Anda di halaman 1dari 4

DEMOKRASI CYBER DI INDONESIA; TANTANGAN MENCIPTAKAN RUANG PUBLIK ALTERNATIF A.

PENDAHULUAN Internet sebagai media baru telah umum digunakan dalam komunikasi missal pada masyarakat industrial seperti sekarang ini. Hanya dalam waktu yang tak lebih dari satu dasawarsa, penggunaan internet telah berkembang dari sekedar alat bagi para programmer computer dan akademisi menjadi sarana sehari-hari bagi warga awam untuk saling mengirim pesan, mengakses dan mengunggah berita dan informasi serta hiburan. Internet bahkan sudah berkembang jauh melebihi dari pertama kali digunakan dalam segi teknologinya. Dalam kaitannya dengan demokrasi, internet digunakan sebagai media untuk mengekspresikan kebebasan berpendapat dan berpikir (Roger Hurwirtz, 2003). Internet juga dianggap oleh penggunanya sebagai tempat untuk mendiskusikan suatu agenda isu dan dapat digunakan untuk mempengaruhi para pengambil keputusan. Hal ini tak lepas dari pengaruh positif internet dimana media tersebut tidak mengenal struktur hirarki, transaksinya cenderung low-cost, jangkauan yang mengglobal, skala yang besar, cepat dalam merespon, dan dapat digunakan sebagai media alternative untuk mengatasi disrupsi penyampaian pesan. Sangat banyak contoh penggunaan internet yang berguna untuk hal positif, misalnya pengungkapan kasus korupsi, pornografi dan seks yang dilakukan oleh para penguasa dan lain sebagainya.

Era media internet juga telah menyentuh kehidupan demokrasi di Indonesia. Ketika internet mulai muncul ditahun 1990-an, internet menjadi sarana penyampaian pesan yang dulunya dikekang oleh pemerintahan Orde Baru. Misalnya saja kasus pembelian kapal perang yang dikritisi oleh Majalah Tempo pada tahun 1994 bisa dihadirkan secara online lewat internet. Karena internet pulalah yang kemudian memperlihatkan betapa tidak beresnya pemerintahan kala itu (Sen & Hill, 1999). Saat itu, dunia maya telah menjadi ruang publik alternative untuk menyampaikan pendapat atau kritik karena ruang publik yang riil tidak dapat dibangun di era rezim Orde Baru. Seperti yang dijelaskan Jurgen Habermas, ruang publik setidaknya harus memiliki karakteristik seperti jaminan akses bagi semua warga Negara, persamaan hak antar warga Negara, kebebasan untuk bergabung dalam dialog tanpa ada tekanan dan hambatan, ruang publik harus terpisah dari Negara dan pasar serta tidak didominasi keduanya, serta mampu membentuk warga Negara yang terliterasi melalui provisi pengetahuan dan informasi (Salman & Hasim, 2011). B. TINJAUAN PUSTAKA Era demokrasi cyber atau yang lebih dikenal dengan era web 2.0 menghasilkan sebuah konsep yang membawa pengaksesnya ke arah pengembangan dan evolusi komunitas berbasis web dan penyedia layanan seperti situs jejaring social, situs wiki, blog dan lainnya. Penggunaan media ini pada konteks demokratisasib terbagi dalam tiga

model perspektif yaitu partisan, deliberative dan monitorial. Dalam model partisan, media baru digunakan oleh partai politik untuk mengkampanyekan kandidatnya. Semua pencitraan menggunakan situs jejaring social yang lazim digunakan oleh hamper semua capres dan cawapres pada pemilihan umum tahun 2009. Pada tahun itu, tercatat sekitar 10,5 persen penggunanya mengekspresikan pendapat mereka lewat internet (presentase didapat dari situs

internetworldstats.com). Selanjutnya pada perspektif deliberatif, media baru digunakan sebagai sarana advokasi untuk mengkampanyekan suatu isu tertentu kepada publik agar dapat menyampaikan pandangan-pandangannya terhadap para pengambil keputusan. Misalnya saja kasus Prita Mulyasari yang terjerat kasus karena menyampaikan keluhannya lewat email kepada rumah sakit. Yang terakhir adalah perspektif monitorial dimana media baru tampil sebagai sarana untuk menyampaikan ketidakpuasan atas kinerja penguasa dan tempat pelampiasan gerakan protes terhadap pihak-pihak terkait dalam struktur kekuasaan. Contohnya terjadinya gerakan Cicak (Cintai Indonesia Cintai KPK) menyusul adanya konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri yang berujung pada penangkapan dua komisioner KPK. Publik saat itu meresponnya dengan menggelar aksi dukungan dan mobilitas massa lewat sarana internet. Tekanan tersebut terbukti efektif dengan adanya peninjauan hokum atas penahanan keduanya.

C. PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai