Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anamnesis dan pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang bila
diperlukan merupakan suatu prosedur penatalaksanaan yang secara simultan
dilakukan pada pasien. Setelah melalui prosedur tersebut, dokter sebagai praktisi
medis akan menentukan diagnosis yang tepat berdasarkan keluhan utama dan
gejala penyerta lainnya. Selanjutnya akan dilakukan upaya penyembuhan terhadap
diagnosis yang telah ditegakkan dengan berbagai cara misalnya melalui upaya
pembedahan, fisioterapi, penyinaran, dengan obat dan lain-lain.1
Secara umum terapi awal dilakukan dengan menggunakan obat. Obat
berperan penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan pencegahan
berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat atau
farmakoterapi. Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan
pertimbangan yang cermat dalam pemilihan obat untuk suatu penyakit, dengan
mempertimbangkan efektivitas, keamanan, efek samping, interaksi antar-obat,
serta pertimbangan ekonomi.1
Pemberian obat kepada seorang pasien harus dipesankan dengan
menggunakan resep. Resep selain permintaan tertulis kepada apoteker juga
merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan, dan keahlian dokter
dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain
sifat-sifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka

dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui nasib obat di dalam
tubuh yaitu penyerapan, distribusi, metabolisme, ekskresi obat, toksikologi, serta
penentuan dosis regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual.
Resep juga merupakan perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan
pasien.2,3
B. Definisi dan Arti Resep
Definisi resep menurut Permenkes RI No.244 merupakan suatu
permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada Apoteker
Pengelola Apotek (APA) yang memiliki surat izin praktik (SIP) untuk
menyediakan, menyerahkan, dan memberikan informasi obat kepada penderita
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.3
Sebuah resep mempunyai arti sebagai berikut :1
1. Dari definisi tersebut maka resep bisa diartikan sarana komunikasi profesional
antara dokter sebagai penulis resep, APA (apoteker penyedia/pembuat obat),
dan penderita yang menggunakan obat.
2. Resep ditulis dalam rangka memesan obat untuk pengobatan penderita, maka
isi resep merupakan refleksi/pengejawantahan proses pengobatan. Agar
pengobatan berhasil, resepnya harus benar dan rasional.

C. Fungsi Resep
Beberapa fungsi resep yaitu :3
1. Perwujudan cara terapi
Terapi seorang dokter itu rasional atau tidak dapat dilihat dari resep yang
dituliskannya, karena bila seorang dokter memberikan suatu terapi, pasti dia akan
menuliskan sebuah resep, baik itu penderita rawat jalan maupun rawat inap. Dari
obat-obat yang diberikan akan memberikan gambaran terhadap terapi yang
diberikan oleh dokter tersebut.
2. Dokumen legal
Resep merupakan sebuah dokumen yang diakui keabsahannya untuk
mendapatkan obat-obat yang diinginkan oleh dokter, baik obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, maupun obat narkotika dan psikotropika. Jadi seorang pasien
akan dengan mudah mendapatkan obat-obatan tersebut dengan menggunakan
resep. Karena begitu pentingnya sebuah resep sebagai dokumen legal maka
diharapkan seorang dokter tidak meletakkan blanko resep secara sembarangan
karena dikhawatirkan dapat dipergunakan oleh orang lain untuk mendapatkan obat
yang seharusnya dia tidak gunakan, apalagi kalau blanko resep tersebut sudah
ditandatangani oleh dokter yang bersangkutan.
3. Catatan terapi
Seorang dokter hendaknya menuliskan resep rangkap dua yaitu yang
pertama diberikan kepada pasien untuk menebus obat di apotek, sedangkan yang
kedua sebagai arsip dan catatan bahwa pasien tersebut telah mendapatkan terapi
dengan obat-obatan yang ada pada resep tersebut.

4. Media komunikasi
Resep merupakan sarana komunikasi antara dokter-apoteker-pasien.
Apoteker akan tahu seorang pasien akan diberi obat apa saja, berapa jumlahnya,
apa bentuk sediaannya, serta berapa kali sehari dan kapan harus meminumkannya.
D. Kertas Resep
Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan panjang 15-18
cm. Untuk dokumentasi, pemberian obat kepada pasien memang seharusnya
dengan resep dan dihindarkan permintaan obat melalui telepon.2
Blanko kertas resep hendaknya oleh dokter disimpan di tempat yang
aman untuk menghindarkan dicuri atau disalahgunakan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab, antara lain dengan menuliskan resep palsu meminta obat bius.
Kertas resep harus disimpan dan diatur menurut urutan tanggal dan nomor urut
pembuatan serta disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun. Setelah lewat
tiga tahun, resep-resep oleh apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita
acara

pemusnahan

seperti

diatur

dalam

SK

Menkes

RI

No.280/MenKes/SK/V/1981 mengenai penyimpanan resep di apotek.2


E. Kelengkapan Resep
Resep yang lengkap terdiri atas :2,3
1. Nama dan alamat dokter, nomor surat izin praktik, nomor telepon, serta jam
dan hari praktik.
2. Nama kota serta tanggal resep itu ditulis oleh dokter.

3. Superscriptio, ditandai dengan R/ merupakan singkatan dari recipe yang


berarti harap diambil.
4. Inscriptio, yaitu nama setiap jenis/bahan obat yang diberikan serta jumlahnya.
Jenis/bahan obat dalam resep terdiri dari:
a. Remedium cardinale atau obat pokok yang mutlak harus ada. Obat
pokok ini dapat berupa bahan tunggal, tetapi juga dapat terdiri dari
beberapa bahan.
b. Remedium adjuvans, yaitu bahan yang membantu kerja obat pokok;
adjuvans tidak mutlak perlu ada dalam tiap resep.
c. Corrigens, hanya kalau diperlukan untuk memperbaiki rasa, warna,
atau bau obat (corrigens saporis, coloris, dan odoris).
d. Constituens atau vehikulum, seringkali perlu, terutama kalau resep
berupa komposisi dokter sendiri dan bukan obat jadi. Misalnya
konstituens obat minum umumnya air.
Jumlah bahan obat dalam resep dinyatakan dalam suatu berat untuk bahan
padat (mikrogram, miligram, gram) dan satuan isi untuk cairan (tetes,
milimeter, liter). Perlu diingat bahwa dengan menuliskan angka tanpa
keterangan lain, yang dimaksud adalah gram.
Jumlah obat yang diberikan ditulis dalam:
a. Angka romawi untuk sediaan padat
b. Angka romawi atau angka arab untuk sediaan cair dan setengah padat
5. Subscriptio, berisi cara pembuatan obat dan bentuk sediaan yang akan dibuat.
6. Transcriptio atau signatura, berisi petunjuk cara penggunaan obat.

7. Identitas pasien, berisi nama, umur, dan alamat pasien. Apabila pasien anakanak maka harus dilengkapi dengan berat badan.
8. Tanda tangan atau paraf dari dokter penulis resep yang menjadikan resep
tersebut otentik.
F. Seni dan Keahlian Menulis Resep yang Tepat dan Rasional
Setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta terapi,
penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya. Terapi yang
diberikan yaitu dapat profilaktik, simptomatik, atau kausal. Penulisan resep yang
tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai ilmu karena begitu banyak
variabel-variabel yang harus diperhatikan, baik variabel unsur obat dan
kemungkinan kombinasi obat, maupun variabel penderitanya secara individual.2
Resep yang jelas adalah tulisannya terbaca. Misalnya nama obatnya
ditulis secara betul dan sempurna atau lengkap. Nama obat harus ditulis dengan
betul, hal ini perlu mendapat perhatian karena banyak obat yang tulisannya atau
bunyinya hampir sama, sedangkan khasiatnya berbeda.1
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi lima
tepat, adalah sebagai berikut :1,3
1. Tepat obat
Obat dipilih dengan mempertimbangkan rasio antara manfaat dan risiko,
rasio antara manfaat dan harga, serta rasio terapi.

2. Tepat dosis
Dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika, toksisitas), cara
pemberian obat (oral, parenteral, rektal, lokal), dan faktor penderita (umur, berat
badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas, sensitivitas individu, patofisiologi).
3. Tepat bentuk sediaan obat
Dalam menentukan bentuk sediaan obat perlu mempertimbangkan efek
terapi optimal, efek samping minimal, aman dan cocok, harga tidak terlalu mahal,
mudah didapat dan praktis digunakan.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat
Obat dipilih berdasarkan daya kerja obat, bioavaibilitas, serta pola hidup
penderita, misalnya pola makan, tidur, defekasi, dan lain-lain.
5. Tepat penderita
Obat disesuaikan dengam keadaan penderita apakah bayi, anak-anak,
dewasa, lanjut usia, ibu menyusui, obesitas, dan malnutrisi.
G. Peresepan yang Irasional
Penggunaan obat yang tidak rasional pada dasarnya tidak tepat secara
medis, yaitu tidak tepat indikasi, dosis, cara dan lama pemberian, serta tidak tepat
informasi

yang

disampaikan

sehubungan

pengobatan

yang

diberikan.

Ketidakrasionalan penggunaan obat juga terjadi bila risiko penggunaan obat lebih
besar dari manfaatnya.1
Peresepan irasional dapat dikelompokkan menjadi :1,4
1. Extravagant prescribing (peresepan yang boros)
2. Over prescribing (peresepan yang berlebih)

3. Incorrect prescribing (peresepan yang salah)


4. Multiple prescribing (peresepan majemuk)
5. Under prescribing (peresepan yang kurang)
Kekurangan pengetahuan dari ilmu mengenai obat dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut :2
Bertambahnya kemungkinan toksisitas obat yang diberikan
Terjadi interaksi antara obat satu dengan obat lain
Terjadi interaksi antara obat dengan makanan atau minuman tertentu
Tidak tercapainya efektivitas obat yang dikehendaki
Meningkatnya ongkos pengobatan bagi penderita yang sebetulnya dapat
dihindarkan
Hal-hal tersebut diatas merupakan bahaya langsung bagi penderita karena
keracunan, ataupun bahaya tidak langsung berupa kerugian waktu karena
pengobatan dini yang seharusnya diperoleh penderita menjadi tertunda.2

BAB II
ANALISA RESEP

2.1 Resep
Contoh resep dari Poliklinik Penyakit Dalam

Keterangan Resep
Klinik

: Penyakit Dalam

Tanggal

: 22 Februari 2010

Nama Pasien

: Nn. Nur Sholehah

Umur

: 27 Tahun

No. RMK

: 783992

Alamat

: Desa Danda Jaya, Kec. Marabahan

Pekerjaan

: Swasta

Keluhan

: Sakit perut sejak 3 hari, sakit perut terasa menusuk,


tidak terlokalisir, sakitnya berpindah-pindah dari kiri ke
kanan, paling sering pada malam hari. Pasien juga
mengeluh mual dan muntah.

Tekanan Darah

: 110/80 mmHg

Diagnosis

: Dispepsia

2.2 Analisa Resep


2.2.1 Penulisan Resep
Pada resep ini ukuran kertas yang digunakan lebarnya 11 cm dan
panjangnya 21 cm. Ukuran kertas resep yang ideal adalah lebar 10-12 cm dan
panjang 15-18 cm.2 Berdasarkan ketentuan tersebut, ukuran kertas yang
digunakan pada resep ini, lebarnya sudah ideal tapi masih terlalu panjang.
Penulisan pada resep ini mudah dibaca. Hal ini sesuai dengan aturan
penulisan resep yang benar tulisan harus dapat dibaca dengan jelas agar tidak

10

terjadi kesalahan dalam pemberian obat. Tulisan yang tidak jelas dapat
menimbulkan salah persepsi atau keraguan bahkan kekeliruan dalam membaca
resep oleh apoteker atau asisten apoteker. Secara umum resep jelas terbaca
sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam pemberian obat-obatan. Resep
sudah ditulis dengan bahasa latin sehingga sudah memenuhi kriteria resep yang
benar.
Pada resep ini, meskipun tulisannya dapat dibaca, namun masih kurang
jelas, terutama untuk penulisan dosis dan waktu pemberian obat. Dari semua
nama obat yang tercantum, yaitu Ranitidin, Spasminal, Vometa, dan Neurodex,
tidak tertulis dosis dan satuan berat obat. Selain itu juga tidak tertulis waktu
pemberian (jadwal makan) obat, kecuali obat Vometa yang telah tertulis waktu
pemberiannya sebelum makan. Tulisan yang tidak jelas atau tidak tercantum dapat
menimbulkan salah persepsi atau keraguan bahkan kekeliruan dalam membaca
resep oleh apoteker atau asisten apoteker.
Pada resep ini urutan penulisan obat tidak perlu dipermasalahkan karena
semua obat adalah simptomatik.

2.2.2 Kelengkapan Resep


1. Pada resep ini identitas dokter berupa nama, unit di Rumah Sakit dan tanda
tangan dokter penulis resep sudah dicantumkan.
2. Nama kota serta tanggal resep sudah ditulis oleh dokter.
3. Superscriptio
Tanda R/ juga sudah tercantum pada resep ini (superscriptio).

11

4. Inscriptio
Nama setiap jenis atau bahan obat yang diberikan serta jumlahnya.
a)

Jenis/bahan obat dalam resep ini terdiri dari :


Remedium Cardinale atau obat pokok, dalam resep

ini tidak ada karena semuanya adalah obat yang bersifat simptomatik.
Remedium Adjuvans atau obat tambahan, dalam

resep ini adalah Ranitidin, Spasminal, Vometa, dan Neurodex.


Corrigens, dalam resep ini tidak digunakan karena

bukan resep marginalis.


Constituens atau vehikulum, dalam resep ini tidak

digunakan karena bukan resep marginalis.


b) Jumlah obat yang diberikan disesuaikan untuk 3-5 hari karena obat
simptomatik.
5. Subscriptio
Subscriptio yang berisi cara pembuatan obat dan bentuk sediaan yang akan
dibuat tidak dicantumkan karena resep ini menggunakan formula spesialistis.
6. Signatura/transcriptio
Pada resep ini tanda signatura (S) sudah dicantumkan, namun belum
menggunakan kaidah penulisan yang benar misalnya pada Ranitidin memakai
keterangan signatura 2.d.d I, seharusnya penulisan yang benar adalah 2.d.d tab
I a.c. Demikian pula untuk obat Spasminal, Vometa, dan Neurodex , setelah
ditulis frekuensi minum obat, seharusnya dituliskan dulu bentuk sediaan obat
kemudian jumlah obat yang diminum setiap kali. Sedangkan untuk penulisan

12

waktu minum obat belum lengkap pada Ranitidin, Spasminal dan Neurodex.
Pada bagian signatura untuk obat simptomatik juga seharusnya dicantumkan
pemakaian apabila gejala timbul (prn).
7. Identitas pasien
Nama penderita sudah ditulis namun umur dan alamat tidak ada. Seharusnya
identitas penderita ditulis lengkap agar resep tidak tertukar saat pengambilan
dan mudah menelusuri bila terjadi sesuatu dengan obat penderita.
2.2.3 Keabsahan Resep
Kertas resep yang digunakan di sini adalah resep dokter rumah sakit.
Resep dokter rumah sakit/klinik/poliklinik, dikatakan sah jika terdapat nama dan
alamat rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan dokter/paraf dokter
penulis resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit. Pada resep ini tanda
tangan/paraf dokter pada setiap obat yang diberikan sudah dicantumkan.
2.2.4 Dosis Obat, Frekuensi, Lama dan Waktu Pemberian
a.

Ranitidin
Ranitidin merupakan obat yang bekerja dengan menghambat reseptor H2

secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi


cairan lambung, sehingga pada pemberian ranitidin sekresi cairan lambung
dihambat. Ranitidin dapat mengurangi volume dan kadar ion hidrogen cairan
lambung.4
Indikasi ranitidin digunakan untuk pengobatan tukak lambung dan
duodenum akut, refluks esofagitis, keadaan hipersekresi asam lambung patologis

13

seperti pada sindroma Zollinger-Ellison, dan hipersekresi pasca bedah. Pada


pemberian oral, ranitidin diabsorbsi dengan cepat dan lengkap, tetapi sedikit
berkurang bila ada makanan atau antasida. Pemberian dosis tunggal 150 mg
ranitidin, kadar puncak dalam darah akan tercapai 1-2 jam setelah pemberian,
waktu paruh kira-kira 3 jam dan lama kerja sampai 12 jam. Ranitidin diekskresi
terutama bersama urin dalam bentuk utuh (30%) dan metabolitnya, serta sebagian
kecil bersama feses.5
Ranitidin tersedia dalam bentuk tablet 150 mg dan larutan suntik 25
mg/ml, dengan dosis 50 mg IM atau IV tiap 6-8 jam. Dosis yang dianjurkan untuk
tukak lambung, duodenum dan refluk esofagitis, sehari 2 kali 1 tablet atau dosis
tunggal 2 tablet menjelang tidur malam, selama 48 minggu. Untuk hipersekresi
patologis, sehari 23 kali 1 tablet. Bila keadaan parah dosis dapat ditingkatkan
sampai 6 tablet sehari dalam dosis terbagi. Dosis pemeliharaan sehari 1 tablet
pada malam hari. Pada penderita gangguan fungsi ginjal dan klirens kreatinin
kurang dari 50 mg/menit, dosis sehari 1 tablet. Pemberian ranitidin sebaiknya
sebelum makan karena kadar ranitidin dalam plasma akan meningkat setelah 1-3
jam setelah pemberian.4,5

Pada kasus ini bentuk sediaan dan dosis obat ranitidin yang diberikan tidak
dicantumkan, hal ini akan membuat apoteker kesulitan dalam memberikan
obat kepada pasien sesuai dengan keinginan dokter pembuat resep.

Waktu pemberian obat pada resep tidak dicantumkan, hal ini dapat membuat
apoteker yang menyediakan obat akan kesulitan menuliskan waktu pemberian
obat tersebut pada etiket obat dan akan kesulitan menjelaskan kepada

14

penderita kapan harus meminum obat tersebut. Selain itu penderita juga tidak
akan mengetahui kapan waktu yang tepat untuk meminum obat tersebut
sehingga nantinya akan menimbulkan ketidakpatuhan penderita. Sebaiknya
waktu pemberian obat tersebut dicantumkan yaitu sebelum makan jadi
penderita mengetahui kapan waktu yang tepat untuk mengkonsumsi obat
tersebut.

Frekuensi pemberian dan lama pemberian obat ranitidin pada kasus ini sudah
tepat yaitu 2 kali sehari selama 5 hari.

b.

Spasminal
Spasminal adalah obat yang mengandung Methampyrone 500 mg,

Pavaperine HCl 25 mg, dan Belladonna Extract 10 mg. Merupakan preparat


analgetik dan spasmolitik yang kuat. Methampyrone bekerja sebagai analgesik,
diabsorpsi dari saluran pencernaan, mempunyai waktu paruh 14 jam. Papaverin
merupakan relaksan non spesifik yang bekerja secara langsung pada otot polos.
Kontraindikasi pada penderita hipersensitif, penderita dengan insufisiensi hati,
wanita hamil dan menyusui, serta pada penderita dengan tekanan darah sistolik
kurang dari 100 mm Hg. Aktifitas antikolinergik bisa ditingkatkan oleh
parasimpatolitik lain dan interaksi dengan antasida bisa mengganggu absorpsinya.
Dosis untuk dewasa : 3 kali sehari 1-2 tablet. Jika sakit 1 tablet, berikutnya 1
tablet setiap 6 8 jam, maksimum 4 tablet sehari. Untuk anak-anak : 3 kali sehari
-1 tablet. Diberikan selama keluhan masih ada.6

Penentuan dosis dan frekuensi pemberian obat Spasminal pada kasus ini
untuk nyeri pada spasme sudah tepat yaitu 3 kali/hari diberikan selama 4 hari.

15

Akan tetapi penulisan satuan obat di dalam resep tidak tertulis dengan jelas,
sehingga dapat memberikan makna apakah satuan yang ditulis tersebut dalam
satuan gram atau miligram.

Waktu pemberian obat pada resep tidak dicantumkan, hal ini dapat membuat
apoteker yang menyediakan obat akan kesulitan menuliskan waktu pemberian
obat tersebut pada etiket obat dan akan kesulitan menjelaskan kepada
penderita kapan harus meminum obat tersebut. Selain itu penderita juga tidak
akan mengetahui kapan waktu yang tepat untuk meminum obat tersebut
sehingga nantinya akan menimbulkan ketidakpatuhan penderita. Untuk waktu
pemberian obat tersebut dapat diminum pada saat nyeri perut kemudian 6-8
jam kemudian 1 tablet maksimal 4 tablet sehari.

c.

Vometa
Vometa adalah obat yang mengandung domperidon. Domperidon

merupakan antagonis dopamin yang secara periferal bekerja selektif pada reseptor
D2. Efek antiemetik dapat disebabkan oleh kombinasi efek periferal
(gastrokinetik) dengan antagonis terhadap reseptor dopamin di chemoreceptor
trigger zone, yang terletak di luar sawar darah otak di area postrema.7
Pemberian domperidon per oral dapat menambah lamanya kontraksi antral
dan duodenum, meningkatkan pengosongan lambung dan menambah tekanan
pada sfingter esofagus bagian bawah pada orang sehat. Indikasi untuk sindroma
dispepsia fungsional, mual dan muntah yang disebabkan oleh pemberian levodopa
dan bromokriptin lebih dari 12 minggu, mual dan muntah akut.7

16

Vometa tersedia dalam bentuk tablet 10 mg, juga tersedia Vometa drop 5
mg/ml, dan Vometa sirup 1 mg/ml. Dosis untuk dispepsia fungsional 10-20 mg 3
kali sehari, 15-30 menit sebelum makan dan jika perlu sebelum tidur malam. Mual
dan muntah (termasuk yang disebabkan oleh levodopa dan bromokriptin) 10-20
mg tiap 4-8 jam, diminum 15-30 menit sebelum makan dan sebelum tidur malam.8

Pada kasus ini bentuk sediaan dan dosis obat Vometa yang diberikan tidak
dicantumkan, hal ini akan membuat apoteker kesulitan dalam memberikan
obat kepada pasien sesuai dengan keinginan dokter pembuat resep.

Frekuensi pemberian dan lama pemberian obat Vometa pada kasus ini sudah
tepat yaitu 3 kali sehari selama 4 hari.

Waktu pemberian obat yang dicantumkan pada resep yaitu sebelum makan
sudah tepat.

d. Neurodex
Neurodex adalah obat yang mengandung vitamin B1 100 mg, Vitamin B6
200 mg, dan Vitamin B12 250 g. Diindikasikan untuk gejala-gejala kekurangan
vitamin neurotropik, kelainan saraf, muntah-muntah selama 3 bulan pertama
kehamilan, anemia, penambah tenaga untuk masa penyembuhan, lelah, dan usia
lanjut. Tersedia dalam bentuk tablet salut gula. Dosis dewasa : 2-3 kali sehari 1
tablet.9

Pada kasus ini bentuk sediaan dan dosis obat Nuerodex yang diberikan tidak
dicantumkan, hal ini akan membuat apoteker kesulitan dalam memberikan
obat kepada pasien sesuai dengan keinginan dokter pembuat resep.

17

Frekuensi pemberian obat Neurodex tidak tepat, harusnya 2-3 kali sehari 1
tablet, sedangkan lama pemberian tidak masalah berapa lama karena obat ini
adalah vitamin.

Waktu pemberian obat yang juga tidak dicantumkan pada resep.

2.2.5 Bentuk Sediaan Obat


Bentuk sediaan obat pada resep tersebut yang diberikan adalah bentuk
sediaan tablet. Pemilihan bentuk sediaan ini dianggap sudah tepat dengan
memperhatikan bahwa pasien adalah orang dewasa dan tidak ada keluhan
gangguan menelan. Tablet mudah dalam pembagian dosisnya dan praktis
pemakaiannya.
2.2.6 Interaksi Obat
Obat yang diberikan pada kasus ini yaitu Ranitidin, Spasminal (Natrium
Metamizol, Ekstrak Belladonna, dan Papaverin), Vometa (domperidon), dan
Neurodex (vitamin B1, Vitamin B6, dan Vitamin B12). Pada obat-obat yang
diberikan tersebut tidak terdapat interaksi yang saling menghambat dan
mempengaruhi antara satu obat dengan obat yang lain.
2.2.7 Efek Samping Obat
1. Ranitidin
Efek samping pemberian ranitidin menyebabkan nyeri kepala, pusing,
malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam kulit, pruritus, kehilangan libido,
dan impoten.4

18

2. Spasminal
Efek samping Spasminal adalah reaksi hipersensitivitas : reaksi pada kulit,
misalnya kemerahan, agranulositosis, gangguan saluran pencernaan, kadangkadang terjadi hipersensitivitas hati.6
3. Vometa
Efek samping jarang dilaporkan, biasanya berupa sedasi, reaksi
ekstrapiramid distonik, parkinsonism, tardive dyskinesia (pada pasien dewasa dan
usia lanjut) dan dapat diatasi dengan obat anti parkinson. Selain itu juga
menyebabkan peningkatan prolaktin serum, sehingga menyebabkan galaktorea
dan ginekomastia.8
4. Neurodex
Neurodex isinya adalah vitamin B1, Vitamin B6, dan Vitamin B12. Efek
sampingnya tidak ada.9
2.2.8

Analisa Diagnosis
Penentuan diagnosis pada kasus ini berdasarkan data-data yang didapatkan

dalam rekam medik pasien. Pada anamnesis dapat diketahui bahwa pasien
mengalami sakit perut sejak 3 hari, sakit perut terasa menusuk,
tidak terlokalisir, sakitnya berpindah-pindah dari kiri ke kanan, paling sering pada
malam hari. Pasien juga mengeluh mual dan muntah.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg. Pasien
didiagnosis dengan dispepsia dan diberikan obat dalam bentuk tablet yang terdiri
dari Ranitidin, Spasminal, Vometa, dan Neurodex.

19

Dispepsia secara garis besar dapat disebabkan oleh gangguan yang bersifat
organik atau fungsional. Dispepsia disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :10
1. Gangguan pada lumen saluran cerna : tukak peptik, tumor, gastritis.
2. Obat-obatan : anti-inflamasi non steroid, antibiotik, digitalis, teofilin.
3. Penyakit pada hati, pankreas dan saluran empedu.
4. Penyakit sistemik : diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
5. Fungsional : dispepsia fungsional atau dispepsia non-ulkus.
Dilihat dari keluhan yang ada kemungkinan termasuk dispepsia fungsional
tipe seperti ulkus karena pasien banyak mengeluhkan nyeri perutnya pada malam
hari. Untuk dispepsia fungsional, obat-obatan yang bisa diberikan bersifat
simptomatik yaitu golongan antasida, penyekat H2 reseptor, inhibitor pompa
proton, sitoproteksi, metoklopramid, domperidon, cisapride, agonis motilin, dan
berupa psikoterapi.11
Pada kasus ini, pasien diberi 4 jenis obat yaitu Ranitidin, Spasminal ,
Vometa, dan Neurodex. Ranitidin berperan dalam menghambat sekresi cairan
lambung sehingga mengurangi nyeri perut. Spasminal berperan sebagai analgetik
dan spasmolitik yang kuat. Vometa berperan dalam mengatasi mual dan muntah.
Dan Neurodex sebagai penambah vitamin namun juga dapat mengatasi keluhan
muntah.
Berdasarkan pilihan obat di atas, memang sudah sesuai untuk mengatasi
semua keluhan pasien, namun untuk lebih memudahkan pasien dalam meminum
obat, maka jika ada satu atau dua saja sediaan obat yang mampu mengatasi semua
keluhan pasien sebaiknya lebih diutamakan, seperti Sanmag tablet yang tiap

20

tabletnya mengandung Magnesium Trisilikat 325 mg, Al(OH)3 koloidal 325 mg,
Papaverin HCl 30 mg, Klordiazepoksida HCl 5 mg, Vitamin B1 2 mg, Vitamin B2
1 mg, Vitamin B6 500 g, Vitamin B12 1 g, Niasinamida 5 mg, dan Kalsium
Pantotenat 1 mg. Dengan kandungan obat di atas pada Sanmag sudah cukup
untuk mengatasi keluhan nyeri perut, nyeri kolik/spasme, ditambah dengan
kandungan vitaminnya yang berguna untuk meningkatkan metabolisme tubuh dan
juga meningkatkan nafsu makan.
Tabel 1. Kandungan Sanmag Beserta Khasiatnya
Kandungan Sanmag
Magnesium Trisilikat 325 mg, Al(OH)3
koloidal 325 mg
Papaverin HCl 30 mg
Klordiazepoksida HCl 5 mg
Vitamin B1 2 mg, Vitamin B2 1 mg,
Vitamin B6 500 g, Vitamin B12 1 g,
Niasinamida 5 mg, Kalsium Pantotenat
1 mg

Khasiat
Golongan antasida, menetralkan
asam lambung sehingga berguna
untuk menghilangkan nyeri tukak
peptik
Spasmolitik pada kolik usus, saluran
kemih, dan saluran empedu
Mempunyai daya anti-ansietas
Vitamin dan Mineral

Sanmag diindikasikan untuk hiperasiditas saluran pencernaan, gastritis,


spasme/kejang pilorik dan saluran pencernaan, ulkus peptikum, dispepsia
neurogenik, hipermotilitas usus, kembung. Kontraindikasi pada glaukoma sudut
sempit akut, miastenia gravis, syok, psikosis (penyakit jiwa atas dasar kelainan
organik atau gangguan emosi yang ditandai dengan kehancuran kepribadian dan
kehilangan kontak dengan kenyataan, seringkali dengan delusi, halusinasi, atau
ilusi) berat. Efek sampingnya menyebabkan rasa lelah, mengantuk, lemah otot,

21

diare, konstipasi/susah buang air besar. Sediaan berupa tablet dengan dosis 1-2
tablet di antara waktu makan.
Untuk mengatasi mual muntah yang dikeluhkan pasien, sebaiknya
diberikan juga antiemetik seperti Vometa yang mengandung domperidone.
Diindikasikan untuk mual-mual akut, mual dan muntah yang disebabkan oleh
pemberian levodopa dan bromokriptin lebih dari 12 minggu, pengobatan simtom
dispepsia fungsional, mual dan muntah pada kemoterapi kanker dan radioterapi.
Kontraindikasi pada penderita hipersensitif terhadap domperidon dan penderita
dengan prolaktinoma (salah satu tumor hifofisis) yang mengeluarkan prolaktin.
Efek sampinnya jarang dilaporkan, berupa sedasi, reaksi ekstrapiramid distonik,
parkinsonism, tardive dyskinesia (pada pasien dewasa dan usia lanjut) dan dapat
diatasi dengan obat anti parkinson. Efek samping lain yaitu peningkatan prolaktin
serum, sehingga menyebabkan galaktorea dan ginekomastia.
Untuk pasien ini diberi Vometa tablet 10 mg 3 kali sehari, diminum
sebelum makan (15-30 menit sebelum makan) jika timbul keluhan mual dan
muntah dan jika perlu sebelum tidur malam.

22

2.3

Usulan Penulisan Resep

PROPINSI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I


KALIMANTAN SELATAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULIN


BANJARMASIN
Jl. A. Yani km 1,5 Banjarmasin Telp : (0511) 3252180

Nama Dokter : Dr. Dina Mara Diana,Sp.PD Tanda Tangan Dokter


NIP
: I1A004016
UPF/Bagian : Penyakit Dalam
SIP
: No. 0801/SPA/II/09/2010

Banjarmasin, 5 April 2010


R/ Sanmag tab
S t.d.d. tab I a.c

No.XV

R/ Vometa 10 mg
No. X
S p.r.n. t.b.b tab I a.c (nausea et vomitus)

Pro
Umur
Alamat

: Nn. Nur Sholehah


: 27 tahun
: Desa Danda Jaya, Marabahan

23

BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan lima tepat pada resep rasional, maka :


1. Tepat obat
Pilihan obat yang diberikan berupa Ranitidin, Spasminal, Vometa dan
Neurodex dinilai sudah rasional karena memenuhi semua yang dikeluhkan
pasien, namun kurang praktis bagi penderita karena diberikan empat jenis obat
berbeda.
2. Tepat dosis
Resep ini tidak tepat dosis karena dosis setiap obat yang diberikan untuk
pasien tidak dicantumkan.
3. Tepat bentuk sediaan
Resep ini tidak tepat bentuk sediaan karena bentuk sediaan setiap obat yang
diberikan untuk pasien tidak dicantumkan.
4. Tepat cara dan waktu penggunaan obat
Resep ini tidak tepat cara dan waktu penggunaan obat karena cara dan waktu
penggunaan setiap obat yang diberikan untuk pasien tidak dicantumkan.
Hanya obat Vometa saja yang dituliskan diminum sebelum makan.
5. Tepat penderita
Tepat penderitakarena obat sudah disesuaikan dengan keadaan penderita
berdasarkan diagnosis yang ada.

24

Anda mungkin juga menyukai