Anda di halaman 1dari 7

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pelabuhan laut dan udara merupakan pintu gerbang lalu-lintas barang, orang dan alat transportasi, baik dari dalam maupun luar negeri. Seiring dengan meningkatnya arus pariwisata, perdagangan, migrasi dan teknologi maka kemungkinan terjadinya penularan penyakit melalui alat transportasi semakin besar. Penularan penyakit dapat disebabkan oleh binatang maupun vektor pembawa penyakit yang terbawa oleh alat transportasi maupun oleh vektor yangtelah ada di pelabuhan laut atau udara. Serangga yang termasuk vektor penyakit antara lain nyamuk, lalat, pinjal, kecoa, dan tungau (Ditjen PP&PL. 2006). Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) adalah unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Tugas KKP adalah mencegah dan menagkal masuk-keluarnya penyakit dari atau ke luar negeri. Bidang Pengendalian Resiko Lingkungan (PRL) mempunyai tugas untuk melaksanakan perencanaan, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang pengendalian vektor dan binatang penular penyakit. Upaya ini dilakukan untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit serta meminimalisasi dampak resiko lingkungan terhadap

masyarakat. Salah satu kegiatan dalam pengendalian vektor nyamuk yaitu survei jentik (Ditjen PP&PL, 2006). Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang dapat menyebabkan kematian yang disebakan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Sejak ditemukan pertama kali pada 1968 di Surabaya dan Jakarta. Jumlah kasus DBD maupun luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk (Ditjen PP&PL, 2004). DBD merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di Indonesia. Hampir setiap tahun terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah yang biasanya terjadi pada musim penghujan (Ditjen PP&PL 2011). Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan terutama dengan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (

Menguras-Menutup-Mengubur). Kegiatan PSN telah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1992 dan pada tahun 2002 dikembangkan menjadi 3M Plus, dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. Berbagai upaya penanggulangan tersebut belum

menampakkan hasil yang diinginkan. Salah satu penyebab tidak optimalnya upaya penanggulangan tersebut karena belum adanya perubahan perilaku

masyarakat dalam upaya PSN (Ditjen PP&PL 2008). Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada

tahun 1968 menjadi

0,87

% pada tahun 2010, tetapi belum berhasil

menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua. Pada tahun 2011 sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (CFR: 0,80 %) (Ditjen PP&PL 2011). Kota Semarang sebagai kota metropolitan di Jawa Tengah dengan ketinggian 0,75-348 meter di atas permukaan air laut. Suhu udara berkisar antara 25-30oC, dan kelembaban udara berada diantara 62-84%, mempunyai tingkat risiko penyakit DBD yang tinggi. Pada tahun 2011, terdapat 1303 kasus di kota Semarang dan meninggak 10 kasus. Salah satu daerah di kota Semarang yang mempunyai risiko tinggi terhadap penularan DBD yaitu pelabuhan Tanjung Emas Semarang, terutama buffer area (profil kesehatan kota Semarang 2011). Pada tahun 2011, Incidence Rate IR DBD puskesmas buffer area KKP Semarang adalah 30,17/100.000 penduduk, sehingga kasus DBD menjadi perhatian dari semua pihak yaitu guna menekan angka morbiditas maupun mortalitas dan mencegah penularan penyakit DBD di buffer area Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang (Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2011). Hasil survey jentik nyamuk Aedes aegypti di buffer area Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang yaitu RT 01, 02, 03 RW VI Tanjung Emas pada tanggal 14 Agustus 2012, dapat diketahui bahwa faktor penyebab penyakit

DBD di buffer area tersebut adalah kepadatan jentik nyamuk Aedes aegypti. Dari 72 rumah yang diperiksa, 39 rumah positif jentik dengan House Indeks (HI) 54,17%. Dari 186 kontainer yang diperiksa 66 positif jentik dengan Container Indeks (CI) 35,48%. Sedangkan untuk menciptakan pelabuhan yang sehat, terdapat beberapa persyaratan teknis yang harus dipenuhi, diantaranya adalah HI nyamuk Aedes aegypti dari stadium larva sampai dewasa tidak ditemukan di perimeter area dan kurang dari 1% di buffer area dan CI buffer area <2%. Keberadaan jentik tersebut apabila tidak segera dilakukan pengendalian atau pemberantasan, maka populasi nyamuk Aedes aegypti dapat bertambah. Bertambahnya populasi nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit DBD. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.356/MENKES/PER/IV/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, Seksi Pengendalian Risiko Lingkungan salah satu tugasnya adalah pengendalian vektor dan binatang penular penyakit melalui pemberantasan sarang nyamuk. Selama ini, kegiatan yang dilakukan adalah survey nyamuk, survey jentik, pemberantasan jentik (abatisasi), dan pemberantasan nyamuk (fogging dan spraying). Namun HI dan CI buffer area masih di atas standar aman pelabuhan sehat. Melalui kegiatan Survey Jentik Berkala sebagai tindakan pengawasan dalam rangka pengendalian vektor Aedes aegypti di pelabuhan diharapkan agar Aedes aegypti tidak terdapat di perimeter area HI= 0%, HI di dalam buffer area <1% dan kapal laut dan pesawat udara harus bebas nyamuk.

1.2 Permasalahan Bagaimana kepadatan jentik Aedes aegypti di buffer area Pelabuhan Tanjung Emas Semarang?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti di buffer area Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui masalah di unit kegiatan Pengendalian Riiko Lingkungan Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang. 2. Mampu menganalisis masalah yang ada di seksi Pengendalian Resiko Lingkungan, yang berkaitan dengan kepadatan jentik Aedes aegypti di pelabuhan. 3. Mampu membuat alternatif penyelesaian masalah yang efektif dan tepat terkait dengan permasalahan yang didapatkan berkaitan dengan kepadatan jentik Aedes aegypti di pelabuhan.

1.4 Manfaat 1.4.1 Bagi Instansi (Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang) 1. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang dapat memanfaatkan tenaga terdidik dalam membentu penyelesaian masalah di bidang kesehatan untuk kebutuhan di unit kerja masing-masing.

2. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat antara Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang dengan Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) Universitas Negeri Semarang. 3. Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan derajat kesehatan khususnya dalam usaha menurunkan angka kejadian DBD dan menggalakan kegiatan PSN DBD.

1.4.2

Bagi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) 1. Laporan magang dapat menjadi salah satu audit internal kualitas pengajaran. 2. Memperkenalkan jurusan IKM kepada instansi magang yaitu Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Semarang. 3. Mendapatkan masukan bagi pengembangan jurusan IKM. 4. Terbinanya kerjasama dengan instansi tempat magang dalam upaya meningkatkan keterikatan dan kesepadanan antara substansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.

1.4.3

Bagi Mahasiswa 1. Mendapatkan pengalaman dan keterampilan di bidang manajemen instansi kesehatan. 2. Terpapar dengan kondisi dan pengalaman di perusahaan dan instansi kesehatan.

3. Mendapatkan pengalaman menggunakan metode analisis masalah yang tepat terhadap permasalahan di perusahaan dan instansi kesehatan. 4. Mendapat bahan untuk penulisan laporan magang di perusahaan dan instansi kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai