Anda di halaman 1dari 22

BAB V HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada kelompok lansia PUSAKA Kecamatan Pasar Minggu, yaitu PUSAKA 3 berlokasi di Kelurahan Pejaten Barat dan PUSAKA 63 di Kelurahan Kebagusan. Dari hasil perhitungan, sampel yang dapat mewakili populasi adalah sebanyak 151 orang . Namun peneliti hanyak mengambil sampel sebanyak 146 orang yang merupakan jumlah total dikelompok PUSAKA 3 dan Kelompok PUSAKA 63, hal ini disebabkan karena hanya kedua kelompok PUSAKA ini yang merupakan binaan dari Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Dari 146 sampel yang akan diteliti, terdapat sampel yang tidak memenuhi kriteria inklusi sebanyak 4 orang dikarenakan usia sampel yang kurang dari 60 tahun, dan sampel yang drop out sebanyak 6 orang dikarenakan sampel tidak bersedia menyelesaikan hingga akhir wawancara karena merasa bosan dan mengaku ada kepentingan lain yang tidak bisa ditunda saat akan dilakukan wawancara. Sehingga total sampel yang mengikuti hingga akhir penelitian adalah 136 orang.

5.1 Karakteristik Karakteristik subyek penelitian yang dinilai dalam penelitian ini anatara lain terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, apakah responden masih bekerja atau tidak, indeks massa tubuh, dan adanya aktivitas lain di luar PUSAKA.

Tabel 5.1 :Karaktreristik PUSAKA Lansia Kecamatan Pasar Minggu 2012


Karakteristik Umur (tahun) - Lansia (60-69 th) - Lansia risiko tinggi (70 th) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tingkat pendidikan Tidak bersekolah SD SMP SMA Perguruan tinggi Pekerjaan Bekerja Tidak bekerja Aktivitas lain Ada Tidak ada IMT Underweight Normal Overweight Obesitas I Obesitas II n(%) 87 (64.0) 49 (36.0)

19 (14.0) 117 (86.0)

98 (72.1) 36 (26.5) 2 (1.5) 0 (0) 0 (0)

22 (16.2) 114 (83.8)

32 (23.5) 104 (76.5)

43 (31.6) 60 (44.1) 21 (15.4) 11 (8.1) 1 (0.7)

SD, Sekolah DAsar ; SMP, Sekolah Menengah Pertama ; SMA, Sekolah Menengah Atas ; IMT : Indeks Masa Tubuh

Dari tabel 5.1 di atas, terlihat gambaran bahwa 86,0% responden adalah perempuan dibandingkan dengan laki-laki yang hanya 14%, dengan rerata umur 67.97 6.199 tahun dan kisaran umur antara 60 sampai dengan 96 tahun. Responden yang berumur antara 60-69 tahun sebanyak 64.0%, dan yang berumur 70 tahun sebanyak 36.0%. Dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar responden adalah berpendidikan

rendah, sebesar 72.1% responden ternyata tidak bersekolah, 26,5% hanya tamatan SD dan 1,5 % tamatan SMP. Dari hasil penelitian, terdapat 83.8% responden yang saat ini sudah tidak bekerja, dan 76,5% responden tidak mempunyai aktivitas lain selain mengikuti kelompok PUSAKA, sisanya masih mengikuti kegiatan lain seperti pengajian dan senam. Berdasarkan pemeriksaan tinggi lutut dan berat badan, didapatkan sebanyak 44,1 % memiliki IMT normal, dan ternyata terdapat 31.6% mengalami underweight, sedangkan sisanya ada pula yang gizi lebih dan obese. 5.2 Kemandirian Pada penelitian ini dilakukan penilaian tingkat kemandirian dari responden dinilai dari aktivitas kegiatan sehari-hari yang terbagi atas mandiri, ketergantungan ringan, ketergantungan sedang, ketergantungan berat dan ketergantungan total. Selain itu kemandirian juga dinilai dari instrumen kegiatan sehari-hari yang terbagi atas mandiri dan ketergantungan. Tabel 5.2: Kemandirian Lansia PUSAKA Kecamatan Pasar Minggu 2012
Variabel Aktivitas sehari-hari - Mandiri - Ketergantungan ringan - Ketergantungan sedang - Ketergantungan berat - Ketergantungan total Instrumen Kegiatan Sehari-hari - Mandiri - Ketergantungan n (%) 76 (55.9) 56 (41.2) 2 (1.5) 1 (0.7) 1 (0.7)

49 (36.0) 87 (64.0)

Dari tabel 5.2, tampak gambaran ternyata 55.9% lansia masih mandiri, 41,2 %

lansia adalah ketergantungan ringan, dan sisanya ada yang mengalami ketergantungan

berat maupun ketergantungan total. Sedangkan dari instrumen kegiatan sehari-hari didapatkan 64,0% responden memiliki ketergantungan, sedangkan 36,0% mandiri.

5.3 Sindroma Geriatri Sindroma geriatri merupakan kumpulan dari gejala-gejala berupa penurunan fungsi kognitif, adanya depresi, adanya risiko jatuh dan adanya inkontinensia urin. Penilaian fungsi kognitif diklasifikasikan atas fungsi kognitif normal, dan penurunan fungsi kognitif berupa gangguan ingatan sedang dan gangguan ingatan berat. Sedangkan untuk depresi, penilaian diklasifikasikan atas normal, depresi ringan dan depresi berat. Untuk inkontinensia urin dan risiko jatuh, dinilai ada atau tidaknya gejala tersebut pada lansia. Tabel 5.3 : Sindroma Geriatri PUSAKA Lansia Kecamatan Pasar Minggu 2012
Variabel Pemeriksaan fungsi kognitif - Normal - Gangguan ingatan sedang - Gangguan ingatan berat Pemeriksaan Skala Depresi Geriatri - Normal - Depresi ringan - Depresi berat Inkontinensia urin - Ada - Tidak Risiko Jatuh - Ada - Tidak n (%) 96 (70.6) 35 ( 25.7) 5 (3.7)

102 ( 75.0) 34 ( 25.0) 0 (0)

23 (16.9) 113 ( 83.1)

20 (14.7) 116 (85.3)

Berdasarkan tabel 5.3, tampak 70,6% lansia masih memiliki fungsi kognitif normal, sisanya terdapat lansia yang sudah mengalami penurunan fungsi kognitif, yaitu

25,7 % lansia memiliki gangguan ingatan sedang. Untuk depresi, didapatkan data ternyata 25.0% lansia yang saat ini mengalami depresi ringan. Sedangkan untuk pemeriksaan lainnya, sebanyak 16.9% lansia ternyata mengalami inkontinensia urin dan 14.7% responden memiliki risiko jatuh.

5.4 Penyakit Kronis Pada penelitian ini penyakit kronis dinilai dari ada atau hipertensi dan diabetes mellitus yang diderita lansia. tidaknya penyakit

Tabel 5.4 : Penyakit Kronis pada PUSAKA Lansia Kecamatan Pasar Minggu 2012
Variabel Tekanan darah - Hipertensi - Tidak hipertensi n (%) 94 (69.1) 42 (30.9)

Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu - Diabetes Mellitus - Tidak Diabetes mellitus Penyakit kronis -Mempunyai 1 atau lebih penyakit kronis -Tidak mempunyai penyakit kronis

10 (7.4) 126 ( 92.6)

101 (74,3)

35 (25,7)

Dari tabel 5.4, diperoleh data mengenai penyakit kronis, ternyata terdapat sebanyak 69,1 % lansia menderita Hipertensi, sedangkan untuk lansia yang mengidap penyakit Diabetes Mellitus hanya terdapat 7.4% lansia. Untuk itu diketahui lansia yang mempunyai 1 atau lebih dari penyakit kronis berupa Hipertensi atau Diabetes Mellitus adalah 74,3% lansia.

5.5 Kualitas Hidup Penilaian kualitas hidup lansia dengan menggunakan SF-36, diklasifikasikan menjadi kualitas hidup baik dan kualitas hidup kurang. Penilaian kualitas hidup menggunakan instrument SF-36 dinilai berdasarkan kesehatan fisik dan kesehatan mental. Kualitas hidup secara utuh, ditinjau dari delapan aspek yang mendukung kualitas hidup, yaitu penilaian terhadap fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik, perasaan sakit/nyeri, persepsi kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan akibat masalah emosional dan kesejahteraan mental. Fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik, perasaan sakit/nyeri, persepsi kesehatan umum merupakan aspek untuk menilai kesehatan fisik seseorang, sedangkan penilaian vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan akibat masalah emosional dan kesejahteraan mental merupakan aspek yang menunjang untuk menilai kesehatan mental.

Tabel 5.5.1 : Delapan Aspek Kualitas Hidup berdasarkan SF-36 Domain 1. Fungsi fisik 2. Keterbatasan akibat fisik 3. Perasaan sakit/nyeri 4. Persepsi kesehatan 66.0 12.9 umum 5. Vitalitas 6. Fungsi sosial 7. Keterbatasan akibat emosional 8. Kesejahteraan mental. 76.9 19.5 masalah 74.0 20.7 77.6 15.6 96.7 12.7 Kesehatan Mental 64.8 16.7 Kualitas Hidup Baik Kurang masalah Mean SD 64.2 25.9 74.8 35.5 Kesehatan Fisik

SF, Short Form-36

Nilai rata-rata fungsi fisik dari keseluruhan responden mencapai 64.2 25.9, keterbatasan akibat masalah fisik mencapai 74.8 35.5, perasaan sakit/nyeri mencapai 64.8 16.7, persepsi kesehatan umum mencapai 66.0 12.9. Keempat domain ini menggambarkan kondisi kesehatan fisik dari responden. Nilai rata-rata vitalitas dari keseluruhan responden mencapai 74.0 20.7, fungsi sosial mencapai 77.6 15.6, keterbatasan akibat masalah emosional mencapai 96.7 12.7, kesejahteraan mental mencapai 76.9 19.5. Keempat domain ini menggambarkan kondisi kesehatan mental dari responden.

Tabel 5.5.2 : Kualitas Hidup PUSAKA Lansia Kecamatan Pasar Minggu 2012 Kualitas Hidup Baik Rendah n(%) 95 (69.9) 41 (30.1)

Pada pemeriksaan kualitas hidup lansia PUSAKA , didapatkan responden yang memiliki kualitas hidup baik lebih banyak dibandingkan dengan responden dengan kualitas hidup rendah. Jumah responden dengan kualitas hidup baik sebanyak 69.9% , sedangkan responden dengan kualitas hidup yang rendah sebanyak 30.1 %. 5.6 Karakteristik Subjek Penelitian dengan Kualitas Hidup Tabel 5.6 : Hubungan karakteristik PUSAKA Lansia dengan kualitas hidup
Kualitas Hidup Kualitas hidup Kualitas hidup kurang baik Usia Usia lansia (%) Usia lansia risiko tinggi (%) Jenis Kelamin - Perempuan (%) - Laki-laki (%) Aktivitas lain - Ada (%) - Tidak ada (%) Pendidikan - Tidak sekolah (%) - SD, SMP (%) Pekerjaan - Bekerja (%) - Tidak bekerja (%) Indeks Massa Tubuh ( IMT) - Underweight (%) - Normal (%) - Lebih (%) - Obesitas (%) 26.2 14.8 35.3 5.7 9.6 31.4 29.5 11.5 6.6 34 13.0 18.1 6.3 3.6 60.8 34.2 81.7 13.3 22.4 72.6 68.5 26.5 15.4 79.6 30.0 41.9 14.7 8.4 p* Signifikan

0.042

0.221

NS

0.776

NS

0.849

NS

0.488

NS

0.090

NS

*uji chi-square. NS= Not Significant ; S= Significant p <0.05

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan kualitas hidup responden dengan nilai p=0.042 (p< 0.05), sedangkan karakteristik lain seperti jenis kelamin , pendidikan , pekerjaan , aktivitas lain dan IMT tidak memiliki hubungan dengan kualitas hidup yang dapat dilihat dari p>0.05. 5.7 Kemandirian, Sindroma Geriatri , dan Penyakit Kronis dengan kualitas hidup Tabel 5.7 : Hubungan antara kemandirian, sindroma geriatri dan penyakit kronis PUSAKA Lansia dengan kualitas hidup
Kualitas Hidup Kualitas Kualitas hidup kurang hidup baik Kemandirian - Mandiri (%) - Ketergantungan (%) Sindroma geriatri Inkontinensia urin - Inkontinensia urin (%) - Tidak ada inkontinensia urin (%) Risiko jatuh - Risiko jatuh(%) - Tidak ada risiko jatuh(%) Depresi - Normal (%) - Depresi ringan (%) Fungsi kognitif - Normal (%) - Gangguan ingatan sedang , gangguan ingatan berat (%) Penyakit Kronis Hipertensi - Hipertensi (%) - Tidak ada hipertensi (%) Diabetes Mellitus - Diabetes Mellitus (%) - Tidak ada diabetes meliitus (%)
*uji chi-square NS= Not significant ; S= Significant p <0.05

p*

Signifikan

23.2 17.8

53.8 41.2

0.000

6.9 34.1 6.0 35.0 30.8 10.3 28.9 12.1

16.1 78.9 14.0 81.0 71.3 23.8 67.1 27.9

0.000

0.000

0.000

0.000

0.588 28.3 12.7 3.0 38.0 65.7 29.3 0.000 7.0 88.0

NS

Dari tabel 5.7 di atas, didapatkan bahwa kemandirian, sindroma geriatri yang ditinjau dari inkontinensia urin, risiko jatuh, depresi dan fungsi kognitis, serta diabetes mellitus mempunyai nilai bermakna, variabel-variabel tersebut berhubungan dengan kualitas hidup dengan nilai p<0.05. Sedangkan untuk penyakit kronis Hipertensi tidak mempunyai nilai signikan berhubungan dengan kualitas hidup, dimana nilai p=0.588 (p>0.05).

5.8 Dua atau lebih sindroma geriatri dengan kualitas hidup Tabel 5.8 Hubungan antara dua atau lebih sindrom geriatri pada PUSAKA Lansia dengan kualitas hidup
kualitas hidup kualitas hidup kualitas hidup rendah baik Sindrom geriatri terdapat 2 atau lebih gejala sindrom geriatric (%) tidak terdapat 2 atau lebih gejala sindrom geriatric (%) 12.4 28.6 0.000 S p* Signifikan

28.6

66.4

*chi square S = Significant (p,0.05)

Dari data di atas, didapatkan bahwa lansia yang mempunyai dua atau lebih sindrom geriatri berhubungan dengan kualitas hidup lansia, dimana nilai signifikan antara kedua variabel tersebut, dengan nilai p = 0.00 (p<0,05).

5.9 Kemandirian , Fungsi kognitif , dan Depresi dengan 8 domain dari kualitas hidup Tabel 5.9 Hubungan kemandirian , fungsi kognitif dan depresi dengan 8 domain dari kualitas hidup
PF* ADL RP* BP* GH* VT* SF* RE* MH*

64.226,0 74.935.6 64.916.7 66.113.0 74.120.7 77.715.7 96.812.8 77.0 19.6 p= 0.000 p=0.000 p=0.50 P=0.34 p=0.175 p=0.000 p=0.443 p=0.53

Fungsi Kognitif

64.226.0 74.935.6 64.916.7 66.113.0 74.120.7 77.715.7 96.812.8 77.019.6 p=0.002 p=0.000 p=0.022 P=0.103 p=0.112 p=0.000 p=0.866 p=0.407

Depresi

64.226.0 74.935.6 64.916.7 66.113.0 74.120.7 77.715.7 96.812.8 7719.6

p=0.286
*One-way ANOVA

p=0.009

p=0.026

P=0.000

p=0.197

p=0.000

p=0.356

p=0.182

PF=fungsi fisik ,RP= keterbatasan akibat masalah fisik ,BP= perasaan sakit/nyeri,GH= persepsi kesehatan umum , VT=vitalitasi, SF=fungsi sosial ,RE= keterbatasan akibat masalah emosional dan MH= kesejahteraan mental

Dari tabel 5.7 telah didapatkan data bahwa ternyata kemandirian pada lansia memang berhubungan dengan kualitas hidup, untuk menilai hubungan antara

kemandirian terhadap kualitas hidup ditinjau dari SF-36 ini, penilaian ini dinilai dari beberapa aspek seperti fungsi fisik, keterbatasan akibat masalahh fisik , dan fungsi sosial , dimana nilai p<0.05. Sedangkan penilaian terhadap sindrom geriatric berupa fungsi kognitif dan depresi, diperoleh hasil bahwa fungsi kognitif yang juga berhubungan dengan kualitas hidup (table 5.7), dilihat dari aspek fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik, perasaan nyeri , dan fungsi sosial dimana nilai p<0.05. Sedangkan depresi berhubungan dengan kualitas hidup (tabel 5.7) yang dinilai dari aspek keterbatasan akibat masalah fisik, perasaan sakit, persepsi kesehatan umum , dan fungsi sosial, dimana nilai p<0.05.

BAB VI PEMBAHASAN Kualitas hidup merupakan indikator penting untuk menilai keberhasilan intervensi pelayanan kesehatan, baik dari segi pencegahan maupun pengobatan (Suharmiati, 2003). Dimensi kualitas hidup tidak hanya mencakup dimensi fisik saja, namun juga mencakup kinerja dalam memainkan peran sosial, keadaan emosional, fungsi-fungsi intelektual dan kognitif serta perasaan sehat dan kepuasan hidup (Croog dan Levine, 1998). Sebagaimana World Health Organitatiopn Quality of Life atau WHOQL mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu terhadap

kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan sistem nilai yang ada yang terkait dengan tujuan, harapan, standar, dan perhatian. Kualitas hidup dalam hal ini merupakan suatu konsep yang sangat luas yang dipengaruhi kondisi fisik individu, psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan individu dengan lingkungan (Curtis, 2000 cit Renwick & Brown, 1996). Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya PUSAKA lansia ini tersebar di

beberapa Kecamatan di Propinsi DKI Jakarta, dan beberapa diantaranya terdapat di Kecamatan Pasar Minggu. Adanya kerjasama antara pihak pengelola kelompok lansia ini dengan pihak Puskesmas merupakan salah satu bentuk perhatian Puskesmas sebagai unit kesehatan yang juga mempunyai andil dalam upaya pengembangan kesehatan para lansia. Upaya yang dilakukan dalam menangani masalah kesehatan usia lanjut adalah upayapembinaan kesehatan, pelayanan kesehatan dan upaya perawatan (Setiabudhi& Hardywinoto, 1999). Dalam penelitian ini, peneliti menilai kualitas hidup lansia ditinjau dari kemandirian, sindrom geriatri, maupun penyakit kronis yang terdapat pada kelompok PUSAKA Lansia di Kecamatan Pasar Minggu dengan menggunakan kuesioner SF-36 (Short Form 36). Penelitian ini dilakukan selama 4 minggu. Dengan 136 responden yang mengikuti hingga akhir studi dipilih untuk mewakili populasi, dalam hal ini seluruh lansia pada kelompok PUSAKA di Kecamatan Pasar Minggu.

Berdasarkan data pada tabel 5.1 didapatkan gambaran tentang karakteristik lansia pada kelompok PUSAKA lansia, secara umum jumlah lansia 86% adalah perempuan, jauh lebih banyak dibandingkan jumlah lansia laki-laki, dengan tingkat pendidikan rendah, 83,8% lansia sudah tidak bekerja, 76% lansia tidak mengikuti

aktivitas sosial lain selain PUSAKA. Berdasarkan hasil penelitian dengan analisa statistik bivariat yang dilakukan pada kelompok ini, dibuktikan bahwa secara umum tidak terdapat hubungan antara karakteristik pada seorang lansia dengan kualitas hidup. Hal ini dibuktikan dengan angka statistik bahwa dari penilaian karakteristik lansia yan diuji, hanya usia (dibedakan atas usia 60 69 tahun, dan lansia berusia 70 tahun) yang mempunyai nilai signifikan mempunyai hubungan dengan kualitas hidup populasi tersebut. Sedangkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, masih bekerja atau tidaknya lansia, IMT, maupun ada atau tidaknya kegiatan lansia yang lain selain PUSAKA dibuktikan tidak mempunyai nilai signifikan mempunyai hubungan dengan baik atau kurangnya kualitas lansia tersebut. Sedangkan menurut Zhan (1992), menggarisbawahi bahwa makna kualitas hidup

muncul dari tawar menawar antara individu dengan lingkungan yang dipengaruhi oleh latar belakang peribadi, kesehatan, situasi sosial, budaya, dan usia. Secara umum, variabel yang diteliti dalam penelitian ini mempunyai hubungan yang cukup bermakna terhadap kualitas hidup lansia. 6.2 Kemandirian dan kualitas hidup Menjawab hipotesis bahwa lansia yang tidak mandiri mempunyai nilai yang signifikan berhubungan dengan kurangnya kualitas hidup di kelompok PUSAKA lansia. Dari hasil penelitian, didapatkan lansia PUSAKA yang mandiri sebesar 55.9 %, dan sisanya mengalami ketergantungan, yang membutuhkan bantuan dalam kehidupan sehari-harinya. Dari 55,9 % lansia mandiri, terdapat 53,8 % lansia yang mempunyai kualitas hidup baik. Sebagaimana menurut Poerwadi (2001) yang mengartikan mandiri adalah dimana seseorang dapat mengurusi dirinya sendiri. Ini berarti bahwa jika seseorang sudah menyatakan dirinya siap mandiri berarti dirinya ingin sesedikit

mungkin minta pertolongan atau tergantung kepada orang lain. Sedangkan 44,1 % lansia dengan ketergantungan terdapat 17,8% lansia mempunyai kualitas hidup rendah, seperti penelitian Gallo & Anderson (1998), aktivitas sehari-hari seperti mandi, berpakaian, berpindah tempat, makan, minum, pada usia lanjut yang membutuhkan pertolongan orang lain, sangat mempengaruhi perilaku dan kualitas hidup lansia tersebut. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penurunan kemandirian seseorang adalah hal-hal seperti berikut seperti kondisi fisik menahun, kapasitas mental, status mental (seperti kesedihan dan depresi), penerimaan terhadap berfungsinya anggota tubuh dan dukungan anggota keluarga. Selain itu penurunan aktivitas sehari-hari dapat juga disebabkan oleh kondisi fisik lansia seperti : persendian yang kaku, pergerakan yang terbatas, waktu beraksi yang lambat, keadaan tidak stabil bila berjalan, keseimbangan tubuh yang jelek, gangguan peredaran darah, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan pada perabaan.

6.3 Sindrom Geriatri Sindrom geriatri merupakan kumpulan gejala (sindrom) dan atau tanda klinis, dari satu atau lebih penyakit, yang sering dijumpai pada pasien geriatri.Berbagai masalah kesehatan yang sering dihadapi usia lanjut adalahkurangnya bergerak (immobilisasi), kepikunan yang berat (dementia), beser buang air kecil atau buang air besar (inkontinensia), depresi (Siburian, 2005). Permasalahan yangdihadapi usia lanjut apabila tidak segera diatasi akan menimbulkan berbagai akibat-akibat yang lebih fatal bagi kehidupan lansia. Adapun sindrom geriatri yang diteliti dalam studi ini, merupakan sindrom

geriatri yang paling sering dijumpai dalam kelompok lansia, diantaranya adalah depresi, penurunan fungsi kognitif, risiko jatuh, dan inkontinensia urin.

a. Depresi Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai yang signifikan bahwa depresi mempunyai hubungan dengan kualitas hidup lansia. Selain itu dari hasil uji oneway ANOVA terhadap kualitas hidup dengan melihat delapan aspek kesehatan yang menggambarkan kualitas hidup, terdapat hubungan antara depresi dengan kualitas hidup, pada aspek kesehatan umum dan fungsi sosial. Seperti data yang tercantum dalam tabel 5.3, 25 % lansia mengalami depresi ringan, dan ternyata 30.8 % diantaranya mempunyai kualitas hidup kurang. Hal ini menjadi hal yang perlu diperhatikan, karena kondisi depresi ringan yang

berkepanjangan dan bila tidak segera diatasi akan dapat berlanjut pada kondisi depresi berat. Kondisi depresi pada lansia memiliki prognosis yang buruk, dapat menjadi kronik dan atau kambuh, dan mungkin tidak diterapi dengan baik. Seiring dengan hasil penelitian lain, menunjukkan bahwa usia lanjut memiliki hubungan dengan depresi sedangkan depresi itu sendiri menyebabkan penurunan kualitas hidup pada lansia. Dari hasil penelitian lain, Asminatilia(2008) ,data statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara interaksi sosial dengan depresi. Depresi yang pernah terjadi sebelumnya juga menjadi faktor risiko depresi pada lansia (Cole dan Dendukuri, 2003). Dalam suatu penelitian oleh Cole, Bewllavance, dan Mansour (1999) disimpulkan bahwa depresi pada lansia di masyarakat dan layanan kesehatan primer merupakan masalah yang serius. Menurut Lyness, Caine, King, Cox dan Yodieono dalam Unutzer (2007) sebanyak 10 % orang dewasa berusia 65 tahun ke atas yang diamati pada pelayanan primer mengalami depresi yang signifikan secara klinis. Menurut Gallo dan Gonzales (2001), penelitian-penelitian pada komunitas di seluriuh dunia menunjukkkan bahwa angka depresi mayor adalah berkisar dari 3 sampai 15%. Dalam Unutzer (2007)

disebutkan bahwa depresi pada lansia secara khusus lebih umum terjadi pada wanita, pada pasien dengan gangguan medis yang kronis, atau insomnia persisten, dan pada pasien yang telah mengalami kejadian-kejadian hidup penuh tekanan (misalnya

kehilangan pasangan), penuriunan fungsional, dan isolasi sosial. Depresi pada lansia juga dihubungkan pada status perkawinan, bercerai atau berpisah, dan tingkat sosioekonomi rendah (Saddock dan 2007). Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada populasi ini didapatkan data 30.8 % dari penderita depresi mempunyai kualitas hidup kurang, Blazer (2003) juga menyimpulkan bahwa depresi merupakan penyebab penderitaan emosional tersering pada lansia dan secara signifikan menyebabkan penurunan kualitas hidup pada lansia. b. Memory loss Penelitian terhadap hubungan ada atau tidaknya penurunan fungsi kognitif (memory loss) pada lansia terhadap kualitas hidup dapat disimpulkan bahwa penurunan fungsi kognitif mempunyai hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup lansia. Hal ini diuji dengan menggunakan metode uji chi-squar, diperoleh p value =0.000. Dan bila dihubungkan dengan aspek fungsi fisik, keterbatasan akibat masalah fisik dan fungsi social dengan menggunakan uji one-way ANOVA , diperoleh hasil juga terdapat hubungan antara fungsi kognitif dengan kualitas hidup. Pada penelitian yang dilakukan seperti tercatat dalam tabel 5.3, diperoleh hasil bahwa terdapat 29,4 % lansia telah mengalami penurunan kognitif . Penurunan fungsi kognitif sedang atau yang disebut Mild Cognitive Impairment (MCI) sejumlah 25,7 % sedangkan lansia dengan depresi berat 3, 7 %. Penurunan fungsi kognitif yang bila tidak segera ditangani akan berlanjut menjadi demensia yang berat. Gelder, et al. 2005 menyatakan bahwa keadaan mental dan masalah perilaku sering mempengaruhi orang yang memiliki demensia sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup, kehidupan sosial, dan kebutuhan untuk berinteraksi. Saat demensia menjadi bertambah buruk, penderita dapat melupakan dirinya sendiri dan menjadi lepas kendali, sehingga penderita tersebut dapat menjadi orang yang tergantung pada orang lain.

c. Inkontinensia urin Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Inkontinensia urin merupakan salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 1530% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan merupakan bagian normal dari proses menua. Dari penelitian yang telah kami lakukan, didapatkan 16,9% lansia yang ternyata mengalami inkontinensia. Bila hal ini tidak segera ditangani dengan baik, untuk setiap lansia yang mengalami inkontinensia urin, akan berdampak terhadap kualitas hidup lansia itu sendiri, terutama berdampak pada kehidupan social lansia tersebut. Dengan hasil uji Chi-Square p=0.000, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara inkontinensia urin dengan kualitas hidup lansia, hal ini terbukti dengan angka statistik bahwa 6.9 % lansia dengan inkontinensia urin mempunyai kualitas hidup rendah. Walaupun ternyata lansia dengan inkontinensi urin masih ada pula yang mempunyai kualitas hidup baik, yaitu terdapat 16,1 %. d. Risiko jatuh Pada lansia, gangguan keseimbangan dikaitkan dengan risiko terjadinya

peristiwa jatuh yang akan berdampak masalah psikososial di komunitas, antara lain berpengaruh pada rasa kurang percaya diri; rasa takut; cemas dan depresi; dan

ketergantungan bahkan terisolasi dari masyarakat sekitar. Dampak psikososial ini sering kurang diperhatikan oleh para dokter, yang lebih terpusat perhatiannya pada masalahmasalah fisik. Terlebih lagi dengan orang lanjut usia yang pernah mengalami gangguan keseimbangan dan kemudian jatuh, kemungkinan untuk ketakutan jatuh lagi menjadi

lebih besar. Jatuh adalah salah satu peristiwa yang sering dialami oleh seorang lanjut usia. Jatuh dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas serta penurunan fungsi dan kemandirian. Jatuh biasanya terjadi akibat rangkaian beberapa faktor risiko, yang sebagian besar dapat dikoreksi. Sering orang lanjut usia tidak menyadari atau mengenali faktor risiko ini, dan tidak melaporkan pada dokter sehingga upaya pencegahan jatuh diabaikan, dan faktor-faktor risiko ini baru menjadi kenyataan setelah terjadi peristiwa jatuh Dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan 14,7% lansia mempunyai risiko jatuh, 6 % diantaranya mempunyai kualitas hidup kurang dan 14 % diantaranya masih mempunyai kualitas hidup yang baik. Dari uji Chi Square didapat nilai p=0.000,

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat risiko jatuh yang terdapat pada seorang lansia mempunyai hubungan dengan kualitas hidup lansia. Menurut Guideline For ThePrevention of Falls in Older Person,(17) dari seluruh populasi lanjut usia 65 tahun yang tampak sehat di masyarakat sekitar 35-40% mengalami jatuh setiap tahun. Terutama bila terjadi akibat-akibat jatuh yang menyebabkan harus dirawat dan ada kecacatan.Terjadi isolasi sosial atau ketergantungan sehingga kesehatan dan kemandirian menjadi terganggu. Penurunan aktifitas fisik ini menyebabkan kemunduran dan kelemahan otot-otot, sendi menjadi lebih sulit digerakkan, dan kewaspadaan terhadap lingkungan juga berkurang. Semua ini akan memperburuk disfungsi sosial. Gangguan keseimbangan yang dapat membawa akibat jatuh, sangat mahal nilainya pada lanjut usia baik dari segi ketergantungan dan gangguan fungsi fisik maupun biaya.

6.4 Penyakit kronis Penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat disembuhkan dengan sempurna karena sangat erat hubungannya terhadap adanya kecacatan dan timbulnya

kematian (Adelman & Daly, 2001). Dalam penelitiannya di salah satu kota besar di Turky, Canbaz dkk (2002) menggolongkan penyakit kronis atas hipertensi, penyakit persendian, osteoporosis, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit sitem pencernaan, dan lain-lain. Dalam hal ini, penyakit kronis yang diteliti adalah adalah penyakit yang paling sering dialami oleh lansia, yaitu Hipertensi dan Diabetes Mellitus, sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu studi yang membahas tentang kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lanjut usia yang dilaksanakan oleh Komnas Lansia, di ketahui bahwa penyakit kronis terbanyak yang diderita lansia adalah hipertensi

sebanyak 38,8% (Depkes, 2008). Di Indonesia kurang lebih sekitar 70% lanjut usia menderita penyakit kronis (Wibowo, 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, juga diperoleh data bahwa

penyakit kronis yang paling banyak pada kelompok PUSAKA lansia adalah penyakit hipertensi, yaitu sebesar 69,1 % dari total sampel yang diteliti, hasil yang didapatkan ternyata penyakit hipertensi tidak mempunyai nilai yang signifikan berhubungan dengan kualitas hidup lansia. Sedangkan penyakit Diabetes Mellitus sebagai penyakit kronis yang juga terdapat pada kelompokPUSAKA yaitu 7,4% dari total sampel, didapatkan hasil yang signifikan berhubungan dengan kualitas hidup lansia. Berdasarkan tabel 5.7, lansia dengan hipertensi terdapat 65,7 % yang

mempunyai kualitas hidup baik, sedangkan lansia dengan penyakit kronis Diabetes Mellitus 7 % mempunyai kualitas hidup baik. Dalam penelitian tentang hipertensi, hasil penelitian yang kami dapatkan, ternyata berbeda dengan studi yang dilakukan

sebelumnya oleh Keating dan Wetle (2008), dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyakit kronis yang diderita sangat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Berbeda halnya dengan penyakit Diabetes Mellitus, sebagai penyakit kronis penyakit Diabetes mellitus sesuai dengan penelitian tentang penyakit kronis sebelumnya, ternyata memang mempunyai hubungan dengan kualitas hidup lansia. Menurut McDowell dan Newell (1996), penyakit kronis akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental lansia. Hal ini dikarenakan lansia akan kehilangan

kemampuannya secara mandiri. Lansia dengan penyakit kronis sangat bergantung dengan orang lain dan membutuhkan perhatian. Gangguan kesehatan fisik yang dialami lansia meliputi fungsi tubuh secara fisik dan fisiologis, nyeri dan kesehatan umum. Dari segi kesehatan mental, penyakit kronis menimbulkan gangguan dalam hal vitalitas hidup, fungsi sosial, keadaan emosional, dan kesehatan mental secara umum. Jadi berdasarkan hasil penelitian, hipotesis yang diuraikan sebelumnya sesuai dengan hasil penelitian yang kami lakukan bahwa tingkat kemandirian pada seorang lansia mempunyai hubungan yang bermakna dengan kualitas hidup lansia. Sedangkan untuk lansia yang mempunyai lebih dari dua sindrom geriatri 28.6 % mempunyai kualitas hidup yang baik, sedangkan lansia yang tidak mempunyai lebih dari dua sindrom geriatri terdapat 66,4% mempunyai kualitas hidup baik. Lansia yang

mempunyai penyakit kronis hipertensi sebanyak 65,7 % berkualitas hidup baik, sedangkan untuk 7,4 % lansia dengan penyakit kronis Diabetes Mellitus, 7% diantaranya ternyata mempunyai kualitas hidup baik. Namun bila dibandingkan dengan lansia yang tidak mempunyai Diabetes Mellitus terdapat 88 % lansia mempunyai kualitas hidup baik. Secara keseluruhan hasil penelitian yang dilakukan terhadap lansia yang terdapat pada kelompok PUSAKA Lansia di Kecamatan Pasar Minggu ini terdapat 69,9 % lansia berkualitas hidup baik dan 30,1 % lansia berkualitas hidup rendah.

6.6Keterbatasan / Kelemahan Penelitian Walaupun kami dalam waktu yang singkat, kami berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, yang mungkin bermanfaat di masyarakat.

6.2.2

Keterbatasan Waktu

Wawancara kuesioner dilakukan saat responden dikumpulkan dalam satu waktu kegiatan kelompok sedang berlangsung, yaitu di ruangan serba guna yayasan serta bagi

responden yang tidak mampu datang ke tempat yayasan, peneliti akhirnya melakukan kunjungan ke masing masing rumah responden..

Anda mungkin juga menyukai