Anda di halaman 1dari 21

Based on application Skeletal traction Skin traction Adhesive Non adhesive

SKIN TRACTION Traction force is applied over a large area of skin Applied over limb just proximal to fracture site Coning effect

SKIN TRACTION Adhesive skin traction: Maximum weight 15 lb or 6.7 kg Non-adhesive skin traction Maximum weight should not exceed 10 lb or 4.5 kg thin and atrophic skin, skin sensitive to adhesive strapping,

SKIN TRACTION COMPLICATIONS Allergic reactions to adhesives. Excoriation of skin.

Pressure sores over bony prominences and tendoachillis. Common peroneal nerve palsy

1. Traksi kulit Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk traksi ektensi Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop. a. Traksi buck Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer & Bare,2001 ). Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995 ). Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut. Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis. Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit yang rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama beberapa hari. b. Traksi Russell Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu,

tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ). Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995). Walaupun traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan. Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan penting untuk patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul karena berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis. c. Traksi Dunlop Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. d. Traksi kulit Bryant Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.

Pengertian Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot. Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan ataugangguan pada tulang dan otot. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan dan mengimbolisasi fraktur; untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus di hilangkan. Efek traksi yang di pasang harus di evaluasi dengan sinar x dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarik yang diinginkan. Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang diinginkan pertama berkontraksi terhadap garistarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut di kenal dengan fektor gaya. Resultan gaya tarikan yang sebenarnya terletak diantara kedua garis tarikan tersebut. Keuntungan pemakaian traksi: 1. Menurunkan nyeri spasme 2. Mengoreksi dan mencegah deformitas 3. Mengimobilisasi sendi yang sakit Kerugian pemakaian traksi 1. Perawatan RS lebih lama 2. Mobilisasi terbatas 3. Penggunaan alat-alat lebih banyak. Beban Traksi 1. Dewasa = 5 7 Kg. 2. Anak = 1/13 x BB 2.2 Indikasi 1. Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia. 2. Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut. 3. Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi. 4. Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. 5. Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang dewasa. 6. Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda. 2.3 Tujuan Pemasangan Traksi 1) Untuk meminimalkan spasme otot.

2) Untuk mengurangi dan mempertahankan kesejajaran tubuh. 3) Untuk mengimobilisasi fraktur. 4) Untuk mengurangi deformitas. 5) Untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. 2.4 Klasifikasi Traksi a. Menurut jenisnya traksi, meliputi: 1. Traksi lurus atau langsung. Traksi ini memberi gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Contohnya, traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis. 2. Traksi suspensi seimbang. Traksi ini memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat tidur, sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputusnya gaya tarikan. b. Menurut cara pemasangannya traksi, sebagai berikut: 1. Traksi kulit adalah traksi yang dapat dilakukan pada kulit. Berat beban yang dipasang tidak boleh lebih dari 2-3 kg tetapi pada traksi pelvis umumnya 4,5-9 kg bergantung pada berat badan paisen. Traksi kulit, antara lain: a. Ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi kulit yang tarikan diberikan pada satu bidang jika hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Traksi ini digunakan untuk memberi rasa nyaman setelah cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelum dipasang traksi, kulit diinspeksi adanya abrasi dan gangguan peredaran darah. Kulit dan peredaran darah harus dalam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering sebelum boot spon atau pita traksi dipasang. Untuk memasang traksi Buck dengan pita, dipasang dulu spon karet, bantalan strap dengan permukaan spon menghadap ke kulit pada kedua sisi tungkai yang sakit. Satu lengkungan pita sepanjang 10-15 cm disisakan dibawah telapak kaki. Spreader harus dipasang di ujung distal pita untuk mencegah terjadinya tekanan sepanjang sisi kaki. Kedua maleolus dan fibula proksimal dilindungi dengan bantalan gips untuk mencegah terbentuknya ulkus akibat tekanan dan nekrosis tulang. Sementara salah satu orang meninggikan dan menyangga ekstremitas di bawah tumit dan lutut pasien, orang lain melilitkan balutan elastis dengan arah spiral di atas pita traksi, dimulai dari pergelangan kaki dan berakhir di tuberoses tibia. Balutan elastis dapat membantu pita melekat ke kulit dan mencegah meleset. Bantalan kulit domba dapat diletakkan di bawah tungkai untuk mengurangi gesekan tumit terhadap tempat tidur. Jika yang dipasang traksi Buck dengan boot spon, tumit pasien harus diletakkan tepat di tumit boot. Strip Velcro dipasang melingkar di tungkai dan tekanan yang berlebihan di atas maleolus dan fibula proksimal dapat dihindari. Pemberat dihubungkan ke tali melalui Spreader atau lapisan telapak kaki dan dilanjutkan melalui sebuah katrol yang dipasang di ujung tempat tidur. Pemberat di gantungkan pada tali itu. b. Traksi runssel dapat digunakan untuk praktur pada plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada pengganmtung dan member gaya tarikan horizontal melalui pita traksi dan balutan elastic ke tungkai bawah. Jika perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit. c. Traksi Dunlop adalah traksi pada ekstremitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. 2. Traksi skelet adalah traksi yang dilakukan langsung pada skelet/ tulang tubuh. Metoda traksi ini digunakan paling sering untuk menangani praktur femur, tibia, humerus, dan tulang leher. Traksi

dipasang langsung ke tulang menggunakan pin logam atau kawat (mis., tong Gadner, tong Wells) difiksasi di kepala untuk member traksi yang mengimobilisasi fraktur leher. Persiapan sangat berperan penting dalam menjalin kerja sama dengan pasien. Pada pemasangan traksi dapat digunakan anestesi, baik local maupun general. Traksi skelet dipasang secara asepsis seperti pada pembedahan. Tempat penusukan dipersiapkan dengan penggosok bedah seperti povidon-iodin. Anestesi local diberikan di tempat penusukan dan periosteum. Dibuat insisi kecil di kulit dan pin atau kawat steril dibor kedalam tulang. Pasien akan merasakan tekanan selama prosedur ini dan mungkin ada rasa tidak nyaman ketika periosteum ditusuk. Setelah pemasangan pin atau kawat dihubungkan dengan lengkungan traksi atau kapiler, ujung kawat dibungkus dengan gabus atau plester untuk mencegah cedera pada pasien. Pemberat dihubungkan dengan lengkungan pin atau kawat dengan sistem katrol Tali yang dapat meneruskan arah dan tarikan yang sesuai agar traksi efektif. Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek terapi. Pemberat yang dipasang harus dapat melawan daya pemendekan akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot relaks pemberat dapat dikurangi untuk mencegah dislokasi garis fraktur dan mencapai penyenbuhan fraktur. Bebat Thomas dengan pengait Pearson sering digunakan bersma-sama traksi skelet pada fraktur femur. 3. Traksi manual adalah traksi yang dapat dipasang dengan tangan. Ini merupakan traksi yang sementara yang dapat digunakan pada saat pemasangan gips, member perawatan kulit di bawah boot busa ekstensi Buck,atau saat menyesuaikan dan mengatur alat traksi. 2.5 Prinsip Traksi Efektif Pada pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi, yaitu gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. Umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mmnpu memberi kontraksi. Yang harus diperhatikan dalam hal pemasangan traksi ini, antara lain: 1. Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif. 2. Traksi harus bersinambungan atau tidak boleh putus agar reeduksi dan imobilisasi bteratur efektif, terutama traksi skelet 3. Pemberat tidak boleh diambil, kecuali jika traksi nuntuk tujuan intermiten. 4. Setiap factor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultan tarikan harus dihilangkan. a. Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang b. tali tidak boleh macet c. pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat yidur atau lantai d. simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur. 2.5 Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Foto polos servikal Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher. 2. CT Scan Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.

3. MRI Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur ini. 4. Elektrokardiografi Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi. 2.6 Prinsip Perawatan Traksi 1. Berikan tindakan kenyamanan (contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung) dan aktivitas terapeutik. 2. Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot. 3. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi. 4. Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat. 5. Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput. 6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar. 7. Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam. 8. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan 9. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema 2.7 Komplikasi a. Dekubitus Kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya. b. Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai resep. c. Konstipasi dan anoreksia. Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi

pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan. d. Stasis dan infeksi saluran kemih. Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini. e. Trombosi vena profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk evaluasi definitive dan terapi. 2.8 Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian fungsi sistem tubuh perlu dilakukan terus-menerus karena imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskuler. Masalah tersebut dapat berupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru, konstipasi, kehilangan nafsu makan, statis kemih, dan infeksi saluran kemih. Pengkajian psikologis perlu dilakukan karena pasien takut peralatannya dan cara pemasangannya. Pasien sering menunjukkan kebingungan, disorientasi, dan depresi karena pasien terimobilisasi dalam waktu yang cukup lama. Pengkajian dilakukan apada bagian tubuh yang ditraksi meliputi status neurovaskular (mis., warna, suhu, pengisian kapiler, edema, denyut nadi, perabaan, kemampuan bergerak) yang dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Selain itu, kaji adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, pembengkakan, atau tanda homan positif (ketidaknyamanan pada betis ketika didorsofleksi dengan kuat) karena merupakan tanda trombosis vena profunda. b. Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada pasien ditraksi, yaitu: 1. Risiko tinggi perubahan integritas kulit yang berhubungan dengan pemasangan traksi. 2. Risiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan pemasangan pin pada tulang melalui permukaan kulit. 3. Kurang pengetahuan mengenai program terapi. 4. Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi. 5. Nyeri yang berhubungan dengan traksi dan imobilisasi. 6. Kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toileting yang berhubungan dengan traksi 7. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan traksi. 8. Risiko tinggi gangguan pola eliminasi defekasi, yaitu konstipasi c. Intervensi dan Implementasi Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditemukan, seperti yang digambarkan pada tabel hlm. 40-45. d. Evaluasi

1. 2. 3. a. b. 4. a. b. c. 5. a. b. 6. 7. 8.

Hasil yang diharapkan setelah dilaksanakan intervensi keperawatan: Menunjukan tidak ada tanda iritasi kulit, ekstremitas warna normal, dan hangat, tidak bengkak, dan nadi teraba. Menunjukan tidak terdapat tanda infeksi: suhu dibawah 37oC, jumlah sel darah putih 500010.000/mm3, tidak ada nyeri pada luka, tidak ada tanda kemerahan dan drainase pada sisi pin. Menunjukkan pemahaman tentang program traksi: Menjelaskan tujuan traksi Berpartisipasi dalam rencana perawatan Memperlihatkan berkurangnya ansietas: Tampak relaks Menggunakan mekanisme koping efektif Mengekspresikan keprihatinan dan perasaannya Menyebutkan peningkatan kenyamanan: Kadang-kadang meminta analgesia oral Mengubah posisi sendiri sesering mungkin Melakukan aktivitas perawatan diri, memerlukan sedikit bantuan pada saat memenuhi kebutuhan sehari-hari. Menunjukan mobilitas yang meningkat, melakukan latihan yang dianjurkan Pola eliminasi defekasi teratur, dan perut lemas.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus di hilangkan.

Efek traksi yang di pasang harus di evaluasi dengan sinar x dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarik yang diinginkan. 3.2 Saran Penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa keperawatan agar dapat memahami konsep penyakit traksi maupun penatalaksanaanya baik medis maupun dari sisi perawatannya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan kualitas perawat di indonesia dalam menangani berbagai kasus penyakit dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga tercapainya visi indonesia sehat 2015.

Pendahuluan Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. TRAKSI Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasim atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mmpercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama dari traksi : traksi skeletal dan traksi kulit, dimana didalamnya terdapat sejumlah penanganan. Prinsip Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi didasari pada hokum ketiga (Footner, 1992 and Dave, 1995). Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi manual, penggunaan talim splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire, dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal (Taylor, 1987 and Osmond, 1999). Penggunaan traksi telah dimulai 3000 tahun yang lalu. Suku Aztec dan mesir menggunakan traksi manual dan membuat splint dari cabang pohon (Styrcula, 1994 a and Osmond, 1990) dan Hippocrates (350 BC) menulis tentang traksi manual dan tahanan ekstensi dan ekstensi yang berlawanan (Styrcula, 1994 a: 71). Pada tahun 1340 ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac menulis tentang traksi isotonic dengan berat yang ditahan pada kaki tempat tidur pasien, tetapi akibat pertimbangan praktek hal ini dilakukan hingga tahun 1829 ketika traksi berkesinambungan diaplikasikan secara luas (Peltier, 1968: 1603). Sekitar tahun 1848 Josiah Crosby seorang klinisi amerika merupakan orang yang pertama mempromosikan dan menunjukkan traksi kulit yang lebih efektif tidak hanya sebagai terapi dari fraktur melainkan juga untuk menanani deformitas panggul (Peltier, 1968: 1609). Hal ini meripakan aplikasi yang membuat perhatian Gurdon Buck yang pada tahun 1861 melalui pengetahuannya terhadap kerja Crosby mempunyai traksi kulit yang dinamakan nama dirinya sendiri. Hal ini tidak dilakukan hingga pada tahun 1921 seorang ahli bedah Australia Hamilton Russel meluaskan konsep traksi Buck dengan menggunakan doktrin Potts (1780) bahwa fraktur tungkai harus ditempatkan pada posisi pada otot yang relaksm dinamakan fleksi panggul dan lutut, dengan mengembangkan traksi Hamilton Russel (Peltier, 1968: 1612). 26 tahun sebelumnya, pada bulan desember 1895, seorang professor German bernama Rntgen mempublikasikan observasinya dengan tipe baru

X-Ray dimana dimulai era baru dalam penelitian fraktur (Peltier, 1968:1613). Dengan menggunakan X-Ray untuk menilai terapi fraktur, dunia ortopedi berhadapan dengan kenyataan dimana terapi traksi Buck tidak memuaskan 100% pada semua kasus dan tahun 1907 Fritz Steinmann secara sukses mengembangkan traksi skeletal dengan menggunakan pin yang dimasukkan kedalam kondylus femur. (Peltier, 1968: 1615). Traksi telah menjadi sebuah ketetapan dalam management ortopedi hingga 1940 ketika fiksasi internal menggunakan nail, pin dan plate menjadi praktek yang sering. Pengembangan ini berpasangan dengan kurangnya pembedahan fraktur dengan kebutuhan ekonomi untuk perawatan rumah sakit yang lebih Penggunaan Traksi telah didokumentasikan melalui banyak literature : traksi digunakan untuk mempromosikan istirahat/imobilisasi, dimana membuat keurusan tulang dan jaringan lunak menyembuh (Taylor, 1987; Dave 1995 and Redemann, 2002). Hal ini menolong untuk mengistirahatkan inflamasi yang ada dan mengurangi nyeri (Taylor, 1987; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Osmond (1999) Menyatakan bahwa hal ini mengurangi subluksasi atau dislokasi dari sendi dan Styrcula (1994a) serta Rosen, Chen, Hiebert dan Koval (2001) memberikan kredit dalam penggunaan traksi dengan reduksi tahanan yang dibutuhkan ketika melakukanreduksi fraktur selama pembedahan. Akhirnya, traksi juga dikatakan untuk membantu pergerakan dan latihan (Dave, 1995 and Redemann, 2002). Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga tahanan yang dikenal sebagai kontertraksi, dorongan pada arah yang berlawanan, diperlukan untuk keefektifan traksi, kontertraksi mencegah pasien dari jatuh dalam arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat saja. Ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana menggunakan Kontertraksi dalam dua cara yang berbeda. Yang pertama dikenal dengan traksi keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Disini traksi diaplikasikan melalui kulit pasien atau dnegan metode skeletal. Berat dan katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk menyediakan kontertraksinya (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Traksi Buck akan menjadi contoh dari ha ini. Yang kedua dinamakan traksi fixed dan kontertraksi dimasukkan diantaran 2 point cocok yang tidak membutuhkan berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontertraksi. Splibt Thomas merupakan contoh dari system traksi ini. (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Komponen Mekanis dari system traksi, katrol (pulley), tahanan vector dan friksi, terkait dengan beberapa factor : cara dimana kontertraksi diaplikasikan dan sudut, arah, serta jumlah tahanan traksi yang diaplikasikan (Taylor, 1987: 3). Sudut dan arah dorongan traksi bergantung pada posisi katrol dan jumlah efek katrol sama dengan jumlah dorongan yang diaplikasikan. Ketika dua katrol segaris pada berat traksi yang sama maka disebut dengan block and tackle effect hamper menggandakan jumlah dari tahanan dorongan. Tahanan vector diciptakan dengan mengaplikasikan tahanan traksi pada dua yang berebda tetapi tidak berlawanan terhadap sisi tubuh yang sama. Hasil ini menghasilkan tahanan ganda untuk dorongan traksi yang actual. (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a).

Friksi selalu ada dalam setiap system traksi. Friksi memberikan resistansi terhadap dorongan traksi mala mengurangi tahanan traksi. Hal ini diperlukan untuk meminimalisir kapanpun dan bagaimanapun kemungkinan nantinya. (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994a). Kita dapat mnggunakan traksi : (1) untuk mendorong tulang fraktur kedalam tempat memulai, atau (2) untuk menjaga mereka immobile sedang hingga mereka bersatu, atau, (3) untuk melakukan kedua hal tersebut, satunya diikuti dengan yang lain. Untuk mengaplikasikan traksi dengan sempurna, kita harus menemukan jalan untuk mendapatkan tulang pasien yang fraktur dengan aman, untuk beberapa minggu jika diperlukan. Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut : (1) memberi pengikat ke kulit (traksi kulit). (2) dapat menggunakan Steinmann pin, a Denham pin, atau Kirschner wire melalui tulangnya (traksi tulang). Tali kemudian digunakan untuk mengikat pengikatnya, pin atau wire, ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan dengan berat. Berat tersebut dapat mendorong pasien keluar dari tempat tidurnya, sehingga kita biasanya membutuhkan traksi yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari tempat tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari traksi adalah memperbolehkan pasien untuk melatih ototnya dan menggerakkan sedinya, jadi pastikan bahwa pasien melakukan hal ini. Traksi membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur, tetapi hal ini dapat dengan mudah datur dengan asisten. Traksi kebanyakan berguna pada kaki. Dilengan hal ini masih kurang nyaman, tidak meyakinkan, sulit untuk dijaga, dan frustasi untuk pasien. Untuk kesemua alasan ini, traksi lengan hanya digunakan dalam keadaan pengecualian yang lebih jauh. Mengelaborasikan Jenis dari traksi, seperti Hamilton dan Russel untuk kaki, membutuhkan peralatan yang tidak semuanya punya. Jadi, hanya dibahas alat-alat sederhana yang digunakan dimakalah ini. Klasifikasi Traksi didasari pada penahan tubuh yang dicapai : 1. Traksi Manual menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan terhadap seseorang di bagian tubuh yang terkena melalui tangan mereka. Dorongan ini harus constant dan gentle. Traksi manual digunakan untuk mengurangi fraktur sederhana sebelum aplikasi plesrer atau selama pembedahan. Hal ini juga digunakan selama pemasangan traksi dan jika ada kebutuhan secara temporal melepaskan berat traksi (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). 2. Traksi Sekeletal menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung ke sekeleton melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam tulang (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a dan Osmond, 1999). Untuk melakukan ini berat yang besar dapat digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi jangka panjang (Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). 3. Akhirnya traksi kulit menunjukkan dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh yang terkena melalui jaringan lunak (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Hal ini bisa dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan non adhesive kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Dikarenakan traksi kulit diaplikasikan kekulit kurang aman, batasi kekuatan tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi (3-4 kg) (Taylor, 1987; Osmond, 1999 dan Redemann, 2002). Traksi kulit digunakan untuk periode yang pendek dan lebih sering untuk manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi serta untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Dave, 1995). Traksi Kulit versus Traksi Tulang

Kulit hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika lebih dari ini tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi, traksi tulang mungkin diperlukan. Hindari traksi tulang pada anak-anak- plate pertumbuhan dapat dengan mudah hancur dengan pin tulang. Indikasi untuk traksi kulit Anak-anak Traksi temporer- hanya untuk beberapa hari, missal pre operasi Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5kg Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut Indikasi Traksi Skeletal Orang dewasa membutuhkan > 5kg traksi Kerusakan kulit membutuhkan dressings Jangka panjang Counter Traction Setiap tahanan diperlukan tahanan yang berlawanan. Jika traksi mendorong tungkai kedistal pasien akan meluncur turun melalui katrol, dan traksi tidak akan menjadi efektif. Berikan tahanan yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari kasur pada blok tertentu. Dengan merubah tempat tidur pada arah berlainan tendensi untuk meluncur akan ditahan. Pada traksi servikal sisi depan dari tempat tidur harus ditinggikan, dan dengan traksi Dunlop sisi tempat tidur dekat dengan luka membutuhkan elevasi. Sistem Katrol Multiple Dalam banyak keadaan katrol yang multioel digunakan, sehingga mengurangi berat amatlah diperlukan. Katrol multiple seringkali digunakan pada traksi pelvis dimana tahanan tinggi (biasanya lebih dari 40 kg) dapat diperlukan. Jika triple dan dobel blok dgunakan dalam gambar hanya 405 atau 8 kg, dibutuhkan untuk dapat mencapai 40 kg. Penaikturun katrol diperlukan. Traksi Kulit Ekstremitas Bawah Traksi kulit Bucks paling sering digunakan pada tungkai bawah untuk fraktur femur, nyeri belakang, fraktur acetabulum dan pinggang. Traksi kulit jarangkali mengurangi fraktur, tetapi mengurangi nyeri dan menjaga panjangnya fraktur. Bucks Traction: Traksi Buck adalah traksi kulit seimbang dengan menggunakan dorongan pada satu tempat terhadap ekstremitas bawah melalui perluasan kulit (Taylor, 1987; Styrcula, 1994; Osmond, 1999 and Redemann, 2002). Dinamakan setelah Gurdon Buck yang pada tahun 1861 mempublikasikan pengalamannya dengan trapi untuk dua puluh satu kasus dari fraktur (Peltier, 1968: 1610). Traksi Buck digunakan sebagai pengukuran jangka pendek dengan tahanan traksi yang dibutuhhkan untuk imobilisasi fraktur panggul sebelum pembedahan dan mengurangi spasme otot (Styrcula, 1994d and Redemann, 2002). Hal ini juga bisa digunakan untuk dislokasi panggul, kontraktur panggul dan lutut, fraktur tidak berpindah asetabulum dan nyeri pinggang bawah bilateral (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994d) meskipun penggunaannya jarang terlihat pada akhir-akhir ini . Pasien diposisikan dalam posisi supine dengan kaki lurus pada posisi alami,

dimana melalaikan abduksi (Taylor, 1987 and Styrcula, 1994d). Pembungkus kemudian diaplikasikan dan tahanan traksi digunakan segaris dengan panjang aksis kaki melalui tali yang diikat di kaki dari perluasan melewati katrol pada akhir tempat tidur yang dihubungkan dengan pemberat (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d and Osmond, 1999). Katrol tidak mempunyai efek pada tahanan t=fraksi tetapi bertindak untuk merubah arah dorongan untuk bekerja dengan gravitasi (Taylor, 1987 and Osmond, 1999). Kontertraksi dicapai dengan mengelevasikan kaki dari tempat tidur pada ketinggian tertentu untuk mencegah pasien terjatuh dar tempat tidur. Untuk mengoptimalisasi kenyamanan pasien adalah hal yang penting untuk mempunyai keseimbangan antara tahanan traksi dengan tahanan kontertraksi. Jika tempat tidur butuh untuk dielevasikan terlalu tinggi untuk mencegah pasien terdorong dari tempat tidur maka pemberat dapat terlalu berat dan perlu untuk ditinjau ulang (Dave, 1995 and Osmond, 1999). Hari ini Traksi Buck digunakan kebanyakan pada orang tua (Styrcula, 1994d: 61) dan kontroversinya timbul melebihi kefektifitasannya. Metode Kulit dipersiapkan dan dicukur- harus sampai kering. Balsem Friar dapat digunakan untuk meningkatkan adhesi. Pengikat yang tersedia secara komersil diaplikasikan kekulit dan luka dengan lapisan yang overlap. Perban harus tidak melebihi diatas tingg fraktur. Bahaya Traksi Kulit Distal Oedema Kerusakan vaskular Peroneal nerve palsy Nekrosis kulit melalui tulang-tulang prominen Hindari timbulnya komplikasi dalam keinginan untuk mencoba meningkatkan adhesi dengan mengikat perban lebih ketat Perfusi Jaringan yang Berubah, Bahaya untuk deep vein thrombosis (DVT) atau pulmonary embolism (PE) merupakan masalah yang sering is (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d; Osmond, 1999; Rosen et al, 2001 dan Redemann, 2002). Pernafasan yang dalam dan latihan pompa siku sama halnya dengan penggunaan stocking dan terapi antikoagulan merupakan cara untuk mencegah hal ini terjadi (Taylor, 1987; Styrcula, 1994d; Rosen et al, 2001 and Redemann, 2002). Calves harus diinspeksi untuk kekakuan, hangat yang tidak biasa, dan kemerahan (Carroll, 1993 and Bright and Gorgi, 1994) dan setiap tanda dispnea dan tachypnea dapat mengindikasikan (Smeltzer and Bare, 1996 and Turpie, Chin and Gregory, 2002). Ada juga akan resiko tinggginya disfungsi perifer seperti sindrom kompartemen atau paralisis saraf. Periksa neurovascular dan penilaian gerakan harus dilakukan sebelum mengaplikasikan traksi kemudian setiap jam selama 24 jam pertama dan jika baik dilakukan 4 jam sekali (Taylor, 1987; Styrcula, 1994b and Kunkler, 1999). Meskipun traksi dikatakan untuk mengurangi nyeri danspasme otot hal in dapat menjadi tidak cukup dan management nyeri untuk itu merupakan bagian penting dalam perawatan. Nyeri dapat dinilai dengan menggunakan skala 1-10 (McCaffery and Pasero, 2001 and Redemann, 2002) dan pasien harus diminta untuk mengambil analgetik sebelum nyeri menjadi lebih parah. Edukasi untuk mencegah ketakutan dan resiko konstipasi sebaiknya juga dilakukan (Redemann,

2002:316). Sama dengan pasien yang imobilisasi ada tingginya resiko untuk konstipasi tidak hanya menghasilkan imobilitas tetapi juga kombinasinya dengan ambilan analgetik dan untuk pasien traksi terutama tantangan dalam nyeri, ditambah dengan malunya mereka untuk membuka ususnya ditempat tidur (Taylor, 1987; Winney, 1998 and Redemann, 2002). Penggunaan dari alat fraktur, privasi, ambilan cairan yang tinggi, teratur dalam diet dapat menolong eliminasi untuk mencapai usus yang normal (Winney, 1998 and Redemann, 2002). Pertukaran gas yang terganggu merupakan kesulitan pada pasien dengan traksi pada resiko masalah respirasi. Posisi rekumben atai semirecumbent pasien ini diyakinkan untuk tidak diijinkan bergerak penuh pada diafragmanya yang bisa menyebabkan tidal kecul dan volume residu yang besar(Redemann, 2002:317). Untuk mencegah masalah in elevasi reposisi yang sering dari kepala tempat tidur kapanpun memungkinkan dikombinasikan dengan batuk dan latihan nafas yang dalam dan penggunaan spirometer kesemuanya dapat membantu untuk menjaga pertukaran gas yang adekuat. (Smeltzer and Bare, 1996 and Redemann, 2002). Tingginya resiko untuk terluka terutama relevansinya pada pasien traksi sebagai management yang tidak benar dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang harus dipertimbangkan (Taylor, 1987 and Redemann, 2002). Traksi harus diperiksa melalui perbagian untuk menjamin tidak ada yang dapat membahayakan pasien, garis dorongan dijaga, semua clamps ketat dan tidak ada tali yang rapuh atau knot yang tidak aman. Tali musti dibebaskan melalui katrol, gars traksi harus dijaga setiap saat. Baik pemberat ataupun tali harus disentuh oleh kasur. Bantal tidak ditaruh dibawah kaki yang sakit dan ketika menggerakkan pasien pemberat tidak boleh dipindahkan. Ketika melakukan perluasan sekali traksi manual harus diaplikasikan. Traksi Gallows Traksi ini digunakan pada bayi dan anak-anak dengan fraktur femur . Indikasi Traksi Gallows Berat anak-anak harus kurang dari 12 kg Fraktur femur Kulit harus intak Kedua dari femur yang fraktur dan yang baik ditempatkan dalam traksi kulit dan bayi ditahan dari sudut yang istimewa. Compromise vascular merupakan bahaya terbesar. Periksa sirkulasi dua kali sehari. Pantatnya harus diangkat jangan mengenai tempat tidur Fraktur Femur Pada Anak yang lebih Besar Anak lebih besar dengan fraktur femur dapat ditangani dengan traksi kulit dengan splint tHomas. Tidak seperti orang dewasa lutut harus dijaga lurus pada splint Thomas. Cincin dari splint Thomas harus membuat pembersihan dua jari pada semua sisi- dicoba pada kaki yang sehat untuk dicocokkan sebelum diaplikasikan. Pengikatan kulit diaplikaskan dan splint Thomas dipasangkan. Tali dari pengikat di ikat hingga akhir dar splint tHomas. Yang paking kuar melewat jarak splint Thomas dan bagian dalam melaluinya. Hal ini merotasikan kaki secara internal. Tungkai diistirahatkan pada tiga strip falnnerl untuk menjaga keamanan pin. Sling Master merupakan strip flannel yang diarahkan kedistal fraktur. Slng ini bisa ditambahkan sehingga garis akhir fraktur pada ruang vertical. Traksi longitudinal membuthkan tambahan setiap haru pada minggu pertama. Simpul dari akhir splint Thomas dilonggarkan. Kualitas reduksi dikonfirmasikan dengan X ray.

