Anda di halaman 1dari 24

Analisis Resep

ASMA BRONKHIALE DENGAN ISPA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Farmasi Kedokteran

Oleh : Trias Rukmana Sari, S.Ked NIM. I1A008016

Pembimbing Dra. Sulistianingtyas, Apt

Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Kedokteran Laboratorium Farmasi Banjarbaru MARET 2013

BAB I PENDAHULUAN

Setelah seorang dokter menentukan diagnosis yang tepat, maka selanjutnya berupaya melakukan penyembuhan dengan berbagai cara misalnya dengan pembedahan, fisioterapi, penyinaran, dengan obat dan lain-lain, tetapi umumnya menggunakan obat. 1 Obat yang diberikan kepada penderita harus dipesankan dengan menggunakan resep. Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu penderita. Resep selain permintaan tertulis kepada apoteker juga merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain sifatsifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui penyerapan dan nasib obat dalam tubuh, ekskresi obat, toksikologi serta penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan penderita. 1,2

1.1 Definisi dan Arti Resep Definisi Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 1

Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita. 2 Arti Resep 1 1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat obat), dan penderita (yang menggunakan obat). 2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional. 1.2 Kertas Resep 2 Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar 14 cm dan panjang 21,5 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon hendaknya dihindarkan. Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius. Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat

berita

acara

pemusnahan

seperti

diatur

dalam

SK

Menkes

RI

no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek. 1.3 Model Resep yang Lengkap 2 Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yang lengkap terdiri atas : 1. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek. 2. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.

3. Tanda R/, singkatan dari Recipe yang berarti harap diambil (superscriptio). 4. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya (inscriptio). Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari : a. Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan. b. Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok; adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep. c. Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris). d. Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat minum air.

5. Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan padat (mikrogram, milligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milliliter, liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang dimaksud ialah gram 6. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio) misalnya f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer. 7. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S. 8. Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita, dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita. 9. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja.

1.4 Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk penderitan ya, yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep

yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual. 1 Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda. 2 Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat, ialah sebagai berikut : setelah diagnosanya tepat maka kemudian memilih obatnya tepat yang sesuai dengan penyakitnya diberikan dengan dosis yang tepat dalam bentuk sediaan yang tepat, diberikan pada waktu yang tepat dengan cara yang tepat untuk penderita yang tepat. 2 Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut : 2 Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat dihindarkan.

BAB II ANALISA RESEP

2.1 Contoh Resep dari Poliklinik Penyakit Dalam

A. Keterangan Resep Klinik Tanggal Nama Pasien No. RMK Alamat Keluhan : Penyakit Dalam : 21 Februari 2013 : Tn. Sumaryanto : 1.03.52.20 : Jl. Kelayan A Gang. sadar RT. 15 No.43 Banjarmasin : sesak nafas, batuk berdahak, suara nafas ngik bila udara dingin Diagnosis : Asma Bronkhiale dengan ISPA

2.2 Analisa Resep 2.2.1 Penulisan Resep Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 10 cm dan panjangnya 15 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm.2 Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang digunakan pada resep ini, baik panjang dan lebarnya sudah ideal. Penulisan pada resep ini bisa dibaca. Pada penulisan resep yang benar tulisan harus dapat dibaca

dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian obat.2 Sehingga pada resep ini untuk penulisannya sudah cukup baik. 2.2.2 Kelengkapan Resep

1. Pada resep ini identitas dokter berupa nama, unit di Rumah Sakit dan tanda tangan dokter penulis resep sudah dicantumkan. 2. Nama kota, tanggal, bulan, tahun resep sudah ditulis oleh dokter. 3. Tanda R/ juga sudah tercantum pada resep ini (superscriptio). 4. Inscriptio a) Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari : Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah antibiotic azytromisin dan salbutamol Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan dalam resep ini adalah ambroxol, dextrometorphan, methylpednisolon dan

interhistin Corrigens tidak digunakan walaupun obat dalam resep ada yang dalam magistralis. Constituens atau vehikulum, tidak ada. b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milimeter, liter). Pada resep kedua bahan merupakan BSO padat yang kemudian diracik menjadi pulvis dan yang satu tetap dalam sediaan padat. Satuan yang digunakan dalam milligram sehingga lebih mudah dalam penyeragaman, dan untuk menegaskan ketepatan dalam peracikan obat

dengan bentuk sediaan pulvis. Dalam hal ini penulisan resep sudah rasional. c) Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio) misalnya m.f.l.a. pulv = misca fac lege artis pulveres = campur dan buatlah sesuai aturan obat berupa puyer. dtd = da toles dosis = berikan sebanyak dosis tersebut telah sesuai dengan cara penulisan resep yang benar dalam memformulasikan resep magistralis. Namun, Penulisan untuk jumlah serbuk (pulvis) yang akan dibuat sudah didahului dengan nomero (No.) sebelum penulisan jumlah obat dalam angka romawi, dan cara penulisan sudah cukup jelas . d) Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S pada resep ini telah dicantumkan. e) Pada resep ini: Obat pokok yaitu azythromisin sudah dituliskan bentuk sediaannya tetapi untuk jumlah pemberian obatnya terlalu banyak yaitu 10 biji, umumnya penggunaan antibiotik 3-5 hari sehingga untuk numero dituliskan III atau V. Dosis pada pasien ini sudah tepat yaitu 500mg per hari, sedangakan dosis untuk anak 10mg/kgBB selama 3hari. Obat pokok salbutamol sudah dituliskan dengan dosis yang tepat dan diracik dalam magistralis, dosis dewasa salbutamol 2mg dan 4mg.

Obat tambahan yaitu ambroxol, dextrometorphan, methylprednisolon, interhistin sudah dicantumkan bentuk sediaan dan dosis yang diberikan sesuai dengan usia dan berat badan pasien. 5. Pada resep ini frekuensi pemberian 1 dd dan 3 dd, pada penulisan 1 dd sudah benar. Namun, untuk penulisan 3 dd tidak dituliskan p.r.n (kalau perlu sedangkan pada resep tertulis jika sesak, jumlah pemberian tiap

frekuensi pemberian ditulis dengan urutan yang salah dan tidak menggunakan nomero. Pada resep 3 dd caps 1 seharusnya 3 dd caps No. I. 6. Dalam penulisan aturan pakai pada resep ini belum lengkap, karena pada pemberian obat tidak dicantumkannya waktu pemakaian. Seharusnya tetap dicantumkan keterangan waktu pemakaian misalnya sebelum makan (ac), sesudah makan (pc), sehingga nantinya didapatkan hasil yang optimal. 7. Nama penderita di belakang kata Pro sudah dicantumkan namun umur dan alamat tidak ada. Seharusnya identitas penderita ditulis lengkap dan meminimalkan tertukarnya obat, serta mempermudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita. Selain alamat, pada resep ini berat badan penderita juga tidak dicantumkan.

2.2.3 Keabsahan Resep Keabsahan suatu resep, harus tercantumkan nama, alamat, bagian/unit pelayanan Rumah Sakit tersebut disertai tanda tangan dokter penulis resep. Pada resep ini, tanda tangan dari dokter yang menuliskan resep sudah ada, namun alamat Rumah Sakit tidak dicantumkan. Seharusnya ditulis Rumah

Sakit Umum Daerah Ulin Jl. A. Yani Km. 1,5 Banjarmasin Telp. (0511)3252180. 2.2.4 Dosis Obat, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian a. Azythromisin Azitromisin adalah antibiotik golongan makrolida pertama yang termasuk dalam kelas azalide. Azitromisin diturunkan dari eritromisin dengan menambahkan suatu atom nitrogen ke cincin lakton eritromisin A. Pemberian azitromisin secara oral diserap secara cepat dan segera didistribusi ke seluruh tubuh. Bakteri aerob gram positif : Staphylococcus aureus, Streptococcus agalactiae, Streptococcus pneumoniae, dan Streptococcus pyogenes.

Bakteri aerob gram negatif : Haemophilus ducreyi, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, dan Neisseria gonorrhoeae. Mikroorganisme lainnya : Chlamydia pneumonia. Dosis & Cara Pemberian: Dewasa dan lansia : 500 mg per hari selama 3 hari Anak > 6 bulan : dosis tunggal 10 mg/kg selama 3 hari. pneumoniae, Chlamydia trachomatis, dan Mycoplasma

Pemberian antibiotik yang tepat untuk Tn. Sumaryanto yaitu : Dosis untuk dewasa yaitu 500mg perhari. Sediaan Azythromisin tablet yaitu 250 mg dan 500 mg.Untuk pasien Tn. Sumaryanto untuk 3 hari pengobatan seharusnya dibutuhkan 3 tablet. Pada resep ini dosis yang diberikan dokter yaitu 1 kali 1 tablet (500 mg azythromisin) per hari.

10

Dosis yang diberikan tersebut sudah tepat, tetapi jumlah obat yang diberikan terlalu banyak yaitu 10 tablet. Waktu pemberian Azythromisin pada resep tersebut tidak dituliskan tetapi azythromisin aman untuk diberikan baik pada sebelum maupun sesudah makan sebab Azythromisin stabil dalam suasana asam, tetapi lebih baik diberikan sebelum makan karena absorbsi obat lebih baik ketika lambung kosong. Lama pemberian 3 hari, karena pada status pasien data hanya berupa keluhan berupa sesak dan batuk berdahak tanpa anamnesa dan pemeriksaan fisik yang jelas maka pemberian diberikan selama 3 hari. Didasarkan oleh hal tersebut untuk dosis dan frekuensi obat yang diberikan seharusnya pada pasien tersebut sudah rasional. Sedangkan untuk lama pemberian obat tersebut tidak rasional. Antibiotik pilihan untuk infeksi saluran nafas atas sebenarnya cukup menggunakan antibiaotik golongan penisilin, dan infeksi saluran nafas atas yang disebabkan karena virus bisa diberikan imunomodulator. Lama pemberian obat Azythromisin (antibiotik) tidak sama seperti pada obat-obat simptomatis. Pada pengobatan simptomatis obat-obat dihentikan jika gejala berhenti, sedangkan antibiotik harus dihabiskan sampai pada waktu tertentu.

11

b. Salbutamol Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator yang paling aman dan paling efektif. Obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma.Selain untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya exercise-induced broncospasm (penyempitan saluran pernafasan akibat olahraga). 2-Agonis ini banyak dipakai pada pengobatan asma karena kemampuannya menimbulkan bronkodilatasi melalui reseptor beta adrenergik di paru. Mengaktifkan kompleks reseptor -adenil siklase yang mengkatalisasi produksi adenosine monofosfat (AMP) dari adenosine trifosfat (ATP), hingga mengakibatkan peningkatan kadar cAMP dalam sel yang menyebabkan relaksasi otot polos bronkus. Dosis salbutamol : sirup 2mg/5ml, Tablet 2 mg,4 mg, Inhaler100 mcg/semprot Dalam kasus ini salbutamol diberikan dalam bentuk puyer sediaan 1 mg 3 kali sehari selama 5 hari dan sesuai dosis anjuran bila sesak nafas. Seharusnya pengobatan simptomatk diberikan selama 3 hari dan diberikan jika perlu (nyeri). Pada resep ini obat diberikan selama 5 hari dan dituliskan obat diminum jika perlu (sesak). Pada resep ini tidak dicantumkan waktu pemberiannya, apakah sebelum atau setelah makan. Tetapi penggunaan obat ini tidak berefek pada waktu pengosongan lambung sehingga bisa diminum sebelum dan sesudah maka. C. Ambroxol Ambroxol, yang berefek mukokinetik dan sekretolitik, dapat

mengeluarkan lendir yang kental dan lengket dari saluran pernafasan dan

12

mengurangi staknasi cairan sekresi. Pengeluaran lendir dipermudah sehingga melegakan pernafasan. Sekresi lendir menjadi normal kembali selama pengobatan dengan Ambril. Baik batuk maupun volume dahak dapat berkurang secara bermakna. Dengan demikian cairan sekresi yang berupa selaput pada permukaan mukosa saluran pernafasan dapat melaksanakan fungsi proteksi secara normal kembali. Dewasa: sehari 3 kali 1 tablet 30 mg. Anak-anak 5 - 12 tahun : sehari 3 kali 1/2 tablet. Anak-anak 2 - 5 tahun : sehari 3 kali 7,5 mg Anak-anak di bawah 2 tahun : sehari 2 kali 7,5 mg Dosis dapat dikurangi menjadi 2 kali sehari, untuk pengobatan yang lama. Pada resep pemberian ambroxol 1/2tablet (15 mg) dalam puyer 3xsehari. Pemberian pada kasus ini masih dibolehkan dilihat dari keluhan pasien apakah batuk telalu mengganggu atau tidak, tetapi pada anamnesa tidak jelas sehingga range untuk pemberian dosis, lama pemberiandan frekuensi pemberian masih rasional. D. Dextrometorphan Manfaat utama DMP adalah menekan batuk akibat iritasi tenggorokan dan saluran napas bronkhial, terutama pada kasus batuk pilek. Obat ini bekerja sentral, yaitu pada pusat batuk di otak. Caranya dengan menaikkan ambang batas rangsang batuk. Sebagai catatan, beberapa obat batuk lain bekerja langsung di saluran napas. Dextromethorphan diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna.Dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah ataupun bentuk dimetilated morfinon. Dextromethorphan merupakan

13

antitusif non narkotik yang dapat meningkatkan ambang rangsang refleks batuk secara sentral. Dosis dextromethorpan Tablet : Dewasa Anak-anak Syrup : Dewasa Anakanak : : 1-2 sendok teh tiap 4 jam atau 3 sendok teh tiap 6 jam maksimum 12 sendok teh sehari 1 mg per kg berat badan dibagi dalam 3-4 kali pemberian perhari. : : 1 tablet tiap 4 jam atau 2 tablet tiap 6 jam, maksimum sehari 8 tablet. 1 mg/kg BB dibagi dalam 3-4 kali pemberian per hari.

Pada resep dextrometorphan diberikan tablet 3xsehari selama 5 hari, pemberian pada pasien ini masih dibawah dosis maximal harian sehingga masih aman digunakan, tetapi obat ini diberikan dalam satu puyer dengan obat batuk golongan lain (antimukolitik). E. Methylprednisolon Methylprednisolone adalah suatu glukokortikoid alamiah (memiliki sifat menahan garam (salt retaining properties)), digunakan sebagai terapi pengganti pada defisiensi adrenokortikal. Analog sintetisnya terutama digunakan sebagai anti-inflamasi pada sistem organ yang mengalami gangguan. Glukokortikoid menimbulkan efek metabolisme yang besar dan bervariasi. Glukokortikoid merubah respon kekebalan tubuh terhadap berbagai rangsangan. Dosis awal bervariasi antara 448 mg/hari tergantung pada jenis dan beratnya penyakit, serta respon penderita. Bila telah diperoleh efek terapi yang memuaskan, dosis harus diturunkan sampai dosis efektif minimal untuk pemeliharaan.

14

Pemberian obat secara ADT (Alternate-Day Therapy) : adalah rejimen dosis untuk 2 hari diberikan langsung dalam 1 dosis tunggal pada pagi hari (obat diberikan tiap 2 hari sekali). Tujuan dari terapi ini meningkatkan farmakologi pasien terhadap pemberian dosis pengobatan jangka lama untuk mengurangi efek-efek yang tidak diharapkan termasuk supresi adrenal pituitari, keadaan :Cushingoid, simptom penurunan kortikoid dan supresi pertumbuhan pada anak. Pada penderita usia lanjut : Pengobatan pada penderita usia lanjut, khususnya dengan jangka lama harus direncanakan terlebih dahulu, mengingat resiko yang besar dari efek samping kortikosteroid pada usia lanjut, khususnya osteoporosis, diabetes, hipertensi, rentan terhadap infeksi dan penipisan kulit. Pada anak-anak : Dosis umum pada anak-anak harus didasarkan pada respon klinis dan kebijaksanaan dari dokter klinis. Pengobatan harus dibatasi pada dosis minimum dengan periode yang pendek, jika memungkinkan, pengobatan harus diberikan dalam dosis tunggal secara ADT. Pemberian pada resep 2 mg 3xsehari selama 5 hari, untuk dosis pada pasien ini masih rasional tetapi penggunaannya harus diperhatikan untuk menurunkan dosis dan memantau efek samping obat. F. Interhistin Interhistin mengandung Mebhydroline suatu antihistamin yang umum digunakan untuk pengobatan reaksi-reaksi alergi. macam alergi seperti rinitis,urtikaria. Pemberian pada berbagai

15

Dosis pemakaian dibagi dalam beberapa takaran tunggal dan diberikan beberapa kali dalam sehari. interhistin diminum waktu makan atau sesudah makan,tidak dianjurkan pada waktu lambung kosong.

Dewasa :

Sehari 2-6 tablet dalam dosis bagi Umur 2-5 tahun : Sehari 1-3 tablet dalam dosis bagi

Anak-anak : Umur 5-10 tahun : Sehari 2-4 tablet dalam dosis bagi Pada resep menggunakan tablet 50 mg 3xsehari selama5 hari. Pemberian masih dalam batas dosis maximal perhari, dan pemberian dijelaskan jika perlu (sesak). 2.2.5 Bentuk Sediaan Obat Bentuk sediaan yang diberikan pada resep ini adalah dalam bentuk tablet dan capsul Pemilihan bentuk sediaan ini dianggap sudah tepat dengan

memperhatikan bahwa pasien adalah orang dewasa yang kooperatif, tidak ada kesulitan menelan dan masih dalam keadaan sadar. 2.2.6 Interaksi Obat Obat yang diberikan pada kasus ini yaitu, antibiotic, glukokortikostreroid, antitusif, antimukolitik, bronkodilator dan antihistamin. Pada resep ini seharusnya tidak dianjurkan untuk memberikan 2jenis obat batuk dengan golongan yang berbeda. Tidak ada interaksi yang saling menghambat dan mempengaruhi antara satu obat dengan obat yang lain.

16

2.2.7

Efek Samping Obat

1. Azythromisin Efek samping: Mual, rasa tidak nyaman di perut, muntah, kembung, diare, gangguan pendengaran, nefritis interstisial, gangguan ginjal akut, fungsi hati abnormal, pusing/vertigo, kejang, sakit kepala, dan somnolen. 2. Salbutamol Efek samping: Nyeri kepala, pusing, mual, tremor tangan. Pada OD dapat terjadi takikardia, palpitasi, aritmia dan hipotensi 3. Ambroxol Ambroksol umumnya ditoleransi dengan baik. Efek samping yang ringan pada saluran pencernaan dilaporkan pada beberapa pasien. Reaksi alergi. 4. Methylprednisolon Efek samping biasanya terlihat pada pemberian jangka panjang atau pemberian dalam dosis besar, misalnya gangguan elektrolit dan cairan tubuh, kelemahan otot, retensi terhadap infeksi menurun, gangguan penyembuhan luka, meningkatnya tekanan darah, katarak, gangguan pertumbuhan pada anak anak, insufisiensi adrenal, Cushings Syndrome, osteoporosis, tukak lambung. 5. Dextrometorphan Efek samping : Pusing, mengantuk, mual, konstipasi.Pada dosis tinggi dapat terjadi depresi pernapasan. 6. Interhistin Sedatif (megantuk)

17

2.2.8

Analisis Diagnosa Berdasarkan data yang diperoleh dari status pasien, dari anamnesis dapat

diketahui bahwa pasien mengeluh sesak nafas, batuk berdahak dan ada suara ngik bila udara dingin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan whezing (-/-) ronkhi (-/-), pada gambaran foto thorak masih dalam batas normal. Diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini adalah Asma bronkhiale dengan ISPA (Infeksi Saluran Nafas Atas). Pemilihan terapi oleh dokter sudah tepat yaitu antibiotic dengan obat simptomatik untuk sesak nafas, dan batuk. Namun, sebaiknya pemberian obat disesuaikan dengan keluhan pasien, pada kasus ini pasien mengeluh batuk berdahak, tetapi pada resep selain antimukolitik juga diberikan antitusif dalam satu capsul yang sebelumnya dipuyerkan. Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh peningkatan daya responsif percabangan trakeobronkial terhadap berbagai jenis stimulus. Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau dapat sembuh dengan terapi dan secara klinis ditandai oleh serangan mendadak dipsnue, batuk serta mengi. Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit hingga beberapa jam dan sesudah itu, pasien tampaknya mengalami kesembuhan klinis yang total. Penyebab asma sangat kompleks dan bervariasi diantara berbagai kelompok populasi dan bersifat individual. Diduga yang memegang peranan

18

utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperaktivitas bronkus ). Hiperaktivitas bronkus ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Berdasarkan referensi ISPA dikelompokkan menjadi lima

kelompok penyakit, yaitu :8 1. Infeksi saluran pernapasan atas : Rhinitis, Faringitis, Tonsilitis, Otitis media 2. Laringo-trakeo bronchitis atau croup 3. Bronkhitis 4. Bronkiolitis 5. Pneumonia Ditinjau dari etiologi, sebagian besar infeksi saluran pernafasan akut adalah disebabkan oleh virus. Batuk dan pilek atau flu (common cold) biasanya berlangsung 1-2 minggu disertai dengan gejala demam, bersin, batuk, pilek. Batuk dan pilek sangat umum terjadi pada anak. Bahkan menurut penelitian dalam setahun seorang anak dapat terkena 8-12 kali dan hal itu merupakan normal, kecuali bayi-bayi yang berusia dibawah 3 bulan, karena pada umur tersebut gejala flu bisa berkembang dengan cepat menjadi penyakit yang serius seperti bronchiolitis atau pneumonia sehingga batuk dan pilek tetap membutuhkan perhatian khusus.8 ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh

19

penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan.8 Tujuan utama pengobatan ISPA adalah untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan panas, batuk, pilek. Ditinjau dari etiologi, sebagian besar infeksi saluran pernafasan akut adalah disebabkan oleh virus. Penanganan ISPA yang ideal untuk anak, yaitu pemberian obat simptomatis. Berdasarkan diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini, yaitu ISPA, maka terapi yang diberikan sebagai lini pertama adalah terapi simptomatik. Hal ini dikarenakan sebagian besar kasus ISPA adalah infeksi oleh virus dan pada kasus ini belum ada bukti kuat adanya infeksi bakteri, maka pengobatan kausatif tidak diberikan, tetapi lebih kepada gejalanya saja. Sedangkan, untuk keluhan asma pada pasien ini cukup diberikan bronkodilator dan antihistamin karena pada pasien ini juga mengeluh kambuh jika dingin, sehinga diperlukan antihistamin untuk mencegah berulangnya keluhan asma.

20

2.3 Usulan Resep untuk Kasus Tersebut

PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I


KALIMANTAN SELATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN BANJARMASIN
Jl. A. Yani km 1,5 Banjarmasin Telp : (0511) 3252180 Nama Dokter : dr. Trias Rukmana S, Sp.PD NIP : 145 201 079 UPF/Bagian : Penyakit Dalam SIP : No. 079/SPD/II/08/2011 Tanda Tangan Dokter

Banjarmasin, 22 Februari 2013 R/ Parasetamol tab 500 mg No. X S t.d.d tab I p.c (febris) R/ Ambroxol tab 2 mg No.X S p.r.n. t.d.d tab I p.c (tussis) R/ Salbutamol tab 2mg Interhistin tab 25 mg Sach lac qs BAB III m.f.l.a pulv. d.t.d da in caps No. X S p.r.n. t.d.d caps I p.c (sesak) KESIMPULAN

Pro Umur Alamat

: Tn.Sumaryanto : 45 tahun (78 kg) : Jl. Kelayan A Gang. sadar RT. 15 No.43 B Banjarmasin

21

Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka : 1. Tepat obat Pemilihan obat dalam kasus ini sudah tepat tapi perlu dituliskan anamnesa lebih jelas apakah ISPA karena bakteri atau virus, untuk obat simptomatik pada pasien ini sebaiknya untuk keluhan batuk tidak boleh digabung dengan 2 golongan yang berbeda. 2. Tepat dosis Dosis yang diberikan pada resep ini sudah tepat karena sesuai dengan dosis dewasa 3. Tepat bentuk sediaan Bentuk sediaan yang diberikan sudah tepat sesuai dengan keadaan pasien. 4. Tepat waktu pemberian Pada resep ini tidak dituliskan dengan jelas kapan obat oral seharusnya diminum. 5. Tepat penderita Penggunaan obat telah sesuai dengan keadaan penderita. Kelengkapan lain yang perlu ditulis adalah : Identitas pasien seperti umur, berat badan dan alamat. Adapun karena tidak diketahui informasi tentang status sosioekonomi pasien maka pertimbangan harga obat sudah diperhitungkan oleh dokternya sehingga resep ini dianggap sudah tepat penderita.

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja. Jakarta, 2001 2. Joenoes, Nanizar Zaman. Ars Prescribendi Penulisan Resep yang Rasional 1. Airlangga University Press. Surabaya, 1995. 3. Winotopradjoko, M dkk. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. Akarta, Volume 39, 2004. 4. Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI. EGC. Jakarta. 1998. 5. Darmansjah, I dkk. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Depkes RI Dirjen POM. Jakarta, 2000. 6. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI. Jakarta, 1995. 7. Hardjasaputra, S.L.P dkk. Data Obat di Indonesia edisi 10. Grafidian Medipress. Jakarta, 2002. 8. Yunus F, Penatalaksanaan Batuk dalam Praktek Sehari-hari. Bagian Pulmonologi FK UI Unit Paru RS Persahabatan, Jakarta. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran No. 85, 1993; 43-45

23

Anda mungkin juga menyukai