Anda di halaman 1dari 13

Obat berperan penting dalam pelayanan kesehatan.

Penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat
atau farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan
pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit, dengan
mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar obat dan
dari segi ekonomi.1
Intervensi farmakoterapi merupakan komponen yang tak terpisahkan dalam
pelayanan kesehatan. Dengan demikian, diperlukan suatu komunikasi yang baik
antara dokter dan penyedia obat agar pasien memperoleh pelayanan medik yang baik.
Salah satu bentuk alat komunikasi tersebut adalah resep.1 2
Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan pasien.
Selain itu, resep juga merupakan permintaan tertulis kepada apoteker untuk
mengambilkan obat dan merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan
keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan
terapi.3,4
Berbagai hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan resep mengharuskan
dokter untuk lebih teliti dalam menulis resep. Penulisan resep dan penggunaan obat
yang tidak rasional dapat menurunkan mutu pengobatan dan pelayanan kesehatan
secara langsung maupun tidak langsung. Kerasionalan penulisan resep adalah
kesesuaian kombinasi obat dari sudut terjadinya interaksi antar obat dalam resep yang
meliputi interaksi farmakodinamik dan/atau interaksi farmakokinetik.5
1.1.

Definisi dan Arti Resep

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang resep adalah permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.3
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk tertentu dan menyerahkannya kepada penderita.4
Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan/merupakan sarana komunikasi
profesional antara dokter (penulis resep), APA (apoteker penyedia/pembuat obat), dan
penderita (yang menggunakan obat). Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk
pengobatan penderita, maka isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses
pengobatan. Agar pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.3

1.2.

Kertas Resep
Resep dituliskan di atas suatu kertas resep dengan ukuran ideal, lebar 10-12

cm dan panjang 15-18 cm. Blanko kertas resep hendaknya disimpan di tempat yang
aman untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.4
Seperti diatur dalam SK. Menkes RI no.270/MenKes/SK/V/1981 mengenai
penyimpanan resep di apotek, kertas resep harus disimpan, diatur menurut urutan
tanggal dan nomor urut pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga

tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan
membuat berita acara pemusnahan.4

1.3.

Resep yang Lengkap


Resep yang lengkap terdiri atas:4

a. Nama dan alamat dokter serta nomor surat izin praktek, dan dapat pula
dilengkapi dengan nomor telepon, jam, dan hari praktek.
b. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.
c. Tanda R/, singkatan dari recipe yang berarti harap diambil (superscriptio).
d. Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya (inscriptio)
Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari :
1) Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat pokok ini
dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari beberapa bahan.
2) Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok; adjuvans
tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
3) Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna atau bau
obat (corrigens saporis, coloris dan odoris)
4) Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep berupa
komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya konstituens obat minum
air.
Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan
padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes, milimeter,

liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa keterangan lain,
yang dimaksud ialah gram
e. Cara pembuatan atau bentuk sediaan yang dikehendaki (subscriptio) misalnya
f.l.a. pulv = fac lege artis pulveres = buatlah sesuai aturan obat berupa puyer.
f. Aturan pemakaian obat oleh penderita umumnya ditulis dengan singkatan
bahasa Latin. Aturan pakai ditandai dengan signatura, biasanya disingkat S.
g. Nama penderita di belakang kata Pro: merupakan identifikasi penderita, dan
sebaiknya dilengkapi dengan alamatnya yang akan memudahkan penelusuran
bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita.
h. Tanda tangan atau paraf dari dokter/dokter gigi/dokter hewan yang menuliskan
resep tersebut yang menjadikan resep tersebut otentik. Resep obat suntik dari
golongan Narkotika harus dibubuhi tanda tangan lengkap oleh dokter/dokter
gigi/dokter hewan yang menulis resep, dan tidak cukup dengan paraf saja.

1.4. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional
Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya, yaitu
setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi yang akan
diberikan; terapi dapat profilaktik, simptomatik atau kausal. Penulisan resep yang
tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak
variabel-variabel yang harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan
kemungkinan kombinasi obat, ataupun variabel penderitanya secara individual.3

Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya ditulis
secara betul dan sempurna/lengkap. Nama obat harus ditulis yang betul, hal ini perlu
mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau bunyinya hampir sama,
sedangkan khasiatnya berbeda.6
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima tepat,
ialah sebagai berikut: 6
1. Tepat obat; obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko, rasio
antara manfaat dan harga, dan rasio terapi.
2. Tepat dosis; dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rektal, lokal), faktor penderita
(umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu
dan patofisiologi).
3. Tepat bentuk sediaan obat; menetukan bentuk sediaan berdasarkan efek terapi
maksimal, efek samping minimal, aman dan cocok, mudah, praktis, dan harga
murah.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat; obat dipilih berdasarkan daya kerja
obat, bioavaibilitas, serta pola hidup pasien (pola makan, tidur, defekasi, dan
lain-lain).
5. Tepat penderita; obat disesuaikan dengam keadaan penderita yaitu bayi, anakanak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan halhal sebagai berikut: 6

Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan

Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain

Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu

Tidak tercapai efektivitas obat yang dikehendaki

Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat


dihindarkan.

1.5. Peresepan Irasional


Penggunaan obat yang tidak rasional pada dasarnya tidak tepat secara medik,
yaitu tidak tepat indikasi, tidak tepat dosis, cara dan lamanya pemberian, serta tidak
tepat informasi yang disampaikan sehubungan pengobatan yang diberikan.
Ketidakrasionalan penggunaan obat juga terjadi bila risiko penggunaan obat lebih
besar dari manfaatnya. Dalam praktek sehari-hari ketidakrasionalan penggunaan obat
banyak dijumpai dan beragam jenisnya, mulai dari peresepan obat tanpa indikasi,
pemberian yang tidak tepat, peresepan obat yang mahal atau manfaatnya masih
diragukan serta praktek polifarmasi.1
Penggunaan obat yang tidak rasional mempunyai dampak negatif sebagai
berikut:1
1. Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan, yaitu menghambat upaya
penurunan morbiditas dan mortalitas penyakit, serta mencerminkan bahwa mutu
pengobatan masih kurang.

2. Dampak terhadap biaya pengobatan, yaitu pemberian obat tanpa indikasi, pada
keadaan tidak memerlukan obat atau penggunaan obat yang mahal, menyebabkan
pemboroson biaya obat.
3. Dampak terhadap efek samping dan efek lain yang tidak diharapkan, yaitu
makin banyak obat yang digunakan makin besar juga risiko terjadinya efek
samping, peningkatan resistensi pada pemberian antibiotik secara under atau
over prescribing atau kemungkinan penularan penyakit/terjadinya syok
anafilaktik.
4. Dampak psikososial, yaitu ketergantungan pasien terhadap intervensi obat atau
persepsi yang keliru terhadap pengobatan, misalnya kebiasaan menyuntik atau
pemberian obat penambah nafsu makan.
Peresepan irasional dapat dikelompokkan menjadi:3, 7
1.

Extravagant Prescribing (Peresepan yang boros)

2.

Over Prescribing (Peresepan yang berlebih)

3.

Incorrect Prescribing (Peresepan yang salah)

4.

Multiple Prescribing (Peresepan majemuk)

5.

Under Prescribing (Peresepan yang kurang)

BAB II
ANALISA RESEP

Contoh Resep dari Poliklinik Penyakit Dalam

Keterangan Resep
Klinik

: Penyakit Dalam

Tanggal

: 23 April 2010

Nama Pasien

: Ny. Raudah

Umur

: 52 Tahun

Berat badan

: Tidak Diketahui

No. RMK

: 0-58-58-90

Alamat

: Tidak Diketahui

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Keluhan

: Sakit dada sebelah kanan, bila tidur miring bertambah


berat sakitnya, badan terasa panas, diketahui penderita
memiliki riwayat diabetes mellitus.

Tekanan Darah

: 140/80 mmHg

Pemeriksaan Penunjang

: Tidak Diketahui

Diagnosa

: Diabetes Melitus disertai hipertensi

Kelengkapan resep:
2.2. Analisa Resep
2.2.1. Penulisan Resep

Pada resep ini penulisan huruf sudah dapat jelas terbaca. Pada penulisan resep
yang benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak terjadi kesalahan
dalam pemberian obat. 4

Penulisan singkatan masih ada yang belum menggunakan bahasa Latin,


contohnya ada aturan pemakaian yang ditulis 1-0-0. Seharusnya ditulis 1.d.d.m.

Penulisan nama obat pada resep ini sudah baku serta tidak disingkat, bahasa yang
digunakan dalam penulisan resep ini sudah menggunakan bahasa latin. Resep
yang baik ditulis dengan benar dan mudah dibaca serta tidak disingkat jika ingin
menyingkat hendaknya menggunakan singkatan yang lazim yaitu menggunakan
bahasa latin. 4

Bentuk sediaan obat, satuan berat obat, dan petunjuk penggunaan obat pada resep
ini tidak ditulis. Bentuk sediaan obat sebaiknya ditulis dengan bahasa latin,
sehingga tidak akan menimbulkan persepsi ganda antara satu daerah dengan
daerah lain tentang bentuk sediaan obat yang diberikan. Satuan berat obat juga
seharusnya ditulis pada kertas resep sehingga dosis obat yang diperlukan untuk
terapi dapat diberikan dengan tepat kepada pasien. Begitu pula cara dan waktu
penggunaan obat hendaknya ditulis dengan baik dan menggunakan bahasa latin
sehingga tidak terdapat persepsi yang ganda. 4

Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 12,5 cm dan panjangnya
21,5 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan panjang 1518 cm. Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang digunakan pada resep
ini, lebarnya sudah ideal tapi masih terlalu panjang.4

2.2.2. Kelengkapan Resep


1. Pada resep ini identitas dokter berupa nama, unit di Rumah Sakit dan tanda tangan
dokter penulis resep sudah dicantumkan, yang belum dicantumkan adalah nomor
surat izin praktek dokter yang bersangkutan.
2. Nama kota serta tanggal resep sudah ditulis oleh dokter.
3. Tanda R/ (superscriptio) pada resep ini hanya ditulis satu kali, yaitu pada penulisan
obat yang pertama. Padahal tanda R/ yang merupakan singkatan dari recipe ini
berarti harap diambil, seharusnya ditulis pada setiap obat yang ditulis pada
resep.
4. Inscriptio
a.

Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :


Remedium Cardinale atau obat pokok yang digunakan adalah kombinasi obat
hipoglikemik oral dengan obat anti nyeri antara lain, glucodex, analsik, dan
myonal

Remedium Adjuvans atau obat tambahan yang digunakan

dalam resep ini

adalah lanzoprazole dan neurobion.

Corrigens, dalam resep ini tidak digunakan karena bukan resep marginalis.

Constituens atau vehikulum, dalam resep ini tidak digunakan karena bukan
resep marginalis.

b. Pada resep ini tidak disebutkan bentuk sediaan obat dan berat sediaan.

5. Pada resep ini penulisan aturan pakai masih kurang tepat dan lengkap, signatura
tidak ditulis dengan menggunakan kaidah baku penulisan resep. Penulisan
signatura tidak diawali dengan tanda S, penulisan aturan pakai juga tidak
mengikuti kaidah baku penulisan resep yang menggunakan bahasa Latin. Selain
itu tidak ditemukan penjelasan kapan saja obat tersebut digunakan apakah sesudah
makan, sebelum makan, atau bersamaan dengan makan. Pada penulisan aturan
pakai juga tidak disebutkan berapa banyak obat yang harus diminum untuk satu
kali pemberian. Pada bagian ini juga tidak dituliskan apakah obat-obat tersebut
harus diminum sampai habis atau kalau perlu saja (hanya jika muncul serangan).
6. Nama penderita sudah ditulis namun umur, berat badan dan alamat tidak ada.
Seharusnya identitas penderita ditulis lengkap agar resep tidak tertukar saat
pengambilan dan mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat penderita.
7. Pada resep sudah mencantumkan tanda tangan dokter yang menulis resep yang
menjadikan resep tersebut otentik.
8. Pada resep ini sudah ditutup dengan tanda ular. Pemberian tanda ular pada akhir
resep ini bertujuan untuk menghindari penambahan resep oleh orang lain.

2.2.3. Keabsahan Resep


Resep dikatakan sah bila mencantumkan hal-hal berikut:1
1.

Untuk resep dokter swasta terdapat nama, izin kerja, alamat praktek dan
rumah, serta paraf dokter pada setiap signatura.

2.

Resep dokter rumah sakit/klinik/poli klinik terdapat nama dan alamat rumah
sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan/paraf dokter penulis resep tersebut
serta bagian/unit di rumah sakit.

3.

Pemberian tanda tangan untuk golongan narkotik dan psikotropik.

4.

Pemakaian singkatan bahasa latin dalam penulisan resep harus baku.


Kertas resep yang digunakan di sini adalah resep dokter rumah sakit. Resep

dokter rumah sakit/klinik/poliklinik, dikatakan sah jika terdapat nama dan alamat
rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan dokter/paraf dokter penulis
resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. Namun, pada resep ini tanda
tangan/paraf dokter pada setiap resep yang ditulis setelah garis pemisah antar resep
tidak dicantumkan.

Anda mungkin juga menyukai