ILMU RESEP
Apt. Sonata Daniatiek, S.Farm,M.Biomed
Kompetensi
• Mahasiswa dapat menjelaskan hak dan kewajiban
Apoteker
• Mahasiswa dapat menjelaskan tentang step step
dalam compounding dan dispensing
• Mahasiswa dapat menjelaskan tentang spesialit Obat
• Mahasiswa dapat menjelaskan pengobatan yang
rasional
• Mahasiswa dapat menjelaskan tentang medication
error
• Mahasiswa dapat menjelaskan tentang beyond use
date dan pendosisan
Perkuliahan
• Hak dan kewajiban Apoteker
• Step step dalam compounding dan dispensing
• Spesialit Obat
• Pengobatan yang rasional
• Medication error
• Beyond use date dan pendosisasan
Mungkin Apoteker itu yang jualan obat?
apoteker itu
apa…
Apoteker adalah…..
sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan
mengucapkan sumpah jabatan
apoteker.
Apa bedanya
dengan dokter ?
Dokter betugas
mendiagnosa
Dimana Apoteker?
TUGAS DAN
FUNGSI APOTEKER
MANAJEMEN FARMASI
DEFINSI PEKERJAAN KEFARMASIAN
MANAJEMEN FARMASI
BERDASARKAN
HASIL PENELITIAN
BERDASARKAN
HASIL PENELITIAN
BERDASARKAN
HASIL PENELITIAN
KESIMPULAN
HAK DAN KEWAJIBAN APOTEKER
COMPOUNDING AND
DISPENSING
Permasalahan Resep
Pertemuan 2
Permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, dokter hewan kepada
apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat kepada pasien
sesuai peraturan perundangan
RESEP yang berlaku.
Menurut keputusan Menteri
Kesehatan Nomer
1027/MENKES/SK/IX/2004
nama, nomor Surat Izin Praktek
SKRINING dan alamat dokter, tanggal
RESEP penulisan resep, paraf dokter
penulis resep, nama,
alamat, umur, jenis
kelamin,berat badan pasien,
Persyaratan nama obat, dosis, dan jumlah
administratif yang diminta, dan cara
pemakaian yang jelas.
1. Suatu obat dalam resep sebaiknya tidak menuliskan gr, yang bilamana dimaksud ialah satuan gram.
Suatu angka di belakang nama obat dalam resep otomatis berarti gram sedangkan gr. adalah granum
yang beratnya hanya 65 mg.
2. Titik desimal untuk dosis obat harus ditempatkan dengan tepat. Kesalahan penempatan titik desimal
dapat menyebabkan dosis/kekuatan obat menjadi 10 kali dari dosis/kekuatan yang dimaksud.
3. Nama obat ditulis dengan jelas. Penulisan nama obat yang tidak jelas dapat menyebabkan kekeliruan
dalam pengambilan obat yang akan diberikan kepada pasien.
4. Kekuatan dan jumlah obat ditulis dalam resep dengan jelas. Kekuatan obat adalah jumlah obat yang
terkandung dalam tiap tablet dan supositoria (miligram) atau dalam larutan mililiter. Singkatan yang
berlaku internasional adalah mg untuk miligram dan ml untuk mililiter.
5. Harus hati-hati bila memberikan beberapa obat secara bersamaan yaitu beberapa bahan obat yang
dicampurkan dalam satu R/ (recipe) dan beberapa bentuk sediaan diberikan dalam beberapa R/
(recipe) dalam satu kertas resep, setiap sediaan itu oleh penderita harus diminum pada waktu
bersamaan.
6. Dosis tiap obat yang diberikan seharusnya diperhitungkan dengan tepat serta diperhitungkan juga
semua factor individual penderita, terutama umur dan berat badannya.
7. Harus diketahui dulu kondisi penderita secara akurat sebelum menentukan
pengobatan.
8. Terapi dengan obat diberikan hanya bila ada indikasi yang jelas dan tidak karena
penderita mendesak meminta suatu obat tertentu.
9. Ketentuan mengenai obat dituliskan dengan jelas di atas resep, sehingga nanti akan
tertera pada etiket yang dipasang pada wadah obat.
10. Pemberian obat yang terlalu banyak sebaiknya dihindari karena bisa bahaya.
11. Pemberian obat dalam jangka waktu yang terlalu lama sebaiknya dihindari.
12. Tata cara penggunaan obat diterangkan kepada pasien dengan jelas.
13. Kemungkinan bahaya bila meminum obat lain disamping obat yang diberikan dokter
diberitaukan kepada pasien.
14. Efek samping atau kelainan tertentu akibat dari obat yang diberikan, diberitahukan
kepada pasien.
Definisi Copie Resep
Copie resep ialah salinan tertulis dari suatu resep yang
dibuat oleh apotek.
• Apoteker harus
mengkonfirmasi ulang
kepada dokter penulis
resep tersebut.
Resep 2
Permasalahan
Penyelesaian
Apoteker harus
mengkonfirmasi kepada
dokter penulis resep
tersebut
Resep 3
25/7/2011
R/ Furosemid XXV
S 1-1/2-0
R/ KSR XV
S 1 dd 1
R/ Metformin 500 XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5 XV
S 1-0-0
R/ Diazepam 2 XXX
S 2 dd 1
R/ Aspilet XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5 XV
S 1 dd 1 SL bila nyeri dada
R/ Antasida Fl. I
S 4 dd IC
R/ Simvastatin XV
S 0-0-1
R/ Gemfibrozil 300 XV
S 0-0-1
Pro : Tn. A (40 Th)
a. Anamnesa
Pasein menyatakan telah lama menderita penyakit kolesterol, sakit jantung,
diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi (140 mmHg).
b.Analisa Kasus
Dalam kasus ini Tn. A yang berusia 40 tahun, mendapat 10 item obat dalam
satu kurun waktu pengobatan. Pasien mengalami diabetes mellitus dengan
diagnosa penyerta tekanan darah tinggi, hiperlipidemia, dan gangguan jantung.
Obat-obat yang diresepkan dokter adalah sebagai berikut:
- Furosemid, sebagai antihipertensi golongan diuretik loops diuretik
- KSR/ Kalium klorida 600 mg, sebagai suplemen kalium untuk mencegah
hipokalemia akibat penggunaan diuretik
- Metformin dan glibenklamid sebagai antidiabetes oral
- Diazepam, sedative golongan benzodiazepin
- Aspilet sebagai antiplatelet
- ISDN, sebagai antiangina
- Antasida, untuk menetralkan asam lambung
- Simvastatin dan gemfibrozil sebagai antihiperlipidemia
SARAN
b. Analisa
Dalam kasus ini pasien menerima 7 item obat dalam sekali waktu
konsumsi. 7 item obat tersebut yaitu :
- captopril yang merupakan antihipertensi golongan inhibitor
enzim
pengkonversi angiotensin (ACEI),
- hidroklorotiazid (HCT) yang merupakan diuretik golongan tiazid,
- bisoprolol, suatu agen antihipertensi golongan pemblok β yang
kardioselektif
- isosorbid dinitrat (ISDN), antiangina golongan nitrat
- tiamin (vitamin B1), untuk terapi defisiensi vitamin B1
- meloksikam, obat antiinflamasi nonsteroid, yang memiliki sifat
antinyeri
- antasida, untuk menetralkan asam lambung
SARAN
b.Analisa resep
Dalam kasus ini pasien menerima 8 item obat, sebagai berikut :
- Metformin, antidiabetes golongan biguanid
- Glibenklamide, antidiabetes golongan sulfonilurea
- Captopril, antihipertensi golongan inhibitor enzim
pengkonversi
angiotensin (ACEI)
- Furosemid, antihipertensi golongan loop diuretik
- BC/ vitamin B kompleks, suplemen kekurangan vitamin B
- Amlodipin, antihipertensi golongan pemblok kanal kalsium
(CCB)
- Na-diklofenak, antiinflamasi nonsteroid
- Simvastatin, antihiperlipidemia golongan statin
SARAN
Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin, perlu dipantau
efeknya, ada baiknya dosis captopril dikurangi
Konsumsi captopril 1 jam sebelum makan, untuk menghindari
interaksinya dengan makanan
Pasien perlu diberi obat untuk mengatasi sindrome
dispepsianya, terlebih dalam resep tersebut terdapat obat-
obat yang menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan
pada saluran cerna, berupa iritasi lambung (natrium-
diklofenak), mual, muntah, diare (metformin dan
glibenklamid).Ranitidine dan antiemetic seperti domperidon
atau metoklopramid mungkin perlu diberikan.
Pasien juga harus diingatkan untuk senantiasa melakukan
terapi non farmakologis, berupa diet makanan rendah
karbohidrat, lemak, dan garam.
Pasien juga harus menghindari konsumsi rokok dan atau
alcohol
Olah raga ringan secara teratur sangat dianjurkan
• Jika terdapat sesuatu yang kurang
jelas atau jika nampak telah terjadi
kesalahan, apoteker harus
mengkonsultasikan kepada penulis
resep. Hendaknya apoteker tidak
mengartikan maksud dari kata yang
tidak jelas atau singkatan yang tidak
diketahui.
Pertemuan 3
SPESIALIT OBAT
Obat paten :
adalah obat dengan nama merek dagang dan
menggunakan nama yang merupakan milik produsen
obat tersebut.
Penggolongan obat
Obat-obat yang beredar di Indonesia terbagi dalam
4 golongan, yaitu:
1. Golongan Opium dan turunannya
2. Golongan Obat keras
3. Golonagan Obat bebas terbatas
4. Golongan Obat bebas
- Obat gol.opium dan turunannya, dan gol. obat keras,
hanya dapat diperoleh di apotik dengan resep dokter.
- Obat bebas terbatas dan obat bebas, dapat diperoleh
tanpa resep dokter di apotik, toko obat, toko dan warung.
Pada wadah atau kemasan gol. obat bebas terbatas
dicantumkan tanda peringatan. Tanda peringatan tersebut
berwarna hitam dan tulisannya berwarna putih.
Medication Error
Medication Error
• Kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat
selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang
sebetulnya dapat dicegah.
(Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/
IX/2004)
• Segala tindakan yang sebenarnya dapat dicegah, yang dapat
mendorong penggunaan obat yang tidak tepat atau
membahayakan pasien, dapat terjadi pada tahap prescribing
(peresepan), dispensing (penyiapan), dan drug administration
(pemberian obat) (Wittich, 2014).
Wittich, C., M., Burkle, Lanier, W. L. 2014. Medication Errors: An Overview for Clinicians,
Mayo Clinic Proceedings, 89(8),1116–1125
Penyebab Medication Error
Wittich, C., M., Burkle, Lanier, W. L. 2014. Medication Errors: An Overview for
Clinicians, Mayo Clinic Proceedings, 89(8),1116–1125
Tipe Medication Errors (berdasarkan
alur proses pengobatan)
Extra dose
Monitoring error
Kesalahan dalam frekuensi pemberian
Kesalahan yang terjadi saat melakukan
obat yang lebih sering dari yang
monitoring
diinstruksikan oleh dokter
PRESCRIBING ERROR
Kesalahan saat pada saat penulisan resep. Fase ini merupakan ME yang utama.
DISPENDING ERROR
Kesalahan terjadi pada saat pembacaan resep untuk proses dispensing
Cheung KC, Marcel L. Bouvy and Peter A. G. M. De Smet. 2009. Medication errors: The importance of safe dispensing.
British Journal of Clinical Pharmacology, 67:6, p. 676-680
TRANSCRIPTION ERROR
Kesalahan saat pada saat penulisan resep. Fase ini merupakan ME yang utama.
ADMINISTERING ERROR
Kesalahan saat pada saat pemberian resep. Fase ini merupakan ME yang utama.
Indeks medication errors untuk kategorisasi
errors berdasarkan tingkat keparahan
REKOMENDASI UNTUK DOKTER
Sumber : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI 2008
Manajemen Risiko Medication Error
Sumber : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI 2008
Laporan Medication Error
Sumber : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI 2008
Langkah-langkah Pengelolaan Medication Error
Langkah-langkah Pengelolaan Medication Error
Langkah-langkah Pengelolaan Medication Error
Langkah-langkah Pengelolaan Medication Error
Monitoring dan Evaluasi dilakukan terhadap :
Metode Analisis Medication Error
Root Cause Analysis (RCA) Failure Mode dan Effects Analysis
(FMEA)
•RCA = suatu pemeriksaan dari suatu kesalahan
setelah kesalahan itu terjadi untuk mengetahui • FMEA = Metode sistematis dan proaktif untuk
apa yang menjadi penyebab kesalahan tersebut. mengevaluasi suatu proses untuk
•Ketika terjadi kesalahan pengobatan, apoteker mengidentifikasi di mana dan bagaimana suatu
harus melakukan RCA. proses dapat gagal.
• Jenis analisis ini tidak terfokus pada masalah • Dalam FMEA, diasumsikan bahwa kesalahan
kinerja individu, tetapi pada kegagalan suatu akan terjadi dan dapat diprediksi. Analisis
proses/sistem untuk menentukan mengapa FMEA dilakukan untuk mengantisipasi
dan bagaimana terjadi sebuah kesalahan. kesalahan yang akan datang dan mendesain
• Dalam RCA, serangkaian pertanyaan dibuat suatu proses atau sistem untuk meminimalkan
untuk mengidentifikasi letak kesalahan. dampaknya.
Kemudian dilakukan rencana aksi, tidak lanjut • Metode ini digunakan untuk menelusuri risiko
dan strategi penilaian untuk mencegah potensial dalam suatu produk atau sistem,
kesalahan serupa dan memperbaiki situasi sering juga digambarkan sebagai mekanisme
dimana masalah tersebut terjadi. penilaian risiko.
Referensi
• American Society of Hospital Pharmacists. 1993. “ASHP Guideline on
Preventing Medication Errors in Hospitals”. Am J Hosp Pharm; 50:129-
137.
• Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2008. Buku
Saku Tanggung Jawab Apoteker terhadap Keselamatan Pasien (Patient
Safety). Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
• Guideline on medication Error Reporting : Ministry of Health Malaysia
• Hatta, ed. 2013. Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di
Sarana Pelayanan Kesehatan, edisi revisi 2. Universitas Indonesia.
Depok.
• World Health Organization. (2014). Reporting and Learning Systems
For Medication Errors : The Role of Pharmacovigilance Centres. France
Peran Apoteker dalam
mencegah
medication error
Peran Apoteker dalam mencegah medication error
1. Berpartisipasi dalam memonitor terapi
pengobatan
– Rencana pengobatan,
– Ketepatan rute dan cara pemberian obat,
– Kemungkinan adanya duplikat terapi
– Mengevaluasi hubungan antara data klinis dan data laboratorium
– Memastikan obat dalam keamanan, keefektifan dan penggunaan yang
rasional.
2. Berperan penting dalam rekonsiliasi obat
3. Merekomendasikan dan mengenali terapi
pengobatan yang tepat
– Mengikuti program edukasi profesional
(Ernawati DK, Lee YP, Hughes JD. 2014; American Society of Hospital Pharmacists. 1993; Scarsi KK, Fotis MA, Noskin GA, 2002)
Peran Apoteker dalam mencegah medication error
4. Siap sedia untuk memberikan informasi dan saran
mengenai rejimen terapi
5. Mengetahui sistem penyediaan obat, kebijakan
distribusi obat, melalui distributor yang aman
6. Seharusnya tidak berasumsi yang menyebabkan
kekeliruan pengobatan
7. Menjaga kerapian dan kebersihan area kerja dengan
standar operasional yang jelas
8. Meninjau kembali resep dan menuliskan medical
record pasien
(Ernawati DK, Lee YP, Hughes JD. 2014; American Society of Hospital Pharmacists. 1993; Scarsi KK, Fotis MA, Noskin GA, 2002)
Peran Apoteker dalam mencegah medication error
9. Menyediakan obat yang siap untuk diberikan seperti sistem unit dose
pada pasien rawat inap
10. Meninjau label
11. Menjamin bahwa pengobatan yang diberikan sesuai, dengan terlebih
dahulu mendeteksi masalah pengobatan seperti alergi atau interaksi
obat
12. Mengobservasi bagaimana obat tersebut diberikan dan prosedur
penyimpanan
13. Melakukan konseling dan melalukan verifikasi bahwa pasien atau
perawat mengerti penggunaan obat dan informasi lainnya terkait
pengobatan
(Ernawati DK, Lee YP, Hughes JD. 2014; American Society of Hospital Pharmacists. 1993; Scarsi KK, Fotis MA, Noskin GA, 2002)
Kasus 1
• Seorang nenek di Bristol Inggris, Dawn Britton (62 tahun) meninggal
dunia setelah diberi obat yang salah oleh apoteker Jhoots Pharmacy,
Kinswood, Bristol, Inggris. Ia terbiasa meminum tablet Prednisolon
untuk penyakit Crohn yang ia derita. Namun seorang apoteker
memberikan tablet yang berbeda. Apoteker memberikan tablet
Gliklazid yang seharusnya diberikan untuk penderita diabetes.
• Karena ukuran dan warna pil yang sama, Dawn Britton pun tidak dapat
membedakan obat yang biasa ia minum dengan obat yang diterima dari
apoteker. Beberapa minggu, setelah mengkonsumsi tablet Gliklazid, ia
ditemukan tidak sadarkan diri di rumahnya dan segera dilarikan ke
rumah sakit. Dawn Britton mengalami koma selama 1 bulan hingga
akhirnya meninggal dunia pada 20 November 2013. Diketahui bahwa
Dawn Britton meninggal dikarenakan cedera otak hipoksia akibat
hipoglikemia setelah mengkonsumsi tablet Gliklazid yang merupakan
obat antidiabetes.
Analisis
Pada kasus yang dialami oleh Dawn Britton,
terdapat beberapa informasi yaitu:
•Pasien membawa resep obat prednisolone ke
Apotek Jhoots
•Pasien terbiasa meminum obat prednisolone
•Ukuran dan warna pil prednisolone dan gliklazid
memiliki warna dan bentuk yang serupa sehingga
sulit untuk dibedakan
•Pasien menderita penyakit Crohn dan bukan
penderita diabetes
Analisis
Kemungkinan yang menyebabkan terjadinya kejadian
medication error
• Resep pasien tertukar dengan resep lain
– tidak didukung dengan adanya informasi terjadinya
kesalahan pemberian obat terhadap pasien dengan resep
Gliklazid
• Apotek Jhoots memiliki sediaan obat prednisolone dan
gliklazid dalam kemasan botol dan bukan kemasan
obat yang dikemas dalam bentuk satuan.
– Kesalahan dalam hal tersebut sangat mungkin terjadi
karena saat apotek menyimpan obat dalam kemasan botol
dan mengeluarkan obat tersebut maka obat akan
kehilangan identitasnya karena obat berada dalam bentuk
butiran tanpa tanda dan kemasan yang jelas
Hal tersebut dapat didukung dengan adanya faktor
yang dialami oleh apoteker yang menyebabkan
medication error diantaranya adalah kelelahan,
mudah terganggu dalam mengerjakan resep dan
terburu-buru. Semakin tinggi tingkat ketiga hal
tersebut maka dapat meningkatkan tingkat
kesalahan terhadap pekerjaan manusia (human
error) yang akan berdampak sangat berbahaya
ketika dialami oleh tenaga profesional kesehatan
seperti apoteker.
Solusi
Referensi
• McDowell, Sarah E., Ferner, Harriet S., & Ferner, Robin E.
(2009). The pathophysiology of medication errors: how and
where they arise. Br J Clin Pharmacol, 67 (6), 605-6013.
Retrieved from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2723197/
• Laurance L. Brunton, et. al., Goodman & Gilman: Manual
farmakologi dan terapi. Jakarta: EGC, 2010.
• http://www.medicinenet.com/prednisolone/article.htm
diakses pada sabtu 3 september 2016 Pukul 11.43 wib.
• http://www.drugbank.ca/drugs/DB01120 diakses pada
sabtu 3 september 2016 Pukul 11.43 wib.
Kasus 2
Kasus Medication Error
Trey Jones mengalami tremor pada tangan dan hiperaktivitas saat ia berusia 5
tahun. Tabitha Jones, bermaksud menebus Inderal (PROPANOLOL) 10 mg yang
diresepkan untuk Trey di Walgreens, apotek jaringan yang salah satunya berlokasi di dekat
kediaman mereka di Amerika Serikat. Apotek Walgreens keliru memberikan Methitest
(tablet methyltestosterone) dan bukannya Inderal. Methitest itu pun dikonsumsi
oleh Trey. Anak yang tadinya makan dengan normal tiga kali sehari itu menjadi berubah
kebiasaan makannya. Setiap kali waktu makan, dia akan makan sepiring penuh dan
kemudian untuk makan porsi kedua, lalu berlanjut sampai piring ketiga. Obat ini
diulang sampai tiga kali. Trey tetap hiperaktif, bahkan semakin sulit dihentikan
dan cenderung melakukan kekerasan dengan menendang-nendang. Tangan Trey pun
tetap tremor sehingga dokternya meningkatkan dosis obat (yang dimaksudkan
sebagai Inderal) menjadi dua kalinya.
LANJUT
Dan Walgreens lagi-lagi keliru sehingga Trey mendapatkan Methitest lagi dengan dosis
dua kali lipat sebelumnya. Trey kemudian mengalami nyeri genital, yang
kemudian menjadi awal diketahuinya kesalahan itu. Apotek
Walgreens hanya menyarankan orangtua Trey untuk
menghubungi dokternya. Orangtua Trey mengisi formulir
komplain ke Badan Farmasi Tennessee dan menuntut
Walgreens, khawatir dengan akibat dari konsumsi
Methitest pada pertumbuhan Trey atau menyebabkan
kerusakan liver. Pada hari itu, Sindhal dan seorang rekannya menangani 477
resep dalam sehari. Sindhal mengakui kekeliruannya dan menyatakan dia juga tidak
mengecek ulang tanggal lahir Trey pada resep. (Diambil dari kejadian nyata di Amerika Serikat)
Analisis Kasus
Naunton, M., Nor, K., Bartholomaeus, A., Thomas, J., dan Kosari, S., Case Report of A Medication Error In
the Eye of the Beholder, Medicine, 2016, Vol. 95 (28).
Analisa Kasus 3
Kasus ini diklasifikasikan sebagai Medication Error
jenis Wrong Administration Technique-Error dengan
tingkat keparahan kategori C, yaitu terjadi kesalahan
dan obat sudah digunakan pasien tetapi tidak
membayakan pasien (NCC MERP Index).
Expiration Date
(ED) atau tanggal
kedaluwarsa a. Menggambarkan batas waktu penggunaan produk
obat setelah diproduksi oleh pabrik farmasi,
sebelum kemasannya dibuka.
b. ED dicantumkan oleh pabrik farmasi pada
kemasan produk obat
Persamaan BUD dan ED
Vaksin yang sudah disiapkan tetapi tidak segera disuntikkan harus disimpan
sesuai dengan persyaratan penyimpanan dan harus segera disuntikkan
maksimum sebelum batas BUD yang telah ditentukan oleh pabrik pembuatnya.
Beyond Use Date Produk
Nonsteril
1. Produk Obat Pabrik
1) Bentuk Sediaan Padat, Langkah-langkah penetapan BUD: