Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ORAL BIOLOGI III

RESPON INFLAMASI JARINGAN PULPA AKIBAT INFEKSI BAKTERI DAN AKIBATNYA PADA JARINGAN PULPA

Kelompok 9 MEIKY EKA SAPUTRA (04091004018) LINA YANA (04091004019) NADIA TIARA PUTRI (04091004020)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2011

RESPON INFLAMASI JARINGAN PULPA AKIBAT INFEKSI BAKTERI DAN AKIBATNYA TERHADAP JARINGAN PULPA

Bakteri dapat masuk ke pulpa melalui 3 cara, yaitu melalui dentin, jaringan periodontal dan melalui darah atau rute limpalik. Dari faktor-faktor tersebut di atas yang paling sering menyebabkan bakteri sampai ke pulpa adalah invasi langsung melalui dentin seperti karies. Bakteri dapat masuk ke dalam ruang pulpa melalui dentin, pulpa terbuka, foramen apikal, ligamen periodontal, dan pembuluh darah. Penyebaran dan perluasan dapat melalui foramen apikal ke jaringan periodontal. Kuman patogen dapat memproduksi substansi yang disebut toxin, yang dapat dilepas ke seluruh tubuh. Bakteri dan toksin menembus pembuluh dentin, dan waktu mencapai pulpa menyebabkan reaksi pulpa pada daerah yang terlibat infeksi tesebut berupa suatu respon inflamasi. Bila proses inflamasi parah maka akan meluas lebih dalam ke dalam pulpa dan semua gejala-gejala dari suatu reaksi akut akan kelihatan nyata.

Umumnya infeksi di rongga mulut merupakan infeksi gabungan yaitu infeksi karena dua atau lebih jenis kuman pathogen yang dapat menimbulkan reaksi lokal terhadap infeksi kuman patogen dengan menunjukkan tanda-tanda peradangan akut seperti : kalor, dolor, tumor, dan functiolaesa. Inflamasi merupakan reaksi jaringan tubuh terhadap masuknya mikroorganisme, trauma mekanik , terbakar atau bahan kimia dan juga disebabkan agen-agen inflamasi, seperti agen fisik, suhu (panas/dingin), sinar (sinar ultraviolet, sinar X), radiasi ion dan listrik, Respon inflamasi adalah reaksi perbaikan tubuh dengan mencoba untuk mempertahankan homeostatis dibawah pengaruh lingkungan yang merugikan. Respon inflamasi berupa perlindungan berfungsi menghancurkan, mengencerkan, dan membatasi jumlah agen inflamasi yang masuk ke jaringan yang cedera.

Respon inflamasi pulpa terhadap bakteri mempunyai hubungan sebab akibat seperti apabila ada agent (bakteri) maka akan ada proses inflamasi pada jaringan pulpa dan juga sebaliknya.

Cedera pulpa berarti kerusakan sel dan kematian sel yang diikuti kemudian oleh pelepasan mediator inflamasi nonspesifik seperti histamine, bradikinin dan metabolit arakidonik. Selain

itu dikeluarkan juga produk-produk granula lisosom polimorfonuklear (elastase,katepsin G, dan laktoferin), inhibitor protease misalnya anitripsin dan neuropeptida misalnya peptide calcitonin generelated (CGRP) dan substansi P (SP). Sel-sel mast dianggap sebagai sumber utama histamine. Sel-sel ini ditemukan pada pulpa yang mengalami inflamasi. Cidera fisik pada sel sel mat atau penyatuan dua molekul Ig E oleh antigen pada permukaan selnya akan mengakibatkan pelepasan histamine dan substansi lain yang ada di dalam granul sel mast. Keberadaan histamine di dalam dinding pembuluh darah dan kenaikan kandungan histamine yang tajam menunjukan peran patofisiologis yang penting yang di maiinkan oleh histamine saat inflamasi pulpa. Kinin yang menghasilkan berbagai tanda dan gejala dari inflamasi akut, diproduksi ketika kallikrein plasma atau kallikrein jaringan berkontak dengan kininogen. Substansi yang menyerupai bradikinintelah dilaporkan ditemukan dalam jaringan pulpa yang teriritasi. Akibat kerusakan sel, fosfolipase A2 akan menyebabkan keluarnya asam arakidonik dari membran sel. Metabolisasi asam arakidonik membentuk berbagai prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. Berbagai metabolit asam arakidonik telah ditemukan dalam pulpitis yang dibuat secara eksperimental. Keberadaan metabolit- metabolit ini dalam pulpa yang terinflamasi menunjukkan bahwa metabolit ini juga ikut berperan. Cedera pulpa ringan sampai moderat terjadi akibat bertambahnya CGRP imunoreaktif (I) dalam saraf sensoris. Akan tetapi, cedera parah (terbukanya pulpa) akan menyebabkan efek sebaliknya yang hasilnya adalah reduksi atau hilangnya ICGRP dan ISP. Penelitian ini menunjukkan bahwa neuropeptida pulpa mengalami perubahan dinamis setelah terjadinya cedera. Akibat pelepasan sejumlah besar mediator inflamasi (ketidakmampuan pulpa untuk menetralkan mediator ini), akan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan migrasi leukosit ke daerah terjadinya infeksi. Naiknya tekanan kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler menggerakkan cairan dari pembuluh ke jaringan. Jika pembuangan cairan oleh venula dan limfe tidak sesuai dengan filtrasi cairan dari kapiler, eksudat akan terbentuk. Pulpa terkurung di dalam dinding-dinding yang kaku dan membentuk suatu sistem yang tidak mudah menyesuaikan diri oleh karena itu, peningkatan yang sedikit saja dalam tekanan jaringan akan menyebabkan kompresi pasif dan bahkan kelumpuhan total dari venula di

tempat terjadinya cedera pulpa. Kenaikan tekanan terjadi di tempat-tempat tertentu yang kecil dan berkembang lambat. Oleh karena itu, pulpa tidak mati oleh tekanan yang meningkat dengan drastis. Pelepasan mediator inflamasi menyebabkan nyeri langsung dengan menurunkan ambang batas saraf sensoris. Substansi ini juga menyebabkan nyeri secara tidak langsung dengan jalan meningkatkan vasodilatasi arteriola dan permeabilitas vaskuler di dalam venula, yang mengakibatkan edema dan peningkatan tekanan jaringan. Tekanan ini berpengaruh langsung pada reseptor saraf sensoris. Meningkatnya tekanan jaringan, ketidakmampuan jaringan pulpa untuk mengembang dan kurangnya sirkulasi kolateral dapat mengakibatkan nekrosis dan kemudian penyakit periradikuler. Reaksi inflamasi dapat terjadi apabila jaringan pulpa hidup dan memiliki mikrosirkulasi yang fungsional. Apabila terjadi inflamasi pada pulpa gigi, maka mikrosirkulasi mengalami perubahan perubahan, yaitu perubahan hemodinamik, permaebilitas dan seluler. Perubahan ini dapat mempengaruhi faktor faktor di dalam pembuluh mikro dan jaringan sekitarnya. Tujuan akhir perubahan ini untuk tercapainya proses pemulihan dan penyembuhan jaringan cedera. 1. Perubahan Hemodinamik Perubahan hemodinamuk melibatkan dua faktor , yaitu tekanan osmotik koloid dan hidrostatik. Tekanan osmotik koloid menarik cairan jaringan interstisial ke dalam kapiler yang di imbangi dengan tekanan hidrostatik kapiler yang mendesak cairan keluar dari kapiler. Pada kapiler ujung arteri, tekanan hidrostatik lebih tinggi dari tekanan osmotik koloid maka cairan mengalir keluar dari kapiler ke dalam darah. Respon inflamsi diawali dengan vasodilatasi, dimana dinding anterior dan spingter prekapiler berdilatasi atau berelaksasi. Dilatasi ini menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik di dalam anterior dan spingter prekapiler. Penigkatan ini mneyebabkan peningktan filtrasi cairan plasma dengan larutnya elektrolita dan kristalloid dari darah ke jaringan interstisial. Pada saat cairan plasma keluar dari pembuluh darah menuju jaringan interstisial, maka tekanan hidrostatik meningkat dan menyebabkan peningkatan tekanan jaringan interstisial. Peningkatan tekanan jaringan interstisial dan keluarnya cairan plasma protein dari

mikrosirkulasi ke jaringan interstisial menyebabkan aliran darah lambat menuju keadaaan statis, dimana sel darah berhenti mengalir di dalam mikrosirkulasi. Perubahan mikrodinamik pada mikrosirkulasi pulpa gigi menyebabkan kemerahan (eritema) karena dibatasi dinding pembuluh darah , pembengkakan ( edema ), karena masuk nya jaringan plasma ke jaringan interstisial dan kekakuan ( indurasi ) karena jaringan plasma menumpuk dalam jaringan interstisial . 2. Perubahan Permaebilitas Respon cedera selanjutnya adalah peningkatan permaebilitas dinding pembuluh darah . Perubahan ini juga meilbatkan faktor yang sama dengan perubahan hemodinamik , yaitu tekanan hidrostatis dan osmotik koloid. Dinding pembuluh darah memiliki sifat permaebilitas , dimana dinding pembuluh darah dapat dilalui cairan , tapi sukar di lewati larutan protein. Tekanan osmotik akan menahan cairan tetap didalam pembuluh darah yang diimbangi dengan tekanan hidrostatik yang mendorong (mendesak) cairan keluar dari pembuluh darah ke jaringan interstisial pulpa. Apabila terjadi penigkatan permaebilitas dinding pembuluh darah kapiler, selain cairan, protein plasma juga masuk ke dalam pembuluh darah kapiler melalui proses diapedesis, dimana protein plasma dapat mengecilkan ukurannya sesuai dengan pori pori kapiler sehingga protein plasma dapat masuk dalam kapiler. Apabila protein plasma yang keluar dari kapiler melebihi kapasitas pembuluh limfatik untuk menyerapnya, maka konsenstrasi protein plasma didalam jaringan interstisial meningkat disebut edema. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler, menyebabkan filtrasi cairan berlebihan melalui kapiler . Penurunan konsentrasi protein plasma, menyebabkan pengurangan tekanan osnotik koloid plasma sehingga gagal menahan cairan plasma protein di dalam kapiler. Peningkatan tekananan permaebilitas kapiler memungkinkan cairan protein plasma merebes secara berlebihan ke jaringan interstisial. 3. Perubahan Selular Pada saat inflamasi, mula mula neutrofil muncul yang tampak mengelompok sepanjang sel sel endotel pembuluh darah pada daerah cedera, disebut marginasi. Kemudian neurofil

menyusup keluar dari pembuluh darah dan menyelinap diantara sel sel endotel. Neurofil mengadakan emigrasi menuju jaringan interstisial dan muncul pada daerah cedera. Pergerakan ini adalah proses yang aktif karena adanya sinyal kimia yang disebut kemotaksis. Bila pulpa terinflamasi, produk produk yang dapat menyebabkan kemotaksis adalah toksin bakteri dan jaringan cedara itu sendiri. Neurofil merupakan sel pertahanan pertama melawan mikroorganisme yang masuk dengan cara memfagositosis dan menghancurkan mikroorganisme. Neurofil bergerak seperti amuba mendekati bakteri yang akan difagositosis, kemudian mengalir sitoplasmanya mengelilingi mikroorganisme, lalu mencernanya. Selanjutnya neurofil mematikan mikroorganisme dengan cara mengubah pH dalam neurofil setelah fagositosis, membentuk zat antibakteri yang hidrogen peroksida dan melepaskan zat tersebut. Jika respon inflamasi berjalan terus , maka limfosit dan monosit muncul pada daerah cedera, setelah keluar dari pembuluh darah melalui cara yang sama dengan neurofil. Sel sel ini akan memperkuat rintangan pertahanan yang diberikan neurofil. Monosit memperbesar pertahanan dengan menambah fungsi fagosit ke daerah cedera, sedangkan limfosit membawa kemampuan imunologik untuk berespon dengan agen agen inflamasi dengan sistem humoral dan selular. Seperti yang disebutkan diatas, apabila inflamasi pulpa gigi melibatkan bahan bahan antigen, maka sistem humoral dan selular akan berperan didalam nya . Sistem imun ini diperentarai oleh limfosit yang berfungsi menetralkan, menghancurkan atau mengeluarkan mikroorganisme di daerah cedera .Limfosit di bentuk didalam nodus limfatik, timus, limpa dan sumsum tulang. Inflamasi atau peradangan yang terbentuk bisa berupa inflamasi akut atau kronis tergantung lama dan intensitas rangsangannya. Rangsangan yang lama dan ringan akan menyebabkan inflamasi kronis sedangkan rangsangan yang berat dan tiba-tiba besar kemungkinan menyebabkan pulpitis akut. Reaksi inflamasi/peradangan mempunyai komponen vaskuler dan seluler. Komponen seluler terlihat jelas pada peradangan kronis, dengan dijumpainya selsel limfosit, sel plasma, monosit, dan makrofag. Suatu waktu mungkin akan terjadi peningkatan produksi kolagen yang mengkibatkan terjadinya fibrosis. Reaksi ini tidak akan membahayakan vitalitas pulpa. Namun pada inflamasi akut, karena lebih banyak melibatkan vaskuler termasuk dilatasi pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan

eksudat yang nantinya akan menyebabkan terlambatnya aliran darah dan akhirnya terhenti. Tekanan jaringan akan meningkat karena emigrasi netrofil yang aktif.

Derajat respon inflamasi pulpa itu berkisar antara pulpitis reversibel sampai nekrosis

1. Pulpitis reversibel Pulpitis reversibel ini adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya telah di hilangkan, inflamasinya akan pulih kembali dan pulpa akan kembali normal. Proses inflamasinya seperti yang telah dijelaskan di atas. Pulpitis reversibel dapat di timbulkan ditimbulkan oleh stimuli ringan atau yang berjalan sebentar seperti karies insisipien, erosi servikal atau atrisi oklusal, sebagian prosedur operatif, kuretasi peridontium yang dalam, dan fraktur email yang bisa mengakibatkan terbukanya dentin.

Biasanya pulpitis reversibel ini tidak menimbulkan gejala (asimtomatik), akan tetapi jika ada gejala biasanya timbul dari suatu pola tertentu. Jika iritasi pulpa terus berlanjut atau intensitas nya meningkat maka akan timbul inflamasi moderat sampai parah dan menjadi pulpitis ireversibel yang berakhir dengan nekrosis.

Histopalogi Pulpitis reversibel dapat berkisar dari hiperemia ke perubahaan inflamasi ringansampai-sedang terbatas pada daerah dimana tubuli dentin terlihat, seperti misalnya karies dentin. Secara mikroskopis, terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah, ekstravasasi cairan edema, dan adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol, dapat dilihat juga sel inflamasi akut.

2. Pulpitis ireversibel Pulpitis ireversibel yang merpakan kelanjutan dari pulpitis reversibel adalah inflamasi yang tidak akan pulih kembali sekali pun penyebabnya dihilangkan. Jika iritasi pulpa terus berlanjut atau intensitas nya meningkat maka akan timbul inflamasi moderat sampai parah dan menjadi pulpitis ireversibel. Pulpa cepat atau lambat akan menjadi nekrosis.

Histopatologi. Gangguan ini mempunyai tingkat inflamasi kronis dan akurat di dalam pulpa. Pulpitis ireversibel dapat disebabkan oleh suatu stimulus bebahaya yang berlangsung lama seperti misalnya karies. Bila karies menembus dentin dapat menyebabkan respon inflamasi kronis. Bila karies tidak diambil, perubahan inflamasi di dalam pulpa akan meningkat keparahannya jika kerusakan mendekati pulpa. Venula pasca-kapiler menjadi padat dan mempengaruhi di dalam pulpa, serta menyebabkan perubahan patalogik seperti misalnya nikrosis. Daerah nekrotik ini menarik leukosit polimorfonuklear dengan kemotaksis dan memulai suatu reaksi inflamasi akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear pada daerah nekrosis. Setelah fagositos, leukisot polimorfonuklear, yang mempunyai masa hidup pendek, mati dan melepaskan enzim lisosomal. Enzim lisosomal menyebabkan lisis beberapa stroma pulpa dan, bersama-sama dengan debris selular leukosit polimorfonuklear yang mati, membentuk suatu eksudat purulen (nanah). Reaksi inflamasi ini menghasilkan mikroabses (pulpitis akut). Pulpa, berusaha melindungi diri, membatasi daerah mikroabses dengan jaringan penghubung fibrus. Secara mikroabses, terlihat daerah abses dan suatu daerah nekrotik, dimana pada keadaan karies lama dijumpai mikroorganisme bersama-sama dengan limfosit, sel plasma, dan makrofag. Pada pusat abses tidak dijumpai mikroorganisme karena aktivitas fagositik leukosit polimorfonuklear. Bila proses karies berlanjut untuk maju dan menembus pulpa, gambaran hitologik berubah. Maka akan terlihat suatu daerah ulserasi (pulpitis ulseratif kronis) yang cairannya keluar melalui pembukaan karies ke dalam kavitas mulut dan mengurangi tekanan intrapulpal dan, dengan demikian, jika rasa sakit. Secara histologis terlihat suatu daerah jaringan nekrotik, suatu daerah infiltrasi oleh leukosit polimorfonuklear dan suatu daerah fibroblas yang berproliferasi membentuk dinding lesi, dimana mungkin terdapat massa mengapur. Daerah di luar abses atau ulerasi mungkin normal atau mungkin mengalami perubahan inflamatori.

