversibel, namun ketika lubang sudah terbentuk maka struktur yang rusak tidak dapat diregenerasi. Sebuah lesi tampak coklat dan mengkilat dapat menandakan karies. Daerah coklat pucat menandakan adanya karies yang aktif. Bila enamel dan dentin sudah mulai rusak, lubang semakin tampak. Daerah yang terkena akan berubah warna dan menjadi lunak ketika disentuh. Karies kemudian menjalar ke saraf gigi, terbuka, dan akan terasa nyeri. Nyeri dapat bertambah hebat dengan panas, suhu yang dindin, dan makanan atau minuman yang manis. Karies gigi dapat menyebabkan napas tak sedap dan pengecapan yang buruk. Dalam kasus yang lebih lanjut, infeksi dapat menyebar dari gigi ke jaringan lainnya sehingga menjadi berbahaya. (3) Streptococcus pyogenes Faringitis streptokokus a. Ditandai dengan nyeri menelan, demam, sakit kepala, mual, adenopati di darah leher, lekositosis. b. c. Dapat mengakibatkan komplikasi Kerongkongan sangat merah, pembengkakan selaput lender dan adanya eksudat purelen. Demam skarlatina a. Gejalanya mirip faringitis streptokokus.

17

b.

Menunjukan juga ruan akibat toksin eritrogenik.

Impertigo a. b. c. Infeksi local superficial kulit. Pada bayi sangay menular. Dapat mengakibatka komplikasi toksin eritrogenik

Selulitis-Erisipelas a. b. Dimulai dari infeksi kecil pada kulit. Di sebut selulitis jika lesinya terbatas yegas atau erysipelas jika lesinya melebar.

Demam reumatik a. Terjadi setelah infeksi kerongkongan oleh

streptokokus grup A pada individu yang mempunyai predidposisi genetic. b. Dapat menyebabkan kerusakan kronis dan progresif.

Glomerulonefritis akut a. Biasanya terjadi setelah adanya infeksi awal pada kulit, terutama oleh streptokokus tipe 2,4,12, atau 49 b. Dimulai dengan penimbunan kompleks antigenantibodi streptokokus terlarut dan komponen pada membrane basalis glomerulus, tampak sebagai suatu pola gumpalan tak beraturan pada pemeriksaan imunofluoresensi.

Endokarditis Terjadi akibat peradangan yang diinduksikan oleh penimbunan salah satu dari beberapa genus kuman tertentu pada katup-katup jantung yang rusak oleh streptokokus grup A (sejak lahir)

18

5)

Uji Laboratorium Diagnostik (1) Bahan Bahan diambil berdasarkan sifat-sifat infeksi Streptococcus. Usap tenggorokan, nanah, atau darah diambil untuk biakan. Serum diambil untuk penetapan antibodi. (2) Sediaan Apus Sediaan dari nanah lebih sering menunjukan kokus tunggal atau berpasangan dari pada bentuk rantai. Kokus kadang-kadang gram-negatif, sebab organisme tidak lagi hidup dan kehilangan kemampuan menahan zat warna biru (kristal ungu) sehingga tidak menjadi gram-positif. Bila sediaan nanah menunjukan Streptococcus tetapi biakan tidak tumbuh, harus diperkirakan adanya organisme anaerobik. Sediaan usap tenggorokan tidak membantu, sebab Streptococcus viridans selalu ada dan

mempunyai penampilan sama dengan Streptococcus golongan A pada sediaan yang diwarnai. (3) Biakan Bahan yang diduga mengandung Stretococcus

dibiakkan pada lempeng agar darah. Jika diduga ada bakteri anaerob, perbenihan anaerobik juga harus diinokulasikan. Pengeraman pada CO2 10 % sering mempercepat hemolisis. Penggoresan inokulum ke dalam lempeng agar darah mempunyai efek serupa, sebab oksigen tidak cepat menembus perbenihan untuk mencapai organisme yang ada di bagian dalam perbenihan, dan oksigenlah yang menonaktifkan streptolisin O. Biakan darah akan menumbuhkan Streptococcus hemolitik golongan A (misalnya pada sepsis) dalam beberapa jam atau beberapa hari. mungkin Streptococcus a-hemolitik atau tumbuh dengan lambat,

Enterococcus tertentu

karenanya biakan darah pada kasus yang dicurigai endokarditis mungkin belum positif selama 1 minggu atau lebih.

19

Tingkat dan jenis hemolisis (dan bentuk koloni) dapat membantu menempatkan organisme dalam golongan yang tepat. Streptococcus golongan A dapat cepat dikenali oleh tes antibodi fluoresen, tes PYR, dan oleh tes-tes spesifik yang cepat untuk antigen spesifik golongan A. penentuan tipe presipitin atau koaglutinasi harus dilakukan bila diperlukan klasifikasi yang pasti dan untuk alasan epidemiologik. Streptococcus yang tergolong dalam golongan A dapat diidentifikasi secara perkiraan dengan menghambat pertumbuhannya oleh basitrasin, tetapi hal ini hanya dilakukan bila tes-tes pemastian tidak dapat dipakai lagi. (4) Tes Pendeteksian Antigen Beberapa perangkat komersial dapat dengan cepat mendeteksi adanya antigen Streptococcus golongan A pada usapan tenggorokan. Perangkat ini memakai metode enzimatik atau kimiawi untuk mengekstrak antigen dari usapan, kemudian menggunakan tes EIA atau tes aglutinasi untuk menunjukkan adanya antigen. Tes-tes ini dapat selesai bermenit-menit sampai berjam-jam setelah bahan diambil. Tes-tes ini mempunyai kepekaan 60 99 % jika dibandingkan dengan metode biakan. Tes-tes dengan perangkat ini lebih cepat dibandingkan dengan biakan. (5) Tes Serologik Peningkatan titer antibodi terhadap banyak

antigen Streptococcus golongan A dapat dihitung: antibodi seperti ini meliputi antistreptolisin (ASO), khususnya pada penyakit pernapasan; anti-Dnase dan antihialuronidase,

khususnya pada infeksi kulit; antistreptokinase ; antibodi tipespesifik anti-M; dan lain-lain. Diantara semua ini, yang paling sering digunakan adalah titer anti-ASO.

20

6)

Resistensi dan Imunitas Energi terutama diperoleh dari penggunaan gula.

Pertumbuhan Streptococcuscenderung menjadi kurang subur pada perbenihan padat atau dalam kaldu, kecuali yang diperkaya dengan darah atau cairan jaringan. Kebutuhan makanan bervariasi untuk setiap spesies. Kuman yang patogen bagi manusia paling banyak memerlukan faktor-faktor pertumbuhan. Dan hemolosis dibantu oleh pengeraman dalam CO2 10 %. Meskipun kebanyakan Streptococcus hemolitik patogen tumbuh paling baik pada suhu 370C. Enterococcus juga tumbuh pada agar dengan natrium klorida konsentrasi tinggi (6,5 %), dalam metilen biru 0,1%, dan dalam empedueskulin. Kebanyakan

Streptococcus bersifat fakultatif anaerob. Streptococcus hemolitik dapat dibagi dalam beberapa golongan serologik (A U), dan golongan-golongan tertentu dapat dibagi lagi menjadi beberapa tipe. Beberapa zat antigen yang ditemukan: (1) Antigen dinding sel spesifik golongan Karbohidrat ini terdapat merupakan dalam dasar dinding sel

banyak Streptococcus dan

penggolongan

serologik (Golongan A U Lancefield). Ekstra dari antigen spesifik golongan untuk penggolongan Streptococcus dapat dibuat dengan mengekstraksi biakan yang dipusingkan dengan asam hidroklorida panas, asam nitrat, atau formamida;

dengan lisis enzimatik sel-sel Streptococcus (misalnya dengan pepsin atau tripsin); atau dengan mengautoklafkan suspensi sel pada tekanan 15 lb selama 15 menit. Spesifisitas serologik dari karbohidrat spesifik golongan ditentukan oleh gula amino. Gula amino untuk Streptococcus golongan A adalah ramnosaNasetilglukosamin; untuk golongan B adalah

21

polisakarida ramnosa glukosamin; untuk golongan C adalah ramnosaNasetilgalaktosamin; untuk golongan D adalah asam gliserol teikoat yang mengandung Dalanin dan glukosa ; dan untuk golongan F adalah glukopiranosilN asetilgalaktosamin. (2) Protein M Zat ini adalah faktor virulensi utama dari S.

pyogenes golongan A. Protein M nampak sebagai bentuk yang mirip rambut pada dinding sel Streptococcus. Ketika protein M ditemukan, Streptococcus menjadi virulen, dan pada tidak adanya antibodi tipe Mspesifik, bakteri ini mampu menahan fagositosis oleh leukosit polimorfonuklir. Protein M juga memudahkan perlekatan pada sel-sel epitel inang. Streptococcu sgolongan A yang tidak memiliki protein M bukanlah suatu virulen. Imunitas terhadap infeksi oleh Streptococcus golongan A berkaitan dengan kehadiran antibodi tipespesifik terhadap protein M. karena terdapat lebih dari 80 jenis protein M, seseorang dapat mengalami A dengan infeksi jenis M berulang yang oleh S. berbeda.

pyogenes golongan

Baik Streptococcus golongan C maupun golongan G, memiliki gen-gen yang bersifat homolog terhadap gen untuk protein M dari golongan A, dan protein M telah ditemukan

pada Streptococcus golongan G. Struktur dan fungsi yang khas dari protein M dipelajari secara luas. Molekul memiliki struktur seperti batang yang melingkar-lingkar fungsional. perubahan dan ini memisahkan bagian-bagian sejumlah yang besar dan

Struktur urutan

memungkinkan fungsi

mengenai

pemeliharan,

imunodeterminan protein M yang sekaligus dapat berubah juga. Terdapat dua kelas struktur utama protein M, yaitu kelas I dan II.

22

Tampaknya protein M dan barangkali antigen lain dinding sel Streptococcusmemiliki cara kerja yang penting pada patogenesis demem reumatik. Selaput dinding

sel Streptococcus yang dimurnikan memacu antibodi yang bereaksi dengan sarkolema jantung manusia; sifat-sifat khas mengenai antigen yang bereaksi silang tidak jelas. Komponen dinding sel dari jenis M yang telah diseleksi memacu antibodi yang bereaksi dengan jaringan otot jantung. Daerah antigenik yang dilestarikan pada protein M kelas I bereaksi silang dengan otot jantung manusia, dan protein M kelas I mungkin determinan yang virulen untuk demam reumatik. (3) Zat T Antigen ini tidak mempunyai hubungan dengan virulensi Streptococcus. Berbeda dengan protein M, zat T tidak tahan asam dan tidak tahan panas. Zat ini diperoleh dariStreptococcus melalui pencernaan proteolitik, yang cepat merusak protein M. Zat T memungkinkan pembedaan tipe-tipe tertentu Streptococcus oleh aglutinasi dengan antiserum spesifik, sedangkan tipe lainnya mempunyai zat T yang sama. Antigen permukaan lainnya dinamakan protein R. (4) Nukleoprotein Ekstraksi Streptococcus dengan basa lemah

menghasilkan campuran protein dan zat-zat lain dengan spesifisitas serologik yang rendah, dan dinamakan zat P. Zat ini mungkin merupakan sebagian besar badan sel Streptococcus.

23

7)

Penyakit pada Manusia yang disebabkan patogen Streptococcus sp. Berikut adalah beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh patogen pada Streptococcus sp. (1) Streptococcus pneumoniae Hidup di dalam traktus respiratorius bagian atas dan dapat menyebabkan penyakit pneumonia,sinusitis,otitis,meningitis dan infeksi lainnya. (2) Streptococcus mutans Dapat menyebabkan karies pada gigi (3) Streptococcus pyogenes Faringitis streptokokus, demam skarlatina, Impertigo, SelulitisErisipelas, endokarditis. demam reumatik, glomerulonefritis akut,

8)

Pengobatan (1) Streptococcus pneumonia Karena Pneumococcus bersifat sensitif terhadap obat antimikroba, perawatan awal biasanya berlangsung pada proses pemilihan yang cepat dan respon antibodi agaknya kurang berperan. Penisilin G merupakan obat pilihan. Tapi di AS 5-10 % Pneumococcus resisten terhadap penisilin dan kira-kira 20% agar resisten (MIC 0,1 1 g/mL). Penisilin G dosis tinggi dengan MICs sebesar 0,1 2 g/mL ternyata efektif untuk menangani pneumonia yang disebabkan oleh Pneumococcus tetapi tidak efektif menangani meningitis juga resisten terhadap ceftizoxime, juga resisten terhadap tetrasiklin dan erittromisin. Contoh : Amoxillin untuk infeksi saluran pernafasan Dengan memberikan vaksin pneumococcus pada anak akan mencegah pneumonia akibat streptococcus pneumonia.

24

Karena pada anak usia 2 bulan hingga 5 tahun dapat terserang penyakit ini karena sistem imun pada anak masih kurang. (2) Streptococcus mutans Struktur gigi yang rusak tidak dapat sembuh sempurna, walaupun remineralisasi pada karies yang sangat kecil dapat timbul bila kebersihan dapat dipertahankan. Untuk lesi yang kecil, florida topikal dapat digunakan untuk merangsang remineralisasi. Untuk lesi yang besar dapat diberikan perawatan khusus. Perawatan ini bertujuan untuk menjaga struktur lainnya dan mencegah perusakan lebih lanjut. Secara umum, pengobatan lebih awal akan lebih nyaman dan murah dibandingkan perawatan lanjut karena lubang yang lebih buruk. Anestesi lokal, oksida nitro, atau obat lainnya dapat meredam nyeri. Pembuangan bor dapat

membuang struktur yang sudah berlubang. Sebuah alat seperti sendok dapat membersihkan lubang dengan baik. Ketika lubang sudah dibersihkan, maka diperlukan sebuah teknik

penyembuhan untuk mengembalikan fungsi dan keadaan estetikanya. Material untuk penyembuhan meliputi amalgam, resin untuk gigi, porselin dan emas. Resin dan porselin dapat digunakan untuk menyamakan warna dengan gigi asal dan lebih sering digunakan. Bila bahan di atas tidak dapat digunakan, maka diperlukan zat crown yang terbutat dari emas, porselin atau porselin yang dicampur logam. Pada kasus tertentu, diperlukan terapi kanal akar pada gigi. Terapi kanal gigi atau terapi endodontik, direkomendasikan bila pulpa telah mati karena infeksi atau trauma. Saat terapi, pulpa, termasuk saraf dan pembuluh darahnya, dibuang. Bekas gigi akan diberikan material seperti karet yang disebutgutta percha. Pencabutan atau ekstraksi gigi juga menjadi pilihan

25

perawatan karies, bila gigi tersebut telah hancur karena proses pelubangan (3) Streptococcus pyogenes Pengobatan pilihan adalah penisilin dan durasi/lama pengobatan yang dianjurkan adalah minimal 10 hari. Tidak ada laporan contoh resistensi terhadap penisilin dilaporkan. Macrolide, chloramphenicol, dan tetracycline dapat digunakan jika strain menunjukkan tanda sensitif. Pengobatan juga dapat dilakukan dengan antibotik yang diberikan melalui IV.

2.5

Epidemiologi, Pencegahan dan Pengendalian Dalam epidemiologi, pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkat sesuai dalam perjalanan penyakit yaitu :

1)

Pencegahan primer Berupaya untuk mempertahankan orang yang tetap sehat agar tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Secara garis besar, upaya ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. Pencegahan umum dilakukan dengan mengadakan

pencegahan pada masyarakat umum, misalnya pendidikan kesehatan masyarakat dan kebersihan lingkungan. Pencegahan khusus ditujukan pada orang-orang yang mempunyai resiko dengan melakukan imunitas seperti pneumonia, atau sanitasi lingkungan.

2)

Pencegahan sekunder Upaya untuk mencegah orang sakit dan menjadikannya sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindarkan

komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder

26

ini dapat dilakukan dengan cara mendeteksi dini penyakit dan mengobati dengan cara yang cepat dan tepat.

3)

Pencegahan Tersier Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan rehabilitasi. Pencegahan ini terus diupayakan selama orang yang menderita belum meninggal dunia.

27

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan Bakteri warna kristal gram-positif adalah bakteri yang proses pewarnaan mempertahankan zat Gram sehingga akan

violet sewaktu

berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop. Kokus gram positif adalah bakteri gram positif berbentuk kokus. Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat. Kebanyakan dari jenis bakteri kokus gram positif adalah patogen terhadap manusia. Seperti misalnya pada golongan Staphylococcus sp. dan Streptococcus sp. Pencegahan dari berbagai bakteri patogen yaitu dibagi beberapa tingkat : (1) (2) (3) Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder Pencegahan Tersier

3.2

Saran Adapun saran dalam makalah yang telah kami susun ini ialah : 1) Sebaiknya mengetahui berbagai spesies bakteri yang patogen terhadap manusia agar lebih berhati-hati dalam menjaga kesehatan. 2) Sebaiknya selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar agar terhindar dari berbagai penyakit, proteksi diri terhadap lingkungan agar terhindar dari penularan penyakit.

28

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia

2013,

Gram-Positif,

viewed

13

April

2013,

<http://id.wikipedia.org/wiki/Gram-positif>

Wening, Gilang Rasuna Sabdho Patogenesa 2011, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut, viewed 13 April 2013, < http://gilangrasunafkg.web.unair.ac.id/artikel_detail-40676-Catatan%20Kecil%20Tentang%20GigiPatogenesa,%20Pola%20Penyebaran,%20dan%20Prinsip%20Terapi%20Abses% 20Rongga%20Mulut.html>

Necel

2009,

Staphylococcus

aureus,

viewed

13

April

2013,

<http://www.scribd.com/doc/12896614/Staphylococcus-Aureus>

Kusuma, Sri Agung Fitri 2009, Makalah Staphylococcus aureus, viewed 13 April 2013, <http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/pustaka_unpad_staphylococcus.pdf>

Analis, Adison 2010, Isolasi dan Identifikasi bakteri Staphylococcus aureus Katalase Positif, viewed 13 April 2013, <http://analisqmateri.blogspot.com/2010/09/isolasi-dan-identifikasi-bakteri.html>

Rhimaditz 2011, Staphylococcus aureus, viewed 13 April 2013, <http://rhimadhitz.blogspot.com/2011/08/staphylococcus-aureus.html>

Pratwins 2013, Jurnal pengobatan Streptococcus pneumonia pada anak dan bayi, viewed 13 April 2013, <http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2348011jurnal-pengobatan-streptococcus-pneumonia-pada/#ixzz2QKziEX00>

29

Dianti, Yeha 2010, STREPTOCOCCUS PNEUMONIE ( PNEUMOCOCCUS ) Radang Paru-paru, viewed 13 April 2013, <http://yehadianti.blogspot.com/2010/05/streptococcus-pneumoniepneumococcus.html> Wikipedia 2013, Karies Gigi, viewed 13 April 2013,

<http://id.wikipedia.org/wiki/Karies_gigi>

Wikipedia

2013,

Streptococcus

Pyogenes,

viewed

13

April

2013,

<http://id.wikipedia.org/wiki/Streptococcus_pyogenes> Anggraini, Dewi dan Eko Budiarto 2003, Pengantar Epidemiologi, Edisi II, Jakarta : EGC.

30

LAMPIRAN PEMBAGIAN TUGAS

Nama Afifatul Mufidah

NIM P27820112119

Tugas Mencari klasifikasi dari Staphylococcus Aureus

Aprika Dwi Susanti

P27820112044

Mencari klasifikasi dari Streptococcus

pyogenes Nur Tri Budi Santoso U. P27820112024 Mencari klasifikasi dari Streptococcus dan

pneumonia

fotocopy makalah. Riska Triana Mustofa P27820112040 Menyusun makalah dan melengkapi

yang kurang dari hasil yang dicari. Wahyuningsih P27820112023 Mencari klasifikasi dari Streptococcus

mutans

31

Anda mungkin juga menyukai