Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji kami panjatkan ke hadirat ALLAH S.W.T. karena berkat rahmat-NYA jualah, kami bisa menyelesaikan penulisan makalah tentang PENYUSUNAN KARYA ILMIAH LANJUTAN ini. Dan tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik dari awal pembuatan hingga selesainya makalah ini. Kami menyadari bahwa tak ada manusia yang sempurna di dunia ini, oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam makalah ini baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua, Amien.

Banjarmasin, Oktober 2009 Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...2 DAFTAR ISI ...3 BAB I PENDAHULUAN 1 LATAR ELAKANG MASALAH ...4 2 RUMUSAN MASALAH ..4 BAB II PEMBAHASAN PENYUSUNAN KARYA ILMIAH LANJUTAN 1.Pengertian

.5 2.Aspek Penalaran Karangan Ilmiah ...5 3.Penalaran Deduktif dan Induktif 6 A.Penalaran Deduktif ..6 B.Penalaran Induktif ..11 BAB III PENUTUP Kesimpulan .14 Daftar Isi ..15

BAB I PENDAHULUAN 1.Latar Belakang Karya ilmiah merupakan karangan tentang ilmu pengetahuan yang menyajikan suatu fakta berdasarkan penelitian yang menggunakan data dan fakta, karangan tersebut ditulis secara jujur dan akurat berdasarkan kebenaran yang ada, yaitu sesuai dengan data dan fakta yang ada dilapangan. Segala pernyataan yang disajikan dalam karangan ilmiah harus benar-benar kuat serta dapat dipertanggungjawabkan tanpa meragukan para pembaca. Alasan-alasan yang dikemukakan dalam karangan tersebut harus dapat diterima dan dipahami oleh para pembaca, sehingga terasa sekali kebenaran dari apa yang diungkapkan si penulis dalam karangan tersebut. Penulis yang berpandangan luas dan berfikir secara kritis akan mudah diketahui oleh para pembaca melalui setiap kalimat dan gagasan yang diungkapkan oleh penulis tersebut. Sehingga karangan karya ilmiahnya mudah diterima oleh siapa saja. 2.Rumusan Masalah 1) Bagaimana aspek penalaran dalam karangan ilmiah? 2) Bagaimana penalaran karangan ilmiah secara deduktif? 3) Bagaimana penalaran karangan ilmiah secara induktif?

BAB II PEMBAHASAN PENYUSUNAN KARYA ILMIAH (LANJUTAN) 1.Pengertian Karya ilmiah adalah suatu karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta umum dan ditulis menurut metodologi yang baik dan benar.karangan ilmiah biasanya berhubungan dengan suatu penelitian yang menggunakan data-data tertentu. 2.Aspek Penalaran dalam Karangan Ilmiah Karya ilmiah merupakan suatu bentuk karangan yang menyajikan suatu topik secara sistematis, dilengkapi dengan data dan fakta yang benar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan. Data dan fakta yang telah kita kumpulkan kemudian disusun dan dirangkai serta dihubung-hubungkan antara keduanya agar menjadi suatu karya ilmiah. Proses berfikir untukmenghubung-hubungkan data dan fakta sehingga menjadi suatu simpulan inilah yang disebut dengan penalaran. Menurut Arifin dan Tasai, penalaran adalah suatu proses berfikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Data atau fakta yang akan dinalar itu boleh bernilai benar ataupun salah, sampai akhirnya mencapai suatu simpulan yang berbentuk kalimat pernyataan. Bila data atau fakta yang telah kita nalarkan itu bernilai benar, maka orang akan menerima pernyataan dari kesimpulan yang telah kita buat, akam tetapi bila data atau fakta yang kita nalarkan itu bernilai salah atau masih kurang jelas, maka orang akan menolak pernyataan kita. Dalam proses penalaran sebuah karangan, kita akan menggunakan pikiran untuk menarik sebuah kesimpulan yang dituangkan ke dalam bentuk tertulis. Jika penalarannya tepat, hal-hal yang diungkapkan dalam karangan akan jelas dan mudah dipahami. Oleh karena itu pengungkapan yang akan kita tuangkan dalam karangan harus dipertimbangkan lebih dulu, sehingga bahasa yang kita gunakan dalam pengungkapan dapat dengan mudah dimengerti oleh orang yang membaca karangan tersebut. Bila kita menggunakan kata-kata ilmiah yang belum diketahui oleh orang banyak, hendaknya kita memberitahu dengan menuliskan catatan kaki atau dengan menjelaskannya sesudah kata itu.

3. Penalaran Deduktif dan Induktif A. Penalaran Deduktif Penalaran deduktif didasarkan atas prinsif, hukum, teori atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsif umum tersebut, Anda menarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal atau gejala di atas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak dari sesuatu yang umum kepada yang khusus. (Akhadiah,dkk, 1986:58) Jadi, penalaran yang bersifat deduktif bersumber pada suatu pernyataan yang bersifat umum (premis mayor) dan satu penyatan yang bersifat khusus (premis minor). Dengan dasar dua premis itu, maka akan dihasilkan kesimpulan yang logis dan sah. Menurut bentuknya penalaran deduktif mungkin merupakan silogisme dan entimem. Penjelasan mengenai silogisme dan entimem akan diuraikan dibawah ini.

1) Silogisme Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal. Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Anda lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang secara tidak sadar. Contoh, Anda mengucapkan Saya tidak menyukai tokoh A karena sikapnya terlalu otoriter, sebenarnya dapat Anda kembalikan pada bentuk formalnya yaitu: a) Saya tidak menyukai semua yang bersikap terlalu otoriter. b) Tokoh A terlalu otoriter dalam bersikap. c) Karena itu saya tidak menyukai tokoh A. Bentuk formal seperti di atas itulah yang disebut silogisme. Di dalam silogisme terdapat istilah proposisi, premis, dan term. Mengenai proposisi, premis, dan term akan dijelaskan di bawah ini. 1. Premis, Term, dan Proposisi Silogisme terdiri dari tiga kalimat. Kalimat 1) merupakan pernyataan dasar umum yang disebut premis mayor. Predikat di dalam premis mayor disebut term mayor. Kalimat 2) merupakan pernyataan dasar khusus dan disebut premis minor. Predikat pada premis minor disebut term penengah. Kalimat 3) adalah kesimpulan yang ditarik berdasarkan premis mayor dan premis minor. Subjek pada kesimpulan itu merupakan term minor. Term penengah menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh terdapat pada kesimpulan. Term adalah suatu kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P) di dalam kalimat logika (Akhadiah, dkk,1986:59). Untuk mempermudah membuat silogisme Anda dapat gunakan rumus berikut. Premis mayor (premis umum) : A=B Premis minor(premis khusus) : C=A Kesimpulan :C=B Contoh lain; Semua manusia bijaksana. Semua polisi adalah manusia. Jadi, semua polisi bijaksana. Bentuk diatas adalah bentuk standar silogisme. Dan dalamnya terdapat tiga term, yaitu term mayor, minor, dan tengah. Term-term itu tercantum dalam kalimat yang disebut proposisi. Proposisi adalah kalimat pernyataan tentang hubungan antara fakta-fakta yang dapat dinilai benar atau salah. Proposisi 1) dan 2) merupakan premis yaitu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan pada proposisi nomor 3). Proposisi 1) adalah premis mayor yaitu premis yang merupakan pernyataan dasar umum yang di anggap benar untuk suatu kelas tertentu. Di dalamnya terdapat term mayor ( bijaksana) yang muncul dalam kesimpulan sebagai predikat. Proposisi 2) merupakan premis minor yang mengemukakan pernyataan tentang peristiwa atau gejala khusus yang merupakan bagian atau anggota kelas pada premis mayor. Di dalamnya terdapat term minor (semua polisi) yang menjadi subjek dalam kesimpulan. Term mayor dan minor itu dihubungkan oleh term tengah (semua manusia) yang tidak boleh diulang di dalam kesimpulan. 2. Jenis-jenis Proposisi Proposisi dapat dipandang dari empat kriteria, yaitu

berdasarkan bentuknya, sifatnya, kualitsnya, dan kuantitasnya. 1) Berdasarkan bentuknya, proposisi dapat dibagi atas proposisi tunggal dan proposisi majemuk. Proposisi tunggal hanya mengandung satu pernyataan. Contoh: Semua petani harus bekerja keras. Setiap pemuda adalah calon pemimpin. Proposisi majemuk mengandung lebih dari satu pernyataan. Contoh: Semua petani harus bekerja keras dan hemat. Proposisi majemuk ini sebenarnya terdiri atas dua proposisi,yaitu: Semua petani harus bekerja keras. dan Semua petani harus hemat. 2) Berdasarkan sifatnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi kategorial dan proposisi kondisional. Dalam proposisi kategorial, hubungan antara subjek dan predikat terjadi dengan tanpa syarat. Contoh: Semua bemo beroda tiga. Sebagian binatang tidak berekor. Dalam proposisi kondisional, hubungan antara subjek dan predikat terjadi dengan suatu syarat tertentu. Syarat itu harus dipenuhi atau diingat sebelum peristiwa dapat berlangsung. Contoh: Jika air tidak ada, manusia pasti mati Proposisi ini terdiri atas dua bagian, yaitu bagian sebab dan bagian akibat. Dalam proposisi Jika air tidak ada, manusia akan mati unsur sebab ialah Jika air tidak ada dan unsur akibat ialah manusia akan mati. Unsur sebab disebut anteseden dan unsur akibat disebut konsekuen. Anteseden sebuah proposisi harus selalu mendahului konsekuen. Kalau urutannya dibalik, kalimat itu bukanlah proposisi. Proposisi kondisional seperti diatas disebut proposisi kondisional hipotetis. Disamping itu ada pula proposisi kondisional disjungtif. Proposisi kondisional disjungtif ini mengemukakan suatu alternatif atau pilihan. Contoh: Amir Hamzah adalah seorang sastrawan atau pahlawan. 3) Berdasarkan kualitasnya proposisi dapat dibagi atas proposisi positif (afirmatif) dan proposisi negatif. Proposisi positif (afirmatif) adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian hubungan antara subjek dan predikat. Contoh: Semua dokter adalah orang pintar. Sebagian manusia adalah bersifat sosial. Proposisi negatif adalah proposisi yang menyatakan bahwa antara subjek dan predikat tidak mempunyai hubungan. Dengan kata lain, proposisi negatif meniadakan hubungan antara subjek dan predikat. Contoh:

Semua harimau bukanlah singa. Sebagian orang jompo tidaklah pelupa. Dalam proposisi kondisional hipotesis, pokok persoalan terletak pada unsur konsekuennya. Kalau konsekuennya positif, proposisi itu juga positif (afirmatif). Kalau konsekuennya negatif, proposisi itu juga negatif. Unsur anteseden tidak memberi pengaruh pada kualitas proposisi. Contoh: Jika hari panas, petani tidaklah bekerja(negatif). Jika hari tidak panas, petani menjadi senang(afirmatif). 4) Berdasarkan kuantitasnya, proposisi dapat dibagi atas proposisi universal dan proposisi khusus. Pada proposisi universal, predikat proposisi membenarkan atau mengingkari seluruh subjeknya. Contoh: Semua dokter adalah orang pintar. Tidak seorang dokter pun adalah orang yang tak pintar. Semua gajah bukanlah kera. Tidak seekor gajah pun adalah kera. Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi universal ini ialah: a) Universal afirmatif: semua, setiap, tiap, masing-masing, apa pun juga. b) Universal negatif: tidak satu pun, tak seorang pun. Pada proposisi khusus, predikat proposisi hanya membenarkan atau mengingkari sebagian subjeknya. Contoh: Sebagian mahasiswa gemar olahraga. Tidak semua mahasiswa pandai bernyanyi. Sebagian Pulau Jawa adalah Jawa Barat. Tidak semua Pulau Jawa adalah Jawa Barat. Kata-kata yang dapat membantu menciptakan proposisi khusus ialah kata sebagian, sebahagian, banyak, beberapa, sering, kadang-kadang, dalam keadaan tertentu. 5) Berdasarkan kualitas (afirmatif dan negatif) dan kuantitas (universal dan umum), ditemukan empat bentuk proposisi, yaitu sebagai berikut. a) Proposisi Universal-Afirmatif dilambangkan A. Contoh: Semua makhluk hidup bernapas. b) Proposisi Universal-Negatif dilambangkan E. Contoh: Tidak seorang pun manusia terlepas dari dosa. c) Proposisi Khusus (partikular, particular)-Afirmatif dilambangkan I. Contoh: Sebagian mahasiswa memiliki sepeda motor. d) Proposisi Khusus (partikular, particular)-Negatif dilambangkan O. Contoh: Sebagian mahasiswa tidak memiliki sepeda motor. 2) Entimem Bentuk yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bentuk entimem. Entimem pada hakikatnya adalah silogisme. Namun, ada satu premis dalam entimem yang dihilangkan karena premis yang dihilangkan tersebut dianggap sudah sama-sama diketahui. Oleh karena

itu, entimem adalah bentuk silogisme yang diperpendek. Adapun rumus silogisme adalah: C=B, karena C=A. Contoh: PU : Semua siswa yang pandai bergaul disenangi temantemannya. PK : Hamidah pandai bergaul. S : Hamidah disenangi teman-temannya. Silogisme di atas jika dijadikan menjadi sebuah entimem menjadi Hamidah disenangi teman-temannya karena ia pandai bergaul.

B. Penalaran Induktif
Penalaran induktif adalah penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum. Dengan kata lain, simpulan yang diperoleh tidak lebih khusus dari pernyataan (premis). Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut. 1) Generalisasi Penalaran generalisasi adalah penalaran yang berdasarkan pada pernyataan-pernyataan khusus yang kemudian diambil sebuah kesimpulan secara umum. Dengan demikian, penarikan kesimpulan dalam generalisasi berdasarkan data yang sesuai dengan fakta atau data. Fakta atau data dapat diperoleh melalui penilaian, pengamatan, atau hasil survei. Jumlah data atau fakta khusus yang dikemukakan harus cukup dan dapat mewakili. Contoh: Jika dipanaskan, besi memuai. Jika dipanaskan, tembaga memuai. Jika dipanaskan, emas memuai. Jadi, jika dipanaskan, logam memuai. Benar atau tidak benarnya simpulan dari generalisasi itu dapat dilihat dari hal-hal berikut ini. a) Data-data itu harus memadai jumlahnya. Makin banyak data yang dipaparkan, makin benar simpulan yang diperoleh. b) Data-data itu harus mewakili keseluruhan. Dari data yang sama itu akan dihasilkan simpulan yang benar. c) Pengecualian perlu diperhitungkan karena data-data yang mempunyai sifat khusus tidak dapat dijadikan data. 2) Analogi Analogi adalah penalaran dengan membandingkan dua hal yang berbeda, tetapi memilki berbagai kesamaan. Berdasarkan banyak kesamaan tersebut, ditariklah suatu kesimpulan. Dapat dikatakan bahwa teks yang dibuat berdasarkan penalaran analogi selalu dimulai dengan suatu data khusus ke data khusus lainnya kemudian dibuat suatu kesimpulan bahwa yang benar untuk suatu pernyataan akan benar pula pada pernyataan yang lain. Contoh: Nina adalah lulusan akademi A. Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Ali adalah lulusan akademi A. Oleh sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

3) Kausal (Sebab-Akibat) Kausal atau sebab-akibat adalah penalaran yang dimulai dengan mengemukakan fakta berupa sebab kemudian disusul dengan kesimpulan yang berupa akibat. Hubungan sebab-akibat ini memiliki tiga pola yaitu: 1. Sebab-Akibat Penalaran dari sebab ke akibat dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui. Berdasarkan pengamatan itu maka ditariklah kesimpulan mengenai akibat yang mungkin ditimbulkan. Contoh: Hujan berturut-turut mengguyur desa kami. Air sungai berangsurangsur naik. Jalan dan halaman rumah pun mulai digenangi air. Akhirnya, banjir pun melanda desa kami. 2. Akibat-Sebab Penalaran dari akibat ke sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui. Berdasarkan akibat tersebut dipikirkan apa yang mungkin menjadi penyebabnya. Contoh: Mira pada siang hari ini berangkat ke kampus dengan mengendarai mobil. Tiba-tiba mobilnya mogok di tengah jalan. Kemudian ia pun memikirkan penyebab mogoknya mobil tersebut. Setelah diperiksa ternyata mobilnya itu mogok karena kehabisan bahan bakar(bensin). 3. Akibat-Akibat Penalaran dari akibat ke akibat berpangkal dari suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu. Contoh: Ketika pulang dari pasar, Anisa melihat halaman rumah becek. Anisa itu berpikir(menarik kesimpulan) pasti kain jemuran di belakang rumah basah. Anisa tersebut tidak memikirkan penyebab utama mengapa halaman rumah becek dan kain jemuran basah yaitu hujan yang turun.

BAB III PENUTUP Kesimpulan Karya ilmiah merupakan karangan yang berisi data-data dan fakta-fakta yang disajikan dalam bentuk pernyataan tertulis, biasanya karangan ini adalah hasil suatu penelitian . Karangan tersebut dapat berupa makalah, kertas kerja, skripsi, tesis, disertasi,

paper, modul an diktat. Untuk dapat mengkomunikasikan karangan ilmiah secara baik, kita harus bisa menalarkannya dengan sebaik-baiknya. Agar karangan yang kita buat mudah dipahami oleh orang yang membacanya, karena itu aspek penalaran sangat penting dalam sebuah karangan ilmiah.

Daftar Pustaka Akhdiyah, Subarti, dkk 1986. Materi Pokok Bahasa Indonesia. Jakarta : UI Wiloka, Bambang dan Rati Riana. 2005. Tehnik Menulis Karya Ilmiah. Jakarta : Renika Cipta
Arifin, E. Zainal dan Amran Tasai. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakata : Mediatama Sarana Perkasa

Anda mungkin juga menyukai