Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan tahap akhir dan merupakan manifestasi klinis terberat dari segala bentuk kelainan jantung, termasuk aterosklerosis, infark miokardium, penyakit katup jantung, hipertensi, penyakit jantung congenital, dan kardiomiopati. Lebih dari 500.000 kasus baru gagal jantung terjadi setipa tahunnya di Amerika, di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% meningkat pada usia yang lebih lanjut. Prognosis gagal jantung akan memburuk apabila penyakit dasarnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien gagal jantung akan meninggal dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan lebih dari 50% penderita gagal jantung akan meninggal dalam tahun pertama. Telah diketahui banyak penyebab gagal jantung, salah satunya adalah karena kelainan katup jantung. Jantung memiliki empat ruangan, 2 ruang atrium dan 2 ruang ventrikel. Setiap ventrikel memiliki katup masuk searah dan satu katup keluar searah. Katup trikuspidalis membuka dari atrium kanan ke arteri pulmonalis. Katup mitral membuka dari atrium kiri ke ventrikel kiri dan katup aorta membuka dari ventrikel kiri ke dalam aorta. Pada keadaan-keadaan tertentu, katup-katup ini dapat mengalami kelainan fungsi, baik karena kebocoran (regurgitasi katup) atau karena kegagalan membuka secara adekuat (stenosis katup). Keduanya dapat mempengaruhi kemampuan jantung untuk memompa darah. 1

Berikut dilaporkan sebuah kasus seorang wanita, umur 41 tahun dengan diagnosis mitral stenosis dengan atrial fibrilasi yang dirawat di bangsal Jantung BLUD Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stenosis katup mitral merupakan penyempitan pada lubang katup mitral yang akan menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Kelainan struktur mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastole. Dibagi atas : reumatik (>90%) dan non reumatik. Sebagian terjadi pada usia <20 tahun yang disebut Juvenile Mitral Stenosis.

2.2 Etiologi Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus.1,2,3,4 Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik.2,5

Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipples disease, Fabry disease, akibat obat

fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif.1,2,3

2.3 Patologi Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi komisura serta pemendekan korda atau kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti mulut ikan (fish mouth) atau lubang kancing (button hole). Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium, sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.1,2 Pada endokarditis reumatik, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda, sehingga menimbulkan penarikan daun katup menjadi bentuk funnel shape.1,2

2.4 Patofisiologi Pada keadaan normal katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2, bila area orifisium katup berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat 4

terjadi. Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2.1,4 Pada tahap ini diperlukan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.1 Peningkatan tekanan atrium kiri akan meningkatkan tekanan pada vena pulmonalis dan kapiler, sehingga bermanifestasi sebagai exertional dyspneu.4 seiring dengan perkembangan penyakit, peningkatan tekanan atrium kiri kronik akan menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal, yang selanjutnya akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diatol, regurgitasi trikuspidal dan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan dan kongesti sistemik.1,4 Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral. Pada awalnya hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri, terjadi perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau perubahan anatomi yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima (reactive hypertension).1 Pelebaran progresif dari atrium kiri akan memicu dua komplikasi lanjut, yaitu pembentukan trombus mural yang terjadi pada sekitar 20% penderita, dan terjadinya atrial fibrilasi yang terjadi pada sekitar 40% penderita.4 Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut: Minimal : bila area >2,5 cm2 5

Ringan Sedang Berat Reaktif

: bila area 1,4-2,5 cm2 : bila area 1-1,4 cm2 : bila area <1,0 cm2 : bila area <1,0 cm2

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup mitral menurun sampai seperdua dari normal (<2-2,5 cm2). Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada tabel berikut: Derajat stenosis Ringan Sedang Berat A2-OS interval >110 msec 80-110 msec <80 msec Area >1,5 cm2 >1 cm2-1,5 cm2 <1 cm2 Gradien <5 mmHg 5-10 mmHg >10 mmHg

A2-OS: Waktu antara penutupan katup aorta dengan pembukaan katup mitral

Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral <1 cm2 yang berupa stenosis mitral berat maka akan terjadi limitasi dalam aktifitas.

2.5 Manifestasi Klinis Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.1,2,3,4,5,6

Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis.1 Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak.1

2.6 Diagnosis Diagnosis dari mitral stenosis ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, elektrokardiografi (EKG) atau ekokardiografi.1,4,6 Dari riwayat penyakit biasanya didapatkan adanya: Riwayat demam rematik sebelumnya, walaupun sebagian besar penderita menyangkalnya.

Dyspneu deffort. Paroksismal nokturnal dispnea. Aktifitas yang memicu kelelahan. Hemoptisis. Nyeri dada. Palpitasi. Sedangkan dari pemeriksaan fisik didapatkan:

Sianosis perifer dan wajah.

Opening snap. Diastolic rumble. Distensi vena jugularis. Respiratory distress. Digital clubbing. Systemic embolization. Tanda-tanda kegagalan jantung kanan seperti asites, hepatomegali dan oedem perifer. Dari pemeriksaan foto thoraks, didapatkan pembesaran atrium kiri

serta pembesaran arteri pulmonalis, penonjolan vena pulmonalis dan tanda-tanda bendungan pada lapangan paru.1,2,3 Dari pemeriksaan EKG dapat terlihat adanya gelombang P mitral berupa takik pada gelombang P dengan gambaran QRS kompleks yang normal. Pada tahap lebih lanjut dapat terlihat perubahan aksis frontal yang bergeser ke kanan dan kemudian akan terlihat gambaran RS pada hantaran prekordial kanan.5,6 Dari pemeriksaan ekokardiografi akan memperlihatkan:2 E-F slope mengecil dari anterior leaflets katup mitral, dengan menghilangnya gelombang a, Berkurangnya permukaan katup mitral, Berubahnya pergerakan katup posterior, Penebalan katup akibat fibrosis dan multiple mitral valve echo akibat kalsifikasi.

2.7 Komplikasi Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral, dengan patofisiologi yang kompleks. Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan menyebabkan kenaikan tekanan dan volume akhir diastole, regurgitasi tricuspid dan pulmonal sekunder, dan seterusnya gagal jantung kanan dan kongestif sistemik. Dapat pula terjadi perubahan vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohormonal seperti endotelin atau perubahan anatomik yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan tunika intima. Komplikasi lain dapat berupa tromboemboli, endokarditis infektif, fibrilasi atrial atau simptomp karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagi dan suara serak.

2.8 Penatalaksanaan Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi. Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering digunakan untuk demam rematik atau pencegahan endokardirtis. Obat-obatan inotropik negatif seperti -blocker atau Cablocker, dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan.1,4

Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium.1,4 Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli.1 Valvotomi mitral perkutan dengan balon, pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon, tetapi akhir-akhir ini dengan perkembangan dalam teknik pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan prosedur satu balon.1 Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup (komisurotomi) pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan berhasil pertama kali pada tahun 1920. Akhir-akhir ini komisurotomi bedah dilakukan secara terbuka karena adanya mesin jantung-paru. Dengan cara ini katup terlihat jelas antara pemisahan komisura, atau korda, otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi dapat dilakukan dengan lebih baik. Juga dapat ditentukan tindakan yang akan diambil apakah itu reparasi atau penggantian katup mitral dengan protesa.1 Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah sebagai berikut:2 Stenosis sedang sampai berat, dilihat dari beratnya stenosis (<1,7 cm2) dan keluhan, 10

Stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal, Stenosis mitral dengan resiko tinggi terhadap timbulnya emboli, seperti: Usia tua dengan fibrilasi atrium, Pernah mengalami emboli sistemik, Pembesaran yang nyata dari appendage atrium kiri.

Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:2 1. Closed mitral commissurotomy, yaitu pada pasien tanpa komplikasi, 2. Open commissurotomy (open mitral valvotomy), dipilih apabila ingin dilihat dengan jelas keadaan katup mitral dan apabila diduga adanya trombus di dalam atrium, 3. Mitral valve replacement, biasa dilakukan apabila stenosis mitral disertai regurgitasi dan kalsifikasi katup mitral yang jelas. Sesuai dengan petunjuk dari American Collage of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) dipakai klasifikasi indikasi diagnosis prosedur terapi sebagai berikut:1 1. Klas I: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan itu bermanfaat dan efektif, 2. Klas II: keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat tentang manfaat atau efikasi dari suatu prosedur atau pengobatan, a. II.a. Bukti atau pendapat lebih ke arah bermanfaat atau efektif,

11

b. II.b. Kurang/tidak terdapatnya bukti atau pendapat adanya menfaat atau efikasi. 3. Klas III: keadaan dimana terdapat bukti atau kesepakatan umum bahwa prosedur atau pengobatan itu tidak bermanfaat bahkan pada beberapa kasus berbahaya.

2.9 Prognosis Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka harapan hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10 tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya emboli arterial secara bermakna meningkat pada atrium fibrilasi.1

12

BAB III LAPORAN KASUS I. Identitas Nama penderita Umur Jenis Kelamin Alamat Pekerjaan RMK Tanggal masuk RS : : : : : : : Ny. R 41 tahun Perempuan Lamunti 12 B Mantangas Kapuas Guru 99.20.82 24 Mei 2012

II. ANAMNESIS 1. Keluhan utama : Sesak dan dada terasa berdebar

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Sejak 6 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh dada terasa berdebar-debar. Keluhan tersebut dirasakan setelah pasien melakukan aktivitas berat. Akan tetapi rasa berdebar tersebut berkurang setelah pasien beristirahat. Terkadang pasien juga sering merasakan batuk dan

13

sesak yang dirasakan setelah melakukan aktivitas. Batuk dan sesak tersebut biasanya berkurang setelah pasien beristirahat. Pasien juga mengeluh sering mengalami batuk dan pilek. Pasien tidak ada mengeluh adanya nyeri dada maupun demam. Tidak ada keringat dingin maupun tidak ada mual dan muntah. BAB/BAK (+/+).

3.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengaku pernah dirawat di ICU sekitar 5 bulan yang lalu di Rumah Sakit Kapuas dengan gangguan Irama Jantung. Hipertensi (-) DM (-) PJK (-)

4.

Riwayat Penyakit Keluarga: Hipertensi (-) DM (-) PJK (-)

III. Pemeriksaan Fisik A. Pemeriksaan Umum 1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran GCS 2. Pengukuran Tanda Vital : Tekanan darah Nadi 14 : 120/60 mm/Hg : 100 x/menit : Komposmentis : 4-5-6

RR Suhu Berat Badan Tinggi Badan 3. Kulit : Warna Sianosis Hemangiom Turgor

: 18 x/menit : 35,5o C : 45 kg : 150 cm

: Sawomatang : Tidak ada : Tidak ada : Cepat kembali

Kelembaban : Cukup Pucat Lain-lain 4. Kepala Rambut : : Bentuk Warna Tebal/tipis Distribusi Alopesia Mata : Pelpebrae Konjungtiva Sklera Pupil : Tidak ada : Tidak ada : Mesosefali : Hitam : Tipis : Merata : Tidak ada : Tidak ada edema : Anemis (-/-) : Ikterik (-/-) : Diameter Simetris : : 3 mm / 3 mm Isokor +/+

Reflek Cahaya: 15

Kornea Telinga : Bentuk Sekret Serumen Nyeri Hidung : Bentuk Epistaksis Sekret Mulut : Bentuk Gusi Lidah : Bentuk Pucat/tidak : Simetris : Tidak ada : Minimal : Tidak ada : Simetris : Tidak ada : Tidak ada : Simetris

Jernih, reflek (+)

: Tidak ada perdarahan gusi : Simetris : Tidak pucat

Tremor/tidak : Tidak tremor Kotor/tidak Warna Faring : Hiperemi Edem Tonsil : Warna Pembesaran Abses/tidak 5. Leher : : Tidak kotor : Merah muda : Tidak ada : Tidak ada : Merah muda : Tidak ada : Tidak ada : : Teraba Minimal Tidak Meningkat

Vena Jugularis : Pulsasi Tekanan 16

Pembesaran KGB Deviasi trakea Peningkatan JVP Kaku kuduk Massa Tortikolis 6. Thoraks : Dinding dada/paru Bentuk Paru-paru : Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Tidak ada : Tidak ada : Tidak ada : : Simetris

: : :

Tidak ada Tidak ada Tidak ada

: Gerakan nafas simetris : Fremitus vokal simetris : Sonor pada kedua paru : Suara nafas vesikuler Ronkhi tidak ada Wheezing tidak ada

Jantung

Inspeksi Palpasi Perkusi

: Thrill terlihat : Iktus cordis teraba : Batas kiri jantung : Atas : ICS II LPS dextra-ICS II LPS sinistra Bawah : ICS II LPS sinistra-ICS II LMK sinistra Batas kanan jantung : 17

Atas

: ICS II LPS dextra-ICS II LPS sinistra

Bawah : ICS II LPS dextra-ICS IV LPS dextra Auskultasi : Murmur Bising 7. Abdomen : Inspeksi Auskultasi Perkusi Palpasi Hati Lien Ginjal Massa 8. Ekstremitas : : : : : : : : : Tidak teraba Tidak teraba Tidak teraba Tidak ada : Murmur diastolik (+) :Tidak ada Perut tampak datar Bising usus (+) normal Timpani

Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-), parese (-) Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-), parese (-)

18

19

20

21

Hasil pemeriksaan EKG tanggal 24 Mei 2012

Kesimpulan: HR : 133x/menit Ritme : Ireguler Jenis Irama : Irama Atrial (Aritmia) adanya gambaran atrial fibrilasi Aksis : Normal (lead I (+) dan aVF (+) : +63o Morfologi Gelombang : P : berupa takik dengan gambaran fibrilasi. Q : patologis (-) R : Normal S:QRS : Tidak Melebar 22

Hasil rontgen toraks PA tanggal 25 Mei 2012

Kesimpulan : Kardiomegali dengan CTR 62,9%

23

Hasil pemeriksaan ekokardiografi tanggal 26 Mei 2012

24

25

26

Kesimpulan : Mitral stenosis berat NVA (PHT) 0,74 cm2, NVA sax 1,36 cm2 LA dilatasi LAF 45,9 mm Tak tampak thrombus / Vegetasi LA RV normal LV normal EDD 38,0 mm LV fungsi sistolik baik EF 73,8

27

28

BAB IV PEMBAHASAN

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah pada tingkat katup mitral oleh karena adanya perubahan pada struktur mitral leaflets, yang menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastol.1,2,3 Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam reumatik oleh infeksi kuman Streptococcus.1,2,3,4 Diagnosis dari stenosis mitral ditegakkan dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, foto thoraks, EKG dan Ekokardiografi.1,2,3,4,5,6 Pada pemeriksaan dengan menggunakan ekhokardiografi, didapatkan

kesimpulan mitral stenosis berat dengan LA dilatasi. Hal ini disebabkan adanya mitral stenosis berat dengan PHT 0,74m2, PHT max 1,36 m2, LA dilatasi LAD 45,9 mm, tidak tampak thrombus/ vegetasi LA, RV normal, LV normal EDD 38 mm, LV fungsi sistolik baik dengan EF 73,8%. Mitral stenosis merupakan merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral yang disebabkan oleh obstruksi pada level katup mitral. Kelainan structural mitral ini juga menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat diastole.7 Pada kasus ini pasien sering mengeluhkan sesak nafas yang timbul setelah beraktivitas berat. Sesak nafas merupakan salah satu gejala dari mitral stenosis. Serangan sesak nafas pertama kali pada pasien mitral stenosis biasanya dicetuskan 29

oleh aktivitas fisik, stress emosional, hubungan kelamin, stress emosional, hubungan kelamin, infeksi, atrial fibrilasi, atau semua yang meningkatkan aliran darah melewati mitral yang selanjutnya meningkatkan tekanan atrium kiri. Jika dilihat dari sesak nafas yang dirasakan oleh pasien, maka menurut New York Heart Association (NYHA) berdasarkan keluhan sesak nafas mitral stenosis, maka pasien ini diklasifikasikan pada kelas 1, dimana sesak nafas baru timbul pada kegiatan fisik yang berat.4,7 Pemberian digoksin pada pasien dimaksudkan untuk meningkatkan kontraksi otot jantung, dimana pada pasien ini dengan kondisi gagal jantung, yakni keadaan dimana jantung gagal untuk memompa darah dalam volume yang dibutuhkan tubuh. Kondisi tersebut bisa diakibatkan kebocoran katup jantung, kekakuan atau penyempitan katup jantung, atau kelainan sejak lahir dimana katup jantung tidak sempurna. Pada keadaan fibrilasi atrium pemakaina digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Diuretik dapat mengurangi tekanan darah dalam paru-paru dengan cara mnengurangi volume sirkulasi darah dan untuk menurangi kongesti. Pemberian aptor berfungsi sebagai anti thrombus dan neurodex sebagai vitamin B kompleks. Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium dengan kecendrungan pembentukan thrombus untuk mencegah tromboemboli, tetapi pada ini warfarin tidak diberikan karena tidak ada pembentukan trombus

30

BAB V PENUTUP

Telah dilaporkan penderita Ny R, umur 41 tahun dengan diagnosis penyakit mitral stenosis dengan atrial fibrilasi. Pada pasien didapatkan gejala dan tanda mitral stenosis. Pemeriksaan penunjang pun mendukung adanya mitral stenosis dengan atrial fibrilasi pada pasien. Tatalaksana pada pasien adalah diberikan Neurodex sebagai vitamin B kompleks, digoksin untuk memperbaiki atrial fibrilasi, aptor sebagai anti thrombus, injeksi lasix sebagai diuretik untuk mengurangi tekanan darah dalam paru-paru

dengan cara mnengurangi volume sirkulasi darah dan untuk menurangi kongesti.

31

DAFTAR PUSTAKA

1.Braunwald, E. Heart Failure and Cor Pulmonale I n : Kasper, D.L. et all, ed. 17th Edition Harrisons Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 2008 2.Divisi Critical Cardiology dan Kardiologi Klinik Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas UniversitasIndonesia,2008. Jakarta. Departemen Kedokteran

3 . D u m i t r u , I . , B a k e r , M . , 2 0 1 0 . Heart Failure. Ohama: Departement of Internal Medicine, Section of Cardiology, University of NebraskaMedical Center. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/163062-overview[accessed 26 Mei 2012]. 4.Hunt, S.A., Abraham, W.T., Chin, M.H., et al. Focused Update Incorporated Into the ACC/AHA Guidelines for the Diagnosis andManagement of Heart Failure in the Adult: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force onPractice Guidelines; 2009;119;391-479. 5.Jessup, M., Brozena S. Heart Failure. N Engl J Med ; 2003;2007-2018. 6.Lilly, Leonard S. 2007. Pathophysiology of heart disease : a collaborative project of medical students and faculty. 4 th ed. Lippincott William and wilkins, philladelphia 7. Hasudungan, Sibuea. Mitral stenosis dengan hipertensi pulmonal pada kehamilan. Jurnal Kardiologi Indonesia; 1996;21;163-167

32

33

Anda mungkin juga menyukai