tubuh karena infeksi virus HIV pada manusia,[1] dan virus yang mirip pada spesies lain (SIV, FIV, dan lain-lain). AIDS merupakan akronim dalam bahasa Inggris dari Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome ('sindrom defisiensi imun dapatan'). Nama virusnya sendiri, yaitu HIV, merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus ('virus defisiensi imun manusia' atau 'virus penurun kekebalan manusia'). Kondisi akhir pada orang yang terkena penyakit ini membuat seseorang rentan terhadap infeksi oportunistik dan tumor. Walaupun sudah ada penanganan untuk AIDS dan HIV dengan memperlambat laju perkembangan virus, penyakit ini belum bisa disembuhkan. HIV dan virus-virus sejenisnya ditransmisikan melalui kontak langsung antara membran mukosa atau aliran darah dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3] Transmisi ini dapat terjadi melalui hubungan seksual (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, pertukaran HIV antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin atau menyusui, serta kontak lain dengan salah satu cairan tubuh tersebut. Kebanyakan ilmuwan meyakini bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara selama abad ke-20;[4] kini penyakit pandemik AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS sebagai badan PBB yang menangani penanggulangan penyakit AIDS dan HIV (Joint United Nations Programme on HIV/AIDS) bekerjasama dengan WHO (World Health Organization), badan PBB untuk kesehatan dunia, memperkirakan AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Oleh karena itu, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. Pada tahun 2005 saja, AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa; lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan persediaan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretroviral mengurangi tingkat mortalitas dan morbiditas infeksi HIV, tetapi akses terhadap pengobatan antiretroviral tidak tersedia di semua negara.[6] Stigma sosial yang disebabkan oleh HIV/AIDS lebih berat dibandingkan stigma sosial akibat kondisi yang disebabkan penyakit lainnya yang sama-sama dapat mengakibatkan kematian. Stigma sosial ini bahkan memiliki akibat yang luas, di luar akibat langsung yang disebabkan oleh penyakit tersebut. Bahkan, stigma ini juga ikut menimpa petugas kesehatan dan sukarelawan yang terlibat merawat orang yang hidup dengan HIV.
[sunting] Diagnosis
Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS, seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun demikian, penentuan tahap klinis pasien bukan merupakan sasaran sistem-sistem tersebut karena keduanya tidak sensitif maupun spesifik. Di negara berkembang, digunakan sistem World Health Organization untuk infeksi HIV menggunakan data klinis dan laboratorium, sementara di negara maju, yang digunakan ialah sistem klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.
Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis. Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paruparu, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik seperti demam, keringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, kelemahan, dan penurunan berat badan.[26][27] Setelah diagnosis AIDS dibuat, rata-rata lama waktu bertahan dengen terapi antiretroviral (2005) diperkirakan lebih dari 5 tahun,[28] tetapi karena perawatan baru terus berkembang dan karena HIV terus berevolusi melawan perawatan, perkiraan waktu bertahan kemungkinan akan terus berubah. Tanpa terapi antiretroviral, kematian umumnya terjadi dalam waktu setahun.[7] Kebanyakan pasien meninggal karena infeksi oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan hancurnya sistem kekebalan tubuh.[29] Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antarorang dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan seseorang terhadap penyakit dan fungsi imun[8][9][12] perawatan kesehatan dan infeksi lain,[7][29] dan juga faktor yang berhubungan dengan galur virus.[14][30][31] Infeksi oportunistik spesifik yang diderita pasien AIDS juga bergantung pada prevalensi terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
kanker payudara atau kanker usus besar tidak meningkat pada pasien terinfeksi HIV. Di daerah tempat HAART banyak digunakan untuk menangani AIDS, insiden berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, tetapi seiring dengan itu kanker secara keseluruhan menjadi penyebab kematian paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV.[44]
tanpa penggunaan kondom sumber merujuk kepada seks oral yang dilakukan kepada laki-laki Tiga rute utama masuknya HIV adalah hubungan seksual, paparan dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, dan dari ibu ke fetus atau anak selama periode perinatal. Pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, dapat ditemukan HIV, tetapi tidak ada kasus infeksi oleh hal ini, dan risiko infeksi tidak berarti.[55]
besar daripada risiko hubungan seksual dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif.[57] Risiko transmisi HIV dari air liur jauh lebih kecil daripada risiko dari air mani. Bertentangan dengan kepercayaan umum, seseorang harus menelan segalon air liur dari individu HIV positif untuk membuat risiko signifikan terinfeksi.[58] Sekitar 30% wanita di sepuluh negara dari "berbagai kebudayaan, geografi, dan pengaturan pemukiman" melaporkan bahwa pengalaman seksual pertama mereka akibat dipaksa, sehingga kekerasan seksual ialah kunci pandemik HIV/AIDS.[59] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.[60] Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Risiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.[61] Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV.[61][62] Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[63][64] Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan. Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko transmisi HIV sampai kirakira 80% dalam jangka panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan.[65] Penggunaan efektif kondom dan penapisan (screening) transfusi darah di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Eropa Tengah dianggap sebagai salah satu penyebab kecilnya jumlah AIDS di daerah-daerah tersebut. Mempromosikan penggunaan kondom terbukti kontroversial dan sulit. Banyak kelompok beragama, terutama Gereja Katolik Roma, menentang penggunaan kondom karena alasan keagamaan dan terkadang melihat promosi kondom sebagai perlawanan terhadap pernikahan, monogami, dan moralitas seksual. Pihak yang mendukung peran Gereja Katolik dalam pencegahan AIDS dan penyakit menular seksual secara umum menyatakan bahwa walaupun Gereja Katolik mungkin melawan penggunaan kontrasepsi, Gereja Katolik juga adalah penentang kuat hubungan di luar nikah.[66] Sikap ini juga ditemukan pada sejumlah penyedia fasilitas kesehatan dan pembuat kebijakan di negara-negara Afrika Sub-Sahara, tempat tingkat HIV dan AIDS yang sangat tinggi.[67] Mereka juga mempercayai bahwa distribusi dan promosi kondom sama saja dengan mempromosikan seks di antara anak muda dan memberikan pesan yang salah kepada orang yang tidak terinfeksi. Namun demikian, tidak ada bukti bahwa promosi kondom meningkatkan tingkat seksualitas,[68] dan program abstinence-only (hanya berpantang berhubungan badan dan tidak menggunakan kondom) tidak berhasil di Amerika Serikat dalam mengubah perilaku seksual dan mengurangi transmisi HIV.[69] Evaluasi sejumlah program abstinence-only di Amerika Serikat menunjukkan dampak negatif terhadap kebersediaan kaum muda untuk menggunakan konstrasepsi akibat penekanan mengenai kegagalan kontrasepsi.[70] Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom poliuretan.[71] Kondom lateks dapat rusak dan berlubang setelah jangka waktu tertentu, sehingga kondom semacam ini memiliki tanggal kadaluwarsa. Di Eropa dan Amerika Serikat, kondom harus memenuhi standar EC 600 (Eropa) atau D3492 (A.S.) agar diakui dapat melindungi dari transmisi HIV. Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak
terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang penting.[72] Dengan penggunaan kondom yang konsisten dan benar, risiko infeksi HIV sangatlah kecil. Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi di bawah 1% per tahun.[73] Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual: Abstinence or delay of sexual activity, especially for youth (berpantang atau menunda kegiatan seksual, terutama bagi remaja), Being faithful, especially for those in committed relationships (setia pada pasangan, terutama bagi orang yang sudah memiliki pasangan), Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan perilaku berisiko). Ada pula rumusan pendekatan ABC ini dalam bahasa Indonesia:[74] Anda jauhi seks, Bersikap saling setia dengan pasangan, Cegah dengan kondom. Pendekatan ini sangat berhasil di Uganda, yang prevalensi HIV-nya berkurang dari 15% menjadi 5%. Namun demikian, sesungguhnya banyak hal lain yang telah dilakukan di Uganda selain pendekatan tersebut. Edward Green, seorang ahli antropologi medis Harvard, mengatakan, "Uganda telah melopori pendekatan untuk mengurangi stigma, menggiatkan diskusi mengenai perilaku seksual, mengikutsertakan orang yang terinfeksi HIV dalam penyuluhan, membujuk individu dan pasangan untuk diuji HIV dan diberi bimbingan konseling, meningkatkan status perempuan, mengikutsertakan organisasi keagamaan, melibatkan praktisi pengobatan tradisional, dan masih banyak lagi." Namun demikian, banyak yang mengkritik pendekatan ABC karena individu yang setia namun pasangannya tidak setia berisiko terkena HIV, sementara diskriminasi terhadap perempuan sangatlah besar dan perempuan tidak dapat bersuara dalam hampir setiap sektor kehidupan mereka.[75] Program lainnya lebih mempromosikan penggunaan kondom. Misalnya, kondom merupakan bagian utama pada Pendekatan CNN: Condom use, for those who engage in risky behavior (penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan perilaku berisiko), Needles, use clean ones (jarum, gunakan jarum yang bersih), Negotiating skills; negotiating safer sex with a partner and empowering women to make smart choices (kemampuan negosiasi; menegosiasikan seks yang lebih aman dengan pasangan dan memberdayakan perempuan agar dapat memilih dengan bijak). Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan bahwa pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapan pendekatan itu akan harus berhadapan dengan sejumlah isu terkait kepraktisan, kebudayaan, dan perilaku. Beberapa ahli khawatir bahwa kurangnya persepsi akan kerentanan HIV pada laki-laki bersunat dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga malah mengurangi dampak usaha pencegahan ini.[76] Selain itu, ahli kesehatan Afrika Selatan khawatir bahwa penggunaan kembali pisau tidak steril pada ritual sunat laki-laki dapat menyebarkan HIV.[77]
pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.[79] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah transmisi HIV melalui fasilitas kesehatan.[80] Risiko transmisi HIV pada resipien transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[81] Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV. Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk syringe, bola kapas, sendok, air untuk mengencerkan obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.
[sunting] Penanganan
Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal, perawatan antiretroviral secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan, disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[78] PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare, tidak enak badan, mual, dan lelah. [85] Penanganan untuk infeksi HIV terdiri dari terapi antiretroviral yang sangat aktif (highly active antiretroviral therapy), HAART.[86] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang yang terinfeksi HIV sejak diperkenalkan pada tahun 1996 setelah ditemukannya HAART yang menggunakan inhibitor protease.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini mencakup kombinasi dari paling sedikit tiga obat yang berasal dari paling sedikit dua jenis, atau "kelas" agen anti-retroviral. Kombinasi yang umum digunakan terdiri dari dua nucleoside analogue reverse transcriptase inhibitor (atau NRTI) ditambah dengan protease inhibitor atau non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Karena penyakit HIV pada anak-anak lebih deras daripada pada orang dewasa, parameter laboratorium sedikit prediktif tentang jalannya penyakit, terutama untuk anak muda, rekomendasi perawatan lebih agresif untuk anak-anak daripada untuk orang dewasa.[87] Di negara-negara berkembang tempat HAART ada,
dokter mengakses beban virus, kecepatan pada berkurangnya CD4 dan kesiapan pasien sementara memilih ketika untuk merekomendasikan perawatan segera.[88] HAART membuat adanya stabilisasi gejala dan viremia pasien, tetapi tidak menyembuhkan pasien dari HIV atau meredakan gejala, dan HIV-1 kelas tinggi dapat melawan HAART, kembali setelah perawatan berhenti.[89][90] Lebih lagi, akan mengambil lebih banyak waktu kehidupan individual untuk membersihkan infeksi HIV menggunakan HAART.[91] Banyak individu terinfeksi HIV yang mendapatkan pengalaman perbaikan hebatt pada kesehatan dan kualitas hidup mereka, yang menyebabkan adanya morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan HIV.[92][93][94] Tanpa adanya HAART, infeksi HIV ke AIDS muncul dengan rata-rata sekitar sembilan sampai sepuluh tahun dan waktu bertahan setelah memiliki AIDS hanya 9.2 bulan.[7] HAART meningkatkan waktu bertahan antara 4 dan 12 tahun.[95][96] Hal ini berasal dari fakta beberapa pasien dan di banyak kelompok klonikal, mungkin lebih dari lima puluh persen pasien. HAART menerima jauh sedikit daripada hasil yang optimal. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan seperti efek samping/pengobatan tidak ditolerir, teori antiretroviral lebih dahulu tidak efektif dan infeksi dengan HIV yang melawan obat, namun, tidaktaat dan tidak-sakit terus menerus dengan terapi antiretroviral adalah alasan utama kebanyakan individual gagal untuk mendapat keuntungan dari perkembangan perlawanan terhadap HAART.[97] Alasan tidak-taat dan tidak-sakit terus menerus dengan HAART bervariasi dan saling melengkapi. Isu utama psikososial, seperti akses yang kurang terhadap fasilitas kesehatan, dukungan sosial yang tidak mencukupi, penyakit jiwa dan penyalahgunaan obat mengkontribusi pada tidak-taat. Kerumitan aturan HAART, apakah karena jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan atau isu lainnya bersama dengan efek sampil yang membuat tidak-taat sengaja juga memiliki dampak berat.[98][99][100] Efek samping termasuk lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, meningkatkan risiko sistem kardiovaskular dan kelainan bawaan.[101][102] Multivitamin harian dan suplemen mineral ditemukan dapat mengurangi alur penyakit HIV pada lakilaki dan wanita. Hal ini dapat menjadi intervensi "berharga-rendah" yang tersedia selama awal penyakit HIV untuk memperpanjang waktu sebelum terapi antiretroviral didapat.[103] Beberapa bahab gizi individual juga telah dicoba.[104][105] Obat anti-retroviral mahal, dan mayoritas individual yang terinfeksi tidak memiliki akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS.[106] Hanya vaksin yang dapat menahan pandemik karena vaksin akan berharga lebih sedikit, demikian negaranegara berkembang mampu dan tidak membutuhkan perawatan harian,[106] namun, setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap menjadi target vaksin yang sulit.[106] Penelitian untuk membuktikan perawatan termasuk pengurangan efek samping obat, jauh menyerderhanakan aturan obat untuk membuktikan kesetiaan, dan membuktikan rentetan terbaik aturan untuk mengatur perlawanan obat. Beberapa penelitian menunjukan bahwa ukuran untuk mencegah infeksi oportunistik dapat menjadi bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV. Vaksinasi atas hepatitis A dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi dengan virus ini dan dalam risiko terinfeksi.[107] Pasien dengan penindasan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan menerima terapi propilaktik untuk Pneumonia pneumosistis, dan banyak pasien mendapat manfaat dari terapi propilaktik untuk toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis.[85] Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah aliran penyakit.[108] Pada dekade awal epidemik ketika tidak ada penanganan berguna yang ada, jumlah besar orang dengan AIDS dicoba dengan terapi alternatif. Definisi "terapi alternatif" pada AIDS telah berubah sejak waktu itu, lalu, frase itu sering merujuk pada penanganan komunitas, belum dicoba oleh pemerintah atau penelitian perusahaan farmasi, dan beberapa berharap akan secara langsung menekan virus atau menstimulir sistem imun melawannya. Contoh obat alternatif yang diharapkan dapat mengurangi gejala atau menambah kualitas hidup termasuk urut, manajemen stres, obat jamu dan bunga seperti boxwood,[109][110] dan akupunktur.[108] Ketika menggunakan penanganan biasa, banyak yang merujuk kepadanya sebagai penanganan "saling melengkapi". Meskipun penyebaran penggunaan obat saling melengkapi dan alternatif oleh orang yang hidup dengan HIV/AIDS, belum ada hasil efektif dari terapi-terapi ini.[111]
[sunting] Epidemiologi
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretroviral bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup di tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak.[5] Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005, antara 3,4 dan
6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.[5] Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara.[5] Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anakanak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia.[112] Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.[113] Evaluasi terbaru dari Departemen Evaluasi Operasi Bank Dunia menetapkan keefektifan bantuan bank Dunia pada tingkat-negara HIV/AIDS, didefinisikan sebagai dialog kebijakan, hasil analitik, dan peminjaman, dengan obyektif eksplisit mengurangi dampak epidemik AIDS.[114] Ini adalah evaluasi luas pertama dukungan Bank Dunia kepada negara-negara untuk melawan HIV/AIDS, dari awal epidemik melalui pertengahan-2004. Dengan bantuan Bank Dunia untuk implementasi program pemerintah oleh pemerintah, bantuan Bank Dunia menyediakan pengertian penting pada bagaimana program nasional AIDS dapat dibuat lebih efektif. Perkembangan HAART sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS pada pokoknya mengurangi kematian dari penyakit ini di daerah yang secara luas ada. HAART telah membuat kesalahan tanggapan bahwa penyakit AIDS telah pergi jauh, faktanya, harapan hidup orang dengan AIDS meningkat di negara-negara tempat HAART secara luas digunakan, jumlah orang yang hidup dengan AIDS telah meningkat. Di Amerika Serikat, jumlah orang dengan AIDS meningkat dari sekitar 35.000 tahun 1988 menjadi lebih dari 220.000 pada tahun 1996. Di Afrika, jumlah transmisi ibu ke anak dan meratanya AIDS adalah awal untuk membalikan dekade pergerakan kuat dalam keselamatan anak. Negara seperti Uganda berusaha untuk menurunkan epidemik transmisi ibu ke anak dengan menawarkan VCT (tes dan anjuran sukarela), PMTCT (pencegahan transmisi ibu ke anak) dan fasilitas ANC (fasilitas ante-natal), yang termasuk distribusi terapi antiretroviral.
di Pantai Gading menunjukan bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan dua kali lebih banyak pada perawatan medis daripada rumah tangga lainnya. UNAIDS, WHO dan United Nations Development Programme mendokumentasikan sebuah hubungan antara menurunnya harapan hidup dan menurunnya produk domestik bruto di banyak negara-negara Afrika dengan rata-rata 10% atau lebih. Sunguh-sunguh, sejak tahun 1992, prediksi bahwa AIDS akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di negara-negara ini telah dipublikasikan. Dampak tergantung dari asumsi tentang luasnya untuk didanai oleh tabungan dan orang yang akan terinfeksi.[116] Kesimpulan dicapai dari model pertumbuhan 30 ekonomi Sub Sahara selama periode 1990-2025, rata pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan menurun antara 0.56 dan 1.47%. Dampak pada produk domestik bruto per kapita sedikit meyakinkan, namun, pada tahun 2000, rata-rata pertumbuhan produk domestik bruto per kapiat Afrika menurun 0.7% tiap tahun dari tahun 1990-1997 dengan 0.3% lebih jauh menurun per tahun di negara yang juga terkena malaria.[117] Ramalan kini adalah pertumbuhan produk domestik bruto untuk negara tersebut akan mengalami penurunan lebih jauh diantara 0.5 dan 2.6% per tahun,[115] namun, perkiraan ini dapat diremehkan karena tidak terlihat pada pengaruh hasil produksi per kapita.[118] Banyak pemerintah di Afrika Sub Sahara menolak bahwa terdapat masalah untuk setahun, dan mulai bekerja menuju solusi. Pendanaan adalah masalah di daerah pencegahan HIV ketika dibandingkan pada perkiraan konservatif masalah . Perlengkapan HIV/AIDS resmi pertama di dunia diluncurkan di Zimbabwe pada tanggal 3 Oktober 2006 adalah produk hasil kolaboratif antara Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, World Health Organization dan Layanan Penebaran Informasi HIV/AIDS Afrika Selatan. Hal ini untuk memperkuat orang hidup dengan HIV/AIDS dan dukungan luar minimal suster. Paket yang berisi bentuk delapan modul memfokuskan fakta tentang HIV dan AIDS, sebelumnya dites di Zimbabwe pada bulan Maret tahun 2006 untuk menentukan penyesuaian. Peralatan ini mengatur beberapa hal lain, panduan yang dikategorikan pada manajemen klinik, pendidikan dan anjuran untuk korban AIDS.[119] Konsensus Kopenhagen adalah proyek yang mencoba untuk mendirikan prioritas untuk perkembangan kesejahteraan global menggunakan metodologi berdasarkan teori ekonomi kesejahteraan. Seluruh pesertanya adalah ahli ekonomi, dengan fokus pada proyek menjadi prioritisasi rasional berdasarkan analisis ekonomi. Proyek ini berdasarkan anggapan bahwa dalam dendam milyaran dolar yang dihabiskan untuk tantangan global oleh Perserikatan Bangsa Bangsa, pemerintah negara kaya, lembaga, amal, dan organisasi-organisasi bukan milik pemerintah, uang dihabiskan pada masalah seperti kekurangan gizi dan perubahan iklim tidak cukup untuk mencapai banyak target yang disetujui secara internasional. Prioritas tertinggi menentukan untuk mengimplementasikan ukuran baru untuk mencegah penyebaran HIV dan AIDS. The Economist memperkirakan bahwa investasi $27 milyar dapat mencegah hampir 30 juta infeksi baru pada tahun 2010.
[sunting] Stigma
Stigma AIDS ada di dunia dalam berbagai cara, termasuk pengasingan, penolakan, diskriminasi dan penghindaran orang yang terinfeksi HIV. Diwajibkan uji coba HIV tanpa lebih dahulu persetujuan atau perlindungan kekerasan atas individual atau orang yang terinfeksi HIV yang diketahui terinfeksi dengan HIV, dan mengkarantinakan orang yang terinfeksi HIV.[120] Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan mencegah banyak orang melakukan tes HIV, kembali untuk hasil mereka, atau menjaga perawatan, kemungkinan berbalik apa dapat mengendalikan sakit kronik menjadi kalimat kematian dan mengabadikan penyebaran HIV.[121] Stigma AIDS lebih jauh terbagi menjadi tiga kategori: 1. Stigma instrumental AIDS - refleksi ketakutan dan keprihatinan yang berhubungan dengan penyakit mematikan dan dapat ditransmisikan.[122] 2. Stigma simbolis AIDS - penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap melalui grup sosial atau gaya hidup diketahui berhubungan dengan penyakit.[122] 3. Stigma kesopanan AIDS - stigmatisasi orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[123] Sering, stigma AIDS diekspresikan dengan satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan dengan homoseksual, those associated with homoseksualitas, biseksualitas, persetubuhan dengan siapa saja dan penggunaan narkoba. Di banyak negara berkembang, terdapat hubungan antara AIDS dan homoseksualitas atau biseksualitas, dan hubungan ini berhubungan dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi seperti sifat anti homoseksual.[124] Terdapat hubungan yang diketahui antara AIDS dengan semua sifat seksual lakilaki, termasuk seks antara laki-laki yang belum terinfeksi.[122]
Mereka kebanyakan memiliki pengertian yang salah tentang transmisi HIV dan untuk mempunyai stigma HIV/AIDS adalah orang yang sedikit pendidikannya dan orang dengan tingkat religius atau ideologi politik yang tinggi.[122][124][125] Lihat Stigma dan HIV-AIDS, penilaian literatur untuk penjelasan lebih lengkap tentang topik ini[126]
yang lebih "virulent" dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia; HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika barat (Reeves and Doms, 2002). Kedua spesies berawal di Afrika barat dan tengah, melompat dari primata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis. HIV-1 telah berevolusi dari sebuah simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies chimpanzee, Pan troglodyte troglodyte (Gao et al., 1999).HIV-2 melompat spesies dari sebuah strain SIV yang berbeda, ditemukan dalam sooty mangabeys, monyet dunia lama GuineaBissau (Reeves and Doms, 2002).
Penularan
HIV menular melalui hubungan kelamin dan hubungan seks oral, atau melalui anus, transfusi darah, penggunaan bersama jarum terkontaminasi melalui injeksi obat dan dalam perawatan kesehatan, dan antara ibu dan bayinya selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui. UNAIDS transmission. Penggunaan pelindung fisik seperti kondom latex dianjurkan untuk mengurangi penularan HIV melalui seks. Belakangan ini, diusulkan bahwa penyunatan dapat mengurangi risiko penyebaran virus HIV [3], tetapi banyak ahli percaya bahwa hal ini masih terlalu awal untuk merekomendasikan penyunatan lelaki dalam rangka mencegah HIV [4]. Pada akhir tahun 2004 diperkirakan antara 36 hingga 44 juta orang yang hidup dengan HIV, 25 juta di antaranya adalah penduduk sub-Sahara Afrika. Perkiraan jumlah orang yang terinfeksi HIV di seluruh dunia pada tahun 2004 adalah antara 4,3 juta hingga 6,4 juta orang. (AIDS epidemic update December 2004). Wabah ini tidak merata di wilayah-wilayan tertentu karena ada negara-negara yang lebih menderita daripada yang lainnya. Bahkan pada tingkatan negara pun ada perbedaan tingkatan infeksinya pada daerah-daerah yang berlainan. Jumlah orang yang hidup dengan HIV terus meningkat di semua bagian dunia, meskipun telah dilakukan berbagai langkah pencegahan yang ketat. Sub-Sahara Afrika tetap merupakan daerah yang paling parah terkena HIV di antara kaum perempuan hamil pada usia 15-24 tahun di sejumlah negara di sana. Ini diduga disebabkan oleh banyaknya penyakit kelamin, praktek menoreh tubuh, transfusi darah, dan buruknya tingkat kesehatan dan gizi di sana (Bentwich et al., 1995). Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa 25% unit darah yang ditransfusikan di Afrika tidak dites untuk HIV, dan bahwa 10% infeksi HIV di benua itu terjadi lewat darah. [5]. Di Asia, wabah HIV terutama disebabkan oleh para pengguna obat bius lewat jarum suntik, hubungan seks baik antarpria maupun dengan pekerja seks komersial, dan pelanggannya, serta pasangan seks mereka. Pencegahannya masih kurang memadai.
[sunting] Struktur
HIV berbeda dalam struktur dengan retrovirus yang dijelaskan sebelumnya. Besarnya sekitar 120 nm dalam diameter (seper 120 milyar meter-kira-kira 60 kali lebih kecil dari sel darah merah) dan kasarnya "spherical" Sel T pembantu (juga diketahui sebagai sel efektor T atau sel Th) adalah sub-grup dari limfosit (tipe sel darah putih atau leukosit) yang memainkan peran penting dalam mendirikan dan memaksimumkan sistem kekebalan tubuh. Sel tersebut tidak biasa karena mereka tidak memiliki aktivitas sitoksik atau phagositik sel. Mereka tidak dapat membunuh sel atau pathogen pemilik mereka yang terinfeksi (juga diketahui sebagai somatik), dan tanpa sel imun lainnya, mereka dianggap tidak berguna untuk melawan infeksi virus. Sel Th ikut serta dalam aktivasi dan mengarahkan sel imun lainnya, dan penting pada sistem kekebalan tubuh. Mereka penting dalam menentikan pemilihan kelas antibodi sel B, pada aktivasi dan pertumbuhan sel T sitotoksik, dan memaksimumkan aktivitas bakterisidal phagosit seperti makrofage. Sel ini dinamai sel T helper karena perannya dalam memperkuat sel-sel lain.
APAKAH AIDS ?
Penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh. Virus penyebab AIDS adalah HIV (Human Immunodeficiency Virus)
Penderita AIDS yang meninggal, bukan semata-mata disebabkan oleh virus AIDS, tetapi juga oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak, seandainya sistem kekebalan tubuh tidak rusak oleh virus AIDS. Rasa lelah berkepanjangan Sesak nafas dan batuk berkepanjangan Berat badan turun secara menyolok Pembesaran kelenjar (di leher, ketiak, lipatan paha) tanpa sebab yang jelas Bercak merah kebiruan pada kulit (kanker kulit) Sering demam (lebih dari 38 C) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
SIAPA KELOMPOK RESIKO TINGGI ? Siapa saja yang memiliki perilaku seksual berganti-ganti pasangan
Tidak berganti-ganti pasangan seksual Pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan terhadap penggunaan jarum suntik yang diulang Dengan formula A-B-C ABSTINENSIA artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah BE FAITHFUL artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja CONDOM artinya pencegahan dengan menggunakan kondom
POLA PENULARAN VIRUS AIDS : Virus AIDS ditemukan dalam cairan tubuh manusia, dan paling banyak ditemukan pada darah, cairan sperma dan cairan vagina. Pada cairan tubuh lain juga bisa ditemukan (seperti misalnya cairan ASI) tetapi jumlahnya sangat sedikit. Sejumlah 75-85% penularan terjadi melalui hubungan seks (5-10% diantaranya melalui hubungan homoseksual), 5-10% akibat alat suntik yang tercemar (terutama pada pemakai narkotika suntik), 3-5% melalui transfusi darah yang tercemar. Infeksi HIV sebagian besar (lebih dari 80%) diderita oleh kelompok usia produktif (15-49
tahun) terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita wanita cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90% terjadi dari ibu yang mengidap HIV. Sekitar 25-35% bayi yang dilahirkan oleh Ibu pengidap HIV akan menjadi pengidap HIV, melalui infeksi yang terjadi selama dalam kandungan, selama proses persalinan dan melalui pemberian ASI. Dengan pengobatan antiretroviral pada ibu hamil trimester terakhir, risiko penularan dapat dikurangi menjadi hanya 8%.
SIAPA YANG RAWAN TERHADAP VIRUS AIDS ? : Infeksi virus AIDS terutama disebabkan oleh perilaku seksual berganti-ganti pasangan. Oleh karena itu yang paling berisiko untuk tertular AIDS adalah siapa saja yang mempunyai perilaku tersebut. Harus diingat bahwa perilaku seperti ini bukan hanya dimiliki oleh kelompok pekerja seks tetapi juga oleh kelompok lain seperti misalnya remaja, mahasiswa, eksekutif muda dsb. Jadi yang menjadi masalah disini bukan pada "kelompok" mana tetapi pada "perilaku" yang berganti-ganti pasangan.
PERJALANAN INFEKSI HIV/AIDS : Pada saat seseorang terkena infeksi virus AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun untuk sampai ke tahap yang disebut sebagai AIDS. Setelah virus masuk kedalam tubuh manusia, maka selama 2-4 bulan keberadaan virus tersebut belum bisa terdeteksi dengan pemeriksaan darah meskipun virusnya sendiri sudah ada dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut sebagai periode jendela. Sebelum masuk pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai HIV positif karena dalam darahnya terdapat HIV. Pada tahap HIV+ ini maka keadaan fisik ybs tidak mempunyai kelainan khas ataupun keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap bekerja seperti biasa. Dari segi penularan, maka dalam kondisi ini ybs sudah aktif menularkan virusnya ke orang lain jika dia mengadakan hubungan seks atau menjadi donor darah. Sejak masuknya virus dalam tubuh manusia maka virus ini akan menggerogoti sel darah putih (yang berperan dalam sistim kekebalan tubuh) dan setelah 5-10 tahun maka kekebalan tubuh akan hancur dan penderita masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi berbagai infeksi seperti misalnya infeksi jamur, virus-virus lain, kanker dsb. Penderita akan meninggal dalam waktu 1-2 tahun kemudian karena infeksi tersebut. Di negara industri, seorang dewasa yang terinfeksi HIV akan menjadi AIDS dalam kurun waktu 12 tahun, sedangkan di negara berkembang kurun waktunya lebih pendek yaitu 7 tahun. Setelah menjadi AIDS, survival rate di negara industri telah bisa diperpanjang menjadi 3 tahun, sedangkan di negara berkembang masih kurang dari 1 tahun. Survival rate ini berhubungan erat dengan penggunaan obat antiretroviral, pengobatan terhadap infeksi oportunistik dan kwalitas pelayanan yang lebih baik. Pola infeksi secara global, sekitar 90% kasus HIV/AIDS ada di negara berkembang. Saat ini penyebarannya adalah :
Afrika Sub-sahara : 14 juta Asia Selatan-Tenggara : 4,8 juta Asia Timur-Pasifik : 35.000 Timur Tengah : 200.000 Karibia : 270.000 Amerika Latin : 1,3 juta Eropa Timur - Asia Tengah : 30.000 Australia : 13.000 Eropa Barat : 470.000 Amerika Utara : 780.000
Dengan globalisasi, pergerakan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, episentrum infeksi HIV/AIDS saat ini bergeser ke Asia.
PENCEGAHAN AIDS : Pada prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak boleh menjadi donor darah. Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja. C adalah condom, artinya jika memang cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan
menggunakan kondom.
PREDIKSI YANG AKAN DATANG : Tahun 2000, diperkirakan jumlah kasus HIV/AIDS akan meningkat menjadi 30-40 juta orang dan pertambahan kasus baru terbanyak akan ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara. Di negara industri telah terlihat penurunan jumlah kasus baru (insidens) per tahun. Di Amerika Serikat, telah turun dari 100.000 kasus baru/tahun menjadi 40.000 kasus baru/tahun. Pola serupa juga terlihat di Eropa Utara, Australia dan Selandia Baru. Penurunan kasus baru berkait dengan tingkat pemakaian kondom, berkurangnya jumlah pasangan seks dan memasyarakatnya pendidikan seks untuk remaja. Penurunan infeksi HIV juga terjadi sebagai dampak membaiknya diagnosa dini dan pengobatan yang adekwat untuk penyakit menular seksual (PMS). Di Tanzania, daerah yang pelayanan PMSnya berjalan baik mempunyai insidens HIV yang 40% lebih rendah. Penelitian di Pantai Gading, Afrika memperlihatkan bahwa pengobatan PMS juga mengurangi viral load sehingga mengurangi infectivity.
TAHAPAN PANDEMI AIDS : Pada awalnya dimulai dengan penularan pada kelompok homoseksual (gay). Karena diantara kelompok homoseksual juga ada yang biseksual, maka infeksi melebar ke kelompok heteroseksual yang sering berganti-ganti pasangan. Pada tahap kedua, infeksi mulai meluas pada kelompok pelacur dan pelanggannya. Pada tahap ketiga, berkembang penularan pada isteri dari pelanggan pelacur. Pada tahap ke empat mulai meningkat penularan pada bayi dan anak dari ibu yang mengidap HIV.
KERENTANAN WANITA PADA INFEKSI HIV : Wanita lebih rentan terhadap penularan HIV akibat faktor anatomis-biologis dan faktor sosiologis-gender. Kondisi anatomis-biologis wanita menyebabkan struktur panggul wanita dalam posisi "menampung", dan alat reproduksi wanita sifatnya "masuk kedalam" dibandingkan pria yang sifatnya "menonjol keluar". Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi infeksi khronik tanpa diketahui oleh ybs. Adanya infeksi khronik akan memudahkan masuknya virus HIV. Mukosa (lapisan dalam) alat reproduksi wanita juga sangat halus dan mudah mengalami perlukaan pada proses hubungan seksual. Perlukaan ini juga memudahkan terjadinya infeksi virus HIV. Faktor sosiologis-gender berkaitan dengan rendahnya status sosial wanita (pendidikan, ekonomi, ketrampilan). Akibatnya kaum wanita dalam keadaan rawan yang menyebabkan terjadinya pelcehan dan penggunaan kekerasan seksual, dan akhirnya terjerumus kedalam pelacuran sebagai strategi survival. Kasus di Ghana dalam pembangunan Bendung Sungai Volta, menyebabkan ribuan penduduk tergusur dari kampung halamannya. Kaum pria bisa memperoleh kesempatan kerja sebagai buruh dan kemudian menjadi nelayan. Kaum wanita yang hanya terbiasa dengan pekerjaan pertanian akhirnya tersingkir ke kota dan terjerumus pada pekerjaan hiburan dan penyediaan jasa seksual. Akibatnya banyak yang menderita penyakit menular seksual (termasuk HIV) dan meninggal akibat AIDS. Di Thailand Utara, akibat pembangunan ekonomi dan industri yang berkembang pesat menyebabkan lahan pertanian berkurang dan wanita tergusur dari pekerjaan tradisionalnya di bidang pertanian. Sebagian besar kemudian migrasi ke kota-kota besar dan menjadi pekerja seks dan akhirnya tertular oleh HIV.
SITUASI HIV/AIDS DI INDONESIA : Sampai dengan bulan September 1996, jumlah kasus HIV/AIDS mencapai 449 orang, dengan kelompok umur terbanyak pada usia 20-29 tahun (47%) dan kelompok wanita sebanyak 27%. Kelompok usia produktif (15-49 tahun) mencapai 87%. Dilihat dari lokasi, kasus terbanyak ditemukan di DKI Jakarta, Irian Jaya dan Riau. Jumlah kasus yang tercatat diatas adalah menurut catatan resmi yang jauh lebih rendah dari kenyataan sesungguhnya akibat keterbatasan dari sistem surveilance perangkat kesehatan kita. Permasalahan HIV/AIDS di banyak negara memang memperlihatkan fenomena gunung es, dimana yang tampak memang jauh lebih kecil dibandingkan jumlah sesungguhnya.
Upaya penanggulangan AIDS di Indonesia masih banyak ditujukan kepada kelompok-kelompok seperti para pekerja seks dan waria, meskipun juga sudah digalakkan upaya yang ditujukan pada masyarakat umum, seperti kaum ibu, mahasiswa dan remaja sekolah lanjutan. Yang masih belum digarap secara memadai adalah kelompok pekerja di perusahaan yang merupakan kelompok usia produktif. Proyeksi perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia diperkirakan akan menembus angka 1 juta kasus pada tahun 2005, dan sesuai pola epidemiologis yang ada maka jumlah kasus terbanyak akan ada pada kelompok usia produktif (patut diingat bahwa pada tahun 2003 Indonesia akan memasuki pasar bebas APEC dan membutuhkan SDM yang tangguh untuk bersaing di pasar global).
PENGOBATAN DAN VAKSINASI : Pertemuan Konperensi Internasional AIDS ke XI di Vancouver bulan Juli 1996 yl melaporkan penggunaan tiga obat kombinasi (triple drugs) yang mampu menurunkan viral load hingga jumlah minimal dan memberikan harapan penyembuhan. Kendala yang dihadapi untuk pengobatan adalah biaya yang mahal untuk penyediaan obat dan biaya pemantauan laboratorium, yang mencapai US$ 16.000 - US$ 25.000/tahun. Kendala lain adalah kepatuhan penderita untuk minum obat secara disiplin dalam jangka waktu 1,5 - 3 tahun, karena obat yang diminum secara tidak teratur akan menyebabkan resistensi. Diperkirakan karena mahalnya biaya pengobatan, maka hanya ada 5-10% pengidap HIV yang mampu berobat dengan menggunakan triple drugs ini. Jika masalah biaya ini tidak bisa diatasi, maka adanya obat tidak akan mampu memberantas HIV/AIDS secara bermakna. Penelitian untuk menemukan vaksi pencegahan HIV juga terus dilakukan. Biaya vaksinasi diperkirakan tidak akan semahal triple drugs. Seandainyaoun ditemukan vaksin untuk pencegahan HIV, kendalanya adalah harus dicapainya jumlah cakupan vaksinasi yang tinggi (80%) jika diinginkan dampak pemberantasan HIV. Untuk mencapai cakupan sebesar ini, diperkirakan akan membutuhkan biaya yang cukup mahal dan sulit disediakan oleh negara berkembang. Dampak sampingan dari mahalnya obat dan ketersediaan biaya untuk pelaksanaan vaksinasi, menyebabkan munculnya isu diskriminasi baru yaitu kaya dan miskin. Pengidap HIV yang kaya akan mampu menyediakan biaya untuk triple drugs, tetapi yang miskin tetap akan mati. Negara industri kaya bisa menyediakan biaya untuk mencapai cakupan vaksinasi yang tinggi, sedangkan negara berkembang mungkin tidak akan mampu.
KESIMPULAN : Upaya pencegahan tetap lebih baik dan cost-effective dibandingkan dengan upaya pengobatan. Untuk itu perlu dimasyarakatkan upaya pencegahan AIDS bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk untuk kelompok remaja-mahasiswa.