Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Resep

Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2017, menyebutkan bahwa “Resep adalah permintaan
tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan, kepada Apoteker, baik dalam bentuk paper
maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang
berlaku. Resep memiliki nama lain yaitu Formulae Medicae, (Permenkes 2017).

2.1.1 Jenis-jenis resep

Resep memiliki beberapa jenis di antaranya:

1. Resep standar,
yaitu resep yang komposisinya sudah dibakukan dan dituliskan dalam farmakope atau
buku resep standar lainya yang penulisan resepnya sesuai buku standar.

2. Resep Polisfarmasi
yaitu yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau
tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.

3. Resep Obat jadi


yaitu berupa obat paten, merek dagang atau pun generik dan dalam pelayanan tidak
mengalami peracikan. Buku referensi, Organisasi Internasional untuk Standarisasi
(ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat Indonesia (DOI) dan
sebagainya.

4. Resep Obat generic


yaitu penulisan resep obat dengan nama generic dalam bentuk sediaan dan jumlah
tertentu. Dalam pelayanan bisa tidak mengalami peracikan (Jas 2009). Peresepan
dengan nama generik menawarkan fleksibilitas bagi apoteker dalam memilih
produk obat khusus untuk memenuhi permintaan dan pasien dapat berhemat. Pada
beberapa negara bagian dan dalam banyak rumah sakit, apoteker mempunyai
pilihan pemberian produk obat setara secara generik
Kriteria diagnosis :
1) Ditentukan oleh mekanisme imunologi yang diketahui sebagai perlawanan
terhadap aksi farmakologi

2) Berhubungan secara temporal dan terdapat kecenderungan terhadap obat yang


dicurigai menyebabkan raksi alergi yang harus dievaluasi

3) Tempat tes kulit untuk obat yang tidak tersedia dan terapi alternatif yang
tersedia tidak cocok, desensisitisasi yang cepat mungkin diperlukan
(Tierney,2003)

5. Resep asli
bersifat rahasia dan harus disimpan di apotek dengan baik paling singkat 5 (lima)
tahun. Resep atau salinan hanya boleh diperlihatkan oleh pihak yang berwenang yaitu :
- Dokter yang menulis atau merawatnya.
- Pasien atau keluarga yang bersangkutan.
- Paramedis yang merawat pasien.
- Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan.
- Aparat pemerintah serta pegawai yang ditugaskan untuk memeriksa.
- Petugas asuransi untuk kepentingan klaim pembayaran (Permenkes, 2017).

2.1.3 Pelayanan resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).

Tujuan dari pelayanan kefarmasian resep adalah :

- Pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan klinis.

- Pasien mengerti akan tujuan pengobatan dan mematuhi instruksi pengobatan


(Permekes 2016).

2.2 Kesalahan dalam penulisan resep obat (prescribing error) terdiri dari :
- Kesalahan karena kelalaian (error of omission) biasanya berkaitan dengan informasi
penulis resep dan pasien, selain itu berkaitan dengan ada tidaknya informasi mengenai
bentuk sediaan, dosis dan cara penggunaan.

- Kesalahan pelaksanaan/pesanan (error of commission) biasanya berkaitan dengan


klinis seperti kesalahan dosis obat, interaksi obat dan kesalahan cara penggunaan obat.
(Tia, 2018)

2.3 Peresepan Rasional

Menulis Resep yang Tepat dan Rasional adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya,
yaitu setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, menentukan diagnosis, prognosis
serta terapi yang akan diberikan. Terapi untuk kausatif, simtomatik, profilaktik diwujudkan
dalam bentuk resep.

2.4 Peresepan Irrasional

Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang kadang-kadang terjadi karena
maksud baik dan perhatian dokter. Peresepan irrasional dapat dikelompokkan menjadi:

1. Peresepan mewah, yaitu pemberian obat baru dan mahal padahal tersedia obat tua
yang lebih murah yang sama efektif dan sama amannya, penggunaan simtomatik untuk
keluhan remeh sehingga dana untuk penyakit yang berat tersedot, atau penggunaan
obat dengan nama dagang walaupun tersedia obat generik yang sama baiknya.

2. Peresepan berlebihan, yaitu yang mengandung obat yang tidak diperlukan, dosis
terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih dari yang
diperlukan. Terdapat beberapa jenis obat yang paling banyak diberikan kepada pasien
tanpa indikasi yang tepat dan jelas. Golongan obat tersebut adalah antibiotik,
kortikosteroid, obat penurun berat badan, antikolesterol, multivitamin, dan tonikum,
vasodilator, obat untuk memperbaiki metabolisme otak, dan sediaan dermatologis.

3. Peresepan salah, yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat yang
dipilih untuk suatu indikasitertentu tidak tepat, peneyediaan (di apotik, rumah sakit)
salah, atau tidak disesuaikan dengan kondisi medis, genetik, lingkungan, dan faktor
lain yang ada pada saat itu.

4. Polifarmasi, yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat sudah
mencukupi atau pengobatan setiap gejala secara terpisahpadahal pengobatan terhadap
penyakit primernya sudah dapat mengatasi semua gejala.

5. Peresepan kurang, yaitu tidak memberikan obat yang diberikan, dosis tidak
mencukupi, atau pengobatan terlalu singkat. Penulisan resep yang tepat dan rasional
merupakan penerapan berbagai macam ilmu. Ilmu anatomi, ilmu fisiologi, ilmu
patogenesis, ilmu patofisiologi, ilmu penyakit (untuk menegakkan diagnosis), ilmu
farmakologi, farmakodinamik, farmakokinetika, bioavailabilitas, farmasi (untuk
memilih obat dengan berbagai macam variabelnya) dan disesuaikan dengan keadaan
pasien.

2.5 Kriteria Penulisan Resep

Setelah menetapkan diagnosis kerja, maka dokter akan menentukan terapi salah satunya terapi
dengan obat. Untuk menuliskan suatu resep banyak hal yang meminta perhatian dokter :

1. Satuan berat untuk obat 1 gram (1 g) tidak ditulis 1 gr, (gr = grain = 65 mg)

2. Angka dosis tidak ditulis sebagai perhitungan desimal

3. Jumlah obat yang diterima pasien ditulis dengan angka romawi

4. Nama obat ditulis dengan jelas

5. Dokter telah punya pengalaman dengan obat yang ditulis dalam resep

6. Obat sama dengan nama dagang yang berbeda dimungkinkan bioavailabilitasnya


beda.

7. Harus hati-hati bila akan memberikan beberapa obat seara bersamaan, pastikan tidak
ada inkompatibilatas/interaksi yang merugikan

8. Dosis diperhitungkan dengan tepat


9. Dosis disesuaikan dengan kondisi organ

10. Terapi dengan obat (narkotika) diberikan hanya untuk indikasi yang jelas

11. Ketentuan tentang obat ditulis dengan jelas

12. Hindari pemberian obat terlalu banyak

13. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu lama

14. Edukasi pasien untuk cara penggunaan obat khusus, atau tuliskan dalam kertas
yang terpisah dengan resep obat.

15. Ingatkan kemungkinan yang berbahaya apabila pasien minum obat yang lain.

16. Beritahu efek samping obat

17. Lakukan recording pada status pasien.

2.6 Format Penulisan Resep

- Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter.

- Tanggal penulisan resep (inscription).

- Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocation).

- Nama tiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordination).

- Cara pembuatan untuk obat racikan.

- Aturan pakai obat (signature).

- Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai literature yang berlaku
(subscription).

- Nama, umur, untuk pasien dewasa menggunakan singkatan Tn (tuan) untuk pasien
pria dan Ny (nyonya) untuk pasien wanita.
Pada gambar diatas dijelaskan bagian-bagian resep yang terdiri dari:

a . Inscriptio: Nama dokter, No. SIP, alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal


penulisan resep.

b. Invocatio: permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/=resipe” artinya


ambilah atau berikanlah.

c. Prescriptio/Ordonatio: memuat nama bahan dan obat, dan atau alat-alat kesehatan,
dosis, bentuk sediaan obat, wadah, dan jumlah obat yang akan dibuat.

d. Signatura: yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu
pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.
e. Subscrioptio: yaitu tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas
dan keabsahan resep tersebut.

f. Pro (diperuntukkan): di cantumkan nama dan umur pasien.

2.7 Klasifikasi resep

Menurut Amalia dan Sukohar (2014) resep dibagi menjadi:

1. Resep standar (Resep

Officinalis/Pre Compounded) merupakan resep dengan komposisi yang telah dibakukan dan
dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Resep standar menuliskan
obat jadi (campuran dari zat aktif) yang dibuat oleh pabrik farmasi dengan merk dagang dalam
sediaan standar atau nama generik.

2. Resep magistrales (Resep Polifarmasi/Compounded)

adalah resep yang telah dimodifikasi atau diformat oleh dokter yang menulis. Resep ini dapat
berupa campuran atau obat tunggal yang diencerkan dan dalam pelayanannya perlu diracik
terlebih dahulu.

2.8 Penulisan resep

Penulisan resep adalah suatu wujud akhir kompetensi dokter dalam pelayanan kesehatan yang
secara komprehensif menerapkan ilmu pengetahuan dan keahlian di bidang farmakologi dan
teraupetik secara tepat, aman dan rasional kepada pasien khususnya dan seluruh masyarakat
pada umumnya. Sebagian obat tidak dapat diberikan langsung kepada pasien atau masyarakat
melainkan harus melalui peresepan oleh dokter. Berdasarkan keamanan penggunaannya, obat
dibagi dalam dua golongan yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical (obat
narkotika, psikotropika dan keras), dimana masyarakat harus menggunakan resep dokter untuk
memperoleh obat Ethical (Amalia dan Sukohar, 2014).

Kertas resep yang dibenarkan oleh Kode Etik Kedokteran Indonesia memiliki ukuran
maksimum ¼ folio (10,5 cm x 16 cm) dengan mencantumkan nama gelar yang sah, jenis
pelayanan sesuai SIP, nomor SID/ SP, alamat praktek, nomor telepon dan waktu praktek.
Seandainya tempat praktek berlainan dengan tempat tinggal dapat ditambah alamat rumah dan
nomor teleponnya. (Amalia dan Sukohar, 2014).

Penyimpanan resep tidak boleh sembarangan. Kertas resep perlu dijaga jangan sampai
digunakan orang lain. Kertas resep dokter kadang mudah ditiru sehingga perlu pengamanan agar
kita tidak terlibat dalam pemberian resep palsu yang dilakukan orang lain. Selain itu, resep obat
asli harus disimpan di apotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali oleh yang
berhak. Pihak –pihak yang berhak melihat resep antara lain:
1. Dokter yang menulis resep atau merawat pasien.
2. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan.
3. Paramedis yang merawat pasien.
4. Apoteker pengelola apotek yang bersangkutan.
5. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang
ditugaskan untuk memeriksa.
6. Petugas asuransi untuk kepentingan klaim pembayaran. (Amalia dan Sukohar, 2014).

2.8.1 Susunan penulisan obat dalam resep


Penulisan obat didalam resep disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:
1. Obat pokok dituliskan terlebih dahulu (remidium cardinal).
2. Remidiu, adjuvans yaitu obat yang menunjang kerja obat utama.
3. Corrigens yaitu bahan obat tambahan yang digunakan untuk memperbaiki warna,
rasa, dan bau obat utama. Corrigens dapat berupa:
a. Corrigens actionis, yaitu obat yang memperbaiki atau menambah efek obat utama
b. Corrigens saporis, yaitu obat yang memperbaiki rasa
c. Corrigens odoris, yaitu bahan yang memperbaiki aroma
d. Corrigens coloris, yaitu bahan yang memperbaiki warna
e. Corrigens solubilis, yaitu bahan untuk memperbaiki kelarutan obat utama
4. Constituens/vehicullum/exipiens, yaitu bahan tambahan yang dipakai sebagai bahan
pengisi atau pemberi bentuk untuk memperbesar volume obat. (Susanti, 2016)

2.8.2 Penulisan Aturan pakai dalam resep


Menurut Susanti (2016), Aturan pakai dalam resep sering ditulis berupa singkatan
bahasa Latin.

1. Aturan waktu penggunaan obat


a. Post coenam (p.c) : sesudah makan
b. Ante coenam (a.c) : sebelum makan
c. Omni hora cochlear (o.h.c) : tiap jam satu senndok
d. Mane et vespere (m.et.v) : pagi dan sore

2. Aturan pemberian obat


a. In manum medici (i.m.m) : diserahkan dokter
b. Detur sub sigillo (det.sub.sig) : berikan dalam segel
c. Da in duplo (d.i.dupl) : berikan dua kalinya
d. Reperatur (iteratur) ter. (Rep.ter) : diulang tiga kali.

3. Aturan tempat penggunaan obat


a. Pone aurem (pon.aur): dibelakang telinga
b. Ad nucham (ad nuch): di tengkuk

2.9 Bentuk Sediaan Setengah Padat


2.9.1 Definisi
Selain bentuk sediaan obat dalam bentuk padat dan cair, ada juga obat-obat yang
mempunyai bentuk sediaan setengah padat. Sediaan obat setengah padat merupakan sediaan
berupa massa yang lunak, umumnya hanya dipakai sebagai obat luar, dioleskan pada kulit
untuk keperluan terapi atau hanya sebagai pelindung kulit. Obat ini juga dapat berfungsi
sebagai kosmetika, menutupi kelainan-kelainan pada kulit yang kurang menyenangkan
penderitanya. (Permatasari P, 2017)

2.9.2 Keuntungan dan Kekurangan


Keuntungan dari bentuk sediaan semi solid memiliki konsistensi dan wujud antara
solid dan liquid. Bentuk sediaan semi solid jika dibandingkan dengan bentuk sediaan solid
dan liquid, dalam pemakaian topical memiliki keunggulan dalam hal adhesivitas sediaan
sehingga memberi waktu tinggal yang relative lebih sama. Selain itu fungsi perlindungan
terhadap kulit lebih nampak pada sediaan semi solid. Kelebihannya : Praktis, mudah
dibawa, mudah dipakai, dan mudah pada pengabsorbsinya.
Kekurangan sediaan semi solid berdasarkan basis :
1. Kekurangan basis hidrokarbon yaitu sifatnya yang berminyak dapat meninggalkan
noda padapakaian sertasulit tercuci dan sulit dibersihkan padapermukaan kulit.
2. Kekurangan basis absorpsi yaitu kurang tepat bila dipakai sebagai pendukung bahan-
bahan antibiotik dan bahan-bahan kurang stabil dengan adanya air mempuyai sifat
hidrofil atau dapat mengikat air. (Permatasari P, 2017)

2.9.3 Macam-Macam Sediaan Setengah Padat


Ada beberapa macam sediaan setengah padat yaitu :

Sumber : www.slideshare.net
1. Krim
Pengertian sediaan krim/cream :
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV  krim adalah bentuk sediaan setengah
padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai. Formularium Nasional krim adalah sediaan setengah padat, berupa
emulsi kental mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk
pemakaian luar.
Kelebihan sediaan krim, yaitu:
1. Mudah menyebar rata
2. Praktis
3. Mudah dibersihkan atau dicuci
4. Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat
5. Tidak lengket terutama tipe m/a
6. Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m
7. Digunakan sebagai kosmetik
8. Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun.
(Murtini G., Elisa Y., 2018)
Kekurangan sediaan krim, yaitu:
1. Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.
2. Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidapas.
3. Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem
campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan. (Murtini G., Elisa Y.,
2018)

Penggolongan sediaan krim :


Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika. Ada dua tipe krim, yaitu:
Tipe a/m, yaitu air terdispersi dalam minyak dan Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi
dalam air. (Murtini G., Elisa Y., 2018)
Cara pembuatan sediaan krim (Murtini G., Elisa Y., 2018) :
Larutan berair secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam campuran lemak
yang cair dan diaduk secara konstan, temperatur dipertahankan selama 5-10 menit
untuk mencegah kristalisasi dari lilin/lemak. Komponen yang larut dalam air
dipanaskan pada suhu yang sama dengan komponen lemak. Selanjutnya campuran
perlahan-lahan didinginkan dengan pengadukan yang terus-menerus sampai campuran
mengental. Pembuatan sediaan krim meliputi proses peleburan dan prosesemulsifikasi.
Formula dasar sediaan krim Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam
minyak, bersifat asam. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air, bersifat basa.

Komposisi formula krim (Murtini G., Elisa Y., 2018):


Metode pertama yaitu bahan-bahan yang larut dalam minyak (fase minyak)
dilebur bersama di penangas air pada suhu 70°C sampai semua bahan lebur, dan
bahan-bahan yang larut dalam air (fase air) dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas
juga pada suhu 70°C sampai semua bahan larut, kemudian baru dicampurkan,
digeruskuat sampai terbentuk massa krim. Metode kedua, semua bahan, baik fase
minyak maupun fase air dicampurkan untuk dilebur di atas penangas air sampai lebur,
baru kemudiaan digerus sampai terbentuk massa krim.
2. Pasta
Pengertian Pasta :
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu pasta merupakan sediaan semi padat
yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal
Menurut Fornas, pasta adalah sediaan berupa massa lembek yang dimaksudkan untuk
pemakaian luar, digunakan sebagai antiseptikum atau pelindung kulit. Contoh pasta
yang sering digunakan yaitu pasta gigi, pasta zink oksida dan lain-lain.

Penggolongan Pasta :
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, ada dua kelompok utama pasta yaitu :
1. Kelompok pasta yang dibuat dari gel fasetunggal mengandung air.  
2. Kelompok pasta berlemak. 
Berdasarkan IMO, ada tiga macam pasta yaitu :
1. Pasta berlemak
2. Pasta Kering
3. PastaPendingin
Keuntungan Sediaan Pasta : (Permatasari P, 2017)
1. Mengikat cairan sekret (eksudat)
2. Tidak mempunyai daya penetrasi gatal dan terbuka, sehingga mengurangi rasa
gatal lokal.
3. Lebih melekat pada kulit sehingga kontaknya dengan jaringan lebih lama.
4. Konsentrasi lebih kental dari salep
5. Daya adsorpsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan
dengan sediaan salep.
Kerugian Sediaan Pasta
1. Karena sifat pasta yang kaku dan tidak dapat ditembus, pasta pada umumnya tidak
sesuai untuk pemakaian padabagian tubuh yang berbulu
2. Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis
3. Dapat menyebabkan iritasi kulit.
Formula dasar pasta (Permatasari P, 2017):
1. Zat Aktif
Zat aktif yang sering digunakan misalnya zink okside, sulfur dan zat aktif lain
yang tentunya dapat dibuat dalam bentuk semisolid.
2. Basis Pasta (Dispensing for Pharm) :
1. Basis Hidrokarbon Eks : Vaselin untuk pasta zinc, Parafin cair untuk pasta
alluminium
2. Basis Absorpsi Eks: Lanolin Basisair – misibel
3. Basis Larut air 
Cara pembuatan sediaan pasta (Permatasari P, 2017):
1. Pencampuran
Komponen dari pasta dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai yang
rata tercapai
2. Peleburan
Semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan meleburkannya
secara bersamaan, kemudian didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai
mengental komponen-komponen yang tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada
campuran yang sedang mengental setelah didinginkan dan kemudian diaduk.
3. Salep
Pengertian sediaan salep :
Salep ialah sediaan semi padat yang terdiri dari komponen basis yang dapat berupa basis
larut air (polieti lenglikol/PEG), atau basis berlemak, seperti minyak mineral,
petrolatum. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, salep adalah sediaan setengah padat
yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau
terdispersi homogennya ke dalam dasar salep yang cocok.
Keuntungan dan kerugian sediaan salep (Permatasari P, 2017) :
Keuntungan :
Yaitu salep yang kuat menarik air, biasanya dasar salep tipe o/w (oil in water) atau
seperti dasar hydrophobic tetapi konsistensinya lebih lembek, kemungkinan juga tipe
w/o (water n oil) antara lain campuran sterol dan petrolatum.
Kerugian :
Yaitu salep-salep dengan bahan dasar berlemak, misalnya: campuran dari lemak-lemak,
minyak lemak,malam yang tak tercuci dengan air.
Aturan umum sediaan salep (Permatasari P, 2017) :
Dalam membuat sediaan salep memiliki beberapa aturan mengenai bahan pembuatnya,
beberapaaturan salep yang harusdiketahui yaitu :
1. Zat yang dilarutkan dalam dasar salep dilarutkan bila perlu dengan pemanasan
rendah. Pada umumnya kelarutan obat yang ditambahkan dalam salep lebih besar
dalam minyak lemak daripadadalam vaselin misalnya kamfora, mentol, fenolum,
timolum dan guaya kolum dilarutkan dengan cara digerus dalam mortir dengan
minyak lemak.
2. Zat yang mudah larut dalam air dan stabil, serta dasar salep mampu
mendukung/menyerap air tersebut, dilarutkan dulu dalam air yang tersedia, setelah
itu ditambahkan bagian dasar salep yang lain.
3. Zat yang tidak cukup larut dalam dasar salep, lebih dulu diserbuk dan diayak dengan
derajat ayak.
4. Bila dasar salep dibuat dengan peleburan, maka campuran tersebut harus diaduk
sampai dinginan 100.
Macam-macam basis salep (Permatasari P, 2017):
1. Basis hidrokarbon (bersifat lemak)
Memberikan efek emolien, dapat melekat dikulit dalam waktu yang lam, sukar
dicuci, dapat mengurangi penguapan kelembapan padakulit, mudah menyebar saat
digunakan di kulit, dan lunak
2. Basis serap
Berperan sebagai emolien meski daya penutupan terhadap kulit tidak seperti pada
basisberlemak. Basis ini tidak mudah hilang dengan pencucian dengan air, Basis
salep ini dapat digunakan untuk mencampurkan larutan berair dan berlemak. Contoh:
Petrolatum hidrofilik : Berasal dari kolesterol, alkohol stearat, lilin putih, dan
petrolatum putih, dan mempunyai kemampuan mengabsorbsi air dengan membentuk
emulsi air dalam minyak
3. Basis yang dapat dicuci dengan air
Adalah emulsi minyak dalam air (krim), vanishing krim. Dapat digunakan pada luka
yang basah, dengan sistem emulsi minyak dalam air mempunyai kemampuan
menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka. Jika digunakan dapat membentuk
lapisan tipissemi permeabel (setelah air menguap pada tempat yang digunakan), tapi
kalau emulsi air dalam minyak dari sediaan semi padat akan membentuk lapisan
hidrofobik pada kulit. Contoh: salep hidrofilik, yg mengandung Na lauril sulfat
sebagai bahan pengemulsi, dengan alkohol stearat dan petrolatum putih sebagai fase
lemaknya, propilenglikol dan air sebagai fase air. Sebagai pengawet digunakan metil
dan propil paraben
Salep mata
Pengertian sediaan salep mata sediaan semipadat yang dapat mengandung bahan obat
tersuspensi, terlarut atau teremulsi. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Salep
adalah sedaiaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical padakulit atau
selaput lendir.
Basis yang digunakan pada pembuatan salep mata :
1. Dapat digunakan kombinasi hidrokarbon dengan senyawalain seperti kolesterol,
adepslanae, dan bisa jugaditambahkan parafin cair (30%).
2. jangan pakai vaselin putih
3. Basis emulsi o/w kurang cocok
4. perhatikan pengaruh jenisdan jumlah basisterhadap viskositas
Keuntungan dan kerugian sediaan salep mata :
Keuntungan :
1. Dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripadasediaan larutan dalam air
yang ekuivalen.
2. Onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama.
3. Waktu kontak yang lebih lama sehinggajumlah obat yang diabsobsi lebih tinggi.
Kerugian :
1. Dapat mengganggu penglihatan, kecuali jika digunakan saat akan tidur
2. Dari tempat kerjanyayaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea,
konjungtiva, kornea dan iris. (Permatasari P, 2017)
4. Gel
Pengertian sediaan gel :
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari
suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang  besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. gel kadang – kadang disebut jeli.
Gel adalah sediaan bermassalembek, berupasuspensi yang dibuat dari zarah kecil
senyawaan organik atau makromolekul senyawa  organik, masing-masing
terbungkus dan saling terserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315)
Keuntungan dan kerugian sediaan gel :
Keuntungan sediaan gel :
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan
yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film
tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga
pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan obatnya baik;
kemampuan penyebarannya pada kulit baik. (Murtini G, 2016)
Kerugian Sediaan Gel :
Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga
diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih
pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau
hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan
iritasi dan harga lebih mahal (Murtini G, 2016)
Penggolongan Gel (Murtini G, 2016)
Berdasarkan sifat fasa koloid :
1. Gel anorganik, contoh : bentonit magma
2. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
Berdasarkan jenis pelarut
1. Hidrogel (adalah aqueousgel (pelarutnya air) yang mengandung polimer tidak
larut air) Contoh : bentonit magma, gelatin.
2. Organogel (mengandung pelarut bukan air/pelarut organik) Contoh : plastibase
dan dispersi logam stearat dalam minyak.
3. Xerogel (gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah) diperoleh dengan
evaporasi pelarut sehingga hanya tertinggal kerangka gel. Contoh : gelatin
kering, tragakan ribbons dan acaciatears, dan sellulosa kering dan polystyrene
4. Emulgel adalah kombinasi gel dan emulsi dalam satu sediaan di mana emulsi
(baik itu w/o atau o/w) digunakan sebagai pembawa untuk menghantarkan obat-
obat hidrofobik yang tidak dapat dihantarkan oleh gel saja. (Murtini G, 2016)
Berdasarkan jenis fase terdispersi :
1. Gel fasetunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan.Gel fasetunggal dapat dibuat dari
makromolekul sintetik (misal karbomer) atau dari gom alam (misal tragakan).
Molekul organik larut dalam fasa kontinu.
2. Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil
yang terpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif
besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik
tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi padafasakontinu. (Murtini G,
2016)
Formula baku (Murtini G, 2016) :
Formula umum/standar:
1. Zat aktif
2. Basis gel
3. Zat tambahan
Formulasi umum gel :
1. Zat aktif
2. Basis gel
3. Peningkat penetrasi
4. Peningkat konsistensi
5. Pengawet
6. Pendapar
7. Antioksidan
8. Pengompleks
Formula gel yang paling sederhana
1. Air
2. thickened agent berupa go m alam (tragakan, guar, xanthan), bahan semisintetik (
MC, CMC, HEC), sintetik (polimer karbomer-karbovinil) ataupun clay
(silikat,hectorite).
3. zat aktif
4. zat tambahan lainnya.
Sifat dan karakteristik gel :
Swelling
Gel dapat mengembang dengan mengabsorbsi cairan sehingga terjadi peningkatan
volume. Hal ini dapat dianggap sebagai faseawal disolusinya. Pelarut akan
mempenetrasi matriksgel sehingga interaksi gel-gel digantikan oleh interaksi gel-
pelarut (Murtini G, 2016)
Sineresis
Selama didiamkan sistem gel dapat kontraksi. Mekanisme terjadinya kontraksi
berhubungan dengan relaksasi dari tekanan elastis yang timbul selama pembentukan
gel. Ketika tekanan ini hilang, ruang intersititial bagi pelarut akan berkurang
sehingga cairan pelarut pun akan keluar dan menuju kepermukaan gel, peristiwa
inilah yang disebut sineresis. (Murtini G, 2016)
Struktur
1. Rantai panjang suatu pembentuk gel akan diperpanjang dalam pelarut yang baik
seperti yang terjadi padagel aqueousdi manaterjadi ikatan hidrogenantaraair dan
gugushidroksil padagelling agent.
2. Garam akan menarik bagian air dari suatu bagian hidrasi polimer sehingga
terbentuk lebih banyak ikatan molekuler sekunder yang mengakibatkan
pembekuan dan pengendapan.
3. Penambahan kation di- atau trivalent seperti penambahan Cu pada larutan.
4. CMC Na atau Ca pada Na-alginat akan membentuk gel. (Murtini G, 2016)
Efek elektrolit
1. Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh padagel hidrofilik
dimanakoloid digaramkan (melarut).
2. Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi. elektrolit kecil akan
meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah
pemberian tekanan geser.
3. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut. (Murtini G, 2016)
Elastisitas dan rigiditas
1. Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama
transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan
peningkatan konsentrasi pembentuk gel.
2. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai
aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari
komponen pembentuk gel. (Murtini G, 2016)
Rheologi
1. Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan aliran non –
Newton (menggunakan alat brookfield) yang dikarakterisasi oleh penurunan
viskositasdan peningkatan laju aliran.
2. Tiksotropi merupakan pembentukan reversibel gel-sol tanpaadanya perubahan
volume ataupun suhu dalam waktu yang cukup lama, hal ini merupakan sifat alir
non Newtonian.
3. Sifat alir gel umumnya adalah pseudoplastis dimana viskositas akan menurun
ketikalaju pengadukan ditingkatkan.
4. Gel tidak memiliki sifat alir yang bebasseperti bahan yang lebih padat.
5. Gel akan kembali mengalir ketikapengadukan ditingkatkan hingga volume yield
value.
6. Pengaruh suhu terhadap struktur gel tergantung pada sifat kimiawi polimer dan
mekanisme interaksinya dengan medium.
7. Banyak pembentuk Pengaruh BM terhadap karakteristik gel: Polimer yang sangat
panjang akan semakin mudah terjerat atau kusut dan menghasilkan viskositas
yang lebih tinggi.(Murtini G, 2016)
DAFTAR PUSTAKA
Murtini, Gloria. (2016). Farmestika dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Farmakope Indonesi III
Farmakope Indonesia IV
Susianti, N. (2016). Sumber Belajar Penunjang PLPG 2016 Farmasi Bab 10 : Resep dan Salinan
Resep. Jakarta : Kemendikbud
Amalia DT., Sukohar A. 2014. Rational Drug Prescription Writing. JUKE, 4(7):22-30.

Anda mungkin juga menyukai