Anda di halaman 1dari 16

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan tumpuan masa depan bangsa.

Mereka merupakan sasaran dan pelaku yang strategis untuk pelaksanaan program kesehatan. Selain jumlahnya yang besar yaitu 30% dari jumlah penduduk Indonesia, juga mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik (Depkes RI, 2008). Sejarah menunjukkan, gagal atau berhasilnya suatu bangsa dimasa depan tergantung dari bagaimana bangsa itu menghadapai masalah kesehatan anak. Kesadaran inilah yang melatarbelakangi dikembangkan upaya pembinaan kesehatan anak usia sekolah. Anak adalah generasi masa depan suatu bangsa. Pembentukan generasi masa depan bangsa yang kuat, cerdas, kreatif, dan produktif, merupakan tanggungjawab semua pihak. Tumbuh kembang anak secara optimal dalam semua aspek (jasmani, mental, pemikiran) berarti harus mendapatkan perhatiansemua pihak. Kebijakan pemerintah ikut mensukseskan terwujudnya suatu generasi bangsa yang kuat, cerdas, kreatif, dan produktif. Tanda anak sehat menurut Depkes (2009) memiliki kriteria : berat badan naik sesuai garis pertumbuhan mengikuti pita hijau pada Kartu Manuju Sehat (KMS), atau naik ke pita warna di atasnya, anak bertambah tinggi, kemampuan bertambah sesuai usia, jarang sakit, ceria, aktif dan lincah. Pada umumnya, anak sekolah menghabiskan seperempat waktunya setiap hari di sekolah. Anak sekolah mempunyai banyak aktivitas sehingga sering melupakan waktu makan. Anak yang tidak sarapan pagi cenderung mengonsumsi energi dan zat gizi lebih sedikit daripada anak yang sarapan pagi. Kebiasaan makan pagi perlu diperhatikan untuk menyediakan energi bagi tubuh dan agar anak lebih mudah menerima pelajaran.13 Kebiasaan membawa bekal makanan pada anak ketika sekolah memberikan beberapa manfaat antara lain dapat menghindarkan dari gangguan rasa lapar dan dari ebiasaan jajan. Hal ini sekaligus menghindarkan anak dari bahaya jajanan yang tidak sehat dan tidak aman. 12 Jajanan bermanfaat terhadap penganekaragaman makanan sejak kecil dalam rangka peningkatan mutu gizi makanan yang dikonsumsi.3 Salah satu upaya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada kelompok anak sekolah adalah dengan menyediakan makanan jajanan yang bergizi guna memenuhi kebutuhan tubuh selama mengikuti pelajaran di sekolah.4 Makanan jajanan memberikan kontribusi masing-masing sebesar 22,9%, dan 15,9% terhadap keseluruhan asupan energi dan protein anak sekolah dasar.5 Aspek negatif makanan jajanan yaitu apabila dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kelebihan asupan energi. Sebuah studi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak mengonsumsi lebih dari sepertiga kebutuhan kalori sehari yang berasal dari makanan jajanan jenis fast food dan soft drink sehingga berkontribusi meningkatkan asupan yang melebihi kebutuhan dan menyebabkan obesitas.6 Masalah lain pada makanan jajanan berkaitan dengan tingkat keamanannya. Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya atau penambahan bahan tambahan pangan yang tidak tepat oleh produsen pangan jajanan adalah salah satu contoh rendahnya tingkat pengetahuan produsen mengenai keamanan makanan jajanan. Ketidaktahuan produsen mengenai penyalahgunaan tersebut dan praktik higiene yang masih rendah merupakan faktor utama penyebab masalah keamanan makanan jajanan berupa diare.7 Mengingat pentingnya anak sebagai aset terciptanya sumberdaya manusia yang lebih baik, maka perlu dikaji berbagai aspek yang salah satunya kesehatan. Dalam tujuan pembangunan nasional anaka merupakan harapan untuk memajukan bangsa dan sekolah merupakan tempat yang ideal dalam menciptakan kesadaran anak dalam menjaga kesehatannya karena sebgaian waktu anak dihabiskan di sekolah. Sekolah dapat dijadikan sarana untuk membekali diri dengan pengetahuan dan kemampuan dalam melindungi diri. Promosi kesehatan perlu diberikan dalam masyarakat khususnya usia dini terutama pada anak-anak usia sekolah. Materi promosi kesehatan yang yang diberikan bukan hanya teori tetapi juga keahlian dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Promosi kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Proses promosi kesehatan dalam mencapai tujuan melalui perubahan perilaku yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya ialah

materi atau pesan yang disampikan, alat bantu atau alat peraga pendidik yang dipakai, metode yang digunakan serta pendidik atau petugas yang melakukan promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Beberapa metode promosi kesehatan meliputi pendidikan individual, kelompok dan massa (publik). Metode pendidikan kelompok meruapakan metode yang harus sesuai dengan besar kelompok dan tingkat pendidikan sasaran. Metode kelompok besar merupakan metode penyuluhan > 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah ceramah dan seminar. Metode kelompok kecil Peserta kegiatan < 15 orang, metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, Buzz group, bermain peran dan simulasi. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas tentang promosi kesehatan pada anak usia sekolah dengan metode simulasi. 1.1 Tujuan 1.1.1 Tujuan Umum : Menjelaskan promosi kesehatan jajanan pada anak usia sekolah dengan metode simulasi. 1.1.2 Tujuan Khusus : 1. Menjelaskan konsep jajanan 2. Menjelaskan konsep anak usia sekolah 3. Menjelaskan promosi kesehatan jajanan pada anak usia sekolah dengan metode simulasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Jajanan 2.1.1 Pengertian Jajanan Pangan jajanan adalah makanan/minuman yang dipersiapkan dengan teknologi yang sangat sederhana, dimana seringkali faktor hiegine atau kebersihan kurang diperhatikan, baik kebersihan bahan yang digunakan, peralatan yang dipakai maupun kebersihan lingkungannya. Selain itu, karena tingkat pendidikan pedagang yang relatif rendah dan ketidaktahuannya, mengakibatkan mereka seringkali menggunakan bahan-bahan tambahan makanan seperti pemanis, pewarna, pengawet, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak diijinkan untuk bahan-bahan tersebut dapat lebih murah (Fardiaz & Fardiaz 1994). Pangan jajanan menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Februhartanty & Iswarawanti, 2004). 2.1.2 Jenis Pangan Jajanan Pangan jajanan menurut Nuraida et al (2009) dapat dikelompokkan sebagai makanan sepinggan, makanan camilan, minuman dan buah. Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama yang dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di kantin. Contoh makanan sepinggan seperti gadogado, nasi uduk, siomay, bakso, mie ayam, lontong sayur dan lain-lain. Makanan adalah makanan yang dikonsumsi di antara dua waktu makan. Makanan camilan terdiri dari: 1. Makanan camilan basah seperti pisang goreng, lemper, lumpia, risoles dan lain-lain. Makanan camilan dalam kemasan seperti teh, minuman sari buah, minuman berkarbonasi dan lain-lain serta minuman yang disiapkan di rumah terlebih dahulu.

2. Makanan camilan kering, seperti produk ekstruksi (brondong), keripik, biskuit, kue kering dan lain-lain. Kelompok minuman yang biasa dijual di kantin sekolah melliputi: a. Air putih, baik dalam kemasan atau disiapkan sendiri b. Minuman ringan meliputi minuman dalam kemasan seperti teh, minuman sari buah dan lain-lain. c. minuman campur seperti es buah, es campur, es cendol, dan lain-lain. Buah merupakan salah satu jenis makanan sumber vitamin dan mineral yang penting untuk anak sekolah. Buah-buahan sebaiknya dikonsumsi setiap hari dalam bentuk: 1. Utuh, misalnya pisang, jambu, jeruk, dan lain-lain. 2. Kupas atau potong misalnya pepaya, nanas, mangga, dan lain-lain. Pangan jajanan yang paling banyak dijual di lingkungan sekolah adalah sekelompok makanan ringan (54.1%), dibanding dua kelompok minuman (26.0%) dan makanan utama (2.0%). Dari keseluruhan kelompok pangan jajanan dijual, lebih dari separuh (55.8%) PJAS dalam bentuk pangan siap saji, selanjutnya 36.0%. (Andarwulan et al, 2009). Winarno (1991) menyatakan jenis pangan jajanan yang dijual oleh pedagang kecil lebih besar peluangnya terhadap kontaminan dan bahaya kesehatan dibanding yang berasal dari pedagang besar dengan peralatan yang memadai. Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan waktunya di sekolah. Sebuah penelitian di Jakarta menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2000 Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp.7000. Lebih jauh lagi, hanya sekitar 5% anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah. Karenanya mereka lebih terpapar pada pangan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut. Menariknya, pangan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%. Karena itu dapat dipahami peran penting pangan jajanan kaki lima pada pertumbuhan dan prestasi belajar anak sekolah. Namun demikian, keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi masih dipertanyakan (Februhartanty & Iswarawanti, 2004).

2.1.3 Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam menjaga kesehatan tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta kecerdasan masyarakat. Oleh karena itu, pangan yang dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi jumlah, jenis maupun mutu, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya. Keamanan pangan didefiniskan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Undangundang RI no.7 tentang Pangan Tahun 1996). Makanan yang sehat, aman dan bergizi adalah makanan yang mengandung zat gizi yang diperlukan seorang anak untuk hidup sehat dan produktif. Makanan tersebut harus bersih, tidak kadarluasa, dan tidak mengandung bahan kimia maupun mikroba berbahaya bagi kesehatan. Gizi yang baik dan cukup akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, dan akan meningkatkan kemampuan kecerdasan seorang anak. Sebaliknya, jika anak kurang gizi maka pertumbuhan dan perkembangan akan terhambat. Program pembinaan kesehatan dan keamanan pangan jajanan anak sekolah selama ini bertumpu pada kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS). Kegiatan yang pernah dilakukan adalah pengembangan model pendidikan gizi dan kesehatan yang terintegrasi dengan kurikulum oleh Syarief dkk (1997). Namun pengembangan model tersebut belum ditindaklanjuti dengan strategi implementasi dan penyediaan pendukungnya di sekolah, seperti belum dilakukan uji-coba teknik pembelajaran, pelatihan guru, penyediaan modul pelajaran, model dan peraga untuk pengajaran. Karena implementasi program gizi dan kesehatan tersebut belum optimal, sehingga status gizi, kesehatan serta perilaku konsumsi jajanan pada anak sekolah masih sangat memprihatinkan seperti yang ditunjukkan dari publikasi Riskesdas di atas (Depkes 2008). Bahaya keamanan pangan terdiri dari : 1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan penyakit seperti Salmonella, E. Coli, virus, parasit dan kapang penghsil mikotoksin.

2. Bahaya Kimia, adalah bahan kimia yang tidak diperbolehkan digunakan untuk pangan, misalnya logamdan polutan lingkungan, Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang tidak digunakan semestinya, peptisida, bahan kimia pembersih, racun/ toksin asal tumbuhan/hewan, dan sejenisnya. 3. Bahaya fisik, adalah bahaya benda-benda yang dapat tertelan dan dapat menyebabkan luka misalnya pecahan gelas, kawat stepler, potongan tulang, potongan kayu, kerikil, rambut, kuku, sisik dan sebagainya.Badan POM RI mengidentifikasi beberapa faktor yang diduga turut mempengaruhi rendahnya mutu dan keamanan PJAS antara lain: pada saat ini program nasional pengawasan jajanan anak sekolah belum optimal, fasilitas (kantin sekolah tidak memadai, fasilitas sekeliling sekolah tidak memadai, sanitasi), dan sumberdaya manusia (guru tidak melakukan komonikasi risiko, anak sekolah jajan sembarangan, orang tua tidak menyediakan bekal, pedagang menjual PJAS tidak aman, IRTP/produsen menghasilkan PJAS tidak aman) (Andarwulan, et al. 2009). Masalah keamanan pangan merupakan masalah yang kompleks yang merupakan dampak dari hasil interaksi mikrobiologik, toksisitas kimiawi, dan status gizi yang berkaitan satu sama lain. Ditinjau dari mata rantai timbulnya masalah keamanan pangan, pada dasarnya masalah keamanan pangan dapat timbul di: (1) tingkat produksi, (2) tingkat pengolahan, dan (3) tingkat distribusi termasuk penyajian untuk konsumsi (Wirakartakusumah, et al. 1994). 2.2 Konsep Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah adalah anak yang berusia 6 tahun- 18 tahun mempunyai persentase yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lain (Notoatmodjo, 2005) Tahap Perkembangan anak usia sekolah (Wong, 2001) a. Perkembangan Psikoseksual menurut (Sigmund Freud) Periode laten yaitu waktu tenang antara Odipus pada masa kanak-kanak awal dan oritisisme masa remaja. Selama waktu ini, anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya sesama jenis setelah pengabaian pada tahun-tahun sebelumnya dan didahului ketertarikan pada lawan jenis yang menyertai pubertas.

b. Perkembangan Psikososial (Erikson) Rasa industri atau tahap pencapaian, anak usia sekolah ingin sekalo mengembangkan keterampilan dan berpartisipasi dalam pekerjaan yang berarti dan berguna secara sosial. c. Perkembangan Kognitif (Piaget) Operasional konkret, anak mampu menggunakan proses pikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Proses pikiran yang memungkinkan anak melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. d. Perkembangan moral (Kohlberg) Anak memiliki pola pikir yang logis, anak mempercayai bahwa standart perilaku berasal dari diri sendiri tetapi lebih mempercayai bahwa peraturan ditetapkan dan diatur oleh orang lain. 2.2.1 Usia Sekolah Dasar (6-12 tahun) Usia Sekolah Dasar disebut juga periode intelektualitas, atau periode keserasian bersekolah. Pada umur 6-7 tahun seorang anak dianggap sudah matang untuk memasuki sekolah. Periode Sekolah Dasar terdiri dari periode kelas-kelas rendah, dan periode kelas tinggi. Pada kelas-kelas rendah (umur 6-9 tahun), seorang anak biasanya menunjukkan ciri (Depkes RI, 2008): a. Adanya korelasi positif yang cukup tinggi antara kondisi fisik dengan prestasi. b. Tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang ada dalam dunianya. c. Cenderung memuji diri sendiri. d. Seringkali membandingkan dirinya dengan temannya. e. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak penting. f. Pada periode ini (utamanya usia 6-8 tahun), seorang anak menghendaki nilai rapor yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak. Adapun pada kelas-kelas yang lebih tinggi (10-12 tahun), seorang anak memiliki ciri : a. Punya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkrit. b. Realistik, ingin tahu dan ingin belajar.

c. Menjelang akhir periode (lulus SD) mulai terlihat minat kepada hal-hal atau mata pelajaran khusus sebagai tanda mulai menonjolnya bakatbakat khusus pada diri seorang anak. d. Sampai usia 11 tahun, seorang anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas usia ini pada umumnya anak mulai mempunyai keterampilan untuk menyelesaikan tugastugasnya tanpa tergantung bantuan orang lain. e. Anak memandang angka rapor sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolahnya. f. Mulai senang membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama, sekaligus membuat peraturan sendiri, yang berbeda dari aturan yang sebelumnya. 2.2.2 Usia Sekolah Menengah Usia sekolah menengah bertepatan dengan dimasukinya periode remaja, yang terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu (Depkes RI, 2008): a. Periode remaja awal; biasanya ditandai dengan sifat-sifat negatif, dalam jasmani dan mental, prestasi, serta sikap sosial. b. Periode remaja madya; yang ditandai tumbuhnya dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, serta mencari sesuatu yang dianggap bernilai tinggi, pantas dijunjung dan dipuja. c. Periode remaja akhir; adalah periode dimana remaja dapat menentukan pendirian hidupnya, yang akan memberikan dasar baginya memasuki periode dewasa. Pada setiap periode perkembangan anak, paling tidak ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu: a) kondisi fisik, emosional, intelektual danketerampilan individu b) arah perkembangan, harapan dan cita-cita individu c) gangguan, ancaman dan hambatan yang terjadi. Apabila ditinjau secara komprehensif dan teoritis, seiring dengan bertambahnya umur seorang anak, seharusnya pengetahuannya tentang kesehatan semakin baik, dimana pengetahuan yang baik diikuti oleh gaya hidup dan motivasi untuk melindungi diri yang lebih baik (Depkes RI, 2008).

2.3 Metode Promosi Kesehatan Promosi kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan adanya pesan tersebur maka diharapkan masyarakat, kelompok atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan tersebut diharapkan membawa perubahan perilaku sasaran. Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang mempunyai masukan (input) dan keluaran (output). Untuk mencapai perubahan perilaku dalam promosi kesehatan dibengaruhi oleh berbagai faktor meliputi metode, materi atau pesan, pendidik dan alat peraga yang digunakan. Beberapa metode promosi kesehatan meliputi pendidikan individual, kelompok dan massa (publik). 1. Metode pendidikan individual (perorangan) Metode pendidikan yang bersifat individual digunakan untuk membina perilaku baru atau membina seseorang yang mulai tertarik kepada suatau perubahan perilaku atau inovasi. Agar pendidik mengetahui tepat dan dapat membantunya, maka perlu menggunakan metode: a. Bimbingan dan penyuluhan (Guidance dan counceling) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu penyelesaiannnya. b. Wawancara (interview) Cara ini bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara petugas dengan klien untuk menggali informasi. 2. Metode Pendidikan Kelompok Metode pendidikan kelompok harus sesuai dengan besar kelompok dan tingkat pendidikan sasaran. a. Kelompok Besar Peserta penyuluhan > 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar adalah ceramah dan seminar 1. Ceramah Untuk sasaran yang berpendidikan tinggi atau rendah, hal yang perlu diperhatikan adalah: penceramah harus menguasai materi, mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran.

2. Seminar Metode ini cocok untuk kelompok besar dengan pendidikan menengah keatas. Seminar adalah suatu penyajian dari satu ahli atau beberapa ahli tentang topik yang dianggap penting dan hangat dimasyarakat. b. Kelompok Kecil Peserta kegiatan < 15 orang, metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain: 1. Diskusi kelompok Pemimpin diskusi memberikan pancingan-pancingan berupa pertanyaan sehubungan topik yang dibahas. Pemimpin mengarahkan dan mengatur jalan diskusi sehingga semua anggota dapat kesempatan berbicara. 2. Curah Pendapat (Brain storming) Prinsip sama dengan diskusi kelompok tapi tiap anggota kelompok memberikan tanggapan. Tanggapan tersebut ditampung dan ditulis dalam Flipchart. Sebelum semua peserta mencurahkan pendapat tidak boleh komentar. 3. Bola Salju Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) kemudian dilontarkan suatu pertanyaanatau masalah. Setelah 5 menit maka tiap 2 pasangan bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah tersebut dan mencari kesimpulan. Kemudian tiap pasangan yang beranggotakan 4 orang bergabung lagi dengan pasangan lainnya sehingga akhirnya terjadi diskusi seluruh anggota kelompok. 4. Kelompok-kelompok kecil (Buzz group) Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (Buzz group) yang kemudian diberi suatu masalah yang sama atau tidak sama dengan kelompok lain. Masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya hasil

dari

tiap

kelompok

didiskusikan

kembali

dan

dicari

kesimpulannya. 5. Memainkan Peran Dalam metode ini beberapa anggota ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu untuk memainkan peran. 6. Permainan Simulasi Metode ini gabungan antara role play dengan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah) dan papan main. Beberapa orang jadi pemain dan sebagian sebagai narasumber. 3. Metode Pendidikan Massa Metode ini cocok untuk mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Sasaran pendidikan bersifat umum yang tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan. Pesan yang disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa. Metode yang cocok utnuk pendekatan massa. a. Ceramah umum b. Pidato-pidato melalui media elektronik baik TV atau radio. c. Simulasi d. Tulisan-tulisa di majalh atau koran dalam bentuk artikel. e. Poster, spanduk. 2.3.1 Metode Simulasi Simulasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari atau yang berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tanggung jawabnya. Dapat dikatakan pula bahwa simulasi diartikan sebagai satu kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari

atau yang berkaitan dengan tugas-tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya jika kelak pembelajar sudah bekerja. Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan akselarasi pemikiran dan perasaan dengan sikap dan psikomotorik pembelajar, kemampuan pembelajar ditingkatkan dalam keterampilan berkomunikasi sederhana dan kepekaan terhadap aksi orang lain agar terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya. 2. Menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkan. 3. Menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. 4. Memperoleh persepsi, pandangan ataupun mengalami perasaan kejiwaan dan batin tertentu. 5. Menanamkan disiplin dan sikap berhati-hati. 6. Memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi buatan, sehingga pembelajar terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya. Kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai berikut: A. Kelebihan: 1. Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan tanpa menanggung kerugian. 2. Melibatkan pembelajar secara aktif; dan memberikan kesempatan kepada pembelajar secar langsung terlibat dalam kegiatan belajar dan melakukan eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam lingkungan yang sesungguhnya. 3. Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. 4. Belajar mengalami suatu kegiatan tertentu. 5. Dapat meningkatkan motivasi pembelajar 6. Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek tidak memadai.

7. Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak dapat dilakukan dalam situasi nyata. 8. Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan berdasarkan kemungkinan yang muncul. 9. Dapat meningkatkan disiplin dan meningkatkan sikap kehati-hatian. B. Kekurangan: 1. Kurang efektif menyampaikan informasi umum. 2. Kurang efektif untuk kelas yang besar, karena umumnya akan lebih efektif bila dilakukan untuk perorangan atau group yang kecil; 3. Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat latihan, karena diperlukan banyak alat bantu. 4. Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajar harus melakukannya. 5. Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan situasi sebelumnya, baik dalam hal kecanggihan alat, lingkungan dan sebagainya. 6. Memerlukan waktu dan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002).

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan 1. Promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan praktik kesehatan saja tetapi meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (fisik atau nonfisik) dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan. 2. Apabila ditinjau secara komprehensif dan teoritis, seiring dengan bertambahnya umur seorang anak, seharusnya pengetahuannya tentang kesehatan semakin baik, dimana pengetahuan yang baik diikuti oleh gaya hidup dan motivasi untuk melindungi diri yang lebih baik. 3. Simulasi merupakan kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tugastugas yang akan menjadi tanggung jawabnya. 3.2 Saran Mengingat pentingnya anak sebagai aset terciptanya sumberdaya manusia yang lebih baik, maka perlu dikaji berbagai aspek yang salah satunya kesehatan. Dalam tujuan pembangunan nasional anak merupakan harapan untuk memajukan bangsa dan sekolah merupakan tempat yang ideal dalam menciptakan kesadaran anak dalam menjaga kesehatannya.

Daftar Pustaka Depkes RI. 2008. Promosi Kesehatan di Sekolah. Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi . Jakarta: Rineka Cipta. Syaefuddin. 2002. Pembelajaran Teknik Melatih Bagi Pelatih: Modul 2 Metode Pembelajaran. Jakarta: Pusdiklat Depkes RI. Wong. 2001. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai