Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN Elektrokardiografi merupakan sarana diagnostik yang sangat spesial.

Pemeriksaan ini merupakan salah satu sarana diagnostik yang sangat penting dalam berbagai kondisi (baik patologis atau tidak), bukan hanya pada kelainan jantung. Sejak pertama kali dipublikasikan oleh Willem Einthoven (tahun 1901) hingga saat ini, peranan sarana diagnostik ini tidak pernah menjadi pudar di tengah-tengah semakin canggih dan berkembangnya alternatif sarana diagnostik pada alur tata laksana individu dengan kecurigaan kelainan jantung.(1) Hingga saat ini belum ada pemeriksaan baru yang dapat menggantikan peran elektrokardiogram (EKG). Meskipun bukan sebuah pemeriksaan dengan sensitifitas dan spesifisitas tinggi, informasi yang diperoleh bisa menjadi penentu tindakan yang akan kita ambil. Pada keadaan tertentu, alat diagnostik ini memiliki kekuatan diagnostik yang sangat penting seperti pada infark miokardium akut maupun bradi-takiaritmia. Kita bias mendiagnosis pasien tertentu dengan fibrilasi atrium hanya dengan melihat EKG walaupun yang bersangkutan tidak mengeluh apa-apa. Kita bias segera melakukan revaskularisasi koroner pada pasien angina khas infark begitu menemukan ST elevasi pada beberapa sadapan konsekutif. Kita juga dapat menetapkan sudah terjadi penyakit jantung hipertenisf (hypertensive heart disease) pada pasien hipertensi dengan temuan hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy) pada EKG. Masih terlalu banyak contoh lain. Sedemekian penting peranan sarana diagnostic yang sangat sederhana ini.(1) Karena itu, elektrokardiografi bukanlah sebuah keilmuan yang eksklusif harus dipahami oleh dokter-dokter spesialis, terutama para kardiolog. Sampai tahap tertentu elektrokardiografi harus menjadi pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh semua dokter. Termasuk dokter umum yang berada pada garis terdepan pelayanan kesehatan.
(1)

Bila dideteksi dini, banyak penyakit yang dapat ditolong pada waktu yang tepat untuk menghindari komplikasi jangka pendek maupun panjang, bahkan kematian. Tentu saja interpretasi EKG harus baik. Ditambah keterampilan mendapatkan riwayat penyakit (anamnesis) yang baik, tidak diragukan lagi bahwa interpretasi EKG akurat dapat menjadi senjata ampuh dalam diagnosis banyak penyakit. Akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa kelainan EKG tidak serta merta berarti sebuah kondisi patologis. Selain itu, tidak semua kelainan jantung menunjukkan perubahan pada EKG. Elektrokardiogram memiliki variasi

pada orang normal dan sakit. Dengan kalimat sederhana, orangnyalah yang harus diobati, bukan EKGnya (Dont treat the ECG, threat the patient).(1)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 ELEKTROFISIOLOGI JANTUNG Sel jantung, dalam keadaan istirahat adalah dalam keadaan polarisasi, yaitu di sisi dalam lebih bermuatan negatif daripada sisi luar. Sel jantung dalam keadaan istirahat mempertahankan keadaan polaritas listriknya dengan suatu pompa membran sehingga ada pembagian ion yang tepat khususnya ion kalium, natrium, klorida, dan kalsium. (2) Sel jantung dapat kehilangan muatan negatif di sisi dalam tersebut dalam sebuah proses yang disebut depolarisasi. Depolarisasi merupakan suatu peristiwa kelistrikan jantung yang dirambatkan dari satu sel ke sel lain sehingga menghasilkan suatu gelombang depolarisasi yang dapat dijalarkan ke seluruh bagian jantung. Gelombang depolarisasi ini merupakan aliran listrik yang dapat dideteksi oleh elektroda-elektroda yang ditempatkan di permukaan tubuh. Setelah depolarisasi selesai, melalui proses yang disebut repolarisasi, sel jantung akan memulihkan polaritas ke polaritas istirahat, hal ini juga dapat direkam oleh elektroda perekam. Jadi berbagai gelombang yang kita lihat di EKG merupakan manifestasi dari proses depolarisasi dan repolarisasi.(2,3) Jantung dibentuk oleh tiga jenis sel eksitasi, yaitu : (2) a. Pacemaker cell, sebagai sumber bioelektrik jantung. Pada keadaan normal sel pacemaker dominan berada di nodus SA (Sinoatrial Node). b. Sel-sel Konduksi (jaringan neuromuskuler yang membentuk traktus internodal atrium, berkas His atau serat Purkinje) sebagai kawat penghantar arus bioelektrik). c. Sel-sel otot jantung (miokardium) yang berfungsi untuk kontraksi.

Gambar 1 : Sistem konduksi jantung. (4)

Sistem konduksi jantung terdiri dari : (5,6) SA ( Sinoatrial ) node : merupakan serabut-serabut saraf yang terdapat pada dinding atrium kanan dekat muara vena cava superior. Bagian yang berperan paling dominan sebagai pemacu jantung. Denyut normalnya antara 60-100 kali permenit. Internodal atrial pathways : merupakan jalur listrik antara nodus sinoatrial dan nodus atrioventrikular. AV ( atrioventricular ) node : merupakan serabut serabut saraf yang terletak di bagian basal dari interatrial dalam atrium kanan. Konduksinya lambat, membuat sedikit jeda sebelum impuls menyebar ke ventrikel. Denyut intrinsiknya 40-60 kali per menit. Bundle of His (berkas His) : menyebar dari nodus AV, yang memasuki selubung fibrosa yang memisahkan atrium dari ventrikel. Bercabang menjadi right dan left bundle branch. Fibers Purkinje : merupakan jaringan serat yang menyebarkan impuls secara cepat melalui dinding ventrikel. Terletak pada terminal bindle branch. Denyut intrinsiknya 2040 kali permenit. Miokardium seperti halnya otot rangka, dapat berkontraksi setelah diinisiasi oleh potensial aksi yang berasal dari sekelompok sel konduktif pada SA node (nodus sinoatrial) yang terletak pada dinding atrium kanan. Dalam keadaan normal, SA node berperan sebagai pacemaker (pemicu) bagi kontraksi miokardium. Selanjutnya potensial aksi menyebar ke seluruh dinding atrium dan menyebabkan kontraksi atrium. Selain menyebar ke seluruh dinding atrium, impuls juga menyebar ke AV node (nodus atrioventrikular) melalui traktus internodal, kemudian ke berkas his dan selanjutnya ke sistem purkinje. Penyebaran impuls pada sistem purkinje menyebabkan kontraksi ventrikel. (7,8)

Gambar 2. Fase dan Arah Elektrofisiologi Jantung. (9) II.2 ELEKTROKARDIOGRAM Secara rutin jantung melakukan aktivitas kontraksi dan relaksasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan sirkulasi darah. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas listrik yang dihasilkan secara ritmik dan kontinu oleh sel-sel spesial di jantung. Sel-sel dengan kemampuan yang sangat unik dan luar biasa. Aktivitas listrik ini menghasilkan medan listrik jantung (cardiac electrical field) dijantung untuk kemudian diteruskan ke seluruh tubuh. Medan listrik ini dapat direkam dengan menaruh beberapa elektroda (sadapan) di permukaan tubuh yang dihubungkan dengan sebuah mesin. Sebagai hasilnya tampak sebuah grafik sesuai interpretasi masing-masing sadapan. Dengan kata lain, EKG merupakan sebuah grafik aktivitas listrik jantung yang direkam di permukaan tubuh.(1) II.2.1 KONSEP SADAPAN UNIPOLAR DAN BIPOLAR Elektrokardiogram standar (12 sadapan) terdiri dari enam sadapan ektremitas (limb/extremity leads) dan enam sadapan prekordial (precordial/chest leads). Sadapan ekstremitas merekam aktivitas listrik pada bidang frontal sedangkan sadapan prekordial merekam aktivitas pada bidang frontal. Sadapan ekstremitas terdiri dari 3 sadapan bipolar (I, II, III) dan 3 sadarapn unipolar (aVR, aVL, aVF) sedangkan sadapan prekordial (V1-V6) merupakan sadaran unipolar. (1) Sadapan Bipolar Ketiga sadapan bipolar (I, II, dan III) merupakan sadapan paling tua di antara 12 sadapan yang ada. Einthoven membuatnya dengan menghubungkan ketiga elektroda yang ditempatkan di kedua lengan dan kaki. (1) Sadapan I : merekam beda potensial antara lengan kanan (RA) yang berfungsi sebagai elektroda (-) dan lengan kiri (LA) yang berfungsi sebagai elektroda (+). Arahnya horizontal, dengan demikian memberi aksis 0. I = LA RA Sadapan II : merekam beda potensial antara lengan kanan (RA) yang berfungsi sebagai elektroda (-) dan kaki kiri (LL) yang berfungsi sebagai elektroda (+). Dengan demikian, aksis sadapan II adalah +60. I = LL RA Sadapan III : merekam beda potensial antara lengan kiri yang berfungsi sebagai elektroda (-) dan kaki kiri yang berfungsi sebagai elektroda (+). Dengan demikian, sadapan ini memiliki aksis +120. 5

I = LL LA

Gambar 3. Segitiga Einthoven. Sadapan Unipolar Sadapan yang Diaugmentasi (aVR, aVL, aVF) Rekaman beda potensial antara lengan kanan (RA)/ lengan kiri (LA)/ tungkai kiri (LL) terhadap elektroda indiferen yang berpotensial nol. (1) Lead aVR : sandapan unipolar RA yang diperkuat (augmented) Lead aVL : sandapan unipolar LA yang diperkuat Lead aVF : sandapan unipolar LL yang diperkuat

Gambar 4. Sistem Hexaaxial.

Sadapan Unipolar Sadapan prekordial Proses pembentukan sadapan prekordia (V1-V6) juga serupa dengan sadapan unipolar ekstremitas. Rekaman potensial (pada bidang horizontal) dari satu titik di permukaan dada. (1)

V1 : SIC 4 garis sternal kanan V2 : SIC 4 garis sternal kiri V3 : antara V2 dan V4 V4 : SIC 5 garis midclavicular kiri V5 : SIC 5 garis aksilaris anterior kiri V6 : SIC 5 garis aksilaris media kiri

Gambar 5. Sadapan Prekordial

II.2.2 ELEKTROKARDIOGRAM NORMAL

Gambar 6. Gelombang, segmen dan interval pada EKG. (1) 1. Gelombang P merekam peristiwa depolarisasi dan kontraksi atrium bagian pertama gelombang P menggambarkan aktivitas atrium kanan, bagian kedua mencerminkan aktivitas atrium kiri.(1,6,10) 7

2. 3.

Sewaktu aliran listrik sampai pada nodus AV, akan timbul masa istirahat yang singkat, dan gambaran EKG akan menghilang. Gelombang depolarisasi menyebar sepanjang sistem konduksi ventrikel dan keluar menuju ke miokardium ventrikel. Bagian ventrikel yang pertama kali terdepolarisasi adalah septum interventrikuler dan proses depolarisasi ventrikel inilah yang menimbulkan gelombang QRS.

4. 5.

Gelombang T merekam repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium tidak tampak dalam rekaman EKG. Berbagai segmen dan interval menyatakan jarak dan waktu antara peristiwa berikut ini : a. Interval PR mengukur waktu dari permulaan depolarisasi atrium sampai pada saat mulainya depolarisasi ventrikel. b. Segmen ST merekam waktu dari akhir depolarisasi ventrikel sampai mulainya repolarisasi ventrikel. c. Interval QT mengukur waktu dari mulainya depolarisasi ventrikel sampai pada akhir repolarisasi ventrikel.

NILAI NORMAL GELOMBANG EKG 1. Gelombang P (P Wave) P wave merupakan suatu gelombang kecil yang terekam sewaktu atrium mengadakan depolarisasi.(1,6) Karena SA node terletak pada atrium kanan maka atrium kanan akan memulai dan mengakhiri repolarisasi lebih dulu daripada atrium kiri. Setengah bagian pertama gelombang P mewakili depolarisasi atrium kanan dan setengah bagian lainnya mewakili depolarisasi atrium kiri. Setelah kedua atrium mengalami depolarisasi, pada saat tersebut tidak ada aktivitas bioelektrik di jantung dan EKG akan mencatat sebuah garis lurus yang disebut garis isoelektrik. Gelombang P yang normal dapat berupa : a. Defleksi positif pada sadapan lateral (L1, aVL, V5, V6) dan sadapan inferior (aVF) b. Defleksi negatif pada sadapan aVR c. Bervariasi pada sadapan (L III, V2-V4) d. Tingginya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil ) e. Lebarnya kurang dari 2.5 mm ( 2.5 kotak kecil )

Gambar 7. Gelombang P dari sinus, dengan sumbu +30

Gambar 8. Gelombang P dari penghubung AV, dengan sumbu -100

Gambar 9. Gelombang P dari atrium, dengan sumbu +150 2. INTERVAL PR Interval PR menggambarkan waktu dari saat mulainya depolarisasi atrium sampai permulaan depolarisasi ventrikel. Interval ini juga menggambarkan perlambatan penjalaran yang terjadi di nodus AV. Interval PR ini normalnya antara 0.12 0.2 detik (3 5 kotak kecil).(6,11)

3. KOMPLEKS QRS Kompleks ini memiliki arti klinis yang terpenting dari seluruh gambaran EKG karena kompleks ini mewakili depolarisasi ventrikel atau penyebaran impuls di seluruh ventrikel.(10,11) Ada tiga komponen yang membentuk kompleks ini: a. Gelombang Q yaitu bagian defleksi negatif sebelum suatu defleksi positif b. Gelombang R yaitu defleksi positif yang pertama muncul, disertai atau tanpa gelombang Q c. Gelombang S yaitu defleksi negatif setelah gelombang R Pada keadaan normal gelombang R berdefleksi positif pada semua sadapan ekstremitas kecuali pada aVR. Pada sadapan prekordial dikenal istilah R-wave progression yaitu defleksi positif gelombang R yang semakin membesar dari sadapan V1-V6. (3,8) Interval QRS normalnya kurang dari 3 kotak kecil atau 0.12 detik.

Gambar 10. Berbagai bentung gelombang QRS 4. SEGMEN ST Segmen ST normalnya pada seluruh sadapan berbentuk horizontal dan isoelektrik atau sedikit menanjak landai.(6) Segmen ini menggambarkan waktu antara akhir depolarisasi ventrikel sampai pada permulaan repolarisasi ventrikel. 5. GELOMBANG T Gelombang T merupakan gambaran fase repolarisasi ventrikel. Gelombang ini muncul sesaat sesudah berakhirnya segmen ST. Ada dua hal yang harus diperhatikan pada gelombang T yaitu arah defleksi dan bentuk gelombang T. Pada keadaan normal gelombang T ditemukan positif pada sadapan I, II dan sadapan prekordial yang terletak di atas ventrikel kiri ( V3 V6), negatif pada sadapan aVR, sedangkan arahnya bervariasi pada sadapan lain.(10)

10

Tinggi gelombang T minimum adalah 1 mm, dan bila kurang dari 1 mm dianggap gelombang T tidak ada (Flat T). Gelombang T pada sadapan prekordial tidak boleh melebihi 10 mm (1 mV), sedangkan pada ekstremitas tidak boleh melebihi 5 mm (0.5 mV). Bentuk gelombang T yang berbentuk sedikit asimetris, di mana defleksi positif terjadi secara perlahan sampai mencapai titik puncak dan kemudian menurun secara curam.

Gambar 11. Interpretasi gelombang EKG

11

Gambar 12. EKG normal

II.2.3 SISTIMATIKA INTERPRETASI EKG 1. IRAMA JANTUNG Kriteria irama sinus normal : (1) Gelombang P diikuti QRS QRS Rate 60-100x/menit R R interval teratur P disadapan II (+), di aVR (-)

2. LAJU QRS (QRS RATE) Pada irama sinus laju QRS normal berkisar antara 60 100 kali/menit, kurang dari 60 kali disebut sinus bradikardi, sedangkan lebih dari 100 kali disebut sinus takikardi.(1,6,11) a. b. 300 Jumlah kotak sedang di antara R R 1500 Jumlah kotak kecil di antara R R 12

3. AKSIS QRS Aksis normal selalu terdapat antara -30 sampai +110. Lebih dari -30 disebut deviasi aksis kiri, lebih dari +110 disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180 disebut aksis superior.(1,11) Kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis underterminable, misalnya pada EKG di mana defleksi porsitif dan negatif pada kompleks QRS di semua sadapan sama besarnya.

Gambar 13. Metode Kuadran Aksis normal : sadapan I dan aVF sama-sama dominasi defleksi positif Left Axis Deviation (LAD) : sadapan I (+) dan aVF (-) Right Axis Deviation (RAD) : sadapan I (-) dan aVF (+) Extreme RAD : sadapan I dan aVF sama-sama menunjukan dominansi defleksi negatif 4. GELOMBANG P Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Normalnya 2.5 mm x 2.5 mm (2.5 kotak kecil x 2.5 kotak kecil). 5. INTERVAL PR Interval PR normal adalah kurang dari 0.12 0.20 detik. Nilai apakah ada pemanjangan atau pemendekan interval. 6. KOMPLEKS QRS Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction. Gelombang R yang tinggi di sadapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan atau infrak dinding posterior. Gelombang R yang tinggi di sadapan V5 dan V6 13

dengan gelombang S yang dalam di sadapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri.(1,10,11) Interval QRS normal 0.05 0.11 detik. Interval QRS yang lebih dari 0.1 detik harus dicari apakah adalah right branch bundle block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel. 7. SEGMEN ST Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian jantung sesuai hasil bacaan tiap sadapan). Depresi segmen ST menandakan iskemia. 8. GELOMBANG T Gelombang T yang datar (Flat T) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan hiperkalemia.(6,11) 9. LAIN-LAIN Setelah gelombang T perhatikan interval QT, gelombang U atau hal-hal lain yang mungkin bermakna.(1)

14

BAB III KESIMPULAN

EKG merupakan sebuah grafik aktivitas listrik jantung yang direkam di permukaan tubuh. Irama jantung dipengaruhi oleh sistem elektrofisiologi jantung dan vektor sistem kelistrikan jantung yang dimulai dari nodus SA yang terletak pada atrium kanan menuju nodus AV dan berakhir pada serat-serat purkinje pada bagian ventrikel. Setiap aliran listrik di jantung dipengaruhi oleh fase depolarisasi dan repolarisasi. Fase depolarisasi dan repolarisasi ini yang dapat terekam oleh EKG dan yang nantinya akan dapat diinterpretasikan untuk menegakkan diagnosa. Dalam menginterpretasikan EKG, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah irama, regularitas, aksis, gelombang-P, interval PR, laju QR Pada interpretasi EKG normal didapatkan gelombang P selalu diikuti oleh kompleks QRS dan diakhiri oleh gelombang T, hal ini dinamakan irama sinus. S, kompleks QRS, segmen ST, dan Gelombang T. EKG sangat penting karena merupakan salah satu sarana diagnostic dalam berbagai kondisi. EKG harus menjadi pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki semua dokter, termasuk dokter umum yang berada pada garis terdepan pelayanan kesehatan.

15

DAFTAR PUSTAKA 1. Pakpahan HA. Elektrokardiografi ilustratif. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonesia; 2012; 1-2 2. Surya D. Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010; 3-5 12-16 19-25 3. Thaler MS. Satu-satunya buku EKG yang anda perlukan. Jakarta : Hipokrates; 2000 ; 815 33-38 4. Elektrokardiografi. [cited 2012 November 25]. Available from :

http://www.scribd.com/doc/57184194/ELEKTRO-KARDIOGRAFI 5. Karo, Santoso, Rahajo A, dkk. Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup

Jantung Lanjut. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia; 2008 6. 7. 8. 9. 10. Alim AM. Pocket ECG. Yogyakarta : Penerbit Intan Cendikia Anggota IKAPI; 2009; 6-8 51-62 77109 Price, Wilson. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes. Edisi Elsevier Science; 2002 Muchtar, Suyatna. Obat Antiaritmia. In: Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007 The Heart. [cited [cited 2012 2012 November November 25]. 25]. Available Available from from : : http://www.bem.fi/book/06/06.htm Elektrokardiogram. http://id.wikipedia.org/wiki/Elektrokardiogram 11. EKG normal. [cited 2012 November 25]. Available from :

http://www.ecglibrary.com/norm.html

16

Anda mungkin juga menyukai