Splint Thomas ditahan dari Frame Balkan. Frame ini ditempelkan ke tempat tidur. Tungkai dengan splint Thomas ditahan dari puncak dengan maksut berat berlawanan. Traksi longitudinal menggunakan tekanan pada sudut dan berat yang lebih jauh ditempatkan melalui katrol dari frame Balkan. Hal ini segaris dengan panjang aksis tungkai di kaki dari tempat tidur. Perlawanan ini bertindak sebagai tahanan reaktif dari sudut yang digenerasikan oleh traksi kulit. Fraktur Femur Pada Orang Dewasa Hal ini membutuhkan pin skeletal. Pada beberapa rumah sakit, pn Denham merupakan pin yang paling sering digunakan, Ia mempunyai porsi tengah ulir yang dijaganya pada tibia. Untuk fraktur femur pin Denham melalui tibia proksimal, Selalu memasukkan dari lateral ke medial pada tibia proksimal, sebagaimana saraf peroneal tidak terkenda dan tempat keluarnya tidak bisa diprediksikan. Pada beberapa keadaan femur distal, atau bahkan kalkaneus dapat digunakan. Splint tHomas, (periksa apakah cocok dengan mencoba pada kaki yang sehat) diaplikasikan. Tiga sling flannel diamankan dengan keamanan pin dibawah paha. Satu dari splint master dibawah fraktur. Tekanan yang benar pada sling ini akan menggarisi fraktur pada sisi lateral. Lutut dapat difleksikan dengan menggunakan splint fleksi Pearson yang ditempelkan ke splint Thomas pada daerah lutut. Fleksi lutut yang diinginkan dapat dijaga dengan tali pada akhirnya dibawa dari splint tHimas ke Perlengketan Pearson. Tali dari pin Denham apakah harus diikat secara distal ke splnt tHomas (traksi statis) atau mereka dapat dinaikkan melalui katrol pada akhir dari frame Balkan (traksi dinamis). Pada semua kasus diawali dengan 7 kg (atau 10% berat badan) pada panjang aksis femur. Hal ini melawan trakian dari otot paha. Sebagaimana halnya dnegan anakanak, traksi dbuat seimbang dengan sisitem katrol pada tungkai horizontal frma Balkan untuk membuat pasien dapat menggerakkan tungkainya. Garis Splint Thomas Splint Thomas harus digariskan dengan menitikkan pada frma belakn searah dengan fragmen proksimal. Perpndahan-Fraktur Femur Proksimal Prox. Femur Flexion Prox. Femur Abduction Frame Garis Flexion & Abduction Fraktur mid shaft dijaga tetap relative sebagaimana otot proksimal dan distalnya seimbang Perpindahan Fraktur Femur Distal Angulasi Posterior dorongan dari gastrocnimeus Sousi fleksi lutut sejauh mungkin Block Tempat Tidur (bed block) Bed Blocks harus ditempatkan dibawah kaki dengan semua tipe traksi diatas. Meninggikan kaki dari tempat tidur beberapa sentimeter memberikan tahanan counter untuk mencegah pasien terdorong secara distal dari tempat tidur oleh traksi longitudinal. Traksi Servikal Halter Traction Traksi halter digunakan untuk traksi servikal jangka pendek. Penggunaannya meliputi cedera

leher minor tanpa kejelasan adanya fraktur contoh spasme otot leher, terapi conservative dari lesi di diskus servikal. Anak dengan fraktur servikal juga dapat ditangani dtanpa pin skeletal sebagaimana tulang mereka terlalu rapuh terhadap pin. . Masalah dengan Traksi Halter Tidak nyaman Nyeri di Tempero-mandibular Kontraoindikasi pada fraktur mandibula Sulit untuk mengontrol fleksi dan ekstensi Fleksi Extensi X Ray Cervical Jika pasien mempunyai x-ray cervical yang normal, tetapi mempunyai spasme otot leher, gambaran fleksi ekstensi dapat diperlukan untuk menyingkirkan instabilitas yang serius dari tulang servikal. Traksi Halter merupakan cara yang baik untuk meredakan spasme sebelum XRay dapat dilakukan. Pasien yang dimasukkan dan ditempatkan dalam traksi Halter hingga leher bebas dari spasme otot. Pasien harus tidak mempunyai rasa nyeri ketika leher difelksikan ataupun diekstensikan. Jika gejala neurologis seperti paraesthesia timbul maka X-Ray tidak perlu dilakukan. Traksi Skeletal Pada cedera servikal yang lebih serius, penjepit tulang kepala seperti caliper Cones diinndikasikan. Indikasi termasuk terapi konservatif dari fraktur servik dan dislokasi. Aplikasi Caliper Cones Cukur rambut dibawah area telinga Anastesi Lokal Hindari Masseter Hindari arteri temporal Insisi kecil dibawah telinga segars dengan meatus auditorius Kaitkan pada pin hingga perforasi dari tulang luarl Ikat pada tali Arah dan Berat Tahanan 2.5 kg untuk kepala dan 12 kg untuk setiap vertebra Arah netral segars dengan meatus auditorius Diperlukan Fleksi tinggikan katrol Dperlukan Ekstensi gunakan matras dobel yang berakhir pada bahu Komplikasi dari Traksi Cervical Perdarahan arteri temporalis Tekanan sangat sakit pada tulang Sepsis dari kulit ke abses subdural Perburukan status neurologis Mata juling dari jatuhnya nervus kranialis ke 6

Kontraindikasi Penjepit tulang kepala Anak-anak Sepsis Lokal Fraktur tulang kepala Metode dobel matras merupakan cara yang efektif untuk memperluas leher. Jangan pernah menempatkan katrol kepala terlalu rendah sebagaimana tekanan dapat dihasilkan pada occciput, terutama pada pasien yang tdiak sadar. Reduksi dari Dislokasi Facet Traksi skeletal terhadap tulang tengkorak dapat digunakan untuk mengurangi dislokasi faset servikal. Berat biasanya ditambahkan secara serial sementara leher diposisikan fleksi. Setelah setiap penambahan 2,5 kg berat, X-Ray lateral diambil untuk membedakan reduksinya. Dokter yang ada harus memeriksa tanda neurologis. Jika ada perubahan neurologis, berat tersebut dpindahkan hingga 20 kg. Traksi dapat digunakan dalam hal ini hanya untuk beberapa jam. Setelah reduksi, leher dalam keadaan ekstensi dan berat maintenance kemudian digunakan. Metode Traksi Lain Traksi Dunlop Penggunaan utama dari Traksi Dunlop adalah untuk maintenance reduksi fraktur supracondylus humerus pada anak. Traksi Dunlop Fraktur supracondylar pada anak Membuat Siku bengkak menjadi tenang kembali Dikontraindikasikan [ada fraktur terbuka dan defek kulit. Traksi kulit ditempatkan pada lengan bawah dan frame khusus digunakan pada sisi tempat tidur. Traksi ditempatkan disepanjang aksis lengan bawah sebagaimana sudut kanan dari humerus dengan sling ditempatkan disekitar lengan atas. Bed blocks dibutuhkan untuk sisi lateral (fraktur ditinggikan) dari tempat tidur. Jika fraktur supracondylar tidak dapat dikurangi hingga dibawah 90 derajat fleksi siku, metode traksi in merupakan alternative terhadap metode invasive seperti percutaneous K-wires. Hal ini membuat pembengkakan sisi sebelahnya. Jangan bergantung pada metode ini untuk mengurangi fraktur supracondylar, sebuah manipulasi bagaimanapun tetap akan diperlukan Traksi Pelvis untuk Nyeri Pinggang Pad skiatik dan penyembuhan pinggang lain dari nyeri dapat dicapai dengan maksud traksi pelvis. Traksi diaplikasikan ke pengikat pelvis dengan berat melebihi akhir tempat tidur. Dengan maksud bantal dibawah lutut, pinggul difleksikan mendekati sudut 90 derajat, sebagaimana halnya dengan lutut. Hal ini memperpendek nervus skiatika dan meredakan nyeri. Traksi Asetabulum Pada terapi konservatif dari fraktur acetabulum, traksi longitudinal pada panjang aksis tungkai seringkali digunakan. Sebagai tambahan dari kepala femur dapat mempengaruhi acetabulum (dislokasi fraktur sentral) dengan maksud manipulasi dibawah anastesi. Reduksi ini dapat dijaga dengan membuat traksi lateral dari pin yang ditempatkan pada wilayah intertrochanter.

DAFTAR PUSTAKA 1) Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.2005 2) Djoko Simbardjo. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah FKUI. 3) Dandy DJ. Essential Orthopaedics and Trauma. Edinburg, London, Melborue, New York: Churchill Livingstone, 1989. 4) Salter/ Textbook of Disorders and injuries of the Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore/London: Willians & Wilkins, 1983. 5) Rosenthal RE. Fracture and Dislocation of the Lower Extremity. In: Early Care of the Injured Patient, ed IV. Toronto, Philadelphia: B.C. Decker, 1990

Anda mungkin juga menyukai