Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AIKA

“LATAR BELAKANG, SEJARAH DAN PERKEMBANGAN


ORGANISASI / PERSERIKATAN MUHAMMADIYAH”

Disusun Oleh:

APOTEKER 33 PAGI

ALIFIA RIZKI BUDI UTAMI


(1904026119)
FARHATUS SOLEHAH (1904026146)
JONI RIADHI (1904026164)
NUR AMYRA (1904026194)
SRI SULISTIANI (1904026213)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
JAKARTA
2020

 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam konteks kesejarahan, berdirinya Muhammadiyah merupakan tuntutan
dankeharusan sejarah agar bangsa Indonesia memiliki jati diri dan daya tawar yang tinggi
dimata penjajah. Berdirinya Muhammadiyah sebenarnya didorong oleh kegelisahan
dankeprihatinan terhadap model dakwah dan pola pemikiran keagamaan konvensional-
tradisional saat itu.Dalam doktrin Islam disebutkan : “kuntum khaira ummah”, namun
kenyataan hampirseluruh bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam hidup dalam
tekanan penjajah.Oleh karena itu, KH. Ahmad Dahlan (nama kecil beliau Muhammad
Darwis) merasa perlumendirikan Muhammadiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H.
Bertepatan dengan 18 November 1912 M.Secara garis besar factor yang melatarbelakangi
lahirnya Muhammadiyah antara lain dikarenakan: (1) Kondisi internal umat Islam, dan (2)
Kondisi eksternal umat Islam.
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga
dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 H atau 18 November 1912 oleh Muhammad Darwis, yang kemudian dikenal dengan
K.H. Ahmad Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Keraton Yogyakarta sebagai
seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam
keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau
tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya
berdasarkan Qur`an dan Hadist.
K.H. Ahmad Dahlan, (Kauman, Yogyakarta, 1868-23 Februari 1923). Ia adalah
pendiri organisasi Muhammadiyah. Nama kecilnya Muhammad Darwis. Beliau anak
keempat dari K.H. Abu Bakar. Beliau menikah dengan Siti Walidah dan di karuniai enam
anak. Pada tahun 1888, beliau disuruh orang tuanya menunaikan ibadah haji. Beliau
bermukim di Mekah selama 5 tahun untuk menuntut ilmu agama Islam, seperti kiraat,
tauhid, fiqih, tasawuf, ilmu mantik dan ilmu falak. Sekembalinya ke kampungnya, Kauman
(Yogyakarta), pada tahun 1902, ia berganti nama jadi Haji Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903 beliau berkesempatan kembali pergi ke Mekah untuk memperdalam
ilmu agama selama 3 tahun. Beliau banyak belajar dengan Syekh Ahmad Khatib
Minangkabau. Beliau tertarik pada pemikiran Ibnu Taimiyah, Jamaluddin Al-Afgani,
Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Rida. Kitab tafsir yang menarik hatinya adalah
Tafsir al-Manar. Dari tafsir ini beliau mendapat inspirasi dan motivasi untuk mengadakan
perbaikan dan pembaruan umat Islam di Indonesia. Beliau memulai usaha-usaha
meluruskan akidah dan amal ibadah masyarakat Islam di Kauman. Usaha yang dilakukan
antara lain mendirikan surau dengan kiblat yang benar. K.H. Ahmad Dahlan meluruskan saf
masjid tersebut dengan memberi tanda garis putih. Tindakan ini menurut kepala penghulu
merupakan suatu kesalahan, sehingga ia di berhentikan dari jabatannya sehingga khatib di
masjid tersebut. Pada tahun 1909, ia memasuki perkumpulan Budi Utomo sehingga pada
tahun 1911 berhasil mendirikan sekolah dengan sistem kelas sebagaimana sekolah Belanda,
bukan lagi belajar di surau. Di sekolah ini diajarkan bukan saja ilmu-ilmu agama, melainkan
juga ilmu-ilmu umum seperti berhitung, ilmu bumi dan ilmu tubuh manusia. Murid
perempuan tidak lagi di pisahkan dari murid laki-laki, sebagaimana di surau-surau. Pada
tahun 1910 Ahmad Dahlan juga memasuki Jami’at Khair untuk mendapatkan informasi
tentang perkembangan dunia islam, khususnya timur tengah. Sarekat islam didirikan pada
akhir tahun 1911 di solo, K.H. Ahmad Dahlan juga memasukinya. Keinginannya untuk
bergabung dengan organisasi ini terdorong oleh rasa kebangsaannya.
Dari organisasi-organisasi tersebut ia melihat benih-benih ide yang ia tanamkan
mulai berkembang, maka ia merasa perlu untuk mendirikan sebuah wadah dalam bentuk
organisasi untuk menghimpun orang-orang yang seide dengan beliau. Atas dorongan
murid-muridnya serta teman-temannya demikian juga dari para anggota Budi Utomo, pada
tanggal 18 november 1912 (8 zulhijah 1330), K.H. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah. Selain beliau sendiri, pengurusnya adalah Abdullah Siradj (penghulu),
Haji Ahmad, Haji Abdurrahman, R. Haji Muhammad, R.H. Djaelani, Haji Anis, dan Haji
Muhammad Fakih.
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga
dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.Tujuan
utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam
proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur
dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan
masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama
yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan
manusia dalam segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-
perintah Al Quran, diantaranya dalam QS. Ali Imran ayat 104 yang artinya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.”
Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk
bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi.

B.     Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah berdirinya Muhammadiyah?


2. Apa maksud dan tujuan dari Muhammadiyah?
3. Apa Visi dan Misi Muhammadiyah?
4. Bagaimana Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia.

C.    Tujuan Penelitian
      Tujuan disusunnya makalah ini adalah agar para pembaca dapat mengetahui
bagaimanakah sejarah berdirinya Muhammadiyah dan apa maksud dan tujuan
Muhammadiyah itu dibentuk, mengetahui visi dan muhammadiyah, dan perkembangan
Muhammadiyah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah


Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta pada 8 Dzulhijjah 1330
H/18 November 1912 oleh Muhammad Darwis yang kemudian dikenali sebagai K.H.
Ahmad Dahlan. Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang
Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan umat Islam pada waktu itu dalam keadaan
jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya
untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadis. Oleh kerana itu beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di
tengah kesibukannya sebagai Khatib dan pedagang.
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan
merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad
Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke
Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai
menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan
setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh
Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari
Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran
para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-
Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta
interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru
pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan.
Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan
pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan
gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari
Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R.
Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang
siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah
tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar
kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh
suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby
Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya
diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama
Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang
kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan
setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan
Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau
dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk
mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000:
13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut
merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran
Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang
mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan
Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta
tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak
diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi
bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan
papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu
umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah
1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama
”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20
Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur
Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama
itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak
mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan
buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan
tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan
pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada
penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada
anggauta-anggautanya.”
Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah
dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah
merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada
periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912,
Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten
tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:
Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia
Nederland, Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan
agama Islam kepada lid-lidnya.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut
mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam
kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya,
maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta
menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para
ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai
diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni
dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2
Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun
2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar
Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950
(dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah
dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun
1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun
1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah
menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama
Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu
wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap,
pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham
Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang
membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran
dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para
pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan
umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui
tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan
pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan
kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan
membuka ijtihad.
Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah
di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya
sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari
segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah,
dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang
pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan
kebebasan dalam ber-ijtihad.

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan
dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-
jauhnya.” (QS. An-Nisa, ayat 116)

Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman


K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Qur’an dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji
kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran ayat 104 dikatakan bahwa: “ Dan hendaklah ada
diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.
Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah
perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad
pada pelaksanaan misi dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat.

B. Maksud dan Tujuan Dididirikan Muhammadiyah


Rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini telah
mengalami beberapa kali perubahan redaksional, perubahan susunan bahasa dan istilah.
Tetapi, dari segi isi, maksud dan tujuan Muhammadiyah tidak berubah dari semula. Pada
waktu pertama berdirinya Muhamadiyah memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:
1. Rumusan pertama Menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada penduduk bumi-putra, di dalam residensi Yogyakarta. Dan Memajukan hal
agama Islam kepada anggota-anggotanya.
2.  Rumusan kedua terjadi setelah muhammadiyah meluas ke berbagai daerah di luar
Yogyakarta. Memperhatikan jumlah cabang yang ada di luar Yogyakarta maka maksud
dan tujuan muhammadiyah harus direvisi sesuaii dengan keadaan riil yang dialaminya.
Adapun isinya adalah memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama
Islam di Hindia Belanda, serta memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang
kemauan Agama Islam kepada sekutu-sekutunya.
3. Rumusan ketiga rumusan ketiga ini terjadi ketika masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Pemerintahan fasis ini mengharuskan terjadinya perubahan redaksional yang sesuai
dengan yang dikehendakinya. Maka rumusanya adalah sesuai dengan kepercayaan untuk
mendirikan kemakmuran bersamaseluruh Asia Timur Raya dibawah pimpinan Dai
Nippon, dan memang diperintahkan oleh Allah maka perkumpulan ini:
a. Hendaknya menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan
tuntunannya.
b.  Hendak melakukan pekerjaan perbaikan umum.
c. Hendak memajukan pengetahuan dan keepandaian serta budi pekerti yang baik
kepada anggoya-anggotanya.
4. Rumusan keempat  terjadi setelah Muktamar Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta.
Adapaun rumusanya adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
5. Rumusan kelima ini diubah pada Muktamar Muhammadiyah ke 34 di Yogyakarta.
Perubahan ini hanya pada redaksionalnya saja dari kata dapat mewujudkan menjadi
terwujudnya. Sihingga rumusan resminya adalah, Menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
6. Rumusan keenam terjadi pada Muktamar Muhammadiyah ke 41 di Surakarta. Pada tahun
itu Muhammadiyah harus merubah maksud dan tujuan azaznya, dikarenakan kehadiran
Undang-undang nomor 8 tahun 1985 tentang kewajiban setiap ormas, baik agama
maupun non agama untuk mencantumkan asas pancasila. Adapun maksud dan tujuan
hasil Muktamar ke 41 itu adalah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam
sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridhai Allah SWT.
7. Rumusan ketujuh Muhammadiyah adalah gerakan Islam, Dakwah Amar ma’ruf Nahi
Munkar, berasaskan Islam yang bersumber pada al Qur’an dan As-Sunnah.

Ketika berbicara muhammadiyah tidak akan pernah lepas dari KHA.dahlan itu
sendiri. Sebagai ketua umum muuhammadiyah beliau jugalah yangg mendirikan
muhammadiyah. Dengan berlanfdaskan pada tafsir QS. Al-Imran ayat 104 “ dan hendaklah
ada golongan diantara kamu menyeruh kepada yang ma’ruff dan mencegah dariyang
mungkar...” bahwa golongan umat yang dikatakan beruntung adalah yang mau untuk
menyeruh kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Yangg memang pada masa
itu, keadaan kaum yogyakarta yang mayoritas masih di dominasi oleh kaum abangan 
sehinggga kegiatan pribadatan masih tercampur oleh budaya-budaya hindu-budha yang
menjadikan agama islam  tidak murni lagi. Pada masa itu kaum muslim khususnya di
yogyakarta walaupun beragama islam tapi masih tercampur dengan animisme dan
dinamisme.  Hal ini terliihat denggan adanya sesajen, ruwutan, dll yang dalam
muhammadiyah dikenal denggan istilah penyakit TBC ( tahayul, bid’ah, dan kurofat). Dari
semangat  berjuang inilah kemudian muncul rumusan untuk mendirikan organisasi
kemasyarakkatan.. pada awal berdirinya masih mencakup ruang lingkup yang kecil yaitu
sekitar kerisidenan yogyakarta, tetapi kemudian meluas ddan berkembang hingga seluruh
indonnesia  bahkan sampai keluar negeri. Dengan tujuan menciptakan masyarakat  islam
yang sebenar benarnya, artinya adalah masyarakat islam yang sesuai dengan sunnah dan
alquran tidak lebih dan tidak kurang. Yang harapanya akan terwujud masyarakat islam yang
adil, makmur dan ssejahtera.
Pada mulanya Muhammadiyah hanyalah sebuah kelompok kecil yang mepunyai misi
agak bertentangan dengan kebiasaan-kebiasaan penduduk Indonesia. Namun
Muhammadiyah merupakan kelompok yang terdiri dari orang-orang yang peuh pengabdian
serta mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi atas tersebarnya apa yang mereka yakini
sebagai ajaran yang benar dari Muhammad SAW dan dalam rangka peningkatan kehidupan
keagamaan mereka sendiri.
Pada masa-masa awal sebelum dan setelah Muhammadiyah  didirikan, Kyai Haji
Ahmad Dahlan lebih menekankan usahanya dengan menginsyafkan beberapa. Orang
keluarganya serta teman-teman sejawatnya di Yogyakarta dengan menyalurkan cara-cara
berfikir baru melalui pengajian-pengajian dan ceramah agama.16 Kegiatan-kegiatan tersebut
dapat dilihat melalui keterlibatannya dalam organisasi Budi Utomo dan Syarikat Islam
(SI). Muhammadiyah secara resmi  didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November
1912 M, bertepatan dengan tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan.
Para tokoh yang turut menjadi anggota pimpinan Muhammadiyah pada masa
berdirinya itu adalah:
1. Kyai Haji Ahmad Dahlan (Ketua)
2. Abbdullah Siradj (Sekretaris)
3. Haji Achmad
4. Haji Sarkawi
5. Haji Muhammad
6. Raden Haji Djaelani
7. Haji Anies
8. Haji Muhammad Pakih
Pada tanggal 20 Desember 1912 organisasi baru ini mengajukan permohonan badan
hukum kepada pemerintahan kolonial Belanda dengan dilengkapi Rancangan Anggaran
Dasarnya. Namun pemerintah Belanda belum memberikannya, karena masih merasa
keberatan atas territorial yang meliputi Jawa dan Madura yang tercantum dalam Rancangan
Anggaran Dasar itu. Atas nasehat Liefrinck-Resident kolonia Belanda di Yogyakarta  dan
Rinkers, seorang penasihat untuk urusan pribumi. Akhirnya Gubernur Jendral Hindia Belanda
mengeluarkan Besluit No. 18, tertanggal 22 Agustus 1914 sebagai pengakuan secara legal
atas berdirinya Muhammadiyah dengan wilayah operasionalnya terbatas pada residensi
Yogyakarta.
Setelah Muhammadiyah menerima Besluit tersebut, selanjutnya organisasi itu
merumuskan tujuannya sebagai berikut:
1. Menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi Muhammad s.a.w kepada penduduk Indonesia di
dalam residensi Yogyakarta.
2. Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah memulai gerakannya secara
sederhana. Pada mulanya kurang terlihat adanya pembagian kerja dengan tugas dari para
pimpinanya yang terdiri dari sembilan orang itu. Menurut Deliar Noer (1991), hal ini
disebabkan oleh masih terbatasnya daerah aktifitas yang hanya meliputi Kauman Yogyakarta
saja.21  Sampai pada tahun 1917 gerakan Muhammadiyah masih terbatas di kota Yogyakarta
saja. Kegiatan yang dilaksanakann masih terbatas   pengajian-pengajian dengan menteri
keagamaan dan keorganisasian. Bertepatan menjelang diselenggarakannya Kongres ke-9
Budi Utomo pada tahun 1917, pembenahan administrasipun dimulai untuk menyambut
pengembangan Muhammadiyah keluar Yogyakarta.
Momentum yang sangat tepat telah diperoleh Muhammadiyah ketika Kyai Haji
Ahmad Dahlan mendapat kesempatan untuk ber-tabligh dalam konggres Budi Utomo.
Tabligh Kyai Haji Ahmad Dahlan sangat menarik para peserta konggres yang banyak di
antara mereka datang dari luar kota Yogyakarta, sehingga kemudian Muhammadiyah banyak
menerima permohonan yang datang dari beberapa daerah diJawa untuk mendirikan
cabangnya. Setelah keluarnya izin pemerintah untuk mendirikan cabang-cabangnya di luar
Yogyakarta dan Jawa pada tahun 1921, maka mulailah gerakan tersebut meluas hingga ke
Surabaya, Srandakan, Imogiri, Blora, Kepanjen,(cabang-cabangnya berdiri tahun 1921), Solo,
Purwokerto, Pekalongan, Pekajangan, Banyuwangi, Jakarta, dan Garut (cabang-cabangnya
berdiri tahun 1922). Pada tahun 1925 berdiri cabang Muhammadiyah di Kudus dan pada
tahun itu juga, Muhammadiyah telah mendirikan cabangnya di Padang Panjang, Sumatera
Barat. Hingga tahun 1938 cabang Muhammadiyah telah merata ke seluruh daerah di Hindia –
Belanda.
Seiring dengan berkembanganya Muhammadiyah secara kelembagaan merata di
seluruh daerah Nusantara hingga masa kemerdekaan, dari ide pembaharuan pun turut
berkembang pula. Namun antara keduanya semakin memiiki rentan jarak yang makin tidak
seimbang. Dengan arti kata bahwa pembaharuan yang dapat diukur dengan menggunakan
standar amal praktis kelihatan melaju, sementaraide pembaharuan dalam  bidang pemikiran
dipandang mengalami gejala kemandekan. Gejala kemandegan ini diduga muncul dari
adanya aspek “rutinitas”, yaitu: Keasyikan para pemimpin dalam mengeluti urusan-urusan
teknis keseharian organisasi sehingga melengahkan dan mematikan dinamika berfikir serta
kreatifitas dalam meresponi persoalan-persoalan mendasar yang terus berkembang.Hal ini
kelihatannya problem yang sedang dihadapi oleh Muhammadiyah dewasa ini.

C. Visi dan Misi Muhammadiyah


1. Visi Muhammadiyah
Adapun visi Muhammadiyah adalah tertatanya manajemen dan jaringan guna
meningkatkan efektifitas kinerja Majelis menuju gerakan tarjih dan tajdid yang lebih maju,
profesional, modern, dan otoritatif sebagai landasan yang kokoh bagi peningkatan kualitas
Persyarikatan dan amal usaha.
2. Misi Muhammadiyah
a. Mewujudkan landasan kerja Majelis yang mampu memberikan ruang gerak yang dinamis
dan berwawasan ke depan
b. Revitalisasi peran dan fungsi seluruh sumber daya majelis.
c. Mendorong lahirnya ulama tarjih yang terorganisasi dalam sebuah institusi yang lebih
memadai.
d. Membangun model jaringan kemitraan yang mendukung terwujudnya gerakan tarjih dan
tajdid yang lebih maju, profesional, modern, dan otoritatif.
e. Menyelenggarakan kajian terhadap norma-norma Islam guna mendapatkan
kemurniannya, dan menemukan substansinya agar didapatkan pemahaman baru sesuai
dengan dinamika perkembangan zaman.
f. Menggali dan mengembangkan nilai-nilai Islam, serta menyebarluaskannya melalui
berbagai sarana publikasi (Nugroho 2015)
3. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah
a. Faktor obyektif yang bersifat Internal
1) Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk:
a) Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang
kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk
melakukan ijtihad dan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek
agama seperti ini mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan
baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi
itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan
kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup
selama ini.
b) Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya khasanah budaya
Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format sinkretik, percampuradukkan antara
sistem kepercayaan asli masyarakat-budaya setempat. Sebagai proses budaya,
percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan
persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai
muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistis tidak berubah.
Kepercayaan terhadap roh-roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang
angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan
animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah
Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid.
c) Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem pendidikan
Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke dalam pemahaman dan
kesadaran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat
kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan
kader-kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu
kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama,
seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak
mengajarkan materi-materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika,
ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk
memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalifah di
muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang
menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang
seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
b.      Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal
1) Kristenisisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang terprogram dan sistematis
untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi kristen.
Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah
Kolonialisme Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki
dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan kristenisasi ini
didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristen
inilah yang terutama mengguggah KH. Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari
pemurtadan.
2) Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan
Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik, ekonomi maupun kebudayaan.
Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan
terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan
Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui
pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui
jalur pendidikan.
3) Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata
rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu
Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan
Jamaluddin al-Afgani yang dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH.
Ahmad Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat
mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan-gagasan pembaharuan ke
dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat dikatakan
bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam beritijtihad. Prinsip-
prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak kuat pada al-Quran dan Sunnah,
namun implementasi dalam operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus
berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak memungut dari
berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya sistem kerja organisasi yang banyak
diilhami dari yayasan-yayasan Katolik dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta
waktu itu.

D. Perkembangan Muhammadiyah di Indonesia


1. Muhammadiyah Pada Masa Penjajahan
Pada masa ini, perintisan yang dilakukan K.H.A.Dahlan mengarah pada ajakan untuk
melaksanakan islam secara benar sesuai dengan tuntunan AL-Qur’an dan As-sunah shahihah,
wujud rintisan K.H.A.Dahlan antara lain :
a. Pada tahun 1898, beliau meluruskan arah kiblat secara benar dengan serong kearah
barat laut 24,5 derajat.
b. Bermula dari sekolah yang dirintis di teras rumah K.H.A Dahlan dan akhirnya beliau
membangun gedung standard school med de Qur’an hingga akhirnya pendidikan
Muhammadiyah terus berkembang.
c. K.H.A Dahlan yang dibantu K.H.Suja’ merintis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
pada 15 Februari1923.
d. Pada tahun 1922, didirikan mushala khusus wanita.
Pada 23 Februari 1923, K.H. Ahmad Dahlan wafat. Namun
perjuangan Muhammadiyah tetap dilanjutkan oleh murid-murid beliau dan terus mengalami
perkembangan seperti : H. Karim Amrullah yang bergelar H. Rasul pemimpin perkumpulan
Sandi Aman di Padang bergabung dengan Muhammadiyah. Dipercayakannya Consul-Consul
di luar pulau Jawa kepada :
a. AR Sutan Mansyur consul untuk pulau Sumatera.
b. M.Hasan Tjorong consul untuk pulau Kalimantan.
c. D.Muntu consul untuk pulau Sulawesi.
d. Muhammadiyah Pada Masa Kemerdekaan
Rasa kecintaan Muhammadiyah terhadap tanah air dibuktikan dengan di bentuknya
perkumpulan Hisbul Wathan yang berarti pembela tanah air. Beberapa aktivisnya yaitu bapak
Sarbini dan Jend.Sudirman.
Setelah Indonesia merdeka, putera terbaik Muhammadiyah Ki Bagus Hadikusuma
menjadi anggota BPUPKI untuk merumuskan Pancasila.Pada 17 Agustus 1945,
Muhammadiyah membidani  lahirnya partai Masyumi yang diresmikan pada 7 November
1945.
2. Muhammadiyah Pada Masa Orde Lama
Kemenangan Partai Masyumi pada 1955, membuat PKI dan antek-anteknya menaruh
dendam hingga menuduh Masyumi terlibat dalam pemberontakan PRRI di Sumatera. PKI
membujuk penguasa pada saat itu untuk membubarkan Masyumi yang tentu akan
mengancam eksistensi Muhammadiyah. Tetapi,keputusan tertingi tetap di tangan presiden
Soekarno.
Dampak dari permasalahan tersebut, banyak tokoh Masyumi yang notabene
aktivis Muhammadiyah dijebloskan ke penjara yakni :
a. Buya HAMKA
b. Mr.Kasman Singidimejo
c. dr.Yusuf Wibisono
Pada 1959, dikeluarkan dekrit presiden yang memberi waktu pada Masyumi untuk
membubarkan diri. Lalu dalam rangka menyelamatkan Muhammadiyah dari hasutan PKI
terhadap presiden, diberikanlah predikat “Anggota Setia Muhammadiyah” kepada
Ir.Soekarno.
3. Muhammadiyah Pada Masa Orde Baru
Pada masa ini, Muhammadiyah menata kembali organisasinya dan turut membantu
pemerintah dalam menumpas PKI. Namun setelah cukup lama berkuasa, mulai terjadi
penyelewengan-penyelewengan. Semua organisasi Massa dan politik tidak ada yang boleh
menentang kata-kata pemerintah. Pada 1977, munculnya krisis moneter yang menyerang
bangsa Indonesia. Hal ini mendorong para aktivis untuk ikut bersama gelombang masyarakat
untuk melengserkan rezim orde baru. Akhirnya pada 22 Mei 1998, rezim orde baru tumbang,
dan digantikan dengan Masa Reformasi yang satu diantara penggeraknya ialah Prof.
DR.H.Amien Rais.
4. Muhammadiyah Pada Masa Reformasi
Dalam sidang Tanwir di Semarang pada 1998, Muhammadiyah merelakan Prof.DR.H.
Amien Rais untuk melepaskan jabatannya sebaga Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah
guna menjaga agar kondisi perpolitikan tidak menghambat gerak juang Muhammadiyah.
Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah bulan Februari 2002 di Bali, Muhammadiyah
merumuskan khittah berbangsa dan bernegara yang isi nya mempertegas statement Ujung
Pandang dan Khittah Surabaya. Muhammadiyah mengihimbau kadernya yang berpolitik riil
agar memperhatikan :
a. Mengedepankan kejujuran
b. Menjadi Uswatun Khasanah
c. Melakukan Islah
5. Kondisi Saat Ini
Tidak ada catatan pasti jumlah massa organisasi Islam terbesar kedua ini. Akan tetapi
warga Muhammadiyah juga tersebar diseluruh willayah Indonesia dan menjadi rebutan
partai-partai politik.
Konon jumlah warga Muhammadiyah mencapai 40 juta. Dalam situs Beritasatu.com
disebutkan warga Muhammadiyah berjumlah lebih dari 35 juta orang. Anggap saja jumlah
warga Muhammadiyah adalah 40 juta, maka presentasenya adalah 19,3 persen dari total
jumlah umat Islam di Indonesia.
Adapun Muhammadiyah bergerak dan aktif di bidang:
a. Bidang Pendidikan
Lahirnya pemikiran Muhammadiyah tampaknya dilatarbelakangi oleh berbagai faktor
yang berakar dari adanya rasa tidak puas terhadap sistem pendidikan yang dualistis yaitu
sistem pendidikan Barat yang lebih mengembangkan aspek intelektual, atau sistem
pendidikan yang bercorak sekuler yang bersifat negatif terhadap agama dan membuat jarak
sosial dengan mayoritas kelompok sosial lainnya. Dalam waktu yang sama lembaga
pendidikan Islam tetap mempertahankan ciri pendidikannya yang khas, yang belum tersentuh
oleh arus kebudayaan Barat. Bahkan, pelajaran masih terpusat pada kitab-kitab lama dengan
metode yang belum banyak berubah sejak lembaga pendidikan itu didirkan. Misalnya saja,
dalam dunia pesantren; literatur kitab-kitab kuning menjadi perioritas utama, dan
mengabaikan kitab-kitab umum yang berasal dari Barat.
K. H. Ahmad Dahlan memandang bahwa kedua jenis pendidikan yang demikian sangat tidak
memuaskan sehingga ia tidak cenderung pada salah satunya, tetapi mencoba untuk
mengkompromikan segi-segi positif dan kedua jenis pendidikan dan mengatasi kesenjangan
sosial yang terjadi dalam masyarakat. K. H. Ahmad Dahlan mencetuskan ide-ide dan pikiran-
nya, di antara pokok pikirannya adalah :
1) Memasukkan pelajaran agama ke dalam lembaga pendidikan Barat dengan membangun
sekolah swasta yang meniru sekolah gubernemen dengan memberikan mata pelajaran
agama di dalamnya. Dengan demikian, pemikiran Muhammadiyah mempunyai andil
yang besar dalam menjadikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran yang diakui di
sekolah pemerintah. Hingga saat ini, mata pelajaran agama tercantum sebagai salah satu
bidang studi di sekolah-sekolah negeri dengan ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966
psl 2 dan 3, serta keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 008.C/U/1975
yang menetapkan sembilan bidang studi yang wajib diikuti oleh murid-murid yang
beragama Islam.
2) Penetapan sistem pendidikan Barat dalam lembaga pendidikan agama. K. H. Ahmad
dahlan berusaha untuk mengkompromikan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu
pengetahuan yang datang dari Barat yang bertujuan untuk menciptakan sistem
pendidikan yang melahirkan manusia yang memiliki kedua jenis pengetahuan tersebut.
Adapun bahan pelajaran yang dimasukkan ke dalam bidang agama adalah :
a) Kitab-kitab Fikih dan Mazhab Syafii
b) Ilmu Tasawuf karangan al-Gazali
c) Ilmu Kalam dan kitab Risalat al-Tauhid oleh Muhammad Abduh
       Pengetahuan umum yang diajarkan meliputi :
a) Ilmu Sejarah
b) Ilmu Hitung
c) Menggambar
d) Bahasa Melayu
e) Bahasa Belanda
f) Bahasa Inggris
Dengan gerakan pendidikan yang demikian, Muhammadiyah telah membawa
pembahruan dalam bidang pendidikan, baik dengan memasukkan mata pelajaran agama di
sekolah-sekolah umum dengan menyerap ilmu-ilmu yang datang dari Barat dan
Muhammadiyah tidak bersifat apriori terhadap Barat. Usaha pendidikan Muhammadiyah
teruis berkembang dewasa ini, Muhammadiyah sudah mendirikan lembaga pendidikan mulai
dari TK sampai PT. Keberhasilan dalam bidang pendidikan memang sangat jelas. Sampai saat
ini, Muhammadiyah memiliki 84 Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia dan yang sangat
menonjol dan berkualitas adalah Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Keberhasilan dari pendidikan ini melahirkan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang
menjadi pemimpin adalah seperti Prof. DR. Amin Rais,  dan Prof. Drs. H. Abd. Malik Fdjar,
M.Sc dan tokoh-tokoh yang lainnya. Tujuan pembaharuan pendidikan yang dilakukan
Muhammadiyah adalah mencerdaskan bangsa, terutama Islam, agar mampu berpikir rasional
meninggalkan kebekuan akal dan taklid buta yang amat merugikan, tetapi tetap berdasarkan
kaidah agama Islam.
2. Bidang Dakwah
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah berupaya meng-ubah pikiran, perasaan dan
tingkah laku manusia menjadi islami sehingga terbentuk tatanan masyarakat Islam. Salah satu
kebijaksanaan Muhammadiyah yang perlu dicatat ialah, bahwa di samping dakwah
dengan lisan dibarengi dengan dakwa bi al-hal. Ia mendirikan panti-panti anak yatim,
bantuan-bantuan kesehatan, klinik-klinik, rumah bersalin sehingga umat dapat merasakan
faedah kehadiran Muhammadiyah. Kedua media dakwah tersebut, yakni bi al-lisan dan bi al-
hal, tinggal meningkatkan dan menyesuaikan dengan perkembangan modernisasi dan
teknologi.
Muhammadiyah dengan gerakan dakwahnya sangat bermanfaat bagi umat Islam, baik
yang berada di desa-desa maupun di kota-kota, Muhammadiyah telah menyumbangkan peran
aktifnya melalui gerakan penuda seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) meng-
adakan dakwah atau tabligh di berbagai masjid, baik berupa pengkaderan maupun pengajian-
pengajian keislaman.
3. Bidang Ekonomi
Visi dan pandangan hidup keagamaan warga Muhammadiyah perlu juga
mempertajam kepekaannya dalam wilayah enterprineurship (kewiraswastaan). Gerakan sosial
keagamaan yang berjalan tanpa dibarengi dan diperkokoh oleh basis kekuatan ekonomi akan
pincang. Jika dahulu basis-basis kekuatan ekonomi terpusat kepada industri kecil, sekarang
beralih ke wilayah pengelolaan lembaga pendidikan. Hanya saja ,pengelolaan lembaga
pendidikan sebagai sumber  ekonomi belum dapat dikelola secara profesional.
4. Akidah dan Ibadah
Pandangan Muhammadiyah dalam masalah akidah antara lain
adalah tahyul dan khurafatmerupakan penyebab utama keterbelakangan umat. Karena itu,
keyakinan umat terhadap tahyul dan khurafat harus dikikis habis-habisan, sehingga mereka
memperpegangi dan memiliki akidah yang kuat, serta membuat diri mereka lebih maju.
Dalam masalah ibadah, yang menjadi tujuan utama Muhammadiyah dalam bidang usahanya
adalah memberantas bid’ah. Menurut Muhammadiyah, bid’ah merupakan kesesatan yang
tidak pernah dipraktekkan oleh Nabi saw. Dengan demikian, agenda pembaharuan pemikiran
keagamaan Muhammadiyah yang pluralis sosial keagamaan, tetap saja aktual dan sinkron
dengan pembangunan bangsa.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhammadiyah adalah salah satu orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan
Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah
satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam. maksud dan tujuan
Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud
masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Sejarah Berdirinya Muhammadiyah”,
kami dari kelompok 7 menyadari bahwa masih banyak kesalahan sehingga belum
sempurnanya makalah kami. Maka kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari dosen pembimbing dan teman-teman sekalian.

DAFTAR PUSTAKA

Haedar Nashir, KH. Ittah Muhammadiyah, menengok kembali kelahiran Muhammadiyah,


kontirbutor dalam Muhammadiyah online,Selasa, 12 Desember 2006.

Muhammad Yusuf Amin Nugroho, Fiqh al-Ikhtilaf: NU-Muhammadiyah, (Wonosobo: E-


Book Free, 2012), Hal. 25

Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara Bekerjasama dengan Depag
RI, 1997.
http://www.muhammadiyah.or.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah
http://dahlanbersabar.blogspot.com/2011/02/27makalah-latar-belakang-berdirinya.html
http://ervan1420.wordpress.com/2012/12/29/makalah-kemuhammadiyahan/
http://tonijulianto.wordpress.com/2012/12/14/sejarah-berdirinya-muhammadiyah-di-
indonesia/

Anda mungkin juga menyukai