Anda di halaman 1dari 12

POLIGAMI DAN MONOGAMI

A. PENDAHULUAN Poligami merupakan salah satu tema penting yang mendapat perhatian khusus dari Allah Swt. Sehingga tidak mengherankan kalau Dia meletakkannya pada awal surah an-Nisa dalam kitab-Nya yang mulia. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Hal ini dapat dipahami dari Surah an-Nisa ayat 3 yang menyatakan bahwa kendati Allah memberi peluang untuk beristri sampai empat orang, tetapi peluang itu dibarengi oleh kelanjutan ayat, yakni kemampuan berlaku adil sesama istri-istri dan anak-anaknya. Jika seorang suami cemas atau takut tidak dapat berlaku adil, maka baginya cukup satu orang saja. Akhir-akhir ini berbagai wacana muncul kepermukaan mengenai status poligami dalam Islam. Ada yang pro dan begitu pula sebaliknya ada juga yang merasa keberatan jika poligami merupakan suatu tindakan yang layak. Apalagi jika hal tersebut sudah langsung dipraktekkan oleh orang-orang yang dianggap pribadinya sebagai panutan masyarakat. Sehingga tidak mengherankan jika repotasi mereka menjadi korban dari kesalahpahaman itu. Beranjak dari situ, disini penyaji makalah yang saat ini diberi amanah untuk membahas tentang bagaimana sebenarnya konsep poligami dan monogami dalam Islam, membahas apa-apa saja yang menjadi persyaratan sehingga seorang suami boleh berpogami. Benarkah poligami merupakan bentuk diskriminasi tehadap kaum perempuan? Tentunya makalah ini akan dibahas dari segi syriat, sosial, dan biologinya. Dengan mengharap ridho dari Allah, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Atas segala kesalahan baik dari segi penulisan mauapun stuktur bahasanya penulis mohon kiranya dimaafkan dan menjadi kritikan positif selanjutnya. Dan tidak lupa pula ucapan terimakasih kepada dosen pembimbing Muhammad Mahmud Nasution

L.C yang teglah memberikan pengarahan dan dan bimbinagn demi selesainya makalah ini. B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Poligami Kata poligami berasal dari bahas Yunani polos yang berati banyak, dan kata gomos yang berati pernikahan1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia poligami adalah sistem pernikahan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Sistem tersebut bisa berarti seorang laki-laki mempunyai istri satu orang pada saat yang sama, atau dapat diartikan seorang perempuan mempunyai suami lebih dari satu orang pada saat yang sama pula Berpoligami berarti menjalankan atau melakukan poligami. 2Poligami dalam pengertian yang kedua dikenal dengan istilah poligini (Yunani: polus = banyak; gune = perempuan). Istilah poligami dalam bahasa Arab disebut taaddud az-zujat, berasal dari kata taaddud yang berarti berbilang atau banyak, dan kata zaujah yang berarti istri atau jodoh. Poligami dalam pengertian yang pertama dikenal dengan istilah poliandri (Yunani: polus = banyak, andros = laki-laki). Taddud az-zauzat berarti banyak memilki istri. Oleh karena itu, poligami yang dimaksudkan disini adalah seorang lelaki yang memilki istri lebih dari satu orang. 2. Pegertian Monogami Monogami berasal dari kata mono = satu, gami/gomos = pernikahan. Monogami berarti perkawinan yang mempunyai satu pasang. Istilah monogami ditujukan pada seorang suami yang mempunyai satu orang istri sebagai pasangan hidupnya dalam perkawinan. Dengan demikian, monogami berarti sistem yang membolehkan seorang hanaya boleh satu dalam jangka waktu tertentu. Dalam pengertian ini terdapat kata dalam jangka waktu tertentu, yang berarti selama
1

Ahmad Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam , (Jakarta : PT. Bachtiar Baru Van Hoave, 1998 ),

hlm, 83 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga , ( Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm,885
2

seorang suami beristrikan seorang istri, maka selama itu pula suami tersebut tidak beristrikan perempuan yang lain. Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa asas perkawinan dalam Islam adalah monogami. Hal ini dapat dipahami dari Surah an-Nisa ayat 3 yang menyatakan bahwa kendati Allah memberi peluang untuk beristri sampai empat orang, tetapi peluang itu dibarengi oleh kelanjutan ayat, yakni kemampuan berlaku adil sesama istri-istri dan anak-anaknya. Jika seorang suami cemas atau takut tidak dapat berlaku adil, maka baginya cukup satu orang saja. Jika diperhatikan tidaklah perlu pembahasan panjang yang perlu dikaji dalam bab monogami karena hal ini merupakan prinsip umum yang semestinya dijalankan. Maka sebaliknya poliogami nantinya akan lebih difokouskan lagi karena telah keluar dari prinsip umum tersebut sekalipun telah ada jalur untuk memeperbolekannya. Namun dibalik pembolehan itu masih ada hal-hal lain yang yang perlu diperhatikan. 3. Hukum Poligami Ibnu Rusyd dalam Bidayatul al-Mujtahid jilid 2 mengatakan bahwa umat Islam sependapat membolehkan poligami dalam arti poligami tebatas, yaitu seorang laki-laki denagn istri lebih dari satu orang, seperti yang dilakukan kebanyakan bangsa-bangsa dimuka bumi ini. Sebaliknya hukum tidak membolehkan seorang wanita bersuami lebih dari satu orang atau poliandri (Q.S.4:25).3 Kebebasan melakukan polgami dalam agama Islam bersumber dari kandungan ayat Al-quran An-Nisa: 3:

Ibnu Ruysd, Bidayatul Mujtahid, (Semarang: CV. Asy-sifa,1990),hlm,

Artinya : Wahai manusia, bertaqwalah kamu kepada Tuhanmu , yang tetelah menciptakan kamu dari satu jiwa , dan menciptakan istrinya yang sejenis dengan dia, dan menjadikan dari mereke berdua berkembang biak anak cucunya yang banyak, laki-laki dan wanita; dan bertaqwalah kamu kepada Allah, yang selalu kamu sebut nama-Nya dalam permintaan kamu; dan bertaqwalah kamu kepada Allah dalam urusan yang berhubungan dengan urusan keturunan, sunggih Allah mwngawasi kamu. Dan berikanlah harta-harta anak-anak yatim itu kepada mereka. Dan janganlah kamu menukar hartanya yang baik kepada yang buruk, dan janganlah kamu campurkan harta mereka yang kamu campurkan dengan harta kamu; sesungguhnya itu adalah dosa yang besar. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak ) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka ( kawinilah ) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S An-nisa: 3) Jika kita perhatikan, Allah mengawalai surat an-Nisa debngan seruan kepada manusia agar bertakwa kepada Allah yang merupakan tema penutup dari surat aliImran sebelumnya, serta seruan untuk menyambung tali silaturahim dengan berpangkal pada pandangan kemanusiaan universal, buka pandangan kelompok atau kesukuan yang sempit. Kemudian Allah mengalihkannya tentang anak-anak yatim. Dalam konteks ini, Allah memerintahkan kepada mnusia agar memberikan harta benda anak-anak

yatim dan tidak memakannya. Selanjutnya, Allah menindaklanjuti pembahasan tentang anak-anak yatim dengan perintah kepada manusia untuk menikahi perempuan-peremouan yang disenangi, dua, tiga, empat, yang dibatasi denagn satu jika kondisi yaitu takut tidak dapat berlaku adil kepada anak-anak yatim. Jadi, kesemuanya memperkuat bahwa pokok bahasan pada ayat diatas adalah berkisar tentang anak-anak yatim yang kehilangan ayahnya, sementara ibu mereka masih hidup menjanda. Bagaimana halnya dengan anak yang kehilangan kedua orang tuanya? Dengan kematian kedua orang tuanya, maka gugurlah masalah poligami.4 Ayat tersebut setelah Perang Uhud selesai (4 H/626 M). Ketika iut banyak ummat Islam berguguran dimedean perang dan dibebani oleh banyak anak yatim, janda, dan tawanan perang. Untuk memelihara mereka dari perbuatan yang tidak diinginkan, Allah SWT membolehkan untuk mengawini mereka. Tapi jika takut menelantarkan mereka dan tidak tidak sanggup memelihara anak yatim tersebut, maka Allah ,membolehkan mencari perempuan lain untuk dikawini sampai empat orang.5 Ahmad al-Wahidi an-Naisaburi menjelaskan tentang Asbabunnuzul ayat tersebut bahwa pada waktu itu ada seorang laki-laki yang punya anak yatim dan dia langsung sebagai walinya. Anak yatim itu punya beberapa harta dan kecantiakan. Harta dan kecantikan itu membuat walinya ingin menikahinya. Namun ia tidak mau memberikan mas kawin yang sama dengan yang diberikan kepada perempuan lain. Karena itu, dilarang mengawini wanita kecuali mau berlaku adil, jika mereka tidak mampu maka mereka menikah dengan wanita lain yang baik dan mereka senangi.6 4. Poligami dan Masalah Pembatasan Kebebasan Wanita a. Pendapat dari golongan anti poligami

Muhammad Sahrul, Metodologi Islam Kontenporer, (Jakarta: El saq Press, 2004), hlm, 426Ahmad Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoave, 1998), Ibid

427
5

hlm, 1187
6

Pada masa sekarang ini, mungkin pendapat yang pertama sekali menarik perhatian kita adalah pendapat dari golongan anti poligami, yang mengatakan bahwa melarang poligami adalah suatu keharusan untuk menerapkan kebebasan wanita. Mereka menilai bahwa poligami adalah sistem masyarakat primitif, yang kemudian meningkat dan menurun sejalan dengan meningkat dan menurunnya keadaan wanita. Membebaskan wanita dari poligami adalah suatu langkah untuk memajukan wanita itu, karena poligami itu sudah tidak sesuai lagi denagn zaman moderen, dimana wanita sudah memperoleh hak-haknya dengan sempurnah tanpa adanya suatu kekurangan. Sedang poligami itu adalah suatu sistem perkawinan yang menitik beratkan kesejahteraan laki-laki dengan mengorbankan kedudukan dan kemuliaan wanita. 7 Memperbolehkan poligami adalah suatu tindakan yang berarti meletakkan suatu hambatan dihadapan wanita, ditengah-tengah perjalannya menuju kemajuan masyarakat. Sebaliknya, melarang poligami berarti menghilangkan sebagian dari rintangan-rintangan yang memperlambat pergerakan wanita, dan merampas hakhaknya serta merendahkan kedudukannya. b. Pendapat yang membolehkan poligami pendukung poligami tidak melihat adanya hubungan antara poligami itu primitif atau modrennya masyarakat; karena kehidupan seorang laki-laki bersamasama dengan bebepara orang wanita, itu adalah kenyataan yang ada dikalangan masyarkat dalam semua negara dan sepanjang masa, baij denga nama poligami ataupun dengna nama teman-teman. Dan adalah suatu kesalahan, kalau poligami itu dihubungkan dengan masyarakat primitif disaat-saat banyaknya teman wanita dari seorang laki-laki merupakan suatu kenyataan didalam masyarakat yang modren. Poligami adalah suatu usaha untuk membimbing wanita untuk meningkat dari suasana kehidupan yang diliputi kegelisahan, kehinaan dan terlantar, menuju kehidupan berkeluarga yang mulia, dan keibuan yang mulia, dimana wanita
Abdul Nasir Taufiq al-Atthar, Pogami Ditinjau Dari segi Sosial dan Perundang-undanag, (jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm,11
7

merasakan kebahaiaan kesucian dan kemuliaan dibawah naungannya. Poligami merupakan salah satu penerapan dari kebebasan wanita, dan terlaksanaya apa yang dikehendakinya, kerana sebenarnaya laki-laki itu tidak berpolgami itu tanpa kemauan wanita.8 5. Polgami dan persamaan hak antara pria dan wanita. Kalau kita tidak berpegang dengan perasaan, dan berusaha untuk mengenyampingkan perasaan yang berlain-lainan dan perlombaan dintara manusia yang sejenis, dalam membahas masalah poligami itu, maka tidaklah berarti bahwa kita membuangkan masalah kebebasan wanita itu dari perhitungan pembahasan ini, karena masalah kebebasan wanita ini, sebahagian unsurnya ada yang tidak meruipakan masalah perasaan dan perlu dipelajari, diteliti, dan dibahas. Dalam batas-batas pembahasan ilmiah yang tidak disertai oleh keinginan dan tujuan tertentu, kita memprhatikan bahwa persamaan antara pria dan wanita dalam masalah perkawinan, tidaklah mesti merupakan persamaan yang mutlak. Kalau kita terjun melihat kenyataan, maka kita akan menemukan sunnatullah dialam ini, menetapkan bahwa peraturan perkawinan satu suami dan satu istri itu baik bagi masing-masing pria dan wanita, hanya saja ketentuan ilahi itu memperbedakan antara pria dan wanita. Wanita dijadikan tidak baik untuk peraturan banyak suami, tetapi pria itu baik untuk menerima peraturan banyak suami.hal ini jelas, karena rahim wanita berbekas dengan masuknya benih laki-laki kedalamnya terjadi secara perbuatan yang biasa, sedangkan laki-laki tidak mempunyai anggota yang seperti rahim itu, semenjak adanya makhluk dan tidak akan pernah ada anggota seperti itu. Sebagai sehingga konsekwensinya , tabiat wanita bertentangan dengan sistem poligami, karena dikhawatirkan bahwa janin terjadi dari janin yang bermacammacam tidak dapat penentuan tentang siapa yang bertanggungjawab, menurut masyarakat dan perundang-undangan dengan dasar kenyataan dan kebenarann; sedangkan tabiat lakilaki memungkinkan untuk mendatangi beberapa istri yang tidak mempunyai suami selain dia sendiri, janin yang akan terjadi berasal dari dirinya sendiri dan dia
8

Ibid, hlm, 12

sendirilah yang akan bertanggungjawab terhadap pemeliharaan anaknya nanti, baik menurut keadaan masyarakat, ataupun undang-undang dan jutga dibidang agama. Malahan lebih dari itu, bahwa tabiat wanita itu memang tidak sesuai dengan poligami sampai dengan wanita yang menikah beberapa kali dengan perkawinan yang sah, akan menyebabkan penyakit infekksi pada rahim, sedang wanita pelacur mudah kena penyakit syipilis. 6. Beristri Lebih Dari Empat Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fikih Sunnah bab 6 mengatakan seorang laki-laki haram memadu lebih dari empat orang perempuan, sebab empat itu sudah cukup, dan melebihi dari empat ini berarti mengingkari kebaikan dan yang disyariatkan oleh Allah bagi kemaslahat hidup manusia.9 Syafii berkata: telah ditunjukkan oleh sunnah Rasulullah sebagai penjelasan dari firman Allah, bahwa selain Rasulullah tidak ada seorang pun yang dibenarkan kawin lebih dari empat. Pendapat Syafii ini merupakan ijma para ulama kecuali yang diriwayatkan dari golongan Syiah yang membolehkan kawin dengan lebih dari empat orang istri, bahkan ada diantara mereka ini berpegang pada praktek Rasulullah saw, yentang memadu lebih banyak dari empat istri sampai sembilan istri seperti. Imam Qurthubi menolak pendapat ini, menurutnya disebutnya bilangan dua, tiga, empat, bukan menunjukkan dihalalkannya kawin dengan sembilan istri. Kata penghubung Wawu (dan) disitu artinya menunjukkan jumlah, dan dengan memperkuat alasannya bahwa Nabi kawin dengan sembilan istri dalam satu masa. 7. Sebab-Sebab Timbulnya Poligami Bagi golongan anti poligami mereka mengatakan tidak ada motif poligami, karena poligami hanya menuruti hawa nafsu saja dan merupakan cerminan budi pekerti yang tidak baik. Bagi pengikut poligami mengemukakan sebab-sebab yang banyak, diantaranya: a. kelemahan istri yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan hidup suami-istri, karena ia mandul, padahal tujuan pernikahan adalah mendapatkan keturunan.
9

Sayyid Sbiq, Fikih Sunnah,(Bandung: PT Al-maarif, 1980), hlm, 164

Atau perempuan itu mempunyai cacat jasmaniyah dan kadang-kadang kelemahannya timbul akibat penyakit kronis. b. Suami jatuh cinta pada lelaki lain. Kita melihat kebanyakan kaum pria lebih banyak beraktivitas diluar rumah bersama teman kerja wanita bahkan lebih sampai 6 jam setiap harinya terus menerus, padahal dia tidak sampai selama itu berada disamping istrinya kecuali pada saat tidur. c. Suami benci kepada istrinya, kebencian laki-laki kepada istrinya mungkin timbul karena tindak-tanduk yang tidak baik dari istrinya itu, dan justru tindaktanduk istrinya itu yang menyebabkan suaminya menikah lagi, bukan karena semata-mata benci. d. Istri yang telah diceraikan ingin kembali e. Hubugan kekeluargaan. Kadang-kadang wilayah poligami itu lebih luas lagi, suami ingin menikah lagi denga istri yang baru dengan maksud untuk memperkuat hubungan kekeluargaan. Suami menikah dengan seorang wanita yang masih familinya dengan suasana yang menampakka kebutuhan familinya itu untuk menikah dengan laki-laki yang masih famili.10 8. Syarat-Syarat Poligami Menurut UU No 1 Tahun 1974, tentang perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam yang berlaku di Indonesi pada padal 56 menentukan bahwa syarat bagi suami yang hendak melakukan poligami haruslah mendapat izin dari Pengadilan Agama. Poligami tanpa izin pengadilan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Pengadilan dapat memberi izin, apabila terdapat syarat alternatif: a. sang istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri b. istri mendapat cacat badan atau penyakkt yang tidak dapat disembuhkan c. istri tidak dapat melahirkan keturunan11 Selain itu, untuk melakukan poligami diperlukan syarat-syarat kumulatif yaitu:

10 11

Abdul Nasir, Op Cit, hlm, 25-35 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: 2000), hlm33

a.

adanya persetujuan dari istri, kecuali apabila istri atau istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian atau tidak ada kabar sekurang-kurangnya 2 tahun atau sekurangkurangnya atau sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari hakim

b.

adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.

9. Hikmah Poligami a. merupakan karunia Allah dan Rahmatnya kepada manusia b. karena Oislam sebagai agama kemanusiaan yang luhur mewajibkan kepada kaum mislimin untuk melaksanakan pembangunan dan menyamp[aikannya kepada seluruh manusia. Mereka tidak akan sanggup mengikuti tigas risalah pembangunan ini kecuali jika mereka mempunyai negara yang kuat yang semprnha segala peralaatnnya, berwibawa titahnya dan besar kekuasaannya. Hal-hal seperti ini tidaklah terlaksana dengan baik bila penduduk negeri tidak banyak. Dimana untuk tiap-tiap bidang kegiatan hidup manusia terdapat jumlah yang cukup bersar ahli-ahli yang menanganinya. Oleh karena itu dibituhkan sebuah keluarga yang besar, sedangkan jalan untuk mendapatkan jumlah yang besar tersebut hanyalah dengan adanya perkawinan yang elatif muda dan segilain dilakukkan poligami c. bahwa kesanggupan laki-laki untuk berketurunan lebih besar daripada perempuan, sebab laki-laki telah memilki persiapan kerja seksual sejak balig sampai tua, sedangkan perempuan dalam masa haid tidak memilikinya, dimana masa haid ini datang setiap bulan yang temponya terkadang sampai 10 hari, dan begitu pula selama masa nifas yang temponya terkadang sampai 40 hari ditambah lagi dengan masa hamil dan menyusui. Kesanggupan perempuan untuk beranak berakhir sekitar umur 45-50 tahun sedangkan dipihak laki-laki masih subur sampai dengan lebih dari 60 tahun. d. ada kalanya karena istri mandul atau menderita sakit yang tak ada harapan sembuhnya, padahal masih tetap berkeinginan untuk melanjutkan hidup suami

10

istri, pada suami ingin mempunyai anak-anak sehat lagi pintar dan seorang istri yang dapat mengurus keperluan-keperluan rumah tangganya. e. ada segolongan laki-laki yang mempunyai dorongan seksual besar yang merasa tidak puas dengan seorang istri saja, terutama sekali orang-orang daerah tropis. Karena itu, dari pada orang-orang ini hidup dengan perempuan yang rusak akhlaknya lebih baik diberikan jalan yang halal untuk memuskan tuntunan nafsunya. f. dengan adanya sistem pologami dan melaksanakan ketentuan poligamoi ini dalam Islam merupakan suatu karunia besar bagi kelestariannya, yang jauh dari perbuatan-perbuatan sosial yang kotor yang rendah dalam masyarakat yang mengakui poligami. Dalam masyarakat-masyarakat ytang melarang poligami dapat dilihat hal-hal sebagi berikut: 1) 2) 3) 4) 5) Tersebarnya kejahatan dan pelacuran sehinnga jumlah pelacur lebih banyak dari perempuan yang bersuami. Banyaknya anak-anak haram jadah Hubungan yang busuk ini mengakibatkan macam-macam penyakit badan, kegoncangan mental dan gangguan saraf Mengakibatkan kelemahan dan kelumpuhan mental Merusak hubungan yang sehat antara suami dan istrinya, menggangu kehidupan rimah tangga dan memutuskan tali ikatan kekeluargaan sehingga tidak lagi segala sesuatunya tidak lagi berharga dalam kehidupan suami istri. 6) Meragukan sahnya keturunan, sehingga suami tidak yakin bahwa anak-anak yang diasuh dan dididik adalah darah dagingnya.12

C. Penutup
12

Sayyid Sabiq, Op Cit, hlm, 179-187

11

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa azas perkawinan pada hakitkaynya menganut prinsip monogami yaitu sistem perkawinan antara satu orang istri dengan seorang suami saja. Namun pada kindisi lain seorang suamu beleh melakukan polgami karena ada hal-hal tertetu. Adapun syarat-syarat suami boleh berpoligami diatur dalam KHI Pasal 56 dan UU No 1 Tahun 1974 yaitu: a. mendapat izin dari pengadilan b. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri c. isteri terdapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan d. istri tidak dapat melairkan keturunan demikian pula seorang suami hendaklah berlaku adil terhadap istrinya baik nafkah lahir maupun nafkah batin. Jika ia tidak dapat berlaku adil maka hendak lah menikahi seorang perempuan saja (Q.S.4:3)

12

Anda mungkin juga menyukai