Anda di halaman 1dari 34

PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB II PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

A.

PENDAHULUAN

Kegiatan pembangunan dapat mempengaruhi struktur dasar ekosistem melalui dua cara, yaitu: (1) dengan mengeksploitasi sumber alam secara berlebihan sehingga merusak keseimbangan antara komponen-komponen ekosistem; (2) dengan menimbulkan kerusakan terhadap berfungsinya proses-proses alami dalam ekosistem. Kerusakan struktur dasar ekosistem seperti itu merupakan gangguan terhadap kelangsungan hidup manusia. Sehubungan dengan itu maka berbagai kebijaksanaan dan upaya perlu dilaksanakan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan sumber alam dan lingkungan hidup. Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1988 dan Repelita V telah digariskan kebijaksanaan pokok dalam pembangunan di bidang lingkungan hidup dan sumber alam, yaitu kebijaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Sejauh dikaitkan dengan ekosistem yang kita miliki pembangunan yang berkelanjutan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) menjaga kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya, baik secara langsung maupun tidak langsung; (2) memanfaatkan sumber alam sesuai dengan kemampuan alam dan teknologi pengelolaannya untuk menghasilkan sumber alam yang bersangkutan secara lestari; (3) memberi kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang bersama-sama baik di suatu daerah dan kurun waktu yang sama II/3

maupun di daerah dan kurun waktu yang berbeda secara sambung menyambung; (4) meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok sumber alam, melindungi serta mendukung perikehidupan secara terus menerus; dan (5) menggunakan prosedur dan tata cara yang memperhatikan kelestarian kemampuan dan fungsi ekosistem untuk mendukung perikehidupan di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Dalam upaya mendukung terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan maka telah disusun berbagai program kegiatan. Adapun program-program kegiatan tersebut meliputi: (1) program inventarisasi dan evaluasi sumber alam dan lingkungan hidup; (2) program penyelamatan hutan, tanah dan air; (3) program pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup; (4) program pengembangan meteorologi dan geofisika; (5) program pembinaan daerah pantai; (6) program pengendalian pencemaran lingkungan hidup; dan (7) program rehabilitasi hutan dan tanah kritis. B. INVENTARISASI HIDUP DAN EVALUASI SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN

1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah Program ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan jumlah dan mutu informasi tentang sumber alam dan lingkungan hidup, mengembangkan neraca dan tata guna sumber alam dan lingkungan hidup yang lebih baik, dan menjamin persediaan sumber alam secara berkelanjutan. Dalam Repelita V koordinasi pemetaan yang bersifat lintas sektoral semakin ditingkatkan dengan maksud meningkatkan efisiensi dan mencegah timbulnya duplikasi dalam kegiatan tersebut. Upaya alokasi sumber alam yang rasional untuk memenuhi kebutuhan berbagai sektor pembangunan ditingkatkan pula. Selain itu dikembangkan pula pendalaman isi dari hasilhasil inventarisasi dan evaluasi sumber alam. Upaya ini meliputi pemetaan dasar, pemetaan tematik dan peningkatan kegiatan penunjangniya seperti pendidikan, penelitian dan pengembangan teknologi. Selanjutnya upaya pengembangan sistem informasi sumber alam dan lingkungan hidup juga lebih ditingkatkan, terutama yang berhubungan dengan tipe ekosistem, agroekosistem, tanah, air, hutan dan energi.

II/4

2. Hasil-hasil Pelaksanaan Kebijaksanaan Dalam Repelita V kegiatan-kegiatan utama yang tercakup dalam program ini adalah sebagai berikut: (1) inventarisasi dan pemetaan dasar matra darat dan matra laut, geologi dan hidrogeologi, pemetaan agroekologi, vegetasi dan kawasan hutan, dan kemampuan tanah; (2) inventarisasi dan pemetaan sumber alam dan tipe ekosistem; (3) penatagunaan sumber alam seperti hutan, tanah dan air; (4) pengembangan sistem informasi dan neraca sumber alam dan lingkungan; (5) perhitungan faktor lingkungan dalam pembangunan ekonomi; (6) pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan teknologi; a. Pemetaan Dasar Peta dasar merupakan peta yang menggambarkan rupa bumi yang dibuat dalam berbagai skala untuk berbagai tingkat kebu tuhan. Sampai dengan tahun 1990/91 peta dasar yang telah diselesaikan meliputi peta Sumatera, Kalimantan dan Jawa de ngan skala 1:50.000, Maluku dan Irian Jaya dengan skala 1:100.000, serta seluruh Indonesia dengan skala 1:250.000. Selanjutnya telah diselesaikan pula peta dasar wilayah Bali dengan skala 1:25.000, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur dengan skala 1:50.000. Dengan demikian peta dasar untuk seluruh nusantara telah selesai di buat dengan berbagai skala sesuai dengan tingkat kebutuhan. Kegiatan pemetaan geologi bersistem adalah pembuatan peta geologi secara sistematis dalam skala yang sama. Kegiatan ini ditujukan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan sektor pertambangan dan energi dan beberapa sektor lainnya. Dalam pemetaannya seluruh Indonesia dibagi menjadi 3 wilayah pemetaan, yaitu Jawa dan Madura dengan skala 1:100.000, luar Jawa dengan skala 1:250.000, dan pemetaan geologi Indonesia dengan skala 1:1.000.000. Dengan skala pemetaan yang demikian, ternyata diperlukan 58 lembar peta untuk Jawa dan Madura, 181 lembar peta untuk luar Jawa dan 16 lembar peta geologi Indonesia. Dalam tahun 1989/90 kegiatan pemetaan geologi bersistem di Jawa dan Madura telah selesai 100% dengan dihasilkannya peta sebanyak 58 lembar. Pada tahun 1990/91 pemetaan geologi bersistem di luar kedua pulau tersebut telah berhasil disele saikan sebanyak 144 lembar atau hampir 80% dari seluruh pemetaan yang direncanakan, sedangkan pemetaan Geologi Indonesia II/5

telah diselesaikan sebanyak pemetaan yang direncanakan.

lembar

atau

43,7%

dari

seluruh

Pemetaan geologi tata lingkungan yang mencakup pemetaan hidrogeologi dan pemetaan geologi teknik dilaksanakan untuk mengetahui daya dukung suatu wilayah. Pemetaan hidrogeologi dimaksudkan untuk menyediakan data dasar hidrogeologi kualitatif mengenai adanya air tanah dan produktivitas lapisan pembawa air tanah. Sejak Repelita I sampai dengan tahun kedua Repelita V pemetaan hidrogeologi bersistem untuk seluruh Indonesia dengan skala 1:250.000 telah diselesaikan sebanyak 51 lembar atau sekitar 37% dari seluruh peta yang direncanakan. Sedangkan melalui kegiatan pemetaan geologi teknik dengan skala 1:100.000 telah berhasil diselesaikan 32,8% dari sejumlah 58 lembar peta pulau Jawa. Untuk melaksanakan pemantauan potensi kawasan hutan telah dilakukan pemetaan vegetasi dalam kawasan hutan. Pemetaan vegetasi dalam kawasan hutan yang telah dilakukan sampai dengan tahun 1990/91 mencakup areal seluas 94,6 juta ha lebih, seluruhnya dengan skala 1:100.000. B. Inventarisasi dan Pemetaan Sumber Alam dan Tipe Ekosistem Dalam Repelita V kegiatan inventarisasi hutan terus dikembangkan untuk mengetahui keadaan hutan dan potensi hasilnya terutama yang berupa kayu. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan bantuan citra satelit, SPOT (Systeme Probotoir d'observation de la Terre), potret udara dan survai lapangan secara komulatif. Sampai dengan tahun 1990/91 kegiatan inventarisasi kawasan hutan yang telah berhasil dilaksanakan melalui citra satelit mencakup areal seluas 150 juta ha dengan skala 1:250.000, melalui citra SPOT mencakup areal seluas 67 juta ha dengan skala 1:100.000 dan melalui potret udara mencakup areal seluas 51,3 juta ha dengan skala 1:100.000 dan 2,3 juta ha dengan skala 1:20.000 (Tabel II-1). Khusus dalam dua tahun pertama Repelita V kegiatan tersebut mencakup areal seluas 66 juta ha melalui citra satelit, 67 juta ha melalui citra SPOT dan 1,8 juta ha melalui potret udara skala 1:100.000. Sedangkan kegiatan tersebut dalam tahun 1990/91 telah mencakup areal seluas 40 juta ha melalui

II/6

TABEL II 1 HASIL PENATAAN BATAS DAN INVENTARISASI HUTAN, 1988/89 1990/91 )

1) Angka kumulatif 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara

citra satelit, 37 juta ha melalui citra SPOT dan 1,5 juta ha melalui potret udara. Dapat ditambahkan bahwa kegiatan inventarisasi kawasan hutan melalui potret udara dilaksanakan dengan skala 1:100.000. Selain inventarisasi mengenai keadaan hutan dan potensi kayunya, dalam tahun 1989/90 juga telah dilakukan inventarisasi hasil hutan nonkayu, khususnya rotan, sagu, bakau, nipah dan lain sebagainya di areal seluas 191,9 ribu ha. Dalam tahun 1990/91 melalui kegiatan tersebut telah berhasil diinventarisir areal produksi seluas 564 ribu ha, yang terdiri dari rotan seluas 34 ribu ha, sagu seluas 350 ribu ha, bakau seluas 166 ribu ha dan nipah seluas 14 ribu ha lebih. Selain II/7

IU6

itu, telah dilaksanakan juga evaluasi potensi tegakan sisa di Kalimantan Timur dan di Kalimantan Tengah. Juga dilakukan penyusunan tabel potensi volume kayu di Riau, Kalimantan Tengah dan di Kalimantan Timur serta monitoring kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Untuk mengetahui potensi kandungan mineral dan batuan perlu terus dilakukan kegiatan inventarisasi dan eksplorasi mineral logam, mineral industri dan batuan, serta batu bara dan gambut. Penyelidikan mineral logam dilakukan terutama untuk mengetahui potensi bahan galian logam tembaga dan seng, serta logam mulia dan logam besi yang dapat menunjang perindustrian dalam negeri dan ekspor. Dalam dua tahun pertama Repelita pelita V kegiatan tersebut dilaksanakan di berbagai tempat di Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Inventarisasi dan eksplorasi mineral industri dan batuan dilakukan terutama di Jawa, Sumatera, Timor Timur, Lombok dan Sulawesi. Jenis komoditi mineral industri dan batuan yang diteliti antara lain meliputi bahan mineral untuk berbagai industri keramik, pupuk, bahan bangunan, industri kimia dan batu mulia. Dalam dua tahun tersebut kegiatan penyelidikan dan eksplorasi batu bara dilakukan di cekungan Meulaboh di Aceh; Cerenti, Tangko dan Rokan di Riau; Muaratiga dan Musirawas di Sumatera Selatan serta Merakai, Bunut dan Bukit Alat di Kalimantan Barat. Sedangkan kegiatan penelitian endapan gambut dilaksanakan di Bengkalis, Riau; Dendang dan Kumpeh di Jambi; Air Sugihan di Sumatera Selatan; Kampar dan Siak di Riau; Ketapang, Rasau Jaya dan Sakura di Kalimantan Barat serta Kanamit dan Marabahan di Kalimantan Tengah. c. Penatagunaan Sumber Daya Alam Kegiatan-kegiatan penatagunaan sumber daya alam dimaksudkan untuk melaksanakan penatagunaan sumber daya alam lahan, hutan dan ruang. Melalui kegiatan ini dapat ditetapkan status hukum yang jelas tentang peruntukan berbagai kawasan khususnya hutan lindung, hutan konservasi atau hutan produksi serta memiliki batas yang jelas di lapangan. Dalam tahun 1988/89 telah dilakukan penataan batas kawasan hutan sepanjang 1.183 km. Pada tahun 1989/90 kegiatan tersebut meningkat menjadi 2.688 km dan pada tahun 1990/91 meningkat lagi menjadi 4.650 km, terdiri dari 4.397 km batas luar hutan dan 253 km batas fungsi. Kegiatan tersebut dilaksanakan di semua propinsi di luar Jawa. Untuk meningkatkan perlindungan hutan lindung terhadap II/8

berbagai gangguan perlu dilakukan penetapan dan pengukuhan kawasan hutan lindung. Sampai dengan tahun kedua Repelita V telah berhasil ditetapkan kawasan hutan lindung seluas 30,5 juta ha. Dari jumlah tersebut telah berhasil dikukuhkan seluas 28 juta ha lebih yang tersebar di 27 propinsi. Dengan dibentuknya Tim Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1989, usaha-usaha penataan ruang diharapkan dapat dilakukan secara lebih terkoordinasi. Pembentukan tim tersebut telah ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 yang memuat kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menetapkan kawasan yang harus dilindungi. Dalam hubungan itu, dalam rangka membatasi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi kawasan nonpertanian, telah dikeluarkan pula Keputusan Presiden No. 33 Tahun 1990 tentang penggunaan tanah untuk pembangunan kawasan industri. Dalam Keppres ini dinyatakan bahwa pembangunan kawasan industri tidak boleh dilakukan di kawasan pertanian, kawasan hutan produksi dan kawasan lindung. Pada tahun 1990/91 telah disiapkan Pedoman Penyusunan Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi yang dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah Tingkat I dalam menyusun rencana tata ruang yang memadai sehingga antara lain akan tercapai keterpaduan rencana tata ruang daerah yang satu dengan daerah yang lain. d. P en ge mb an ga n Si st em I nf or ma si d an N er ac a Su mb er Alam dan Lingkungan

Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem pemrosesan dan analisa peta dengan bantuan komputer, yang menghasilkan peta-peta digital dengan tema tertentu. Kegiatan ini mulai dikembangkan dalam Repelita III. Prioritasnya diarahkan pada pembuatan peta-peta sumber daya alam. Peta-peta ini akan dapat membantu meningkatkan kemampuan BAPPEDA Tingkat I dan II dalam melaksanakan fungsinya. Dalam tahun 1988/89 telah diselesaikan peta digital Sumatera dengan skala 1:50.000 dan 1:250.000. Dalam tahun 1989/90 telah diselesaikan peta digital Irian Jaya dengan skala 1:250.000. Selanjutnya dalam tahun 1990/91 telah diselesaikan pembuatan peta digital Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bali dan Timor Timur dengan skala 1:250.000 dan Sumatera dengan skala 1:50.000.

II/9

Iv9

Mulai akhir Repelita III telah dikembangkan mekanisme pembuatan Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup (NKLD) untuk setiap Daerah Tingkat I dan Laporan Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia untuk Tingkat Nasional. Neraca ini dapat memberi gambaran mengenai perkembangan keadaan mutu lingkungan suatu daerah. Dalam tahun 1990/91 kegiatan ini terus dilanjutkan dan disempurnakan. e. Perhitungan Faktor Lingkungan dalam Pembangunan Ekonomi

Usaha untuk memasukkan unsur lingkungan dalam perhitungan kelayakan pembangunan suatu proyek terus dikembangkan. Dengan memasukkan unsur lingkungan tersebut diharapkan tujuan pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai. Dengan cara ini resiko kehilangan potensi masa depan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan dapat diperhitungkan dan dikurangi semaksimal mungkin melalui perencanaan proyek dan pengembangan kebijaksanaan pembangunan yang tepat. f. Pendidikan dan Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Peningkatan efektifitas survai dan pemetaan diupayakan melalui pendidikan, pelatihan dan penelitian. Sampai dengan tahun 1990/91 melalui pendidikan fotogrametri, kartografi dan interpretasi citra satelit telah dihasilkan masing-masing 206 orang, 269 orang dan 296 orang tenaga terlatih di bidang bidang keahlian tersebut. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sampai dengan tahun kedua Repelita V teknologi penginderaan jauh telah banyak dimanfaatkan di berbagai kegiatan, antara lain; (1) penelitian pemetaan areal sagu, kelapa dan karet; (2) survai arkeologi; (3) survai deposit daerah karst (kapur); (4) pemantauan hasil kegiatan penghijauan dan reboisasi; (5) pemetaan liputan lahan; dan (6) inventarisasi dan penatagianaan hutan. C. PENYELAMATAN HUTAN, TANAH DAN AIR 1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah Program ini mempunyai tujuan untuk melestarikan kemampuan sumber alam dan lingkungan hidup untuk melaksanakan fungsi-

II/10

nya serta menjaga keanekaragaman hayati. Untuk mencapai tujuan itu dilaksanakan pemeiiharaan dan pencegahan kerusakan hutan lindung dan suaka alam serta ekosistem khas lainnya, pengembangan sistem taman nasional, penyelamatan plasma nutfah, pemeliharaan daerah aliran sungai, dan peningkatan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan. Dalam tahun 1990/91 juga dilaksanakan kegiatan pembinaan, perlindungan dan pengembangan hutan wisata, suaka alam dan Taman Nasional. Pengendalian dan pengembangan wilayah sungai serta penanggulangan bencana alam juga dilakukan, terutama pengendalian banjir dan pengaturan sungai di wilayah hilir yang investasi pengairannya sudah tinggi dan padat pemukimannya. Upaya pengembangan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di 39 DAS prioritas ditingkatkan melalui penerapan teknologi tepat guna. Penelitian dalam pengembangan DAS juga terus diintensifkan. 2. a. Hasil-hasil Pelaksanaan Kebijaksanaan Pengamanan Hutan Lindung

Dalam rangka meningkatkan pengamanan hutan lindung telah diusahakan peningkatan peran serta masyarakat dan peningkatan jumlah dan mutu petugas pengaman hutan (Jagawana). Untuk meningkatkan jumlah dan mutu petugas lapangan telah dilakukan pendidikan dan pelatihan. Sampai dengan tahun 1990/91 tenaga Jagawana yang berhasil memperoleh pendidikan telah mencapai jumlah 7.402 orang. Upaya peningkatan peran serta masyarakat dalam pelesta-rian hutan dilakukan baik melalui penyuluhan maupun pengembangan hutan kemasyarakatan di kawasan zona penyangga. Pencegahan kerusakan hutan lindung juga dilakukan melalui pe netapan batas hutan yang lebih jelas dan upaya pengendalian perambahan hutan lindung. b. Pembinaan dan Pembangunan Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam

Dalam Repelita V upaya pengembangan dan pembinaan kawasan konservasi terus dilakukan. Adapun yang dimaksud dengan pengembangan dan pembinaan adalah penetapan status kawasan tertentu sebagai kawasan konservasi. Penetapan status ini diikuti dengan berbagai kegiatan seperti pembuatan desain b er ba ga i pe ru nt uk an l ah an d al am r an gk a ko ns er va si s ep er ti

II/11

tempat pengembangbiakan dan penggembalaan. Selain itu dilaksanakan pula kegiatan penunjang seperti pembuatan jalan inspeksi, pondok jaga, dan kantor. Sampai dengan tahun 1990/91 kawasan konservasi yang telah ditetapkan statusnya mencapai areal seluas 14.658.114 ha. Kawasan tersebut terbagi dalam 184 unit Cagar Alam dengan luas 8.494.118 ha, 73 unit Suaka Margasatwa dengan luas 5.586.209 ha, 56 unit Taman Wisata dengan luas 263.470 ha, 13 unit Taman Buru dengan luas 241.387 ha dan 7 unit Taman Laut dengan luas 72.930 ha. Dapat ditambahkan bahwa luas kawasan konservasi yang ditetapkan statusnya pada tahun 1990/91 sedikit menurun dibanding dengan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi karena adanya perubahan status akan fungsi beberapa kawasan, terutama sebagai akibat desakan penggunaan lahan untuk kepentingan lain. Dalam tahun 1988/89 Taman Nasional yang berhasil ditetapkan statusnya mencapai sebanyak 21 Taman Nasional dengan luas areal mendekati 5 juta ha. Pada tahun 1989/90 Taman Nasional yang berhasil ditetapkan statusnya meningkat menjadi 24 unit Taman Nasional yang mencakup areal seluas 6,7 juta ha. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya penambahan 3 Taman Nasional baru, yaitu Taman Nasional Gunung Palung (Kalbar), Rinjani (NTB) dan Wasur (Irian Jaya). Dengan demikian, sampai dengan tahun 1990/91 jumlah taman nasional yang telah berhasil ditetapkan berjumlah 24 unit Taman Nasional dengan luas areal mencapai 6,7 juta ha, sama dengan tahun sebelumnya (Tabel II-2). c. Penyelamatan Plasma Nutfah Dalam Repelita V upaya melestarikan plasma nutfah terus dikembangkan. Upaya tersebut antara lain berupa penangkaran dan pengembangan flora dan fauna. Dalam tahun 1990/91 kegiatan penangkaran yang berhasil dilakukan antara lain adalah penangkaran buaya di Irian Jaya, Kalimantan dan Sulawesi Selatan, penangkaran burung Bayan dan Kakatua Raja di Bali, dan penangkaran rusa Jawa di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bengkulu, Aceh, dan di Nusa Tenggara. Dalam tahun tersebut dilakukan pula pembinaan populasi jenis-jenis fauna lainnya melalui rehabilitasi orang hutan di Tanjung Puting (Kalimantan Tengah), pelatihan gajah di Lampung, Sumatera Selatan, Riau dan Aceh, serta pelestarian badak Sumatera di Sumatera. Dalam rangka penyelamatan plasma nutfah, sampai dengan tahun

II/12

TABEL

II 2

PERKEMBANGAN KAWASAN KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM, 1 9 8 8 / 8 9 - 1990/91 )

Repelita V Fung si Kawasan 1988/89


2)

1 98 9/ 90

2)

1990/913 )

1.

Cagar Alam - Unit - Luas (ha) 184 8.380.118 184 8 .4 94 .1 18 184 184 8.494.118

2.

Su ak a Ma rg as at wa - Unit - Luas (ha) 73 5.838.588 73 5 .5 86 .5 88 73 5 .5 86 .2 09

3.

Taman Wisata - Unit - Luas (ha) 56 26 3 . 47 0 56 2 63 .4 70 56 56 2 63 .4 70

4.

Taman Buru - Unit - Luas (ha) 13 369 .151 13 36 9. 15 1 13 13 2 41 .3 87

5.

Ta ma n La ut - Unit - Luas (ha) 7 7 2 . 93 0 7 72.930 7 72.930

Jumlah - Unit - Luas (ha)

333 333 14.924.257 14 .7 86 .2 57

333 14.658.114

6.

Taman Nasional - Unit - Luas (ha)

21 24 4.866.165 6.725.665

24 6. 72 5. 66 5

1) 2) 3)

An gk a ku mu la ti f A ng ka di pe rb ai ki A ng ka s em en ta ra

II/13

kedua Repelita V telah ditetapkan areal seluas 369 ribu ha lebih.

13

Taman

Buru

yang

mencakup

Untuk meningkatkan manfaat kawasan konservasi dan rekreasi mulai pertengahan Repelita IV dikembangkan Taman Hutan Raya. Sampai dengan tahun kedua Repelita V telah ditetapkan 4 lokasi Taman Hutan Raya yang seluruhnya mencakup areal seluas 158.830 ha, yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda di Jawa Barat, Taman Hutan Raya Bung Hatta di Sumatera Barat, Taman Hutan Raya Sultan Adam di Kalimantan Selatan dan Taman Hutan Raya Bukit Barisan di Sumatera Utara. Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi sumber alam telah dilakukan pula pembinaan cinta alam melalui kegiatan penyuluhan, bimbingan, pendidikan dan latihan. Sampai dengan tahun, 1990/91 kader konservasi yang telah berhasil dilatih berjumlah 20.078 orang. d. Pemeliharaan Daerah Aliran Sungai Upaya pemeliharaan daerah aliran sungai yang telah di lakukan meliputi kegiatan perbaikan, pemeliharaan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai serta penanggulangan akibat bencana alam gunung berapi. Kegiatan perbaikan, pemeliharaan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai telah dilaksanakan di berbagai daerah, antara lain di Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Selain itu dilakukan pula kegiatan pengendalian banjir di kota Padang, Ambon dan Jakarta. Selanjutnya telah dilaksanakan pembangunan bendungan besar penahan banjir yang di antaranya adalah bendungan Kedung Ombo di Jawa Tengah dan pembangunan bendungan Bili-bili di Sulawesi Selatan, yang terakhir sekarang masih dalam persiapan. Selain dari itu, dalam rangka menanggulangi bencana alam akibat gunung berapi, terutama dalam usaha melindungi rakyat terhadap bahaya banjir lahar dingin, maka upaya pembuatan kantong-kantong pasir, dam pengendali dan bangunan pengendali lainnya di lereng Gunung Merapi, Gunung Kelud, Gunung Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Galunggung, pada tahun 1990/91 terus dilakukan. Hasil-hasil kegiatan perbaikan, pengaturan dan pengembangan wilayah sungai dalam tahun 1990/91 mencakup areal seluas 74.800 ha di 20 propinsi. Rincian hasil pelaksanaan II/14

TABEL II - 3 HASIL PELAKSANAAN USAHA PENGENDALIAN SUNGAI, PENGEMBANGAN WILAYAH DAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM MENURUT DAERAH T I N G K A T I , 1988/89 - 1990/91 (ha) Repelita V Daerah Tingkat I/ Propinsi 1988/89
)

1989/90

1990/91

1. 2. 3. 4.

Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat R i a u Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Timor Timur Irian Jaya Jumlah

220 500 290 53.490 225 440 149 55.314

3.500 4.660 1.000 900 500 560 500 10.800 12.930 11.500 3.700 14.500 800 1.000 200 200 100 100 67.450

4.000 5.000 1.900 1.250 1.000 650 750 11.500 12.500 12.250 4.500 15.500 1.000 1.500 250 300 300 250 200 200 74.800

5.

6. 7. 8.

9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.

1) Angka diperbaiki 2) A ng ka s em en ta ra

I I/ 15

usaha pengendalian sungai, pengembangan wilayah dan penanggulangan bencana alam menurut propinsi dapat dilihat pada (Tabel II-3).

D.

PENGELOLAAN SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Program pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup diarahkan untuk mengusahakan agar sumber alam digunakan dengan cara-cara yang tidak merusak tata lingkungan hidup manusia. Kegiatan-kegiatan dalam program ini meliputi: Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), pengendalian pencemaran lingkungan hidup, perlindungan ekosistem, pelestarian plasma nutfah dan peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya penyelamatan lingkungan. Dalam Repelita V program pengelolaan sumber alam dan lingkungan hidup ditingkatkan lagi melalui pengembangan kelembagaan, pengembangan lingkungan sosial, pendidikan, latihan dan penelitian serta pengembangan kemampuan dan peranan Lembaga Swadaya Masyarakat. Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pelestarian lingkungan hidup dikembangkan pembinaan dan pengembangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pusat Studi Lingkungan (PSL), pemberian penghargaan Adipura kepada kota-kota, di Indonesia yang telah berhasil meningkatkan kebersihan, kesehatan dan keindahan kotanya serta pemberian penghargaan Kalpataru bagi para perintis, penyelamat, pengabdi dan pembina lingkungan. Penghargaan Kalpataru bagi perintis lingkungan diberikan kepada seseorang atau kelompok yang telah melakukan usaha yang betul-betul menonjol dan baru sama sekali bagi daerahnya dalam mengembangkan dan melestarikan kemampuan lingkungan hidup. Penghargaan Kalpataru bagi pengabdi lingkungan diberikan kepada petugas, lapangan yang telah mengabdikan diri dalam usaha pelestarian alam dan lingkungan hidup yang jauh melampaui tugasnya. Penghargaan Kalpataru bagi penyelamat lingkungan diberikan kepada kel masyarakat yang paling berhasil dalam melakukan penyelamatan hutan, tanah dan air atas prakarsa kelompok itu sendiri yang mempunyai pengaruh meningkatkan kesadaran bagi masyarakat sekitarnya. Penghargaan Kalpataru bagi pembina lingkungan diberikan kepada industriawan, II/16

pengusaha maupun manajer yang telah berhasil dalam melestarikan fungsi lingkungan melalui upaya nyata berupa pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan maupun pelestarian keanekaragaman hayati yang dilaksanakan atas prakarsa sendiri dan mempunyai pengaruh dalam membangkitkan kesadaran bagi masyarakat sekitarnya. 2. Hasil-hasil Pelaksanaan Kebijaksanaan Untuk meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan lingkungan telah dilaksanakan pendidikan dan latihan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Sampai dengan tahun kedua Repelita V telah berhasil dilatih 6.774 orang yang terdiri dari lulusan yang memperoleh pendidikan dasar-dasar AMDAL sebanyak 5.522 orang, penyusunan AMDAL sebanyak 1.062 orang dan penilaian AMDAL sebanyak 190 orang (Tabel II-4). Dengan demikian diharapkan perhatian dalam penanganan masalah lingkungan hidup akan semakin meningkat.
TABEL II - 4 JUMLAH LULUSAN PENGIKUT KURSUS-CURSUS AMDAL, 1988/89 - 1990/91

Repelita V

Jenis Kursus

1988/89

1989/90

2)

1990/91

3)

1. 2. 3.

Dasar-dasar AMDAL Penyusunan AMDAL Penilaian AMDAL

4.541 635 -

5.332 908 -

5.522 1.062 190

Jumlah

5.176

6.240

6.774

1) Angka kumulatif 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara

II/17

Sampai tahun kedua Repelita V, kota-kota yang telah berhasil mendapatkan Adipura adalah Surabaya, Semarang, Bandung, Surakarta, Padang, Malang, Bandar Lampung, Bogor, Jambi, Menado, Ambon, Cianjur, Balikpapan, Cirebon, Samarinda, Bukit Tinggi, Magelang, Temanggung, Solok, Magetan, Boyolali, Kudus dan Wonosobo. Penghargaan Kalpataru bagi para perintis, penyelamat, pengabdi dan pembina lingkungan telah diberikan sejak tahun 1986. Sampai dengan tahun kedua Repelita V ini penghargaan Kalpataru telah diberikan kepada 28 orang sebagai perintis lingkungan, 23 orang sebagai pengabdi lingkungan, 31 orang sebagai penyelamat lingkungan dan 2 orang sebagai pembina lingkungan. E. PEMBINAAN DAERAH PANTAI 1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah Program ini mempunyai tujuan: (1) meningkatkan peranan sumber daya laut dan pesisir dalam pembangunan nasional; (2) meningkatkan kemampuan masyarakat pantai untuk memanfaatkan dan melestarikan ekosistem pantai dan lautan; (3) mengembangkan keahlian dan keterampilan nasional dalam pengelolaan lautan dan pesisir; dan (4) meningkatkan pengendalian perusakan lingkungan laut dan pembinaan pelestarian fungsi ekosistem pantai dan lautan. Usaha perikanan yang pesat yang tidak didukung dengan pembinaan sumber alam perikanan dapat menyebabkan terancamnya kelestarian lingkungan pesisir dan lautan. Untuk mencegah kerusakan lingkungan pesisir dan lautan dan melestarikan sumber alam lautan, maka pengaturan perikanan pantai terus dikembangkan melalui usaha pengaturan jumlah kapal penangkap ikan, pembatasan jumlah tangkapan, pelarangan terhadap penggunaan bahan peledak dan racun, dan dengan penetapan daerah suaka alam lautan. Untuk mengetahui potensi sumber alam lautan, terus dikembangkan pula kegiatan inventarisasi dan evaluasi mengenai sumber alam lautan baik sumber alam dasar lautan maupun sumber alam dalam perairan laut, seperti jenis biota laut, dan sistem sosial budaya masyarakat pesisir. 2. Hasil-hasil Pelaksanaan Kebijaksanaan Pada tahun 1990/91 juga dilakukan upaya untuk melindungi II/18

dan merehabilitasi pantai dari kerusakan dan erosi oleh air laut. Dalam rangka pelaksanaan upaya itu pengendalian dan pengamanan pantai juga dimantapkan, terutama di Pantai Teluk Jakarta, Pantai Utara Jawa, Pantai Padang dan Pantai Bali. Sejalan dengan itu, mulai tahun 1989/90 dilakukan pula kegiatan pengembangan hutan bakau rakyat di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa tengah dan Sulawesi Selatan. Seluruh kegiatan tersebut mencakup areal seluas 1.900 ha. Pada tahun 1990/91 kegiatan pengembangan hutan bakau meningkat sehingga mencakup areal seluas 2.400 ha yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Bali. Selanjutnya untuk melestarikan plasma nutfah di kawasan pesisir dan lautan diupayakan pula pembinaan Taman Nasional Laut. Pembinaan Taman Nasional Laut pada tahun 1989/90 dilaksanakan di Pulau Seribu, Pulau Pombo (Maluku) dan Karimunjawa (Jawa Tengah). Pada tahun 1990/91 dikembangkan pula Taman Nasional laut baru, yaitu Taman Nasional Laut Bunaken (Sulawesi Utara) dan Teluk Cendrawasih (Irian Jaya). Dengan demikian, sampai dengan tahun kedua Repelita V telah berhasil ditetapkan 5 Taman Nasional Laut yang seluruhnya meliputi areal seluas hampir 1,8 juta ha. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya perlindungan pantai maka kegiatan pelatihan bagi para petani terus ditingkatkan. Pada tahun 1990/91 dalam rangka meningkatkan upaya pe ngelolaan pantai dan lautan telah dikembangkan suatu pola pengelolaan lautan dan pantai yang terpadu dan efisien. Pola ini meliputi kegiatan-kegiatan penyiapan tenaga terampil, pengorganisasian, pembinaan masyarakat pantai yang lebih mantap. F. PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP 1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Program ini bertujuan untuk mengurangi kemerosotan mutu lingkungan hidup, terutama lingkungan perairan dan udara, yang disebabkan oleh dampak negatif dari berbagai kegiatan yang menyebabkan pencemaran. Sebelum Repelita V upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup masih merupakan bagian dari Program Pembinaan Sumber Alam dan Lingkungan Hidup. Kemudian dalam Repelita V upaya pengendalian pencemaran lingkungan hidup dikembangkan

II/19

19

1L19

dalam satu program tersendiri yaitu Program Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup. Kebijaksanaan dasar yang tertuang dalam program ini meliputi kegiatan-kegiatan pengaturan pengendalian pencemaran, pengembangan pengelolaan fasilitas pembuangan limbah, penguasaan teknologi bersih lingkungan, pengembangan sistem daur ulang, peningkatan peran serta masyarakat, pengembangan institusi pengendalian pencemaran, pengembangan keahlian, sarana dan prasarana pengendalian pencemaran, pemantauan pencemaran lingkungan hidup, penegakan hukum, rehabilitasi lingkungan rusak dan pengembangan sistem informasi untuk pengendalian pencemaran. 2. Hasil-hasil Pelaksanaan Kebijaksanaan Penanggulangan pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan dilaksanakan secara bertahap. Kegiatan ini semakin efektif sejak awal Repelita III. Penanggulangan pencemaran lingkungan industri terutama ditujukan kepada jenis-jenis industri yang mempunyai potensi pencemaran lingkungan yang besar. Dalam upaya ini telah dilaksanakan inventarisasi limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) di kawasan Jabotabek dan di Jawa Timur. Selain itu penanggulangan pencemaran lingkungan juga dilakukan di sektor pertambangan dan di lingkungan rumah tangga. Upaya ini aritara lain meliputi kegiatan-kegiatan penerapan daur ulang, netralisasi buangan limbah yang dilaksanakan melalui pemanfaatan limbah padat dari rumah. tangga di perkotaan untuk kegiatan pertanian. Selanjutnya upaya pemantauan dan evaluasi mutu lingkungan ditingkatkan pula di beberapa wilayah daratan dan daerah aliran sungai yang padat pembangunan. Selain itu telah ditetapkan pula pedoman penetapan Baku Mutu Lingkungan dan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Air, yang diperlukan sebagai landasan kebijaksanaan pengendalian pencemaran lingkungan hidup dan pelaksanaannya. Pada tahun 1989/90 telah dicanangkan Program Kali Bersih (PROKASIH) yang diprioritaskan untuk sungai-sungai yang memiliki fungsi strategis dan atau yang kondisi kualitasnya telah kritis dilihat dari pencemaran industrinya. Dalam program Kali Bersih ini ditetapkan sebagai sasaran program sejumlah 20 sungai di 8 propinsi, yaitu Sungai Deli, Asahan, Semayang, dan Merbabu di propinsi Sumatera Utara, Sungai Musi di propinsi Sumatera Selatan, Way Pangubuan dan Way Seputih di propinsi Lampung, Sungai Citarum, Cisadane, Cileungsi Bekasi dan C il iw un g di p ro pi ns i Ja wa B ar at , Su ng ai C il iw un g, C ip in an g II/20

dan Mookervart di DKI Jakarta, Kali Garang dan Bengawan Solo di Jawa Tengah, Sungai Brantas dan Bengawan Solo di propinsi Jawa Timur, serta Sungai Mahakam dan Karang Mumus di propinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 1990/91 dalam rangka pemantapan pelaksanaan kebijaksanaan penanggulangan pencemaran lingkungan, dibentuk Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal). Badan ini mempunyai kewenangan hukum untuk bertindak secara operasional. Upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan kesehatan lingkungan antara lain dilakukan melalui perbaikan lingkungan pemukiman kota dan penyediaan air bersih di berbagai kota. Sampai dengan tahun 1990/91 perbaikan lingkiingan pemukiman kota telah mencakup areal seluas 55.014 ha dan bermanfaat bagi 17,3 juta jiwa; sedangkan penyediaan air bersih mencapai kapasitas 1.493 liter/detik dan bermanfaat bagi 2.118.800 orang. G. REHABILITASI HUTAN DAN TANAH KRITIS 1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Program ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan kembali kemampuan hutan dan tanah yang rusak sehingga berfungsi kembali dalam produksi dan pelestarian lingkungan hidup. Dalam hubungan ini dikembangkan upaya-upaya: (1) rehabilitasi tanah kritis di areal pertanian tanah kering; (2) rehabilitasi hutan lindung dan suaka alam; (3) rehabilitasi hutan produksi yang rusak dan bermutu rendah; dan (4) pengendalian peladang. Dalam rangka merehabilitasi hutan dan tanah kritis maka dilakukan upaya reboisasi dan penghijauan. Sejalan dengan itu, rehabilitasi areal bekas tebangan HPH semakin ditingkatkan. Untuk mencegah kerusakan hutan alam oleh peladang ber pindah maka upaya pengendalian peladang berpindah melalui berbagai kegiatan yang bersifat lintas sektoral terus dikembangkan. 2. Hasil-hasil Pelaksanaan Kebijaksanaan Upaya rehabilitasi hutan dan tanah kritis dilakukan melalui kegiatan penghijauan, reboisasi, rehabilitasi hutan produksi dan pengendalian peladang berpindah serta kegiatan penunjang lainnya. II/21

a. Penghijauan Kegiatan penghijauan ditujukan untuk menanggulangi kemerosotan produktivitas lahan kritis di areal pertanian lahan kering, mencegah erosi dan banjir serta meningkatkan pendapatan petani di areal pertanian lahan kering. Kegiatan penghijauan ini meliputi pembangunan hutan rakyat, pembuatan unit percontohan pertanian konservasi,, pembangunan dam pengendali dan pembuatan bangunan konservasi lainnya. Melalui kegiatan penghijauan, bukan saja tanah petani menjadi lebih produktif tetapi sejcaligus juga kesempatan dan pendapatan petani langsung dapat ditingkatkan. Dalam tahun 1990/91 melalui kegiatan penghijauan telah berhasil dilaksanakan penanaman hutan rakyat seluas 48.514 ha, pembangunan unit percontohan pertanian konservasi sebanyak 472 unit dan pembangunan dam pengendali sebanyak 168 buah (Tabel II-6 sampai dengan Tabel II-8). Dari seluruh kegiatan penghijauan tersebut diharapkan dapat direhabilitasi tanah kritis di areal pertanian lahan kering seluas 208.514 ha yang tersebar di 25 propinsi dalam 179 kabupaten yang meliputi 38 DAS. Dengan demikian sampai dengan tahun kedua Repelita V telah berhasil direhabilitasi lahan kritis seluas sekitar 3,6 juta ha lebih. (Tabel II-5). Keberhasilan upaya penghijauan ini antara lain ditentukan oleh adanya peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Oleh karena itu dalam Repelita V upaya peningkatan peran serta masyarakat semakin ditingkatkan. b. Reboisasi Upaya reboisasi hutan lindung dan suaka alam dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu hutan lindung dan suaka alam dan mengurangi tingkat kerusakan hutan lindung dan suaka alam yang ada. Upaya ini perlu terus ditingkatkan terutama karena hutan, lindung dan suaka alam makin terdesak oleh pertambahan jumlah penduduk dan besarnya kecenderungan menggunakannya untuk kepentingan lain. Pada tahun 1990/91 telah berhasil dilakukan reboisasi di dalam kawasan hutan lindung dan suaka alam seluas 29.369 ha di 20 propinsi, 61 KPH dan 24 DAS. Hasil pelaksanaan kegiatan reboisasi sejak awal Repelita I sampai dengan tahun kedua Repelita V telah mencapai luas lebih dari 1,4 juta ha lebih (Tabel II-9). Untuk pelaksanaan penghijauan dan reboisasi tersebut pada tahun 1990/91 telah dipekerjakan sejumlah 4.823 orang petugas lapangan penghijauan, dan 1.064 orang petugas lapangan II/22

TABEL II - 5
HASIL PELAKSANAAN PENGHIJAUAN MENURUT DAERAH TINGKAT I, 19 88 /8 9 - 19 90 /9 1 1 1 (ha)

Repelita V Daerah Tingkat I/ Propinsi

1988/89

19 89 /9 0

2)

1990/91

3)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 1 1. 1 2. 13. 14. 15. 1 6. 17. 18. 1 9. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat R i a u J a m b i Su ma te ra S el at an Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Y og ya ka rt a Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Ba li Nu sa T en gg ar a Ba ra t Nu sa T en gg ar a Ti mu r Maluku Timor Timur

30.359 2 30 .6 44 74.975 28.593 16.007 88.066 20.Z83 76.845 711.672 634.359 169.955 4 97 .1 09 43.037 32 .9 94 61.345 51.182 254.585 66.403 72 .7 86 1 01 .3 84 1 05 .3 98 5.696 3 .8 35

3 1. 90 9 234.044 7 6. 84 5 2 9. 55 8 16.507 89.316 21.783 77.795 716.422 641.674 171.255 50 5. 36 7 43.677 33.994 63.045 52.432 25.8.935 67.903 7 4. 33 6 10 3. 38 4 10 8. 19 8 6.216 3. 83 5

32.9Q9 2 42 .5 94 83.780 32.008 19.007 98 .0 45 26.653 83 .6 70 744.117 670.998 178.273 550.542 47.388 42.944 1.000 1.270 69 .9 02 56 .6 82 271.352 69.753 77.972 112.421 108.448 8 .3 31 6 .8 85

Jumlah

3.377.512

3.428.430

3.636.944

1) Angka kumulatif sejak Repelita I 2) Angka diperbaiki 3 ) An gk a se me nt ar a

II/23

reboisasi (Tabel II-10). Di samping itu dipekerjakan juga petugas khusus penghijauan sebanyak 190 orang di tingkat kabupaten. Petugas-petugas tersebut di atas telah memperoleh latihan-latihan khusus yang dilakukan setiap tahun. c. Rehabilitasi Hutan Produksi Untuk meningkatkan mutu hutan, merehabilitasi hutan yang gundul dan mencegah rusaknya areal hutan bekas tebangan di areal hutan alam, dilakukan upaya rehabilitasi hutan melalui kegiatan penanaman dan permudaan areal bekas tebangan. Kegiatan penanaman dan permudaan tersebut pada tahun 1988/89 mencakup areal seluas 1.873 ha. Tahun 1989/90 kegiatan tersebut ditingkatkan sehingga mencakup areal seluas 186.798 ha. Pada tahun 1990/91 kegiatan, tersebut mencakup areal seluas 306.892 ha yang tersebar di 18 propinsi. Dengan demikian sejak Repelita I sampai dengan tahun kedua Repelita V telah berhasil dilaksanakan upaya penanaman dan permudaan hutan produksi yang gundul dan tidak produktif di kawasan seluas 730 ribu ha lebih. d. Pengendalian Peladang Berpindah Upaya pengendalian peladang berpindah dilakukan untuk mencegah meluasnya lahan kritis dan kerusakan hutan akibat kegiatan perladangan liar yang dilakukan secara berpindah pindah. Upaya pengendalian peladang berpindah ini dilakukan secara terpadu dengan berbagai sektor lain yang terkait. Kegiatannya meliputi transmigrasi lokal, pembangunan perkebunan inti rakyat, resetlement penduduk, pencetakan sawah baru dan peremajaan rehabilitasi dan perluasan tanaman ekspor. Dalam tahun 1988/89 melalui kegiatan-kegiatan di atas ini telah dilakukan pengendalian peladang berpindah sebanyak 5.188 KK. Sedangkan tahun 1989/90 melalui berbagai upaya tersebut berhasil ditangani sebanyak 9.183 KK. Menurut angkaangka sementara pada tahun 1990/91 telah berhasil di bina sebanyak 8.871 KK peladang berpindah. H. PENGEMBANGAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA 1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah Dalam Repelita V program pengembangan meteorologi dan

II/24

TABEL II - 6
KEADAAN HASIL PENANAMAN HUTAN RAKYAT, 1988/89 - 1990/91 (ha)

Repelita V Daerah Tingkat I/ Propinsi 1988/89 400 200 701 500 300 85 155 300 1.100 60 3.801 1989/90
1)

1990/91 3.550 1.935 200 750 3.229 1.120 1.375 8.445 7.324 2.268 7.175 1.211 1.200 500 270 1.357 500 2.917 100 886 1.787 115 300 48.514

2)

1. Daerah Istimewa Aceh 2. Sumatera Utara 3. Sumatera Barat 4. R i a u 5. J a m b i 6. Sumatera Selatan 7. Bengkulu 8 . Lampung 9. Jawa Barat 10. Jawa Tengah 11. DI Yogyakarta 12. Jawa Timur 13. Kalimantan Barat 14. Kalimantan Selatan 15. Kalimantan Timur 16. Kalimantan Tengah 17. Sulawesi Utara 18. Sulawesi Tengah 19. Sulawesi Selatan 20. Sulawesi Tenggara 21. Ball 22. Nusa Tenggara Barat 23. Nusa Tenggara Timur 24. Maluku 25. Timor Timur Jumlah 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

300 400 120 215 200 1.000 565 300 1.008 140 200 600 300 250 300 20 5.918

II/25

11125

TABEL II - 7 PEMBUATAN PETAK PERCONTOHAN/DEMPLOT PENGAWETAN TANAH DAN USAHA PERTANIAN MENETAP MENURUT DAERAH TINGKAT I, 1988/89 - 1990/91 (unit) Repelita V Daerah Tingkat I/ Propinsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16 . 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat R i a u J a m b i Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Timor Timur 1988/89 1989/90
1)

1990/91

2)

5 6 3 3 4 4 32 24 4 30 5 7 6 2 16 5 6 8 1 -

5 11 6 3 2 4 6 3 15 21 4 21 2 4 5 3 15 5 4 6 8 1 -

3 17 17 8 7 20 15 15 58 58 14 69 10 30 2 4 21 11 35 6 11 25 1 5 10

Jumlah 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

171

1 54

472

II/26

TABEL II - 8 PEMBUATAN DAM PENGENDALI MENURUT DAERAH TINGKAT I,

1988/89 - 1990/91 ( bu ah )

Repelita V Daerah Tingkat I/ Propinsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat R i a u J a m b i Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Timor Timur Jumlah 1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 1988/89 1989/90
1)

1990/91

2)

1 4 1 35 7 3 1 1 1 1 55

1 1 1 6 8 1 2 1 1 1 2 1 26

1 3 3 1 2 3 19 30 5 83 1 1 4 3 1 4 3 1 168

II/27

TABEL II - 9 KEADAAN HASIL REBOISASI, 1988/89 - 1990/91 1) (ha) Repelita V Daerah Tingkat I/ Propinsi

1988/89

1989/90

2)

1990/91

3)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 2 4. 25.

Daerah Istimewa Aceh Su ma te ra U ta ra Sumatera Barat R i a u Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Tenga}i Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nu sa T en gg ar a Ba ra t Nu sa T en gg ar a Ti mu r Maluku Timor Timur Jumlah

17.520 118.053 27.583 19.342 1 .9 37 85.999 17.053 93.238 436.855 63.298 9.807 35 .6 98 73 .1 23 24.867 55.380 36.612 91.360 57.938 11.797 30 .4 27 56 .0 67 1.151 822 1.365.927

18.220 119.983 28 .3 14 19 .3 42 2.804 86.999 21.618 95.052 436.855 63.298 10.407 35 .6 98 73.123 29.792 57.630 36 .8 62 99 .9 85 58 .9 38 12.282 31.402 59 .7 47 1.751 1 .1 22 1.401.224

18.870 120.419 32.314 19.342 3.754 87.206 24.618 98.700 436.855 63.298 10.407 35.698 73.123 31.492 278 1.400 60.644 38.362 99.985 58.988 l3.582 32.766 64.747 2.223 1. 52 2 1.430.593

1) A ng ka k um ul at if s ej ak R ep el it a I 2 ) An gk a di pe rb ai ki 3) Angka sementara

II/28

TABEL II - 10 JUMLAH PEIUGAS LAPANGAN PENGHIJAUAN (PLP) DAN PETUGAS LAPANGAN REBOISASI (PLR) MENURUT DAERAH TINGKAT I, 1988/89 - 1989/90

Repelita Daerah Tlngkat I/ Propinsi

1988/89 PLP PLR PLP

1989/90 1) PLR 21 129 20 3 72 14 172 7 59 61 74 212 93 5 56 66 10 2 1.076

1990/91 PLP 33 343 99 54 35 207 41 111 726 781 120 718 48 58 10 12 134 74 553 170 114 198 154 23 7 4.823 PLR 21 124 20 5 72 14 175 8 6 6 59 74 219 92 5 55 54 10 4 1.064

1. Daerah Istimewa Aceh 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Sumatera Utara Sumatera Barat R i a u J a m b i Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Timor Timur Jumlah 1) Angka diperbaiki

34 343 56 102 37 207 50 110 630 702 128 708 61 74 148 74 563 168 116 206 167 23 7 4.714

21 34 129 343 56 20 102 3 37 72 207 14 50 172 110 630 702 7 128 708 61 59 - 74 61 148 74 74 212 563 93 168 5 116 56 206 66 167 10 23 2 7 1.076 4.714

II/29

TABEL II - 11 JUMLAH STASIUN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA YANG TELAH BERFUNGSI, 1988/89 - 1990/91 1) (unit)

II/30

TABEL II - 1 2 PRODUKSI DATA STASIUN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA YANG TELAH BERFUNGSI, 1988/89 - 1990/91 (buah)

II/31

geofisika ditujukan untuk meningkatkan kemampuan penyediaan jasa meteorologi dan geofisika guna mendukung sektor utama seperti sektor Perhubungan dan Pertanian, meningkatkan informasi dan kemampuan dalam upaya pengendalian pencemaran laut serta penanggulangan bencana alam Perhatian khusus juga diberikan pada informasi bagi perubahan suhu bumi yang semakin tinggi. Kegiatan-kegiatan dalam program ini mencakup usaha peningkatan jumlah dan mutu data dan informasi yang diperlukan untuk pembangunan. Di samping itu juga diusahakan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan aparat pelaksana dan pembinaan organisasi yang lebih luwes mendukung operasional serta peningkatan kerja sama tingkat regional dan internasional. 2. Hasil-hasil Pelaksanaan Kebijaksanaan Sampai tahun kedua Repelita V telah berhasil dibangun dan direhabilitasi sebanyak 5 buah balai Meteorologi dan Geofisika, 5.205 stasiun Klimatologi berkelas dan pos pengamatan Klimatologi serta 118 stasiun meteorologi penerbangan dan maritim (Tabel II-11). Dilaksanakannya penambahan bangunan dan rehabilitasi dalam tahun 1990/91 memungkinkan ditingkatkannya jam operasi dari stasiun sehingga tingkat ketelitian data, ketepatan ramalan dan kecepatan penyebaran data meningkat pula. Produksi data pada tahun kedua Repelita V telah mencapai 1.533 juta data, meningkat 15,31 dari tahun pertama Repelita V, atau meningkat sebesar 23,4% dari akhir Repelita IV (Tabel II-12). Dalam tahun 1989/90 dan 1990/91 telah dilaksanakan proyek pengembangan jaringan seismologi dan komunikasi (SISCOM) yang tujuannya meningkatkan kecepatan pengumpulan dan pertukaran data dengan jalan meningkatkan kemampuan saluran telekom dari 75 Bps (bit per second) menjadi 9600 Bps. Selain itu juga diadakan proyek kerja sama dengan pemerintah Amerika Serikat untuk meningkatkan keselamatan penerbangan dengan pembangunan alat pengukur kecepatan angin (Wind share) di 10 lokasi, yaitu di Halim Perdana Kusuma, Sukarno-Hatta, Polonia, Hasanudin, Pattimura, Sam Ratulangi, Sepinggan, Ngurah Rai, Juanda dan Frans Kasiepo.

II/32

Anda mungkin juga menyukai