Beberapa

respon

yang

dilukiskan

mungkin

berhubungan

dengan

suatu

respon

hipersensitivitas dengan antibodi sebagai penengah nya. Suatu lapisan endapan antigen antibodi imun, dengan konsentrasi tinggi antigen dari mikroorganisme pada proses karies. Suatu lapisan endapan antigen-antibodi imun, dengan adanya komplemen, menarik leukosit polimorfonuklear, diikuti dengan fagositosis dan degradasi sel, dengan pelepasan lisosom ke dalam jaringan pulpa. Pembebasan protease menyebabkan pembentukan suatu abses pulpa.

Perubahan dalam lapisan odontoblastik bervariasi dari gangguan sampai perusakan sempurna; sebaliknya, urat saraf kelihatanya tahan terhadap inflamasi. Pulpitis ireversibel yang berkembang itu menjadi nekrosis.

3. Pulpitis hiperplastik Pulpitis hiperplastik atau polip pulpa, suatu bentuk pulpitis ireversibel, adalah akibat bertumbuh nya pulpa yang masih muda yang mengalami inflamasi kronis. Biasanya terjadi di mahkota yang telah berlubang besar. Vaskularisasi yang cukup pada pulpa yang masih muda, adanya daerah terbuka yang cukup besar bagi kepentingan drainase, dan adanya proliferasi adalah penyebab terjadinya pulpitis hiperplastik. Pemeriksaan histologis pulpitis jenis ini menunjukkan adanya inflamasi pada epitel permukaan polip serta pada jaringan ikat yang terinflamasi di bawahnya. Sel-sel epitel rongga mulut masuk ke dalam permukaan terbuka dan bertumbuh serta membentuk lapisan penutup epitel. Pulpitis hiperplastik biasanya tidak menimbulkan gejala. Hanya saja Pulpitis jenis ini tampak seperti benjolan jaringan ikat berwarna kemerahan yang menyembul dari lubang karies yang luas.

5. Nekrosis pulpa Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada seluruh atau sebagian yang terlibat. Nekrosis, meskipun suatu inflamasi dapat juga terjadi setelah jejas traumatic yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi

inflamasi. Sebagai hasilnya, suatu infarksi iskemik dapat berkembang dan dapat menyebabkan suatu pulpa nekrotik dengan gangren kering.

Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan likuifaksi (pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau diubah menjadi bahan solid. Pengejuan ( caseation ) adalah suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa seperti bentuk keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air.

Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak, suatu cairan atau debris amorfus.

Pulpa merupakan jaringan lunak yang terkurung dalam ruangan yang berdinding kaku, tidak memiliki sirkulasi darah kolateral, dan venula serta sistem limfenya akan lumpuh jika tekanan intrapulpanya meningkat. Oleh karena adanya inflamasi yang berkelanjutan sehingga terjadi akumulasi cairan edema pada jaringan penghubung yang mengelilingi pembuluh darah kecil menyebabkan Kerusakan pembuluh darah kapiler , Ekstravasasi sel darah merah dan diapedesis sel darah putih. Sepanjang dinding pembuluh darah banyak lekosit PMN, bergerak secara teratur dan nantinya terbentuk abses kecil = abses pulpa ( bersisi pus dari sel2 lekosit yg mati/rusak, bakteri, jaringan rusak yg mencair), karena jalan ke pulpa kecil, terjadi kegagalan drainase. Peradangan menyebar ke seluruh bagian pulpa, sehingga lekosit, netrofil mengisi seluruh ruang pulpa hingga pulpa mengalami nekrosis.

Namun Jika eksudat yang timbul akibat pulpitis ireversibel diabsorpsi ke rongga mulut melalui pulpa terbuka maka terjadinya nekrosis pulpa akan tertunda, pulpa di akar mungkin akan tetap vital untuk waktu yang lama. Sebaliknya penutupan dan penambalan pada pulpa yang terinflamasi akan menginduksi nekrosis pulpa yang cepat dan total serta penyakit radikuler.

BUKU REFERENSI - Grossman, Louis I. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek. Jakarta : EGC. - Akbar,S.M. Soerono. 1989. Perawatan Endodontik Konvensional dan Proses Penyembuhannya. Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia - Tarigan, Rasinta. 2002. Perawatan Pulpa Gigi. EGC - RE Walton and M Torabinejad. 2001. Prinsip dan Praktek Ilmu Endodonsia.Ed.3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai