Anda di halaman 1dari 14

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resep

Menurut Permenkes RI No.9 Tahun 2017, menyebutkan bahwa “Resep adalah


permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan, kepada
Apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan
dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Resep
memiliki nama lain yaitu Formulae Medicae, (Permenkes 2017).
Resep memiliki beberapa jenis di antaranya:
2.1.1 Resep standar, yaitu resep yang komposisinya sudah dibakukan dan
dituliskan dalam farmakope atau buku resep standar lainya yang
penulisan resepnya sesuai buku standar.
2.1.2 Resep Polisfarmasi, yaitu yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh
dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam
pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.
2.1.3 Resep Obat jadi, yaitu berupa obat paten, merek dagang atau pun
generik dan dalam pelayanan tidak mengalami peracikan. Buku
referensi, Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia
Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat Indonesia (DOI) dan
sebagainya.
2.1.4 Resep Obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generic
dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanan bisa tidak
mengalami peracikan (Jas 2009).
2.1.5 Resep asli bersifat rahasia dan harus disimpan di apotek dengan baik
paling singkat 5 (lima) tahun. Resep atau salinan hanya boleh
diperlihatkan oleh pihak yang berwenang yaitu :
2.1.5.1 Dokter yang menulis atau merawatnya.
2.1.5.2 Pasien atau keluarga yang bersangkutan.
2.1.5.3 Paramedis yang merawat pasien.

5
6

2.1.5.4 Apoteker yang mengelola apotek bersangkutan.


2.1.5.5 Aparat pemerintah serta pegawai yang ditugaskan untuk
memeriksa.
2.1.5.6 Petugas asuransi untuk kepentingan klaim pembayaran
(Permenkes, 2017).
2.1.6 Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan
upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication
error). Tujuan dari pelayanan kefarmasian resep adalah :
2.1.6.1 Pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan klinis.
2.1.6.2 Pasien mengerti akan tujuan pengobatan dan mematuhi
instruksi pengobatan (Permekes 2016).
2.1.7 Kesalahan dalam penulisan resep obat (prescribing error) terdiri dari :
2.1.7.1 Kesalahan karena kelalaian (error of omission) biasanya
berkaitan dengan informasi penulis resep dan pasien, selain itu
berkaitan dengan ada tidaknya informasi mengenai bentuk
sediaan, dosis dan cara penggunaan.
2.1.7.2 Kesalahan pelaksanaan/pesanan (error of commission)
biasanya berkaitan dengan klinis seperti kesalahan dosis obat,
interaksi obat dan kesalahan cara penggunaan obat. (Tia, 2018)

2.1.8 Resep yang lengkap meliputi hal-hal berikut :


2.1.8.1 Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter.
2.1.8.2 Tanggal penulisan resep (inscription).
2.1.8.3 Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocation).
2.1.8.4 Nama tiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordination).
2.1.8.5 Cara pembuatan untuk obat racikan.
2.1.8.6 Aturan pakai obat (signature).
7

2.1.8.7 Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai literature
yang berlaku (subscription).
2.1.8.8 Nama, umur, untuk pasien dewasa menggunakan singkatan Tn
(tuan) untuk pasien pria dan Ny (nyonya) untuk pasien wanita.
2.1.9 Penulisan obat didalam resep disusun berdasarkan urutan sebagai
berikut.
2.1.9.1 Obat pokok dituliskan terlebih dahulu (remidium cardinal).
2.1.9.2 Remidiu, adjuvans yaitu obat yang menunjang kerja obat
utama.
2.1.9.3 Corrigens yaitu bahan obat tambahan yang digunakan untuk
memperbaiki warna, rasa, dan bau obat utama (Susanti, 2016).
2.1.10 Standar pelayanan kefarmasian.
Menurut Permenkes RI No.73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek mengenai pelayanan farmasi klinik meliputi
pengkajian dan pelayanan resep meliputi 3 aspek diantaranya :
2.1.10.1 Administrati
a. Nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan.
b. Nama dokter, surat izin praktek (SIP), alamat, No telpon
dan paraf.
c. Tanggal peulisan Resep.
2.1.10.2 Farmasetik
a. Bentuk dan kekuatan sediaan.
b. Stabilitas.
c. Kompabilitas (Ketercampuran Obat).
2.1.10.3 Klinis
a. Ketepatan indikasi dan dosis obat.
b. Aturan, cara, dan lama penggunaan obat.
c. Duplikasi atau polifarmasi
d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping
obat, manifestasi klinik lain).
e. Kontra indikasi
8

f. Interaksi obat

Pada resep yang mengandung narkotika tidah boleh tercantum tulisan / tanda
iter (dapat diulang), untuk resep yang memerlukan penanganan segera dokter
bisa memberikan tanda dibagian kanan atas resep dengan kata CITO (segera),
urgent (sangat penting), atau P.I.M (berbahaya jika ditunda). (Susanti, 2016)

2.2 Pelayanan Kefarmasian

Menurut (Isnaniah, 2015) praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan


terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan lain yang
secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien.

2.2.1 Pengkajian Resep (Skrining Resep)


Skrining resep adalah hasil dari evaluasi dengan cara membandingkan
literature dan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan permenkes
yang telah dibuat terhadap penulisan resep dokter untuk mengetahui,
menentukan dan memastikan resep dan kerasionalan resep (termasuk
dosis) yang diberikan dokter kepada pasiennya melalui farmasis agar
menjamin ketepatan dan keamanan serta memaksimalkan tujuan terapi.
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, farmasetik dan klinis.
2.2.1.1 Persyaratan administrasi meliputi :
a. Nama, SIP dan alamat dokter.
b. Tanggal penulisan resep.
c. Paraf dokter
d. Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
e. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta.
f. Cara pemakaian obat yang jelas.
g. Informasi lainnya.
9

2.2.1.2 Kesesuaian farmasetik meliputi, bentuk sediaan, dosis,


potensi, stabilitas, inkompatibilitas, aturan pakai, cara dan
lama pemberian. Pengkajian resep berdasarkan kesesuaian
farmasetik sebagai berikut :
a. Resep dapat menunjukkan bentuk sediaan obat yang jelas
seperti tablet, injeksi, sirup, suppositoria dan lain-lain.
b. Dosis yang ada pada resep harus jelas untuk pemberian
kepada pasien.
c. Stabilitas dan potensi pada resep bahwa obat yang ditulis
mempunyai ketersediaan dan stabilitas.
d. Inkompatibilitas merupakan bahan-bahan obat yang tidak
dapat dicampurkan.
e. Aturan pakai, cara dan lama pemberian harus jelas agar
tidak salah dalam pemberian obat.
2.2.1.3 Persyaratan klinis meliputi, ketepatan indikasi, dosis dan
waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi,
interaksi, dan efek samping obat, kontra indikasi serta efek
adiktif. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya
dikonsultasikan kepada dokter penulis dengan memberikan
pertimbangan dan alternatif bila perlu menggunakan
persetujuan setelah pemberitahuan.
a. Ketepatan indikasi, obat yang ditulis pada resep harus
sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita pasien.
b. Dosis dan waktu penggunaan obat, pada resep harus tepat
agar terapi yang diberikan mencapai hasil yang maksimal.
c. Duplikasi pengobatan, obat yang ada pada resep terdiri dari
beberapa obat yang mempunyai indikasi yang sama.
d. Efek samping, merupakan efek yang tidak diinginkan yang
timbul pada dosis terapi.
10

e. Alergi, obat yang ada pada resep harus diketahui


mempunyai potensi reaksi alergi pada pasien, apalagi untuk
pasien yang memiliki riwayat alergi tertentu.
f. Kontra indikasi, merupakan obat yang ditulis berlawanan
dengan indikasi penyakit pasien.

Menurut Permenkes No 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian


Di Apotek :

2.2.2 Dispensing.
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut:
2.2.2.1 Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep.

a. Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep

b. Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan


dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik obat.

2.2.2.2 Melakukan peracikan obat bila diperlukan.

2.2.2.3 Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi.

a. Warna putih untuk obat dalam/oral.

b. Warna biru untuk obat luar dan suntik.

c. Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk


suspensi atau emulsi.

2.2.2.1 Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk
Obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari
penggunaan yang salah. Setelah penyiapan obat dilakukan hal
sebagai berikut :

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan


pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada
11

etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian


antara penulisan etiket dengan Resep).

b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang


terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping,
cara penyimpanan obat dan lain-lain.

f. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan


cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat
mungkin emosinya tidak stabil.

g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau


keluarganya.

h. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf


oleh Apoteker (apabila diperlukan).

i. Menyimpan Resep pada tempatnya.

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan


menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir.

Apoteker di Apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas
atau bebas terbatas yang sesuai.
2.2.3 Pelayanan informasi obat.
Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek
penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat.
Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.
12

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan


metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek
samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia
dari obat dan lain-lain. Kegiatan pelayanan informasi obat di Apotek
meliputi:
2.2.3.1 Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

2.2.3.2 Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan


masyarakat (penyuluhan).

2.2.3.3 Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

2.2.3.4 Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa


farmasi yang sedang praktik profesi.

2.2.3.5 Melakukan penelitian penggunaan obat.

2.2.3.6 Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.

2.2.3.7 Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran


kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6
sebagaimana terlampir, hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi
pelayanan Informasi Obat :
a. Topik pertanyaan.

b. Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan.

c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat


telepon)

d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain


seperti riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui,
data laboratorium).

e. Uraian pertanyaan.

f. Jawaban pertanyaan.
13

g. Referensi.

h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data


apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat.
2.2.4 Konseling.
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran
dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan
obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali
konseling apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat
kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health
Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
2.2.4.1 kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
a. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:
TB, DM, AIDS, epilepsi).
c. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
e. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat
untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga
termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang
diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
2.2.4.2 Tahap kegiatan konseling:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
Three Prime Questions, yaitu:
1). Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?
14

2). Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian


obat Anda?
3). Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat.
e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman
pasien.
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien
sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling
dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.
2.2.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care).
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
2.2.5.1 Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
Apoteker, meliputi :
a. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan.
b. Identifikasi kepatuhan pasien.
c. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di
rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan
insulin.
d. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum.
e. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.
f. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.
15

2.2.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi
dan meminimalkan efek samping.
2.2.6.1 Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.

b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.

c. Adanya multidiagnosis.

d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.

f. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat


yang merugikan.

2.2.6.2 Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.

b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan


pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan
obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau
keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain

c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait


obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi,
pemberian obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat,
dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat
yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat.

d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien


dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi
akan terjadi.

e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi


rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
16

f. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang


telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan
tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat
dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.
2.2.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau
memodifikasi fungsi fisiologis.
2.2.7.1 Kegiatan:
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.
2.2.7.2 Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.3 Apotek

Menurut Permenkes RI No. 9 Tahun 2017, apotek adalah sarana pelayanan


kefarmasian tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker.
2.4.1 Pengaturan apotek bertujuan untuk :
2.4.1.1 Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek.
2.4.1.2 Memeberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kefarmasian di apotek.
2.4.1.3 Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di apotek.
17

2.4.2 Apotek menyelenggarakan fungsi dalam :


2.4.2.1 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai.
2.4.2.2 Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
2.4.3 Apotek hanya dapat meneyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai kepada :
2.4.3.1 Apotek lainnya, yaitu ketika sediaan farmasi / alat kesehatan
di apotek habis maka bisa membeli ke apotek lain.
2.4.3.2 Puskesmas, yaitu ketika sediaan farmasi / alat kesehatan di
puskesmas habis maka bisa membeli ke apotek.
2.4.3.3 Instalasi rumah sakit, yaitu ketika sediaan farmasi / alat
kesehatan di instalasi rumah sakit habis maka bisa membeli ke
apotek.
2.4.3.4 Instalasi farmasi klinik, yaitu ketika sediaan farmasi / alat
kesehatan di instalasi farmasi klinis habis maka bisa membeli
ke apotek.
2.4.3.5 Doker, yaitu ketika sediaan farmasi / alat kesehatan dokter
habis maka bisa membeli ke apotek.
2.4.3.6 Bidan praktek mandiri, yaitu ketika sediaan farmasi / alat
kesehatan di bidan praktek habis maka bisa membeli ke
apotek.
2.4.3.7 Pasien, yaitu ketika sediaan farmasi / alat kesehatan yang di
resepkan maka bisa membelinya ke apotek.
2.4.3.8 Masyarakat, yaitu ketika memerlukan sediaan farmasi / alat
kesehatan maka bisa membelinya ke apotek.
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek harus menjamin ketersediaan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau.
18

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari


hal-hal khusus, serta model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana
seorang penelitian menghubungkan secara logis beberapa faktor yang
dianggap penting (Notoatmodjo, 2010).
Permenkes Republik Indonesia No.73 Tahun
2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Apotek

Resep Umum Apotek Kimia Farma Pinus


Banjarmasin No 383 Sultan

Skrining Resep Penyiapan Obat Penyerahan & PIO

Persyaratan : Persayaratan : Persyaratan :


1. Administrasi 1. Farmasetik 1. Klinis
 Nama, umur,  Bentuk dan  Ketepatan indikasi dan
jenis kelamin, kekuatan dosis obat.
dan berat badan sediaan.  Aturan, cara, dan lama
pasien.  Stabilitas. penggunaan obat.
 Nama dokter,  Kompabilit  Reaksi obat yang tidak
surat izin as. diinginkan
praktek, alamat,  Kontra indikasi
no telpon dan  Interaksi obat
paraf.
 Tanggal resep

% Kesesuaian Lengkap / Tidak, Dalam Memenuhi Persyaratan Skirining


Resep Administrasi & Farmasetik

Gambar 2.1 Kerangka konsep.

Keterangan : Garis Tebal dan Tidak Putus-Putus di Amati


Garis Putus-Putus Tidak di Amati

Anda mungkin juga menyukai