Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/2002 menyatakan
bahwa resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker
untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Pasien tidak diharuskan mengerti tulisan resep obat. Farmasis wajib mengerti tulisan resep obay dan
memberikan informasi obat yang dibutuhkan oleh pasien. Mulai dari nama obat, dosis, aturan pakai, efek
samping sampai hal lain yang berhubungan dengan obat.
Resep yang tepat, aman, dan rasional adalah resep yang memenuhi 7 (tujuh) tepat, yaitu jenis obat yang
tepat sesuai dengan penyakitnya, dosis obat yang tepat, bentuk sediaan yang tepat, waktu penggunaan yang
tepat, cara penggunaan yang tepat, lama penggunaan obat yang tepat dan penderita atau pasien yang tepat
(Depkes, 2016). Jika ada keraguan terhadap resep, apoteker dapat mengkonsultasikan kepada dokter penulis
resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan. Untuk menghindari terjadinya kesalahan atau ketidaksesuaian dalam penulisan resep
dokter dilakukan skrining resep oleh apoteker.
Skrining resep merupakan salah satu pelayanan kefarmasian baik di apotek maupun di rumah sakit yang
dapat digunakan untuk memperkecil atau meminimalkan terjadinya kesalahan (medication error) dalam
peresepan obat, sehingga tercapai pengobatan yang rasional. Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam
skrining resep yakni kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis (Depkes,
2016). Resep obat dikatakan memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku jika memenuhi unsur
tanggal dan tempat ditulisnya resep (inscriptio), aturan pakai dari obat yang tertulis (signatura), paraf/tanda
tangan dokter yang menulis resep (subcriptio), tanda buka penulisan resep dengan R/(invocatio), nama obat,
jumlah dan cara membuatnya (praescriptio atau ordinatio).
Ketidaksesuaian resep dapat dihindari dengan melakukan evaluasi penulisan resep yang bertujuan untuk
mencegah kesalahan penulisan resep dan ketidaksesuaian pemilihan obat bagi individu tertentu. Kesalahan
penulisan dan ketidaksesuaian pemilihan obat untuk penderita tertentu dapat menimbulkan ketidak tepatan
dosis, interaksi obat yang merugikan, kombinasi antagonis dan duplikasi penggunaan. Maka perlu dilakukan
pengkajian dan pelayanan resep yang terdiri dari kegiatan dalam penyiapan obat (dispensing) yang meliputi
penerimaan, pengkajian resep, pemeriksaan ketersediaan produk, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai, telaah obat, dan penyerahan disertai pemberian informasi (Depkes, 2019).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat di rumuskan permasalah sebagai berikut:
1. Bagaimana melakukan kajian kelengkapan dalam skrining resep yang benar dari resep
dokter?
2. Bagaimana apoteker menunjukan adanya ketidaksesuaian saat melakukan skrining resep?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu :
a. Dapat melakukan kajian kelengkapan dalam skrining resep yang benar dari resep dokter.
b. Mengetahui peran seorang apoteker bila terdapat ketidaksesuaian saat melakukan skrining
resep.
D. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait skrining resep dari kelengkapan
administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis, supaya tidak terjadi kesalahan atau
medication error dalam peresepan obat dan dapat tercapainya pengobatan yang rasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien (Kemenkes, 2014). Standar pelayanann kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi,
alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik
dilakukan baik di Apotek, Rumah Sakit, Klinik dan Puskesmas. Dimana pelayanan farmasi klinik
sebagaimana yang dimaksud salah satunya adalah pengkajian resep (Kemenkes, 2014).
B. Resep
1. Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker baik dalam
bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan yang berlaku (Kemenkes, 2014). Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang memiliki arti
recipe atau ambilah. Biasanya di belakang tanda ini terdapat nama dan jumlah obat. Umumnya resep
ditulis dalam bahasa latin. Jika tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada
dokter penulis resep tersebut (Syamsuni, 2002).
