Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE NON HAEMOROGIK(SNH) DI RUANG B1 SYARAF RSUP Dr.

KARIADI SEMARANG

1. DEFINISI Stroke non hemoragik atau stroke iskemik didefinisikan secara patologis, sebagai kematian jaringan otak karena pasokan darah yang tidak adekuat. (Smeltzer C. Suzanne, 2002) Stroke non hemorogik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresif cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. (Arif Mansjoer: 2004) Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin: 2008)

2. ANATOMI FISIOLOGI a) Otak Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis, dan lobus oksipitalis. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah).Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. b) Sirkulasi Darah Otak Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kirakira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri. Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabangcabang system vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke venavena jugularis, dicurahkan menuju ke jantung.(Harsono, 2002)

3. ETIOLOGI Penyebab-penyebab Stroke Non Hemorogik:

Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak) Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain) Iskemia (penurunan aliran darah ke otak)

(Smeltzer: 2002)

Faktor Resiko: 1) Revesrible (yang dapat diubah) : Obesitas, diabetes militus Hipercolesterolemia Merokok, pengguna cocain, alcohol Stres emosional Prior transient ischemic attacks (TIAs) Embolic heart disease, Gangguan arteri coronaria, CHF Atherosklerotik pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial Hipertensi Polisitemia Pengguaan kontrasepsi oral 2) Irreversible (yang tidak dapat diubah) Jenis kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding wanita. Umur: makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke. Keturunan: adanya riwayat keluarga yang terkena stroke. Ras (Black: 2007)

Klasifikasi atau Tahapan stroke: Stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu: 1) Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas TIA Merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler, dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24 jam. 2) Reversible Ischemic Neurologi (RIND)/Defisit Neurologis Iskemik Sepintas

Defisit (RIND) Gejala dan tanda gangguan neurologis setempat yang berlangsung lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu). 3) In Evolutional atau Progressing Stroke Merupakan Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih. Perkembangan stroke terjadi perlahan lahan sampai akut, munculnya gejala makin memburuk. 4) Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke ) Merupakan Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut. Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak awal serangan dan sedikit tidak ada perbaikan. (Harsono: 2002) 4. TANDA DAN GEJALA Tanda dan gejala Stroke non hemoragik adalah: 1) Kehilangan motorik Disfungsi neuron paling umum adalah Hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan, Hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh), Ataksia (berjalan tidak mantap atau tegak, tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas). 2) Kehilangan komunikasi Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:

Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.

Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.

3) Defisit lapang pandang Sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan penglihatan. Kehilangan penglihatan perifer, kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek. Diplopia (Penglihatan ganda). 4) Defisit sensori

Terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh. 5) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Bila kerusakan pada lobus frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi. 6) Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik. (Suzzane C. Smelzzer, dkk: 2002)

5. PATOFISIOLOGI Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus

mengakibatkan: 1) Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan. 2) Edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah di otak dapat mengakibatkan terputusnya aliran darah ke otak

sehingga menghentikan suplay oksigen, glukosa dan nutrisi lainya kedalam sel otak yang mengalami serangan pada gejala gejala yang dapat pulih, seperti kehilangan kesadaran, jika kekurangan oksigen berlanjut lebih dari beberapa menit dapat meyebabkan nekrosis mikroskopis neuron neuron, area nekrotik disebut infak. (Sylvia A. Price: 2005)

6. PATHWAYS Terlampir

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) CT Scan

Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark.


2) Angiografi Serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3) MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 4) EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. 5) Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena. 6) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.

(Doengese, Marilynn: 2002)


7) Pungsi Lumbal

menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
8) Pemeriksaan darah rutin, Pemeriksaan kimia darah, dan Pemeriksaan darah

lengkap. (Arif Muttaqin: 2008

8. KOMPLIKASI Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)

Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.

Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama) Pneumonia: Akibat immobilisasi lama Infark miokard Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada saat penderita mulai mobilisasi. Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat. Komplikasi Jangka panjang Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vaskular perifer. (Smeltzer: 2002)

9. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan keperawatan terhadap pasien Stroke Non Hemoragik: 1) Breating Bersihkan dan bebaskan jalan nafas serta pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan, lakukan pengisapan lendir membantu pernafasan. 2) Blieding Berusaha menstabilkan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi. Lakukan pemasangan infus untuk menghentikan perdarahan bila ada.

3) Brain Kaji tingkat kesadaran klien. Lakukan pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi emisi positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan oksimetri. 4) Bladder Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi. 5) Bowel

Bantu klien untuk pemenuhan defekasi, bila perlu dengan pemasangan pampes. 6) Bone Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif. Tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki). Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai mobilisasi bertahap.

Tindakan medis terhadap pasien stroke non hemoragik meliputi: a. Pengobatan Konservatif Diuretika: Untuk menurunkan edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi dari tempat lain dalam kardiovaskuler. Anti trombosit: dapat diresepkan karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. b. Pengobatan Pembedahan Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:

Endosteroktomi karotismembentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh klien TIA.

(Arif Muttaqin: 2008)

10. FOKUS PENGKAJIAN A. Pengumpulan Data 1) Identitas klien 2) Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. 3) Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. 4) Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. 5) Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus. 6) Riwayat psikososial 7) Pola-pola fungsi kesehatan menurut Gordon

B. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi. 2) Pemeriksaan integument Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda - tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis. Rambut : umumnya tidak ada kelainan. 3) Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi. Leher : kaku kuduk jarang terjadi. 4) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan reflex batuk dan menelan. 5) Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. 6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine 7) Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. 8) Pemeriksaan neurologi Pemeriksaan nervus cranialis : umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Pemeriksaan motorik : hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. Pemeriksaan sensorik : dapat terjadi hemihipestesi. Pemeriksaan reflex : pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan reflex patologis. (Jusuf Misbach, 2009)

11. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1) Gangguan perfusi jaringan otak b.d penurunan suplai darah dan O2 ke otak. 2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia. 3) Gangguan persepsi sensori : perabaan b.d penekanan pada saraf sensori.

12. INTERVENSI KEPERAWATAN 1) Gangguan perfusi jaringan otak b.d penurunan suplai darah dan O2 ke otak. Tujuan : Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal. Kriteria hasil : Klien tidak gelisah Tidak ada keluhan nyeri kepala Tanda-tanda vital normal

Rencana tindakan :

a. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intracranial. b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total. c. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung. d. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung. e. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor.

Rasional : a. Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat. b. Untuk mencegah resiko perdarahan. c. Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi serebral. d. Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. e. Memperbaiki sel yang masih variable.

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia Tujuan :Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya. Kriteria hasil : Tidak terjadi kontraktur sendi Bertambahnya kekuatan otot Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

Rencana tindakan : a. Ubah posisi klien tiap 2 jam. b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit. c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit. d. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.

Rasional : a. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan . b. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.

c. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan. d. Membantu memulihkan kembali fungsi kekuatan otot

3) Gangguan persepsi sensori : perabaan b.d penekanan pada saraf sensori Tujuan :Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal. Kriteria hasil : Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan sensori Rencana tindakan : a. Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian. b. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba. c. Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya. d. Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit. e. Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan. f. Lakukan validasi terhadap persepsi klien.

Rasional : a. Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan resiko terjadinya trauma. b. Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi diri. c. Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma. d. Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan

mengintegrasikan sisi yang sakit.

e. Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebih. f. Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC. Harsono. 2002. Buku Ajar : Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada university press.

Mansjoer, arief, dkk. 2004. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:Edisi 3. Jakarta: EGC. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai