Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN Kemajuan teknologi informasi memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat.

Dalam dunia yang sudah mengglobal ini, kemajuan teknologi diperlukan dan dimanfaatkan dalam segala bidang. Salah satu bidang yang terkena sentuhan teknologi informasi adalah pelayanan pemerintah kepada publik. Artinya dalam era teknologi informasi ini, informasi telah dihubungkan oleh sebuah gerbang yang terintegrasi. Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi yang besar secara cepat dan akurat. Selain itu, pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-government) akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. E-Gov atau Electronic Government merupakan bentuk dari implementasi penggunaan teknologi informasi bagi pelayanan pemerintah kepada publik. Pelayanan tersebut dalam bentuk pemberian informasi oleh pemerintah kepada pemangku kepentingan (stakeholder) melalui sebuah portal web. Perbedaan pemahaman, cara pandang dan tindakan atas E-Gov telah menimbulkan distorsi serta penyimpangan atas maksud pembuatan E-Gov itu sendiri. Kondisi memprihatinkan ini terjadi di berbagai tingkatan birokrasi, baik dari tingkat staf paling bawah hingga ke tingkat paling tinggi. Begitu pula dalam berbagai praktek

bisnis di lingkungan swasta. Lemahnya pemanfaatan e-gov di lingkungan birokrasi yang saling terkait dengan masih terbatasnya aplikasi di dunia bisnis telah menyebabkan lambatnya pelaksanaan program e-gov. E-government (e-gov) intinya adalah proses pemanfaatan teknologi informasi sebagai alat untuk membantu menjalankan sistem pemerintahan secara lebih efisien. Karena itu, ada dua hal utama dalam pengertian e-gov di atas ; yang pertama adalah penggunaan teknologi informasi (salah satunya adalah internet) sebagai alat bantu, dan, yang kedua, tujuan pemanfaatannya sehingga pemerintahan dapat berjalan lebih efisien. Kendati demikian, e-gov bukan berarti mengganti cara pemerintah dalam berhubungan dengan masyarakat. Dalam konsep e-gov, masyarakat masih bisa berhubungan dengan pos-pos pelayanan, berbicara melalui telepon untuk mendapatkan pelayanan pemerintah, atau mengirim surat. Jadi, egov sesuai dengan fungsinya, adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. Simpulannya egov adalah upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang ber-basis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Mencermati permasalahan diatas, maka kami merumuskan masalah yang ada yaitu sejauh apa peran teknologi dan kompetensi dalam hubungannya dengan e-government yang ada di Indonesia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Konsep E-Government (e-gov)

E-government

adalah

penyampaian

informasi

pemerintah

dan

penyelenggaraan pelayanan secara online melalui internet atau alat digital lainnya (West, 2004). Sedangkan menurut Holmes (2000), E-Gov didefinisikan sebagai kegunaan teknologi informasi untuk memberikan/menyajikan pelayanan kepada publik dengan lebih nyaman, berorientasi pada konsumen,

mengefektifkan biaya, dan secara keseluruhan merupakan cara yang lebih baik dari sebelumnya. Penulis lain (Fang, 2002; Seifert and Bonham, 2004) mendefinisikan E-government sebagai sebuah cara bagaimana pemerintah menggunakan teknologi informasi khususnya aplikasi internet berbasis web, untuk menyediakan akses yang mudah terhadap informasi pemerintah dan menyediakan pelayanan publik, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan, serta melakukan transformasi hubungan antara pejabat publik dengan penduduk dan juga bisnis. Dari berbagai definisi ini, umumnya pemerintah-pemerintah di dunia yang mengimplementasikan E-Gov

menggunakan definisi dari Bank Dunia, yaitu pemanfaatan teknologi informasi (seperti Wide Area Network, Internet, Mobile Computing) oleh agen pemerintah yang mampu mentransformasi hubungan dengan penduduk, bisnis serta unit pemerintah lainnya.

Secara umum, e-government didefinisikan sebagai : pemerintahan elektronik (juga disebut e-gov, digital government, online government atau

transformational government) yaitu penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. E-government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses pepemerintahan yang demokratis. Keuntungan yang paling diharapkan dari egovernment adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik. Secara garis besar dari definisi-definisi yang beredar mengenai E-Gov dapat disimpulkan bahwa E-Gov mempunyai beberapa penekanan penting yaitu : a. adanya pemanfaatan teknologi informasi (Internet, WAN, Mobile Computing dll). b. adanya tujuan untuk meningkatkan layanan kepada publik yaitu dengan adanya pelayanan umum secara online (Online Public Services). c. adanya tujuan untuk melakukan transformasi hubungan antara agen pemerintah dengan penduduk, bisnis ataupun dengan unit pemerintah lainnya. Aplikasi dari teknologi informasi dalam sector publik ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas dalam penyampaian

pelayanan publik oleh pemerintah. Layne dan Lee (2001) menjelaskan ada empat tahap pengembangan e-gov, yaitu : 1. Cataloguing; focus dimulai dengan hadirnya pemerintah secara online. 2. Transaction; penyajian database dinamis dalam situs resmi pemerintah. 3. Vertical Integration; yaitu terbangunnya sebuah koneksi dengan fungsi dan jasa dari tingkat diatasnya. Misalnya, portal web pemda tingkat II mempunyai fungsi pelayanan dari portal web pemda tingkat I dan tingkat pusat. Fokusnya pada transformasi jasa pelayanan pemerintahan dan bukan pada otomatisasi. Targetnya adalah mengintegrasi system pemerintahan tingkat II dengan tingkat I dan tingkat pusat. Hal ini dilakukan untuk tujuan cross referencing and checking. Selain itu, target lainnya adalah untuk mempertimbangkan peningkatan pada efisiensi privasi dan masalah kerahasiaan. 4. Horizontal Integration; yaitu suatu integrasi antar fungsi dan pelayanan yang beda. Tahap ini ditandai dengan adanya database yang melintas area fungsional yang berbeda, yang saling berkomunikasi satu sama lain dan idealnya saling membagi informasi. Dengan demikian, informasi yang diperoleh satu agen pemerintah dapat digunakan oleh seluruh fungsi lain dalam system. Konsep e-Government sendiri berkembang didasarkan atas tiga

kecenderungan, yaitu:

1. Masyarakat bebas memilih bilamana dan darimana yang bersangkutan ingin berhubungan dengan pemerintahnya untuk melakukan berbagai transaksi atau mekanisme interaksi yang diperlukan selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu (non-stop); 2. Untuk menjalankan mekanisme interaksi tersebut masyarakat dapat dan boleh memilih berbagai kanal akses (multiple channels), baik yang sifatnya tradisional/konvensional maupun yang paling modern, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun kerja sama antara pemerintah dengan sektor swasta atau institusi non-komersial lainnya 3. Pemerintah dalam hal ini berperan sebagai koordinator utama yang memungkinkan berbagai hal yang diinginkan masyarakat tersebut terwujud, artinya yang bersangkutan akan membuat sebuah suasana yang kondusif agar tercipta sebuah lingkungan penyelenggaraan pemerintahan seperti yang dicita-citakan rakyatnya tersebut. ( Indrajit, Richardus E., 2002 ) E-Government sendiri dapat diimplementasikan dalam berbagai cara. Contohnya antara lain: a. Penyediaan sumber informasi, khususnya informasi yang sering dicari oleh masyarakat. Informasi ini dapat diperoleh langsung dari tempat kantor pemerintahan, dari kios info (info kiosk), ataupun dari Internet (yang dapat diakses oleh masyarakat dimana pun dia berada). Informasi ini dapat berupa

informasi potensi daerah sehingga calon investor dapat mengetahui potensi tersebut. b. Penyediaan mekanisme akses melalui kios informasi yang tersedia di kantor pemerintahan dan juga di tempat umum. Usaha penyediaan akses ini dilakukan untuk menjamin kesetaraan kesempatan untuk mendapatkan informasi. c. E-procurement dimana pemerintah dapat melakukan tender secara on-line dan transparan.
B. Konsep Teknologi

Teknologi diartikan sebagai ilmu terapan dari rekayasa yang diwujudkan dalam bentuk karya cipta manusia yang didasarkan pada prinsip ilmu pengetahuan. Menurut Prayitno dan Ilyas (2001), teknologi adalah seluruh perangkat ide, metode, teknik benda-benda material yang digunakan dalam waktu dan tempat tertentu maupun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan menurut Mardikanto (1993), teknologi adalah suatu perilaku produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian warga masyarakat dalam suatu lokasi tertentu dalam rangka mendorong terjadinya perubahan individu dan atau seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Soeharjo dan Patong (1984) dalam Wasono (2008) menguraikan bahwa teknologi hendaknya memiliki syarat-syarat sebagai berikut : (1) teknologi baru

hendaknya lebih unggul dari sebelumnya; (2) mudah digunakan; dan (3) tidak memberikan resiko yang besar jika diterapkan. Suatu teknologi atau ide baru akan diterima oleh petani jika (a) memberi keuntungan ekonomi bila teknologi tersebut diterapkan (profitability); (b) teknologi tersebut sesuai dengan lingkungan budaya setempat (cultural compatibility); (c) kesesuaian dengan lingkungan fisik (physical compatibility); (d) teknologi tersebut memiliki kemudahan jika diterapkan; (e) penghematan tenaga kerja dan waktu dan (f) tidak memerlukan biaya yang besar jika teknologi tersebut diterapkan (Mardikanto,1993).
C. Konsep Kompetensi

Cut Zurnali (2010) dalam bukunya yang berjudul "Learning Organization, Competency, Organizational Commitment, dan Customer Orientation:

Knowledge Worker - Kerangka Riset Manajemen Sumberdaya Manusia di Masa Depan" merangkum beberapa pengertian kompetensi dari beberapa pakar. Berikut akan disajikan definisi kompetensi : 1. Richard E. Boyatzis (2008) mengemukakan kompetensi sebagai karakteristikkarakteristik dasar seseorang yang menuntun atau menyebabkan keefektifan dan kinerja yang menonjol. 2. Menurut Glossary Our Workforce Matters (Sinnott. et.al: 2002), kompetensi adalah karakteristik dari karyawan yang mengkontribusikan kinerja pekerjaan yang berhasil dan pencapaian hasil organisasi. Hal ini mencakup

pengetahuan, keahlian dan kemampuan ditambah karakteristik lain seperti nilai, motivasi, inisiatif dan control diri. 3. Le Boterf dalam Denise et al (2007) menyatakan : kompetensi merupakan sesuatu yang abstrak; hal ini tidak menunjukkan adanya material dan ketergantungan pada kegiatan kecakapan individu. Jadi kompetensi bukan keadaan tapi lebih pada hasil kegiatan dari pengkombinasiaan sumberdaya personal (pengetahuan, kemampuan, kualitas, pengalaman, kapasitas kognitif, sumberdaya emosional, dan lainnya) dan sumberdaya lingkungan (teknologi, database, buku, jaringan hubungan, dan lainnya). 4. Menurut Sinnott et.al (2002), kompetensi adalah alat pengkritisi dalam tugas kerja dan pergantian perencanaan. Di tingkat minimum, kompetensi berarti: (a) mengenali kapabilitas, sikap dan atribut yang dibutuhkan untuk memenuhi staf saat ini dan dimasa depan sebagai prioritas organisasi dan pertukaran strategis dan (b) memfokuskan pada usaha pengembangan karyawan untuk menghilangkan kesenjangan antara kapabilitas yang dibutuhkan dengan yang tersedia.

Menurut Yodhia Antariksa (2007), secara general, kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara ketrampilan (skill), atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Dalam sejumlah literatur, kompetensi sering dibedakan menjadi dua tipe, yakni soft competency atau jenis

kompetensi yang berkaitan erat dengan kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain. Contoh soft competency adalah: leadership, communication, interpersonal relation, dll. Tipe kompetensi yang kedua sering disebut hard competency atau jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Dengan kata lain, kompetensi ini berkaitan dengan seluk beluk teknis yang berkaitan dengan pekerjaan yang ditekuni. Contoh hard competency adalah : electrical engineering, marketing research, financial analysis, manpower planning, dll.

BAB III PEMBAHASAN Di penghujung abad ke-20 berkembang satu fenomena yang tidak pernah terbayang sebelumnya, yakni perkembangan kemampuan dan aplikasi teknologi komunikasi dan informasi. Teknologi ini telah merevolusi kehidupan umat manusia dari waktu ke waktu sejak ditemukannya micro chip. Perusahaan-perusahaan komersial telah secara optimal mendayagunakan teknologi ini sebagai dukungan utama operasinya. Peningkatan dramatis dalam hal pelayanan dan kenyamanan customer telah menjadi suatu keharusan bagi keberadaan dan kemajuan sebuah industri guna mencapai benefit yang maksimal. Perkembangan teknologi tersebut telah memungkinkan banyak layanan dapat dilakukan dalam 24 jam tanpa terpengaruh oleh ruang dan waktu, dalam arti kapan dan dimana saja. Aplikasi teknologi informasi ini kemudian diterapkan dalam lembagalembaga pemerintahan dengan maksud untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal kepada masyarakat yang tidak mampu hadir secara fisik dengan aparat pemerintah, atau kurang memiliki dana yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya terhadap barang dan jasa public. Electronic Government (e-gov) kemudian muncul menjawab kebutuhan pemerintah untuk memenuhi tantangan tersebut. Di beberapa negara maju, aplikasi e-Gov telah digunakan sebagai sarana untuk memperbaiki manajemen internal dan meningkatkan pelayanan publik.

Secara internal digunakan sebagai sistem pendukung dalam pembuatan keputusan dalam bentuk decision supporting system atau system pendukung keputusan. Sedangkan dalam peningkatan pelayanan diwujudkan dalam bentuk otomatisasi pelayanan yang secara integral dihubungkan melalui media internet ataupun teknologi digital lainnya. Di Indonesia, saat ini sudah mulai banyak lembaga-lembaga pemerintahan yang mulai memanfaatkan kemajuan teknologi informasi ini guna diaplikasikan sebagai media dalam memberikan kemudahan penyampaian informasi publik dan kemudahan pelayanan publik. Hal ini tentunya bukan saja penerapan e-gov bukan semata-mata karena perkembangan itu dari perspektif lingkungan strategik, tetapi lebih penting lagi adalah adanya kebutuhan akan penerapan teknologi informasi dan teknologi komunikasi tersebut guna mencapai kualitas pelayanan prima kepada masyarakat, disamping juga guna tercapainya transparansi, akuntabilitas, partisipasi, efisiensi, koherensi dan daya guna lainnya yang dimungkinkannya. Tujuan aplikasi e-gov adalah : 1. Meningkatkan efisiensi dan cost-effectiveness dari pemerintahan; 2. Memberikan berbagai jasa pelayanan kepada masyarakat secara lebih baik; 3. Memberikan akses informasi kepada publik secara luas; dan 4. Menjadikan penyelenggaraan pemerintahan lebih bertanggung jawab dan transparan kepada masyarakat.

Aplikasi

teknologi

informasi

dan

komunikasi

dalam

administrasi

pemerintahan tidak lepas dari tugas pokok dan fungsi pemerintahan itu sendiri sebagai pangkal tolaknya disatu sisi, dan perangkat teknologi sebagai tulang punggung dari e-gov disisi lain. Ada dua tugas pokok pemerintah yang perlu ditunjang yakni mengelola kebijakan dan mengelola pelayanan. Berbagai bentuk kebijakan, pengaturan, pembinaan, pengendalian serta pengawasan dan

pertanggungjawaban dalam beragam jenis dan bidang kehidupan berbangsa, juga untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi bangsa memerlukan data dan informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu. Kegunaan dan peran teknologi informasi dan komunikasi adalah mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut agar terselenggara secara efektif, tepat, nyaman, aman dan efisien. E-Gov di Indonesia mulai dilirik sejak tahun 2001 yaitu sejak munculnya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Namun dalam perjalanannya inisiatif pemerintah pusat ini tidak mendapat dukungan serta respon dari segenap pemangku kepentingan pemerintah yaitu ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi yang belum maksimal. E-government menjadi perlu dan penting dibahas karena secara tradisional biasanya interaksi antara seorang warga negara atau institusi sosial dengan badan

pemerintah selalu berlangsung di kantor-kantor pemerintahan. Namun seiring dengan pemunculan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) semakin

memungkinkan untuk mendekatkan pusat-pusat layanan pemerintah kepada setiap klien. Sebagai contoh ; jika ada pusat layanan yang tak terlayani oleh badan pemerintah, maka ada kios-kios yang didekatkan kepada para klien atau dengan penggunaan komputer di rumah atau di kantor-kantor. E-gov memberikan peluang baru untuk meningkatkan kualitas pemerintahan, dengan cara ditingkatkannya efisiensi, layanan-layanan baru, peningkatan partisipasi warga dan adanya suatu peningkatan terhadap global information infrastructure. Dengan demikian e-gov akan meningkatkan kualitas pelayanan informasi publik sebagai jalan untuk mewujudkan good government. Melalui E-government, pelayanan pemerintah akan berlangsung secara transparan, dapat dilacak prosesnya, sehingga dapat dianggap akuntabel. Unsur penyimpangan dapat dihindarkan dan pelayanan dapat diberikan secara efektif dan efisien. Saat ini banyak lembaga pemerintah yang menyatakan dirinya sudah mengaplikasikan E-government, namun pada kenyataannya lembaga-lembaga pemerintahan tersebut baru dalam tahap publikasi situs atau tahap pemberian informasi oleh pemerintah. Masih belum terlihat adanya penerapan e-government yang benar-benar dijalankan secara mendalam. Oleh karena itu, banyak yang menyatakan bahwa pelaksanaan e-gov belum optimal karena secara riil beberapa pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah masih menggunakan cara-cara yang

manual seperti proses pembuatan KTP, akta kelahiran, kartu keluarga, dan lain-lain. Seorang warga harus secara mendatangi petugas yang bersangkutan di kantor pemerintahan, atau bahkan harus mencari seorang calo. Hal ini sangatlah tidak efektif dan efisien karena mengeluarkan biaya yang lebih banyak dari biaya sebenarnya dan juga dirasakan menjadi sangat merepotkan karena harus mendatangi kantor pemerintahan tersebut. Data Maret 2002 menunjukkan 369 kantor pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85 situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap. Indikator lainnya adalah masuknya internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total populasi Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna komputer dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah. (Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII). Pada tahun 2003, di era Presiden Megawati Soekarno Putri, Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang lebih fokus terhadap pelaksanaan E-Gov, melalui Instruksi Presiden yaitu Inpres Nomor 3 tahun 2003. Inpres ini berisi tentang Strategi Pengembangan E-gov yang juga sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang e-gov seperti: Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah; Pedoman tentang

Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain-lain. Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan e-gov di pusat dan daerah. Dalam Inpres ini, Presiden dengan tegas memerintahkan kepada seluruh Menteri, Gubernur, Walikota dan Bupati untuk membangun E-government dengan berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi & Informasi. Dilihat dari pelaksanaan aplikasi e-gov setelah keluarnya Inpres ini maka dapat dikatakan bahwa perkembangan pelaksanaan implementasi E-Gov masih jauh dari harapan. Data dari Depkominfo (2005) menunjukkan bahwa hingga akhir tahun 2005 lalu Indonesia baru memiliki: a. 564 domain go.id; b. 295 website pemerintah pusat dan pemda; c. 226 website telah mulai memberikan layanan publik melalui website; d. 198 website pemda masih dikelola secara aktif. Beberapa pemerintah daerah memperlihatkan kemajuan cukup berarti. Bahkan Pemerintah kota Surabaya sudah mulai memanfaatkan e-gov untuk proses pengadaan barang dan jasa (e-procurement). Beberapa pemerintah daerah lain juga berprestasi baik dalam pelaksanaan e-gov seperti: Pemprov DKI Jakarta, Pemprov DI Yogyakarta, Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi Utara, Pemkot Yogyakarta, Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kebumen, Pemkab. Kutai Timur, Pemkab. Kutai Kartanegara, Pemkab Bantul, Pemkab Malang.

Sementara itu dari sisi infrastruktur, layanan telepon tetap masih di bawah 8 juta satuan sambungan dan jumlah warung telekomunikasi (Wartel) dan warung Internet (Warnet) yang terus menurun karena tidak sehatnya persaingan bisnis. Telepon seluler menurut data Depkominfo tersebut telah mencapai 24 juta ss. Meski kepadatan telepon tetap di beberapa kota besar bisa mencapai 11%-25%, kepadatan telepon di beberapa wilayah yang relatif tertinggal baru mencapai 0,2%. Jangkauan pelayanan telekomunikasi dalam bentuk akses telepon baru mencapai 65% desa dari total sekitar 67.800 desa yang ada di seluruh tanah air. Jumlah telepon umum yang tersedia hingga saat ini masih jauh dari target 3% dari total sambungan seperti ditargetkan dalam penyusunan Program Pembangunan Jangka Panjang II dahulu. Sementara itu jumlah pelanggan dan pengguna Internet masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Hingga akhir 2004 berbagai data yang dikompilasi Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) memberikan jumlah pelanggan Internet masih pada kisaran 1,9 juta, sementara pengguna baru berjumlah 9 juta orang. Rendahnya penetrasi Internet ini jelas bukan suatu kondisi yang baik untuk mengurangi lebarnya kesenjangan digital (digital divide) yang telah disepakati pemerintah Indonesia dalam berbagai pertemuan Internasional untuk dikurangi. Perkembangan dan pembangunan telematika memasuki babak baru pada awal tahun 2005 dengan digabungkannya Ditjen Postel yang dahulu berada di bawah Departemen Perhubungan kedalam Depkominfo. Satriya (2005) melihat

penggabungan tersebut seharusnya bisa mempercepat gerak pelaksanaan aplikasi egov di seluruh tanah air dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk penyediaan infrastruktur telematika yang sekaligus disinkronkan dengan berbagai aplikasi prioritas. Begitu pula dari sisi regulasi, sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2003 tentang Strategi Pengembangan E-gov yang juga sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang e-gov seperti: Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah; Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain-lain. Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan e-gov di pusat dan daerah. Sayangnya beberapa peraturan yang diharapkan bisa segera selesai masih belum terwujud, seperti RUU tentang Informasi, dan Transaksi Elektronik yang masih belum dibahas di DPR. Dalam bidang kebijakan, kelihatannya pemerintah belum berhasil menyusun suatu langkah konkrit yang dapat menggerakkan berbagai komponen pemerintah (lintas sektor) untuk saling bekerja sama membangun dan menjalankan aplikasi yang memang harus disinergikan. Hingga sekarang pemanfaatan telematika untuk Kartu Tanda Penduduk, Perpajakan, Imigrasi, dan Kepegawaian yang sangat dibutuhkan dalam reformasi pemerintahan masih belum terlaksana. Kombinasi pemanfaatan kapasitas telepon tetap eksis dan berbagai

teknologi nirkabel lainnya sudah seharusnya bisa didukung oleh sistem tarif yang sudah memanfaatkan kompetisi dalam sektor telematika ini. Begitu pula alternatif penyediaan infrastruktur telematika di daerah terpencil, perbatasan, dan tertinggal masih belum bisa memaksimalkan pemanfaatan dana Universal Service Obligation (USO) yang telah dikutip dari operator.Ada perubahan yang mencolok seiring istilah e-gov diberlakukan di kalangan pemerintah di Indonesia. Salah satunya adalah semakin banyaknya situs pemerintah daerah (pemda) dan situs departemen/ lembaga yang bermunculan di internet baik itu mulai tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Menurut data Departemen Komunikasi dan Informatika, sampai saat ini jumlah situs pemda telah mencapai 472 situs. Sayangnya, masih ada situs-situs pemda yang dibuat dengan tampilan halaman depan / homepage dan isi berita yang seadanya. Mulai dari isi berita di dalamnya yang sudah kadaluarsa, atau kalau sudah diperbarui/ update isinya kurang begitu greget. Desain dan tata letak homepage situs pemda kadangkala juga terkesan monoton. Akhirnya, seperti yang sering dipaparkan bahwa ada situs pemda yang hanya menjadi hiasan, ada situs pemda yang statusnya aktif, tapi tidak sering diperbarui, tidak ada interaksi dari pengunjungnya hingga kurang optimal. Padahal ketika dibuat, tentunya harapannya sesuai dengan konsep e-government yang ideal, namun sejumlah fakta menunjukkan hal yang seperti tersebut di atas. Secara faktual, pelaksanaan e-gov beberapa masih dinilai sebagai proyek yang mengikuti tren pasar. Artinya, kebanyakan dari para penyelanggara e-gov baik

lembaga pemerintahaan maupun lembaga non-pemerintahan masih merasa aman dan nyaman dengan kepemilikan website tanpa peduli lagi pada optimalisasi pemanfaatan e-gov. Pada sisi lain, ada pendapat yang menyatakan bahwa e-gov hanyalah proyek yang digunakan para pengusaha teknologi komunikasi dan informasi baik hardware maupun softwarenya untuk meningkatkan penjualannya. Asumsi di atas mempertanyakan pelaksanaan e-gov dari sisi penyelenggara (manajemen dan optimalisasinya). Sementara dari sisi pengguna yaitu masyarakat masih belum banyak terpublikasi tentang fenomena pemanfaatan dan

penggunaannya. Artinya, masih sangat kecil dan sedikit jumlah penelitian baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun pihak institusi pendidikan berkaitan dengan hal tersebut. Setidaknya ada dua asumsi ; pertama sangat disadari bahwa akses internet masih terbatas pada masyarakat kategori sosial menengah ke atas baik dari keterjangkauan alatnya maupun kultur penggunaannya. Kedua; adanya ketidakyakinan tentang keseriusan masyarakat dalam memanfaatkan dan menggunakannya. Budi Raharjo pernah menjabarkan bahwa teknologi informasi merupakan sebuah bidang baru. Pemerintah umumnya jarang memiliki SDM yang handal di bidang ini. SDM yang handal dan mau mempelajari bidang baru, biasanya berada di lingkungan bisnis dan industri. Sehingga keterbatasan pemerintah dalam bidang ini sering dimanfaatkan oleh oknum bisnis dengan menjual solusi yang salah atau mahal ( Raharjo, PAU, ITB, 2004 ). Permasalahan ketersediaan SDM yang memiliki standar

kompetensi dibidang ICT adalah lebih sulit dibandingkan dengan masalah teknologinya. Pada sejumlah kantor pemerintah daerah, PNS yang mempunyai

kemampuan di ICT hanya berkisar 3-5 orang saja, beberapa diantaranya belum tentu berlatar belakang pendidikan sarjana bidang Informatika atau Elektro. Hal tersebut terjadi karena kemungkinan pada 10-20 tahun yang lalu pemerintah daerah jarang bahkan tidak pernah merekrut pegawai baru dengan latar belakang bidang ICT karena pada masa itu belum ada gamabaran ke depan tentang pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi. Dari sisi manajerial ternyata secara umum SDM yang menangani teknologi informasi dan komunikasi sebagian besar adalah eselon III dan eselon II, sehingga akses ke pimpinan pemerintahan daerah cukup sulit. Artinya secara komunikasi organisasi aliran komunikasi dalam hal pengelolaan egovernment masih terbentur jalur birokrasi, kondisi ini akan semakin buruk bila terjadi kurangnya perhatian dan kepedulian pejabat pemerintah di dalam pembangunan dan pengembangan e-government. Kasus lainnya ternyata ditemukan adanya beberapa pemerintah daerah yang mempunyai lebih dari satu situs web yang dibuat dan dikelola oleh 2-3 perangkat daerah yang berbeda (contoh www.sulteng.go.id dibuat dan dikelola oleh Bapeda Sulteng, www.infokom-sulteng.go.id dibuat dan dikelola oleh DisInfokom Sulteng, selain itu untuk provonsi Jawa Barat memiliki dua alamat situs yaitu jabar.go.id dan jabarprov.go.id). Hal ini terjadi karena pengelola situs web pemerintah daerah masih

fitangani oleh berbagai unit kerja yang terdapat di pemerintahan daerah, antara lain Dinas Informasi dan Komunikasi (DisInfokom), Kantor Pengelolaan Data Elektronik (KPDE), Badan Perencanaan Daerah (Bapeda), Bagian Humas, Badan Informasi Komunikasi dan Pengelola Data Elektronik (BIK & PDE). Kondisi tersebut terjadi disebabkan adanya PP No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, sehingga setiap pemerintah daerah tidak sama di dalam penugasan perangkat daerah yang menangani pengelolaan situs web didaerahnya masing masing Faktor lain yang menjadi penghambat dalam implementasi e-government di Indonesia adalah penetrasi pasar hardware dan provider layanan jasa teknologi komunikasi dan informasi belum merata bukan saja dari suprastruktur tetapi juga infrastruktur yang kurang memadai. Masalah tersebut diperparah dengan mahalnya sarana dan prasarana teknologi pendukung atau belum tersedianya saluran komunikasi atau aliran listrik. Untuk menjawab tantangan dan hambatan implementasi e-gov di Indonesia, maka pemerintah perlu membuat strategi yang tepat yang dituangkan dalam peraturan pemerintah yang jelas sehingga konsep e-gov bukan menjadi konsep belaka. Pemerintah juga perlu memikirkan anggaran operasional serta pemeliharaan yang memadai. Pemberian pelatihan teknologi informasi dan komunikasi juga penting agar aparatur pemerintah bisa memberikan pengetahuan yang jelas kepada masyarakat tentang pentingnya pemanfaatan e-gov. Pada sisi manajerial, perlu

dibuat suatu model pengelolaan e-government, baik untuk tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada struktur organisasi yang ada di departemen, kementerian dan Lembaga pemerintah Non Departemen, perlu dipertegas bagian dari organisasi yang menangani e-government disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi dari struktur organisasi yang telah ada agar tidak terjadi kerancuan didalam pengelolaan dan implementasi e-government dipemerintahan. .

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Paparan diatas memberikan beberapa simpulan yang penting diperhatikan yaitu bahwa implementasi e-government masih separuh jalan dan masih jauh dibawah standar yang ideal dan diinginkan. Hasil yang dicapai menunjukkan kemajuan yang cukup berarti dari segi kuantitas, namun sisi kualitasnya belum sempurna karena kurangnya SDM, infrastruktur atau regulasi yang kurang mendukung. Karena itu perlu dilakukan penyempurnaan konsep dan strategi pelaksanaan e-government dari berbagai sisi. Secara manajerial, e-gov yang dilaksanakan oleh pemerintah masih berupa situs awal tanpa adanya transaksi dan transformasi yang berarti. Oleh karena itu, perlu dilakukan sosialisasi kembali. B. SARAN Memperhatikan berbagai kondisi pelaksanaan program e-gov seperti yang sudah dibahas sebelum ini, maka langkah untuk merevitalisasi e-gov di Indonesia sudah tidak bisa ditunda lagi. Banyaknya dana yang sudah dihabiskan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Namun pelaksanaan proses revitalisasi juga tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa dan tanpa konsep yang jelas. Revitalisasi yang dimaksudkan adalah serangkaian tindakan perencanaan dan penataan ulang program e-gov yang disesuaikan kembali dengan target

pembangunan nasional dan sektor telematika dengan mengindahkan prinsipprinsip dasar serta proses pentahapan e-gov tanpa menyia-nyiakan kondisi eksisting yang sudah dicapai.

DAFTAR PUSTAKA Buku dan Jurnal : Anggono, Bambang Dwi, Kesejajaran ABG E-government, 2007 Djunaedi, Achmad, Pemanfaatan TI di Lingkungan Pemerintahan Daerah: Strategi yang Sesuai untuk Realita yang Dihadapi, Desember 2006 Indrajit, Richardus E., 2002, Electronic Government, Penerbit Andi, Yogyakarta Nugraha, Krisna, Achieving IT Business Alignment, bahan Seminar Kepemimpinan dalam Penyelarasan Teknologi Informasi dalam Manajemen dan Birokrasi Pemerintah Daerah, 2006 (dalam bentuk PDF) Nugroho, Santoso, Government, Political Environment dalam Implementasi Electronic 2007

Rahardjo, Budi, Membangun E-Government, PPAU Mikroelektronika ITB, 2001 Satriya, Eddy, Pentingnya Revitalisasi E-Government Di Indonesia, 2006 Sosiawan, Edwi Arief, 2004, Implementasi E-government Pada pemerintah Daerah di Indonesia, Penelitian Semi Que V Sosiawan, Edwi Arief, 2005, Penggunaan isi, bentuk dan desain komunikasi virtual pada websites pemerintah daerah di wilayah Yogyakarta, Penelitian LPPM UPN

Internet : http://www.cert.or.id/~budi/articles/e-gov-makassar.doc http://www.mojokertokab.go.id/mjk/dok/artikel/eGoverment20menuju%20pelayan an.pdf http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2060372-pengertian teknologi-menurut-para-ahli/#ixzz1etnmsS9M

Yodhia Antariksa, 2007, http://strategimanajemen.net/2007/09/06/membangunmanajemen-sdm-berbasis-kompetensi/

Anda mungkin juga menyukai