2. Penggolongan Resep
Penggolongan resep berdasarkan Wibowo (2010) sebagai berikut:
a. Resep standar (R/ officinalis) yaitu resep yang obat atau komposisinya telah tercantum dalam
buku farmakope atau buku lainnya dan merupakan standar.
b. Resep magistrales (R/ polifarmasi) merupakan resep formula obat yang disusun sendiri oleh
dokter penulis resep dan menentukan dosis serta bentuk sediaan obat sendiri sesuai penderita
yang dihadapi.
c. Resep medicinal merupakan resep obat jadi dapat berupa obat paten merek dagang maupun
generik dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan.
d. Resep obat generik merupakan penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan
dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya dengan atau tidak ada racikan.
3. Pengkajian Resep
Pengkajian resep adalah kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis pada pasien. Jika terjadi
ketidaksesuaian persyaratan dalam pengkajian resep maka Apoteker dapat menghubungi dokter
penulis resep (Kemenkes, 2004). Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam pengkajian sebagai
berikut (Kemenkes, 2014):
a. Persyaratan Administrasi
Persyaratan administrasi meliputi: nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat pasien, nama
dokter, nomor surat izin praktek (SIP), alamat, nomor telepon, paraf dan tanggal penulisan resep.
b. Persyaratan Farmasetik
Persyaratan farmasetik meliputi: bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas dan kompatibilitas
(ketercampuran obat).
c. Persyaratan Klinis
Persyaratan klinis meliputi: ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama
penggunaan obat, duplikasi dan/ atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek
samping obat, manifestasi klinis), kontraindikasi dan interaksi.
4. Bagian Resep
Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut (Syamsuni, 2002):
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek (SIP) dokter, dokter gigi atau dokter hewan
b. Tanggal penulisan resep (inscriptio)
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep (invocatio)
d. Nama setiap obat dan komposisinya (Praescriptio/ ordinatio)
e. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
f. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang
berlaku (subscriptio)
g. Nama pasien, umur, jenis kelamin, jenis hewan dan nama spemiliknya untuk resep dokter hewan
dan alamat (Pro) .
5. Masalah dalam Resep
Semua pemesanan permintaan dalam resep sebaiknya dapat dibaca dengan jelas, tidak
membingungkan, diberi tanggal serta ditanda tangani dengan jelas untuk memudahkan komunikasi
optimal antara dokter penulis resep, apoteker dan perawat. Beberapa kesalahan dalam penulisan
resep dalam praktek sehari-hari sepertinya kurang informasi yang diberikan, tulisan yang buruk
sehingga menyebabkan kesalahan pemberian dosis dan rute obat serta peresepan obat yang tidak
tepat (Lofhom, 2009). Berikut beberapa masalah yang sering ditemui pada penulisan resep:
a. Kegagalan dokter dalam menyampaikan informasi penting seperti: peresepan obat, dosis atau
rute, penulisan resep yang tidak terbaca karena tulisan yang buruk, menulis nama obat dengan
singkatan yang tidak standar, menuliskan permintaan obat yang ambigu, meresepkan satu tablet
yang tersedia lebih dari satu kekuatan dan lain-lain.
b. Kesalahan pencatatan, misalnya saat datang ke rumah sakit tanpa sengaja tidak meresepkan obat
yang digunakan sebelum ke rumah sakit, mencatat perintah pengobatan dengan tidak benar ketika
menulis ulang di daftar obat pasien dan lain- lain.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Farmasi Rumah Sakit Dan Klinis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Menkes RI, 2004. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.
Menkes RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 35 Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.
Syamsuni A. 2002. Ilmu Resep. Jakarta: EGC. Hal:18-19.
Wibowo A. 2010. Analisis Kelengkapan Resep di Apotek Wilayah Lamongan Bulan Februari 2010. Skripsi.

Anda mungkin juga menyukai