Anda di halaman 1dari 15

CARA PENULISAN RESEP OBAT TOPIKAL DAN

ORAL YANG BENAR




Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Farmasi Kedokteran



Oleh :
Novina Firlia 0961050083
Deski Shindy C.P Made 0961050085



Bagian Kulit dan Kelamin RS UKI
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
Periode 12 Mei 2014-07 Juni 2014



BAB I
PENDAHULUAN

Prosedur penatalaksanaan seorang pasien dilakukan secara simultan
mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang bila
diperlukan. Setelah melalui prosedur tersebut, seorang dokter sebagai praktisi
medis akan menentukan diagnosis yang tepat berdasarkan keluhan utama dan
gejala penyerta lainnya. Selanjutnya akan dilakukan upaya penyembuhan terhadap
diagnosis yang telah ditegakkan dengan berbagai cara misalnya melalui upaya
pembedahan, fisioterapi, penyinaran, dengan obat dan lain-lain. Namun secara
umum, terapi awal dilakukan dengan menggunakan obat.
1

Bertambahnya jenis obat tunggal dan kombinasi, membuat para dokter
kesulitan dalam memilih obat yang tepat untuk suatu keadaan penyakit tertentu.
Saat ini pabrik obat telah memasarkan obat-obat tunggal baru dengan khasiat yang
baru, dan juga obat-obat kombinasi yang jarang dibuktikan manfaatnya serta tidak
selalu mudah untuk menyesuaikan dosisnya untuk setiap pasien.
2
Obat yang diberikan kepada penderita harus dipesankan dengan
menggunakan resep. Satu resep umumnya hanya diperuntukkan bagi satu
penderita. Untuk dapat menuliskan resep yang tepat dan rasional seorang dokter
harus memiliki cukup pengetahuan dasar mengenai ilmu-ilmu farmakologi yaitu
tentang farmakodinamik, farmakokinetik, dan sifat-sifat fisika kimia obat yang
diberikan. Oleh karena itu dokter memainkan peranan penting dalam proses
pelayanan kesehatan khususnya dalam melaksanakan pengobatan melalui
pemberian obat kepada pasien. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara
dokter, apoteker dan penderita.
1,2,3


A. Definisi, Arti dan Fungsi Resep
Definisi
Menurut SK. Mes. Kes. No. 922/Men.Kes/ l.h menyebutkan bahwa resep
adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada
Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menyediakan dan menyerahkan obat
serta memberikan informasi mengenai obat yang akan diberikan kepada penderita
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
4

Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.
2


Arti Resep
Sebuah resep mempunyai arti sebagai berikut:
1

1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi
profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat
obat), dan penderita (yang menggunakan obat).
2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka isi
resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar
pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional

.
Fungsi Resep
Sebuah resep mempunyai beberapa fungsi
4
:
1. Sebagai perwujudan cara terapi
Artinya terapi seorang dokter itu rasional atau tidak, dapat dilihat dari
resep yang dituliskan. Karena bila seorang dokter memberikan suatu terapi, pasti
dia akan menuliskan sebuah resep, baik itu pasien rawat jalan ataupun rawat inap.
Dari obat-obat yang diberikan akan memberikan gambaran terapi yang diberikan
oleh dokter tersebut.
4

2. Merupakan dokumen legal
Sebuah resep merupakan dokumen yang diakui keabsahannya untuk
mendapatkan obat-obat yang diinginkan oleh dokter. Baik obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, narkotik maupun psikotropik. Jadi seorang pasien akan
dengan mudah mendapatkan obat-obatan tersebut dengan resep. Karena begitu
pentingnya sebuah resep sebagai dokumen legal maka diharapkan seorang dokter
tidak meletakkan blanko resep secara sembarangan karena dikhawatirkan
dipergunakan oleh orang untuk mendapatkan obat yang seharusnya dia tidak
gunakan.
4

3. Sebagai catatan terapi
Seorang dokter hendaknya menuliskan resep rangkap dua, dimana yang
pertama diberikan kepada pasien untuk menebus obat di apotek, sedangkan yang
kedua sebagai arsip dan catatan bahwa pasien tersebut telah mendapatkan terapi
dengan obat-obat yang ada di arsip tersebut.
4

4. Merupakan media komunikasi
Sebuah resep merupakan sarana komunikasi antara dokter-apoteker-
pasien. Apoteker akan tahu seorang pasien akan diberi obat apa saja, berapa
jumlahnya, apa bentuk sediaannya, berapa kali sehari dan kapan harus
meminumkannya.
4


B. Pedoman Penulisan Resep
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep. Ukuran yang ideal ialah lebar
10-12 cm dan panjang 15-18 cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada
penderita memang seharusnya dengan resep; permintaan obat melalui telepon
hendaknya dihindarkan.
3

Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang aman
untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat
bius.
3

Kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan nomor
urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah
lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat
berita acara pemusnahan seperti diatur dalam SK.Menkes RI
no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek.
3


C. Kelengkapan Resep
Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk
dibuatkan obatnya di Apotek. Adapun resep yang lengkap terdiri atas:
4

1. Superscriptio, yang terdiri :
a. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula
dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
b. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.
c. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil.
2. Inscriptio
Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya
a) Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :
Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat
pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari
beberapa bahan.
Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna
atau bau obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)
Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep
berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya
konstituens obat minum air.
b) Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk
bahan padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan
(tetes, milimeter, liter).
Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain, yang
dimaksud ialah gram
3. Subscriptio
a. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki, misalnya f.l.a.
pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.
4. Signatura
a. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan
bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya
disingkat S.
5. Identitas Pasien
- Nama penderita di belakang kata Pro : merupakan identifikasi penderita,
dan sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan
penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.
6. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang
menuliskan resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat
suntik dari golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh
dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan
paraf saja.

D. Resep yang Tepat dan Rasional


Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk penderitanya,
yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang
akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep
yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu
banyak variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat
dan kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara
individual.
1

Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis
secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini
perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya
hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda.
3

Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, ialah sebagai berikut :
5


1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko,
rasio antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.
2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rectal, local), factor
penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas,
sensitivitas individu dan patofisiologi).
3. Tepat bentuk sediaan obat; menentukan bentuk sediaan berdasarkan efek
terapi maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis,
dan harga murah.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya
kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur,
defekasi, dan lain-lain).
5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu bayi,
anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut :
3

Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan
Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki
Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat
dihindarkan.
























BAB II
CARA PENULISAN RESEP

1. Ukuran blanko resep (ukuran lebar 10-12 cm, panjang 15-18 cm)
2. Penulisan nama obat (Bagian Inscriptio):
a. Dimulai dengan huruf besar
b. Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope
Indonesia atau nomenklatur internasional) misal: ac. Salic; acetosal
c. Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl)
atau singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan
CPZ)
3. Penulisan jumlah obat
a. Satuan berat: mg (milligram), g, G (gram)
b. Sataun volume: ml (mililiter), l (liter)
c. Satuan unit: IU/IU (Internasional Unit)
d. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi.
Misal: - Tab Novalgin no. XII
- Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
- m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
e. Penulisan alat penakar: Dalam singkatan bahasa latin dikenal:
C. = sendok makan (volume 15 ml)
Cth. = sendok teh (volume 5 ml)
Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan senok makan rumah tangga karena
volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh.
Gunakan
sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam
sediaaan
cair paten.
f. Arti prosentase (%)
0,5% (b/b) 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
0,5% (b/v) 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
0,5% (v/v) 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
g. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,...; 0,0....; 0,00...)
4. a. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang
beredar di pasarandengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus
ditulis, misalkan Tab.
Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
b. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari
sediaan jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
- Allerin exp. Yang volume 60 ml atau 120 ml
- Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
5. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak
hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan
spesialistis
Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
Tab Antangin mg 250 X
Tab Novalgin mg 250 X
6. Penulisan jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
a. Harus ditulis dengan benar
Misal: s.t.d.d. pulv. I.p.c atau s.p.r.n.t.d.d.tab.I
b. Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian tapering up/down gunakan
tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien
ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.
7. Setiap selesai menuliskan resep diberi tanda penutup berupa garis penutup
(untuk 1 R/) atau tanda pemisah di antara R/ (untuk > 2R/) dan paraf/tanda tangan
pada setiap R/.
8. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan
tindasan.
9. Penulisan tanda Iter (Itteretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne Iterretur/tidak boleh
diulang)
Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di sebelah
kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua resep,
maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang.
Resep yang tidak boleh diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari
resep untuk seluruh resep yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka
ditulis di bawah setiap resep yang diulang.
10. Penulisan tanda Cito atau PIM
Apabila diperlukan agar resep segera dilayani karena obat sangat diperlukan bagi
penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito atau PIM dan harus ditulis di
sebelah kanan atas resep.






















BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan analisa resep diatas dapat diambil kesimpulan bahwa resep
yang dibuat belum rasional, dan berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka :
1. Tepat obat
Pemilihan obat dalam kasus ini sudah tepat karena untuk membunuh kuman
anaerob pada ulkus di benjolan pasien.
2. Tepat dosis
Pada resep ini dosis dan frekuensi pemberian obat yang diberikan masih
belum diketahui karena tidak diketahui banyaknya pemakaian dan lama
pemakaiannya.
3. Tepat bentuk sediaan
Bentuk sediaan yang diberikan kurang tepat tidak sesuai dengan keadaan
pasien.
4. Waktu penggunaan obat
Pada resep ini tidak dituliskan dengan jelas kapan obat seharusnya digunakan.
5. Tepat penderita
Penggunaan obat telah sesuai dengan keadaan penderita. Kelengkapan lain
yang perlu ditulis adalah : Identitas pasien seperti umur, berat badan dan
alamat.
Sehingga penulisan resep ini masih kurang sesuai dengan aturan penulisan
resep dan juga kurang memenuhi syarat untuk menjadi resep rasional.



DAFTAR PUSTAKA

1. Lestari, CS. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT Pertja, Jakarta. 2001

2. Joenoes, NZ. Ars Prescribendi-Penulisan Resep yang Rasional 1. Airlangga
University Press, Surabaya. 1995

3. Hardjasaputra, S.L.P dkk. Data Obat di Indonesia edisi 10. Grafidian Medipress.
Jakarta, 2002.

4. Ganiswarna, S.G (ed). Farmakologi dan Terapi edisi 4. Bagian Farmakologi FKUI.
Jakarta, 1995.

5. Almatsier, M. IMMS edisi 97. Medimedia Indonesia, Jakarta. 2004

6. Mycek MJ. Lippincotts illustrated review: pharmacology 2nd Edition.
Lippincot-Raven.

7. Kuge S, Tokuda Y, Ohta M, et al. Use of metronidazole gel to control malodor
in advanced and reccurent breast cancer. Jpn J Clin Oncol 26: 207-210,1996.

Anda mungkin juga menyukai