Anda di halaman 1dari 35

FARMASI

KOMUNITAS
PENGELOLAAN
RESEP DI APOTEK
KELOMPOK : 6
DEDEK AJI PAMUNGKAS 22340155

VIRLIANNA GUSNINDA 22340156

DINI KURRATA A’YUNI 22340157

FITRIA ANJANI 22340161


DEFINISI APOTEK

Apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 yaitu sebagai
suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian,
penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek Pasal
1, yang dimaksud dengan apotek adalah saranan pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker
TUJUAN APOTEK
1 2
Memberikan perlindungan
Meningkatkan pasien dan masyarakat dalam
1 2 kualitas pelayanan memperoleh pelayanan
kefarmasian kefarmasian di apotek
diapotek.

3 3
Menjamin kepastian hukum bagi tenaga
kefarmasian dalam memberikan
pelayanan kefarmasian di apotek
(Permenkes RI No.9/2017).
Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah:
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker.
2. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan mendistribusikan sediaan
farmasi, antara lain obat, bahn baku obat, obat tradisional, dan kosmetik.
4. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. (Bogadenta
A, 2013).
DEFINISI RESEP
Resep adalah permintaan tertulis seorang
dokter, dokter gigi atau dokter hewan
yang diberi ijin berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
kepada apoteker pengelola apotek untuk
75
menyediakan dan menyerahkan
% obat
kepada pasien.

Suatu resep yang lengkap harus memuat tanggal dan tempat ditulisnya resep
(inscriptio), aturan pakai dari obat yang tertulis (signatura), paraf/tanda tangan
dokter yang menulis resep (subcriptio), tanda buka penulisan resep dengan R/
(invocatio) dan nama obat, jumlah dan aturan pemakaian (praescriptio atau
ordination)
FUNGSI DARI KOMPONEN RESEP
Inscriptio Invocatio
(nama dokter / dokter (tanda R/ pada bagian kiri
gigi, nomor izin praktik setiap penulisan resep)
dokter/dokter gigi, alamat
dan tanggal penulisan
resep)

Praescriptio/ordonatio Signatura
(nama obat, kekuatan obat,
bentuk sediaan dan jumlah (tanda cara pakai dan dosis
setiap obat) obat)

Subcriptio Pro
(tanda tangan atau paraf (nama, usia dan berat
dokter penulis resep sesuai badan pasien)
dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku)
TANDA – TANDA RESEP

- Tanda segera, dokter dapat memberi tanda dibagian kanan atas resepnya dengan kata-kata: cito
(segera), statim (penting), urgent (sangat penting), P.I.M/pericum in mora (berbahaya jika ditunda).
Urutan yang didahulukan adalah P.I.M, urgent, statim, cito.
- Tanda dapat atau tidak dapat diulang, jika dokter menghendaki agar resepnya dapat diulang, maka
dalam resep ditulis kata “iter/iteratie” dan berapa kali resep dapat diulang. Jika dokter menghendaki
agar resepnya tidak boleh diulang tanpa sepengetahuannya, maka dapat dituliskan pada resep tersebut
dengan kata “n.i/ne iterator” (tidak dapat diulang).

JENIS – JENIS RESEP

Resep disebut juga formulae medicae yang terbagi atas:

1. Formulae offcinalis, yaitu resep yang tercantum dalam buku farmakope atau buku lainnya dan
merupakan standard (resep standar).
2. Formulae magistralis, yaitu resep yang ditulis oleh dokter.
SALINAN RESEP
Salinan resep adalah salinan yang dibuat apoteker, selain memuat
semua keterangan yang terdapat dalam resep asli harus memuat
pula: nama dan alamat apotek, nama dan SIA, tanda tangan atau
paraf APA, det/ detur untuk obat yang sudah diserahkan atau ne
detur untuk obat yang belum diserahkan, nomor resep, dan tanggal
pembuatan (Kepmenkes No.281/1981).
Bagian-bagian salinan resep:
1. Nama dan alamat apotek
2. Nama dan APA dan nomor SIA
3. Nama, umur, pasien
4. Nama dokter penulis resep
5. Tanggal penulisan resep
6. Tanggal dan nomor urut pembuatan
7. Tanda R/
8. Tanda “det” atau “deteur” untuk obat yang sudah diserahkan “ne
det” atau “ne deteur” untuk obat yang belum diserahkan
9. Tuliskan p.c.c (pro copy conform) menandakan bahwa salinan
resep telah ditulis sesuai dengan aslinya
Permenkes No.922 Tahun 1993
Psal 17, menyatakan bahwa:
1. Salinan Resep harus ditanda
tangani oleh apoteker
2. Resep harus dirahasiakan dan
disimpan di Apotek dengan baik
dalam jangka waktu tiga (3) tahun
3. Resep atau salinan resep
hanya boleh diperlihatkan kepada
dokter penulis resep atau yang
merawat penderita, penderita
yang bersangkutan, petugas
kesehatan atau petugas lain yang
berwenang menurut peraturan
perundang-undangan yang
berlaku
PELAYANAN RESEP
Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis
yang harus dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan
penyerahan obat kepada pasien.
Pelayanan resep dilakukan sebagai berikut:
1. Pelayanan Resep di Apotek, Rumah Sakit, dan Puskesmas
a. Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian
resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi.
Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis.
Standar pelayanan resep adalah sebagai berikut :
1. Skrining resep Apoteker melakukan skrining 2. Penyiapan obat
resep meliputi : a. Peracikan
a. Persyaratan administratif :
Merupakan kegiatan menyiapkan,
- Nama,SIP dan alamat dokter.
- Tanggal penulisan resep. menimbang, mencampur, mengemas dan
- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep. memberikan etiket pada wadah. Dalam
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat melaksanakan peracikan obat harus dibuat
badan pasien. suatu prosedur tetap dengan memperhatikan
- Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta. dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan
- Cara pemakaian yang jelas. etiket yang benar.
- Informasi lainnya.
b. Etiket
b. Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan,
dosis,potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
dan lama pemberian. Kemasan obat yang diserahkan
c. Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam
samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, kemasan yang cocok sehingga terjaga
jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan kualitasnya.
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan c. Penyerahan Obat
kepada dokter penulis resep dengan memberikan
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus
pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah dilakukan pemeriksaan akhir terhadap
pemberitahuan. kesesuaian antara obat dengan resep.
Penyerahan obat
2. Pelayanan Resep
Narkotika Resep yang mengandung narkotika :
a. Harus ditulis tersendiri
b. Tidak boleh ada iterasi (ulangan)
c. Dituliskan nama pasien, tidak boleh m.i/mihi ipsi atau u.p/usus propius (untuk pemakaian
sendiri)
d. Alamat pasien ditulis dengan jelas
e. Aturan pakai (signa) ditulis dengan jelas, tidak boleh ditulis s.u.c /signa usus cognitus
(sudah tahu aturan pakai).

Skrining resep Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi :


a. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmaseutik yaitu: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian
b. Mengkaji pertimbangan klinis yaitu : adanya alergi, efek samping,interaksi, kesesuaian (dosis, durasi,
jumlah obat dan lain-lain).
c. Narkotik hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit,puskesmas, apotek lainnya, balai
pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan “iter” tidak boleh dilayani sama sekali.
d. Salinan resep narkotik yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh
dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
e. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.
4. Penyiapan Resep
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan pada resep
b. Untuk obat racikan apoteker menyiapkan obat jadi yang mengandung narkotika
atau menimbang bahan baku narkotika
c. Menutup dan mengembalikan wadah obat pada tempatnya.
d. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai denganpermintaan
dalam resep
e. Obat diberi wadah yang sesuai dan diperiksa kembali jenis dan jumlah obat sesuai
permintaan dalam resep.

5. Penyerahan Obat
a. Melakukan pemeriksaan akhir kesesuaian antara penulisan etiketdengan resep sebelum
dilakukan penyerahan.
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
c. Mengecek identitas dan alamat pasien yang berhak menerima.
d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
e. Menanyakan dan menuliskan alamat / nomor telepon pasien dibalik resep
f. Menyimpan resep pada tempatnya dan mendokumentasikannya
TAHAP – TAHAP PELAYANAN RESEP
PENYIMPANAN RESEP
1. Resep asli dikumpulkan berdasarkan tanggal yang sama dan
diurutkan sesuai nomor resep.
2. Resep yang berisi narkotika dipisahkan atau digaris bawah dengan
tinta merah.
3. Resep yang berisi psikotropika digaris bawah dengan tinta biru.
4. Resep dibendel sesuai dengan kelompoknya.
5. Bendel resep ditulis tanggal, bulan dan tahun yang mudah dibaca
dan disimpan di tempat yang telah ditentukan
6. Penyimpanan bendel resep dilakukan secara berurutan dan teratur
sehingga memudahkan untuk penelusuran resep
7. Resepyang telah disimpan selama 3 tahun dapat dimusnahkan
sesuai tata cara pemusnahan resep.
PEMUSNAHAN RESEP
1. Tata cara pemusnahan:
a. Resep narkotika dihitung lembarannya
b. Resep lain ditimbang
c. Resep dihancurkan, lalu dikubur atau
dibakar

2. Pada pemusnahan resep harus dibuat


berita acara pemusnahan sesuai dengan
bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap
4 dan ditandatangani oleh APA bersama
petugas apotik yang menyaksikan.
Pemusnahkan resep yang
telah disimpan tiga tahun atau
lebih. 3. Berita acara pemusnahan
dikirim ke dinas kesehatan kota
dengan tebusan balai besar
pengawasan obat (BPOM)
BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP
MEDICATION ERROR

Medication Error adalah setiap kejadian yang dapat dihindari yang dapat
menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau
membahayakan pasien (NCCMERP, 2016). Medication Error sampai saat ini tetap
menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang banyak menimbulkan berbagai
dampak bagi pasien mulai dari resiko ringan bahkan resiko yang paling parah
yaitu menyebabkan suatu kematian (Aronson, 2009). Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI (2014), Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam tiap proses
pengobatan, baik dalam proses peresepan (prescribing), pembacaan resep
(transcribing), penyiapan hingga penyerahan obat (dispensing), maupun dalam
proses penggunaan obat (administration). Kesalahan dalam prescribing dan
dispensing merupakan dua hal yang sering terjadi dalam kesalahan pengobatan.
STUDI KASUS
Berdasarkan peristiwa kesalahan pengobatan
(Medication error) dapat terjadi dalam tiap proses
alur pengobatan, baik dalam proses prescribing,
transcribing, dispensing maupun administration.
Kasus yang akan dibahas pada studi kasus kali
ini adalah menentukan resep-resep yang dilayani
(tahapan prescribing) apakah telah memenuhi
asas legalitas sesuai dengan PERMENKES RI
Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan dilanjutkan
dengan penetapan Medication Error Index pada
pengambilan sample kasus dilakukan pada salah
satu apotek di Kota Kadipaten dengan kriteria
karakteristik kelengkapan resep meliputi secara
administrasi, farmasetik, dan klinis.
PEMBAHASAN KASUS DAN TEORI
Sampel resep diambil pada periode Juli - Desember
2019 diperoleh sebanyak 1.581 lembar. Kemudian
sampel yang diperoleh, selanjutnya diambil
menggunakan teknik random sampling sebanyak
352 lembar resep. di salah satu apotek di Kota
Kadipaten berisi berbagai lembar resep dari dokter
yang berbeda, seperti; lembar resep dari dokter
umum, dokter gigi, dokter kandungan, dokter lain.
Dari seluruh sampel 352 lembar resep kemudian
dikelompokkan ke dalam setiap kelas terapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 18 kelas
terapi obat dari semua sampel yang tersedia.
Didapatkan persentasi tertinggi adalah kelas terapi
Antibiotik sebesar 17,97% dan persentase terendah
adalah kelas terapi Analgesik Opioid sebesar
0,11%. Kemudian dilanjutkan tahap proses skrining
resep dan pengelompokan kategori Indeks
Medication Error yang selanjutnya hanya akan
berfokuspada lima kelas terapi terbesar saja dari
seluruh golongan obat yang ditulis pada resep.
Analisis Resep Berdasarkan Kriteria Unsur Pengkajian
Resep
Dari data tabel hasil data yang diperoleh
Kajian Administratif
menunjukkan 0% semua resep tidak ada informasi
berat badan. Pada umumnya pasien anak,
geriatrik, pasien dengan gangguan fungsi hati atau
ginjal, pasien kemoterapi diperlukan formula
perhitungan khusus, salah satunya adalah formula
perhitungan dosis, menggunakan berat badan
pada pasien anak pencantuman berat badan
sangat diperlukan. Kemudian dalam faktor lain
yang sering terlewat oleh pembuat resep (dokter)
adalah alamat pasien. Alamat pasien berguna
sebagai identitas pasien jika ada kesalahan dalam
pemberian obat di apotek, atau obat tertukar
dengan pasien lain.
Komponen Persyaratan Administratif Data Terkait Dokter

Penulisan nama-nama dokter bervariasi, ada yang jelas, dicetak dan ada yang sulit dibaca.
Dalam resep, namadokter umumnya dicetak di atas kertas resep. Alamat penulisan dokter
juga bervariasi. Beberapa mencantumkan alamat rumah dokter penulis resep, sementara yang
lain mencantumkan alamat kantor atau tempat dokter bekerja. Nomor telepon biasanya dicetak
pada kertas resep. Beberapa resep bahkan menyertakan nomor ponsel pribadi penulis resep.
Tidak adanya nomor telepon dokter menyebabkan apoteker tidak dapat menghubungi dokter
yang meresepkan ketika ada masalah dalam fase transcribing maupun dispensing.

Surat Izin Praktik (SIP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh dinas kesehatan kabupaten
atau kota kepada dokter dan dokter gigi yang akan membawa praktik medis setelah memenuhi
persyaratan . Dokter dan dokter gigi yang sudah memiliki SIP berwenang untuk melakukan
praktik medis, salah satunya adalah meresepkan obat-obatan dan peralatan medis
Pencantuman paraf dokter diperlukan agar resep menjadi otentik dan tidak disalahgunakan di
masyarakat (terutama ketika datang ke resep narkotika dan obat-obatan psikotropika). Dari
hasil data yang diperoleh presentase kesalahan peresepan kajian administrative berdasarkan
kelas terapi antibiotic yang memiliki persentase paling besar yaitu sebesar 25,5%.
Komponen Persyaratan Administratif Data Terkait Dokter

Kajian Kesesuaian Farmasetik


Kajian Kesesuaian Farmasetik

1. Komponen Persyaratan Farmasetik Bentuk Sediaan


Pada resep, seharusnya penulisan bentuk sediaan harus ditulis dengan jelas agar tidak memicu terjadinya kesalahan
pemberian bentuk sediaan obat yang akan digunakan oleh pasien sesuai dengan kebutuhan, keadaan dan kondisi pasien.
penting dalam resep agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kekeliruan pemberian obat, karena banyak sediaan
obat yang memiliki beberapa bentuk rute pemberian. Untuk itu, dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas sehingga
terhindar dari kesalahan rute pemberian obat.

2. Komponen Persyaratan Farmasetik Kekuatan Sediaan


Kekuatan sediaan dalam resep adalah komponen penting yang harus dicantumkan dalam resep. Ini karena agar tidak
memicu kesalahan dalam pemberian dosis obat karena banyak obat memiliki berbagai kekuatan dosis. Beberapa dokter telah
menulis kekuatan obat tersebut, tetapi banyak yang belum memasukkannya.

3. Komponen Persyaratan Farmasetik Kompatibilitas


Penulisan nama obat racikan sangat penting agar ketika dalam proses pelayanan tidak terjadi kesalahan pencampuran obat,
karena tidak semua obat dapat bercampur dengan baik (kompatibel). Maka dokter harus menuliskan nama obat dengan jelas
dengan melihat kompatibilitas dari setiap obat untuk menghindari kesalahan pemberian obat. Pada pengkajian ini, tidak
dijumpai resep obat racikan sehingga tidak dijumpai ketidakcampuran obat pada resep. Pada kajian farmasetik paling tinggi
kesalahan peresepan ditemukan pada kelas terapi Antidiabetik. Dengan hasil persentase kesalahan peresepan mencapai
54,4%.
Kajian Pertimbangan Klinis
Kajian pertimbangan klinis dilakukan terhadap pesyaratan kinik meliputi dosis obat, duplikasi
pengobatan, aturan pakai dan interaksi obat.
1. Komponen Persyaratan Klinis Dosis Obat
Analisis dosis obat dilakukan per-bagian resep dengan melihat apakah dosis obat yang ditentukan oleh
dokter tersebut tepat atau tidak. Dosis yang tidak sesuai dengan standar dapat menyebabkan beberapa
efek yang tidak diinginkan. Beberapa dokter mempertimbangkan dosis obat kadang dapat disesuaikan
dengan berat badan, kondisi penyakit dan diagnosis pasien. Penggunaan dosis berlebihan ditemukan pada
banyak resep suplemen gizi dan darah. Ditemukan pada beberapa resep dokter yang mencantumkan
penggunaan suplemen melebihi jumlah ratarata standarnya yaitu satu kali sehari, sedangkan beberapa dari
dokter tersebut meresepkan suplemen mencapai dua kali sehari.

2. Komponen Persyaratan Klinis Duplikasi Pengobatan


Duplikasi terapi dapat memiliki efek toksik potensial dari obat dan memiliki sedikit atau bahkan sama sekali
tidak ada efek positif pada hasil terapi pasien. Hasil menunjukkan bahwa beberapa resep yang ditemukan
duplikasi pengobatan adalah resep kelas terapi antidiabetik dan resep kelas terapi suplemen gizi dan
darah. Contoh duplikasi pengobatan ditemukan pada resep suplemen gizi dan darah, yaitu pemberian
Anvomer B6 dan Vitamin B Kompleks. Anvomer B6 merupakaan sediaan obat yang mengandung Vitamin
B6 atau piridoksin HCL dimana obat tersebut tentu sudah seharusnya ditemukan juga pada sediaan obat
yang juga mengandung B-Kompleks.
3. Komponen Persyaratan Klinis Aturan Pakai
Diperlukan aturan untuk minum obat, jika terjadi kesalahan akan berdampak pada
munculnya efek samping obat yang tidak diinginkan. Contohnya seperti kurangnya dosis
(pada antibiotik misalnya, akan terjadi resistensi antibiotik) atau kejadian overdosis obat
yang berakibat efek toksik. Beberapa contoh jenis kesalahan yang ditemukan dalam
penulisan resep adalah aturan penggunaan yang tidak ditulis secara penuh, tidak sesuai
pedoman atau tidak tertulis dalam signa. Signatura adalah informasi tentang cara
menggunakan dan meracik yang diinginkan oleh dokter untuk diberikan kepada pasien,
salah satunya terkait dengan aturan penggunaan. Pada pemeriksaan semua sampel telah
memenuhi kesesuaian aturan pakai.
4. Komponen Persyaratan Klinis Interaksi
Obat
Pada kajian klinis didapatkan hasil paling tinggi
kesalahan peresepan ditemukan pada kelas
terapi Suplemen Gizi dan Darah. Dengan hasil
persentase kesalahan peresepan mencapai
29,5%.

Analisis Resep Berdasarkan Indeks Medication Error (NCC MERP)


Tabel berikut ini merupakan hasil rata-rata kejadian medication error yang terjadi pada kelima
kelas terapi obat yang telah di analisis menurut komponen persyaratan yang tercantum pada
PERMENKES Nomor 73 Tahun 2016 (pada tahapan proses prescribing). Pada Tabel 9,
diketahui 70,3% atau 482 kasus medication error adalah actual error yang sudah sampai
kepada pasien. Hasil 70,3% didapatkan dari seluruh kejadian medication error yang terjadi di
lima kelas terapi pengobatan (antibiotik, antidiabetik, anti inflamasi non steroid, anti inflamasi
steroid, suplemen gizi dan darah) dengan mencakup berbagai komponen administratif,
farmasetik. Selanjutnya hasil dikategorikan dalam Medication Error Index menurut algoritma
NCC MERP.

Algoritma NCC MERP mengusulkan indeks medication error yang berfungsi untuk
mengkategorikan kesalahan berdasarkan tingkat keparahan atau hasil dari kesalahan
tersebut (outcome). Indeks ini dibagi menjadi empat kategori utama dan sembilan
subkategori. Pada Tabel 10. Hasil 70,3% (482 kasus) yang didapatkan dari seluruh potensi
kejadian medication error yang terjadi di lima kelas terapi pengobatan (antibiotik, antidiabetik,
anti inflamasi non steroid, anti inflamasi steroid, suplemen gizi dan darah) dengan mencakup
berbagai komponen administratif, farmasetik, dan klinik memiliki kapasitas menyebabkan
kesalahan dan selanjutnya hasil dikategorikan dalam Medication Error Index. Berdasarkan
analisis menggunakan algoritma NCC MERP, didapat Medication Error Index kategori C
hasilnya 68% atau 466 kasus medication error.
Kategori C memiliki arti terjadi kesalahan yang sampai pada pasien, tetapi tidak
menyebabkan pasien terluka atau bahaya (harm) dan didapat Medication Error Index kategori
D hasilnya 0,5% atau 4 kasus medication error (interaksi obat tingkat keparahan minor).
Kategori D memiliki arti terjadi kesalahan yang sampai pada pasien dan memerlukan
pemantauan untuk memastikan bahwa hal itu tidak membahayakan pasien dan atau
diperlukan intervensi untuk mencegah bahaya. Medication Error Index kategori E hasilnya
1,8% atau 13 kasus medication error (interaksi obat tingkat keparahan moderate). Kategori E
memiliki arti terjadi kesalahan yang mungkin berkontribusi atau mengakibatkan kerusakan
sementara pada pasien dan diperlukan intervensi. Intervensi didefinisikan sebagai tindakan
yang mencakup perubahan terapi atau perawatan medis atau bedah aktif.
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari kasus ini adalah :


Masih ditemukan resep yang tidak memenuhi persyaratan administratif sebesar
17,9%, tidak memenuhi persyaratan farmasetik sebesar 44,9%, dan yang tidak
memenuhi persyaratan klinis sebesar 7,5%. Hasil dari analisis karakteristik
Indeks Medication Error kategori C sebesar 68%, kategori D sebesar 0,5%, dan
kategori E sebesar 1,8%. Perlu peningkatan peran apoteker di apotek dalam
pengkajian resep guna mencegah terjadinya medication error.
 
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Apotek
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922 Tahun 1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
- Kepmenkes No.281 Tahun 1981 tentang Tata Cara
Pengelolaan Apotek
 

Anda mungkin juga menyukai