Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI KASUS I

Demam Berdarah Dengue

Pembimbing : Dr. Harmon M, SpA Penyusun : Azzahra Azmi 030.08.053

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH PERIODE 10 JUNI 2013 17 AGUSTUS 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH STATUS PASIEN KASUS I Nama Mahasiswa NIM I. Nama Umur Alamat Pendidikan Orang tua / Wali Ayah : Nama Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan Agama : Tn. M : 30 tahun : JL. Masjid Al Amin : Karyawan Swasta : SMK : Islam Ibu Nama Umur Alamat Pekerjaan Pendidikan Agama : : Ny. F : 29 tahun : JL. Masjid Al Amin : Ibu rumah tangga : SMK : Islam : Azzahra Azmi : 030.08.053 IDENTITAS PASIEN : An. Z : 7 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Suku Bangsa : Jawa Agama : Islam Pembimbing :Dr. Harmon M, SpA Tanda tangan:

Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 5 Juli 2005 : TK

: JL. Masjid Al Amin , Kramat Jati

Suku bangsa : Jawa

Suku bangsa : Jawa

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung II. RIWAYAT PENYAKIT ANAMNESIS Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. F (ibu kandung pasien) Lokasi Tanggal / waktu Tanggal masuk : Bangsal lantai V Timur, kamar 515, : 14 Juni 2013, Jam 05.30 WIB : 14 Juni 2013 : Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit : Sakit perut, mual, muntah,mencret

A. KELUHAN UTAMA B. KELUHAN TAMBAHAN

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG : Pasien dihantar ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam timbul secara mendadak. Menurut ibu pasien, pasien demam tinggi pada perabaan tangan. Suhu pasien tidak diukur dengan termometer. Pasien demam terus menerus. Pasien telah dibawa berobat ke klinik tetapi tidak ada perubahan. Kejang disangkal. Mimisan dan gusi berdarah disangkal. 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh adanya nyeri perut. Selain itu, pasien juga merasa mual dan muntah. Muntah dengan frekuensi kurang lebih 2 kali sehari, kuning, kurang lebih setengah gelas aqua. Nafsu makan menurun dan minum juga berkurang. Keluhan mencret sebanyak 5x berisi air dan ampas. Pasien juga mengeluh adanya nyeri perut dan nyeri kepala. D. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA Penyakit Alergi Cacingan DBD Otitis Parotitis Umur (-) (-) (-) (-) (-) Penyakit Difteria Diare Kejang Morbili Operasi Umur (-) (-) (-) (-) (-) Penyakit Penyakit jantung Penyakit ginjal Radang paru TBC Lain-lain Umur (-) (-) (-) (-) (-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien belum pernah menderita keluhan seperti sekarang maupun mengidap penyakit lain. E. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN KEHAMILAN KELAHIRAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal Tempat persalinan Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi P2A0, Hipertensi - , Diabetes Rutin kontrol ke Bidan 1 bulan sekali dan sudah mendapat imunisasi vaksin TT 1 kali Rumah bersalin Bidan Spontan Penyulit : 39 minggu Berat lahir :3600 gr Panjang lahir : 40 cm Lingkar kepala : (tidak tahu) Langsung menangis (+) Kemerahan (+) Nilai APGAR : 9/10

Kelainan bawaan : tidak ada Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran : Baik (Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan) F. RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi I Psikomotor Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan Bicara Perkembangan pubertas Rambut pubis Payudara Menarche G. RIWAYAT MAKANAN : belum : belum : belum : Umur 4 bulan : Umur 7 bulan : Umur 9 bulan : Umur 13 bulan : Umur 7 bulan (Normal: 3-4 bulan) (Normal: 6-9 bulan) (Normal: 9-12 bulan) (Normal: 13 bulan) (Normal: 9-12 bulan) : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan) Gangguan perkembangan mental : Tidak ada

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : baik (sesuai usia)

Umur (bulan) 02 24 46 68 8 10 10 -12

ASI/PASI PASI PASI PASI PASI PASI PASI

Buah / Biskuit + (Biskuit) + +

Bubur Susu + + + +

Nasi Tim + + +

Jenis makanan Nasi/ pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe

Frekuensi dan jumlah 1 centong tiap kali makan 2 sendok makan 1 potong kecil, 3 kali seminggu 1 butir, 2 kali seminggu 1 ekor, 2 kali seminggu 2 potong 2 potong

Susu (merk/takaran)

SGM, 2 sendok + susu bendera 1 sendok

Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu, tidak sulit makan Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif karena produksi ASI yang sedikit. Sebagai pengganti ASI, pasien diberikan susu formula oleh ibunya. Kesimpulan riwayat makanan : pasien tidak sulit, asupan cukup baik H. RIWAYAT IMUNISASI Vaksin BCG DPT / PT Polio Campak Hepatitis B Dasar ( umur ) 1 bulan X 2 bulan 4 bulan 0 bulan 9 bulan 0 bulan 2 bulan X 1 bulan Ulangan ( umur ) X 6bulan 4 bulan X 6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap. Imunisasi ulangan belum dilakukan I. RIWAYAT KELUARGA a. Corak Reproduksi No 1. Tanggal lahir (umur) 5 Juli 2005 Jenis kelamin Laki-laki Hidup + Lahir mati Abortus Mati (sebab) Keterangan kesehatan Pasien

b. Riwayat Pernikahan Nama Perkawinan keUmur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku bangsa Keadaan kesehatan Kosanguinitas Penyakit, bila ada Ayah / Wali Tn. M 1 22 tahun SMK Islam Jawa Sehat Tidak ada Tidak ada Ibu / Wali Ny. F 1 21 tahun SMK Islam Jawa Sehat Tidak ada Tidak ada

c. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami seperti ini sebelumnya. Ibu dan ayah tidak menderita penyakit hipertensi, pembengkakan jantung dan kencing manis. Kesimpulan Riwayat Keluarga : pasien anak pertama dari 1 bersaudara. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama dengan OS. J. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN Pasien tinggal bersama ayah, ibu, nenek dan kakek di sebuah rumah tinggal di perumahan dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berlantai keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Cukup baik K. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan Rp 2.000.000/bulan, sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya. Kesimpulan sosial ekonomi: Cukup baik II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 14 Juni 2013 jam 07.00 WIB) A. Status Generalis Keadaan Umum Kesan Sakit Kesadaran Kesan Gizi Keadaan lain Data Antropometri Berat Badan sekarang : 25 kg Tinggi Badan : 127 cm Lingkar Kepala : 50 cm Berat Badan sebelum sakit : tidak diketahui Lingkar Lengan Atas : tidak dinilai : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Baik : anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)

Status Gizi BB / U = 25 / 23 x 100 % = 108 % (Gizi baik) TB / U = 127 / 122 x 100 % = 104 % (Tinggi normal) BB / TB = 25 / 26 x 100 % = 96 % (Gizi Normal) LK / U = 50 cm ~ -2 SD s/d +2 SD (Normocephaly)

Tanda Vital Nadi Tekanan Darah Nafas Suhu KEPALA RAMBUT WAJAH MATA Visus Sklera ikterik Exophthalmus Strabismus Nistagmus Refleks cahaya Edema palpebra TELINGA : Bentuk Nyeri tarik aurikula Liang telinga Serumen Cairan HIDUNG : Bentuk Sekret Mukosa hiperemis : simetris : -/- , : -/Napas cuping hidung Deviasi septum : -/:: normotia : -/: lapang : -/: -/Tuli Nyeri tekan tragus Membran timpani Refleks cahaya : -/: -/: sulit dinilai : sulit dinilai : 96 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular : 110 / 70 mmHg : 28 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2 : 38,9O C, axilla (diukur dengan termometer air raksa) : Normocephali, ubun-ubun besar menutup : Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, cukup tebal : wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut : : tidak dinilai : -/: -/: -/: -/: +/+ Ptosis Cekung Lensa jernih Pupil : -/: -/: +/+ : bulat, isokor Lagofthalmus : -/Kornea jernih : +/+

Konjunctiva anemis : -/-

: langsung +/+ , tidak langsung +/+

BIBIR : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering (+), sianosis (-) MULUT : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi dan pipi : merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah : normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-). Gusi berdarah (+) TENGGOROKAN : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, kripta tidak melebar, detritus (-), faring tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-) LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di tengah THORAKS : Paru Inspeksi : pernafasan abdomino-torakal, tidak ada retraksi, efloresensi pada kulit dinding dada Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris, vocal fremitus sama kanan-kiri, Perkusi : lapang paru kanan dan kiri sonor Auskultasi : suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/tidak ditemukan

Jantung Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat, pulsasi abnormal (-) Palpasi : Teraba ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat Perkusi : Jantung dalam batas normal Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm medial dari linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-) ABDOMEN : Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)

Palpasi :lemas dan hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae, lien tidak teraba , nyeri tekan (+), turgor kulit baik

Perkusi : timpani, nyeri ketok abdomen (+), shifting dullness (-) Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 4 x / menit

ANOGENITALIA : jenis kelamin laki-laki, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-), fissura ani (-) KGB : Preaurikuler Postaurikuler Submandibula Supraclavicula Axilla Inguinal : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar : tidak teraba membesar

ANGGOTA GERAK : Ekstremitas :

akral hangat Tangan Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain Kaki aktif (+) (-) Oedem (-) Petechie(+) Kanan Kanan normotonus aktif (+) (-) Oedem (-) Petechie(+) Kiri Kiri normotonus

Tonus otot Sendi Refleks fisiologis Refleks patologis Lain-lain

normotonus aktif (+) (-) Oedem (-) Petechie(+)

normotonus aktif (+) (-) Oedem (-) Petechie(+)

KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2 detik, petechie (+) TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-) TANDA RANGSANG MENINGEAL : Kaku kuduk Brudzinski I Brudzinski II Laseq Kerniq (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG -. Laboratorium Tanggal 14 Juni 2013 Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

10

HEMATOLOGI Darah lengkap Leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit LED Hitung jenis Basofil Eosinofil Netrofil batang Netrofil segmen Limfosit Monosit 21 % 5% 1% 35 % 34 % 21 % 0-1 1-5 3-6 25-60 25-50 1-6 2,6 ribu/L 13,6/dL 40 % 72 ribu/ L 21 mm/jam 4,5-13,5 10.7-14.7 33-45 184-488 0-10

IV. RESUME Pasien anak perempuan usia 7 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terus-menerus, tinggi pada perabaan tangan. Tidak ada perubahan walaupun sudah dibawa berobat ke dokter di klinik. 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sakit perut, mual dan muntah. Muntah kurang lebih 2 kali. Selain itu, pasien juga mengeluh adanya sakit kepala. Mencret 5x isi air dan ampas, tanpa lender dan darah. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, compos mentis. Mata: palpebra oedem (+/+); bibir kering (+); abdomen: nyeri tekan(+), hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, gusi berdarah (+); akral petechie(+) pada keempat ekstrimitas. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 2600(menurun), trombosit 72000 (menurun) dan LED 21 (meingkat). V. DIAGNOSIS BANDING

11

Demam berdarah dengue stadium II Demam Dengue VI. DIAGNOSIS KERJA Demam berdarah dengue stadium II VII. PEMERIKSAAN ANJURAN Hematologi rutin ulang Serologis IgG dan IgM antidengue

VII. PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa 1. Komunikasi-Informasi-Edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien 2. Tirah baring 3. Observasi tanda tanda vital Medikamentosa 1. IVFD Ringer laktat 7cc/KgBB/jam 2. Paracetamol 2 x 20 mg VIII. PROGNOSIS Ad Vitam Ad Sanationam Ad Fungtionam : ad bonam : ad bonam : ad bonam

FOLLOW UP Tgl S O A P

12

15/6/13

Demam demam kelima mimisan(-), gusi

(+) KU : Tampak sakit sedang DBD grade II hari KS : compos mentis , TV : T: 100/70 mmHg

IVFD

Assering

3cc/KgBB/jam PCT 3x200 mg

berdarah N =124x/m, Kepala : normosefali Mata : CA -/-, SI -/-, oedem palpebra +/+, petechie +/+, gusi berdarah (+) THT : dbn, sekret (-) Leher : KGB TTM Tho : retraksi sela iga (-), SN vesikuler, rh -/-, wh -/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : supel, nyeri tekan (+), hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae, shifting dullness (-), BU (+) 4x/menit Ext : akral hangat (+), petechie (+) Laboratorium: Leukosit: 3300 Hemoglobin: 14,5 Hematokrit :43() Trombosit :49()

(+), mual (+), R = 36x/m, S = 37,90C muntah (-), Nyeri perut (+)

17/6/201 3

Demam (-), , KU : Tampak sakit sedang DBD grade II mual (+) KS : compos mentis

IVFD

Assering

3cc/KgBB/jam

13

berkurang, berkurang, mimisan(-), gusi (-)

TV : N =80x/m, R = 48 x/m, S = 37,00C Mata : CA -/-, SI -/-, oedem palpebra +/+, petechie +/+ THT : dbn, sekret (-) Leher : KGB TTM Tho : SN vesikuler ,rh -/-, wh -/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : supel, nyeri tekan (+), hepar teraba 2 cm di bawah arcus costae, shifting dullness (+), BU (+) 4x/menit Ext : akral hangat (+), petechie (+) Laboratorium: Leukosit : 5300 Hemoglobin: 13,6 Hematokrit:40 Trombosit: 42000

PCT 3x200 mg

Nyeri perut (+) T: 100/70 mmHg

berdarah Kepala : normosefali

18/6/13

Demam mual (-) ,

(-), KU : Tampak sakit ringan KS : compos mentis TV : N =80x/m,

DBD grade II

Venflon Rencana pulang

Nyeri perut (-), gusi (-)

berdarah T: 100/70 mmHg

14

R = 28 x/m, S = 36,50C Kepala : normosefali Mata : CA -/-, SI -/-, oedem palpebra -/-, petechie +/+ THT : dbn, sekret (-) Leher : KGB TTM Tho : SN vesikuler sama kiri dan kanan, rh -/-, wh -/-, BJ I-II reguler, m (-), g (-) Abd : supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, shifting dullness (-), BU (+) 4x/menit Ext : akral hangat (+), petechie (+) Laboratorium: Leukosit 4600 Hemoglobin: 13.3 Hematokrit:38 (sama) Trombosit: 82000 ()

TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI

15

Demam berdarah dengue adalah infeksi virus dengue yang ditandai dengan demam tinggi yang timbul mendadak tanpa sebab jelas, berlangsung secara terus-menerus selama 2-7 hari, terdapat manifestasi perdarahan, adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler.1,2 II. EPIDEMIOLOGI Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK) 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia. 3 III. ETIOLOGI Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, family Flaviviridae yang mempunyai empat jenis serotype yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4. Infeksi dengan salah satu tipeakan menimbulkan antibody seurmur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain. 1

IV.

PATOFISIOLOGI

IV.a. Volume plasma

16

Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan antara demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diathesis hemoragik. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok mmenimbulkan dugaan bajwa syok terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstravaskular (ruang interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Dengan ini bisa didapatkan berat badan yang meningkatm ditemukan cairan tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium. 1 IV.b Trombositopenia Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terrendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakartiosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Mekanisme lain adalah depresi fungsi megakariosit. Penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor fapat menjadi penyabab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi trombosit pada DBD terbukti menurin mungkin disebabkan oleh proses imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD. 1 IV.c Sistem koagulasi Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa pembekuan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Di samping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II dan antitrombinIII tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini

17

membuktikan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penurunan aktifitas alfa-2-plasmin inhibitor dan penurunan aktifitas plasminogen. 1 Seluruh penelitian membuktikan bahwa (1) pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis, (2) Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara potensial dapat terjadi pada DBD tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan DIC akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ vital yang biasanya diakhiri dengan kematian. (3) Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia; sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih kompleks seperti tombositopenia, gangguan faktor pembekuan , dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi deisertai komplikasi asidosis metabolic. (4) Anttrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respons pemberian heparin akan berkurang. 1 IV.d Sistem komplemen Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3 proaktovator, C4 dan C5, baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalir alternative. Hasil penelitian radiosotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serim komplemen disebabkan oleh aktivasi sisitem komplemen dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan anafilaktoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume plasma dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit dan limfosit T, yang mengakibatkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma, syok dan perdarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon gamma, interleukin (IL-2 dan IL-1). Bukti-bukti yang

18

mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah (1) ditemukan kadar histamine yang meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya kompleks umun yang bersirkulasi (circulation immune complex), baik pada DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit. 1 IV.e Respon leukosit Perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan limfosit atopic yang berlangsung sampai hari kedelapan. Suvatte dan Longsaman menyebutnya sebagai transformend lymphocytes. Dilaporkan jugabahwa pada sediaan hapus buffy coat pada DBD dijumpai transformed lymphocytes dalam persentase yang tinggi (20-50%). Hal ini khas untuk DBD karena proporsinya sangat berbeda dengan infeksi virus lain (0-10%). Penelitian yang lebih mendalam dilakukan Sutaryo yang menyebutnya sebagai limfosit plasma biru (LPB). Pemeriksaan LPB secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari demam keenam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan demam dengue. Namun, antara hari kedua sampai dengan hari kesembilan demam, tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD syok dan tanpa syok. Berdasarkan uji diagnostic maka dipilih titik potong (cut off point) LPB 4 %. Nilai titik potong itu secara praktis mampu membantu diagnosis dini infeksi dengue dan non dengue. Dari penelitian imonologi disimpulkan bahwa LPB merupakan campuran antara limfosit-B dan limfosit T. definisi LPB ialah limfosit dengan sitoplasma biru tua, umumnya mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan limfosit besar, sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat nyata, dengan daerah perinuklear yang jernih. Ini terletak pada salah satu tepi sel berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromosom inti kasar dan kadang-kadang di dalam inti terdapat nucleoli. 1 V. PATOGENESIS Sebagian besar sarjana masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatan infeksi kedua dengan virus dengue serotype lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun. 1 The Immunological Enhancement Hypothesis

19

Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibody yaitu (1) kelompok monoclonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisi tetapi memacu replikasi virus, dan (2) antibody yang dapat menetralisi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity. Antibody nonneutralosasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunderdengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotype dengue yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut: 1 a) Sel fagosit monoklear yaitu monosit, fagosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer. b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat(sitofilik) pada sel, bertimdak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit monoklear. Mekanisme pertama ini disebut sebagau mekanisme aferen. c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuclear yang telah terinfeksi. d) Selanjutnya sel monosot yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjaran ialah jumlah sel yang terkena infeksi. e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi pemeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. Aktivasi Limfosit T Akibat rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4 berproliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan CD8 spesifik virus

20

dengue monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan. 1 VI. MANIFESTASI KLINIS Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure). Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar, dan perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan dapat terjadi di setiap organ tubuh, epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpaim sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, subkonjungtiva kadang-kadang ditemukan. Pada masa konvalesens seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan atau kaki. Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis peningkatan reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah dan secara cepat masuk dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri perut di daerah perut sesaat sebelum syok. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberikan petunjuk adanya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk. Di samping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus segera diobati, apabilaterlambat pasien dapat mengalami syok berat., tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi asidosis metabolic, hipoksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk. Sebaliknya, dengan pengobatan yang tepat (termasuk syok yang berat) segera terjadi masa penyembuhan dengan cepat. Pasien membaik dalam 2-3 hari. Selera makan yang membaik merupakan prognosis baik. 1 Uji tourniquet sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan. Pemeriksaan dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan tekanan antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang dipasang pada lengan di atas

21

siku; tekanan ini diusahakan menerap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya petekia di bagian volar lengan bawah. Uji dinyatakan positif apabila pada satu inci persegi (2,8cm X 2,8cm) didapati kebih dari 20 petekia. Pemeriksaan ini akan menberikan hasil negative atau positif lemah selama syok. 1 Pada umumya, pembesaran hati mulai dapat diraba pada permulaan penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan bert penyakit. Nyeri tekan seringkali ditemukan tanpa disertai ikterus. Hati pada anak berumur 4 tahun dan/atau lebih dengan gizi baik biasanya tidak dapat diraba. Kewaspadaan perlu ditingkatkan apabila semula hati tidak teraba kemudian selama perawatan membesar dan/atau pada saat masuk rumah sakit hari sudah teraba dan selama perawatan menjadi lebih besar dan kenyal, hal ini merupakan tanda terjadinya syok. 1 Manifestasi Syok pada anak terdiri atas: 1 a) Kulit pucat, dingin, lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung sedangkan kuku menjadi biru. Hal ini disebabkan oleh sirkulasi yang insufisien yang menyebabkan peninggian aktivitas simpatikus secara reflex. b) Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadaranny menurun menjadi apatis, spoor dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi serebral c) Perubahan nadi, baik frekuensi meupun aplitudonya. Nadi menjadi cepat dan lembut sampai tidak dapat diraba ileh karena kolaps sirkulasi. d) Tekanan nadi menurun sampai menjadi 20 mmHg atau kurang e) Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kuang. f) Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis. VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah perifer lengkap, kadar hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit, trombosit. Pada apusan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma biru, peningkatan 15% menunjang diagnosis DBD. Pemeriksaan serologis Setelah satu minggu tibuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti oleh pembentukan IgM-antidengue. IgM hanya berada dalam waktu relative singkat dan akan disusul sefera oleh pembentukan IgG. Pada kira-kira hari kelima infeksi terbentuk antibody yang bersifat menetralisir virus (neutralizing antibody (NT). Titer

Laboratorium1,2

22

antibody NT akan naik cepat dan menurun secara lambat untuk waktu yang lama. Setelah NT, timbul antibodi yang mempunyai sifat menghambat hemaglutinasi sel darah merah angsa (haemagkutination inhibiting antibody=HI). Antibodi yang terakhir yaitu antibodi yang mengikat komplemen (complement fixing antibody=CF). Teknik pemeriksaan serologi yang dianjurkan WHO ialah pemeriksaan HI dan CF. Pada uji serologi HI, persangkaan adanya infeksi sekunder yang baru terjadi ditandai oleh titer antibody HI yang sama atau lebih besar daripada 1:1280 pada masa akut. Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai klinis) Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi (1) dalam keadaan klinis ragu-rgu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan radiologis pada perembesan plasma 2040%, (2) pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan. Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radio opak dibandingkan kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura. USG: efusi pleura, asites, kelainan (penebalan) dinding vesika felea dan vesika urinaria. VIII. DIAGNOSIS

Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan gejala klinis dan laboratorium. 1,2 Klinis Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari. a) Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis, dan atau melena. b) Pembesaran hati c) Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun ( 20 mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik 80 mmHg disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah dan timbul sianosis di sekitar mulut.

Laboratorium

23

Trombositopenia (100.000 /ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan nilai hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada pasa sebelum sakit atau masa konvalesen. Ditemukan dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinik membuat diagnosis DBD. WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat Derajat I Derajat II Derajat III Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet positif. Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lain Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit dingin, lembab dan Derajat IV IX. pasien menjadi gelisah. Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur

DIAGNOSIS BANDING Pada hari-hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dengan morbili dan idiopathic

thrombocytopenic purpura (ITP) yang disertai demam. Pada hari demam ke 3-4, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar, apabila gejala klinis lain seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata. Kesulitan kadang-kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan sepsis; dalam hal ini trombositopenia dan hemokonsentrasi di samping penilaian gejala klinik lasin seperti tipe dan lama demam dapat membantu. 1 X. TATALAKSANA Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DBD dirawat di ruangan biasa, tetapi pada DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. 1 Tatalaksana DBD fase demam bersifat simtomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut berlebihanm maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Paracetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39C dengan dosis 10-15 mg/ KgBB/kali. 1 Keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada bagaimana mendeteksi secara dini fase kritis, yaitu saat suhu turun ( the time od defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya

24

kegagalan sirkulasi, dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma dan gangguan hemostasis. Fase kritis pda umumnya terjadi pada hari sakit ketiga. Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/ul atau <1-2 trombosit /LPB ( rata-rata hitung pada 10 LPB) terjadi sebelum peningkatan hematokrit dan sebelim terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% mencerminkan perembesan plasma dan merupakan indikasi untuk pemberian cairan. Pemberian cairan awal sebagai pengganti volume plasma dapat diberikan larutan garam isotonic atau ringer laktat, yang kemudian dapat disesuaikan dengan berat ringan penyakit. Pada DBD derajat I dan II, cairan intravena dapat diberikan selama 12DBD Derajat I atau II tanpa peningkatan 24 jam. Perhatian khusus pada kasus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus dan hematokrit penurunan jumlah trombosit <50.000/ul. Pemberian oksigen dengan 2 liter per menit pada Gejala klinis: demam 2-7 hari, uji semua pasien syok. 1 tourniquet positif atau perdarahan Keterangan bagan I spontan.

Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari , disertai uji tourniquet positif (DBD dejarat I) Lab: hematokrit tidak meningkat, atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat II) dapat trombositopenia (ringan) dikelola seperti yang tertera. Apabila pasien masih mau minum, berikan minum banyak 1-2 Pasien masih dapat minum tidak dapat minum liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Pasien Jenis minuman adalah air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu oralit. Obat antipiretik diberikan bila suhu > 38.5C. Pada anak Beri minum banyak 1-2 atau liter/hari Pasien muntah terus dengan riwayat kejang dapat diberikan obat antikonvulsif. Apabila pasien tidak dapat minum atau 1 sd makan tiap 5 menit. atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infuse NaCl 0.9%: Dekstrose 5% (1:3) Bila suhudengan >38.5C, dipasang tetesan beri rumatan sesuai berat badan. Disamping itu harus dilakukan Pasang infuse NaCl 0.9%: paracetamol, bilaHb, kejang beri trombosit obat pemeruksaan Ht dan setiap 6-12 jam. Pada tindak dekstrosa 5% lanjut, (1:3), perhatikan tanda antikonvulsan syok, raba hati setiap hari untuk mengetahui pembesaran oleh karena pembesaran hari yang tetesan rumatan sesuai disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan Diuresis Monitor gejala klinis dan berat saluran badan. cerna. Periksa Hb, diukur tiap 24 laboratorium jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinik dan laboratorium, anak dapat Ht, trombosit tiap 6-12 Perhatikan tandatetapi syok bila kadar Ht cenderung naikjam dipulangkan; dan trombosit menurun, maka infuse cairan
1,2 ditukar dengan Palpasi hati setiap ringer hari laktat dan tetesan disesuaikan. Ht naik dan

Ukur dieresis setiap hari Awasi perdarahan Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam

atau trombosit turun Infus ganti laktat

Perbaikan

klinis

ringer (tetesan

dan laboratoris

disesuaikan)
25

Pulang

Bagan I : Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

26

Keterangan bagan II Pasien dengan DBD derajat II, diberikan cairan kristaloid ringer laktat/ NaCl 0.9% atau dekstrosa 5% dalam ringer laktat/ NaCl 0.9% 6-7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar hematokrit serta trombosit setiap 6 jam, selanjutnya evaluasi 12-24 jam. 1 Apabila selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampat tenang, tekanan nadi kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup, dan kadar Ht cenderung turun minimal dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3 peningkatan Ht 20 % Cairan awal 1 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan padaRL/NaCl 24-48 jam. 0.9% atau RLD5/NaCl Apabila keadaan klinis tidak ada perbaikan tampak gelisah, nafas cepat, 0.9%, +anak D5, 6-7 ml/kgbb/jam frekuensi nadi meningkat, dieresis kurang, tekanan nadi < 20mmHg memburuk, serta Monitor nilai menjadi Ht dan 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi peningkatan Ht, maka tanda tetesanvital/ dinaikan trombosit 6 jamcairan dinaikan lagi menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudia perbaikan klinis setelah tiap 12 jam, evaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat dan Ht naik Perbaikan Tidak jumlah perbaikan maka berikan cairan koloid 10-20 ml/KgBB/jam, dengan maksimal 30ml/KgBB. Namun apabila Ht menurun, berikan trasfusi darah segar 10 ml/KgBB/jam. 1 Tidak gelisah Nadi kuat Tekanan darah stabil Dieresis cukup (1cc/kgbb/jam) Ht turun (2 kali pemeriksaan) Tanda vital memburuk Tetesan dikurangi 5ml/kgBB/jam Perbaikan Sesuaikan tetesan 3ml/kgBB/jam IVFD stop pada 2448 jam Bila tanda vital/ Ht stabil, dieresis cukup Ht meningkat Perbaikan Gelisah Distress pernapasan Frekuensi nadi naik Ht tetap tinggi/naik Diuresis kurang/ tidak ada Tetesan dinaikan 10-15 ml/kgbb/jam Tetesan dinaikan bertahap Evaluasi 15 menit Tanda vital tidak stabil Distress pernapasan, Ht naik, tekanan nadi 20 mmHg Koloid ml/kgBB Perbaikan 20-30 Transfusi darah segar,10 ml/kgBB
27 DBD derajat II dengan

Hb, Ht turun

Bagan II: Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan hemokonsentrasi 20% Keterangan bagan III

28

Pada DBD derajat III dan IV, segera beri infuse kristaloid ( ringer laktat atau NaCl 0.9 %) 20 ml/KgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit), dan oksigen 2 liter/menit. Untuk derajat IV, diberikan ringer laktat 20 ml/KgBB bersama koloid. Observasi tensi dan nadi setiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambahkan plasma DBD derajat III (fresh dan frozen plasma) atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20ml/KgBB, IV maksimal 30 ml/KgBB (koloid diberikan pada jalur infuse Oksigenasi (berikan 2-4 l/menit), yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan volume segera.hematokrit Ringer laktat/ darah, keadaan Pengantian nadi tiap 15 menit,plasma dan periksa tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, NaCl 0.9% 20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 elektrolit dan gula darah. menit) Evaluasi menit, apakah syok teratasi? kadar hemoglobin/ hematokrit, tekanan Apabila syok 30 telah teratasi disertai penurunan nado > 20 Pantau mmHg, nadivitap kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ul/KgBB/jam. tanda tiap 10 menit Volume 10 Catat ml/KgBB/jam dapat dipertahankan sampai jam atau sampai klinik stabil dan balans cairan selama pemberian cairan24 intravena hematokrit menurun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinik dan hematokrit stabil, kemudian secara bertahap cairan 5 ml dan Syok teratasi Syokditurunkan tidak teratasi seterusnya 3 ml/KgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam setelah syok menurun teratasi.Kesadaran Observasimembaik klinis tekanan darah, nadi, jumlahKesadaran urin dikerjakan tiap jam (usahakan urin Nadi teraba kuat Nadi lembut/ tidak teraba 1ml/KgBB/jam, BD>urin <1.020), dan pemeriksaanTekanan hematokrit dan trombosit Tekanan nadi 20 mmHg nadi <20 mmHg tiap 4-6 jam sesak napas/sianosis Distress pernapasan/ sampai Tidak keadaan umum baik. 1 Ekstrimitas hangat sianosis Apabila syok belum sedangkan kadaKulit hematokrit tetapi masih > 40 Dieresis cukupteratasi, 1 dingin menurun dan lembab ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin vol%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak perdarahan masif, Periksa kadar gula darah berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan kristaloid 10ml/KgBB/jam. Pemasanga CVP (dipertahankan 5-8 cm H2O) pada syok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan. 1 Cairan dan tetesan disesuaikan, 10ml/kgBB/jam Evaluasi ketat Tanda vital, tanda perdarahan, dieresis, Hb, Ht, trombosit Syok teratasi

Lanjutkan cairan, 20 ml/kgBB/jam Tambahkan dekstran/FPP ml/kgBB/jam Koreksi asidosis 10-20 koloid/plasma, (max 30)

Stabil dalam 24 jam/ Ht <40, tetesan 5 Ht ml/kgBB/jam Tetesan 3 ml/kgBB/jam Infus stop tidak melebihi 48 jam setelah syok teratasi Transfusi 10ml/kgBB

Syok belum teratasi Evaluasi 1 jam Ht tetap tinggi/naik darah diulang segar sesuai Koloid 20
29

turun ml/kgBB/jam

kebutuhan

Bagan III: Tatalaksana DBD derajat III dan IV Kriteria memulangkan pasien2

30

1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik 2. Nafsu makan membaik 3. Secara klinis tampak perbaikan 4. Hematokrit stabil 5. Tiga hari setelah syok teratasi 6. Jumlah trombosit > 50.000/ml 7. Tidak dijumpai distress pernapasan

DAFTAR PUSTAKA

31

1. Soedarmp SSP, Gama H, Hadinegoro SR, buku ajar infeksi dan pediatric tropis. Balai penerbit. Edisi kedua. FK UI 2012. Hal 155-180 2. Pujiadi AH, Hegar B, Handryastuti S. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid pertama. 2010. Hal 141-149. 3. Fahmi UA, Sudjnana P, Sukowati S, bulletin jendela Epidemiologi. Pusat data dan surveileans epidemiologi kementerian kesehatan RI. Bakti husada. Volume 2, 2010

32

Anda mungkin juga menyukai