Anda di halaman 1dari 3

Judul : Segara Muncar Sinopsis Dari Azali telah ditetapkan perjodohan antara jasad dan roh, antara bumi

dan langit antara satu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Lalu ternukillah kisah kehidupan. Segara Muncar adalah kisah malam pengantin antara Jaladri dengan Giri yang melahirkan anak-anak sang bunda Dewi Anjani di kaki Gunung Rinjani. SUSUNAN ADEGAN: 1. Adegan kehidupan masyarakat Sasak kekinian. 2. Doyan Nada, Taneng Moter dan Sigar Penjalin baru saja membakar raksasa. Doyan Nada masuk ke dalam goa tempat dimana tiga putri disembunyikan raksasa. 3. Doyan Nada keluar dari goa membawa tiga putri, Tameng Moter dan Sigar Penjalin terkesima melihat kecantikan ketiga putri. Doyan Nada mempersilahkan dua saudaranya untuk memilih pasangan yang cocok sesuai keinginannya. 4. Adegan prosesi perkawinan dan percintaan Doyan Nada berpasangan dengan putri Majapahit, Tameng Moter dengan putri Mataram, Sigar Penjalin dengan putri Madura. 5. Muncul nahkoda yang tertarik dengan kecantikan ketiga putri dan bermaksud untuk menukar dengan harta benda yang dibawanya. Terjadilah pertempuran antara Doyan Nada dengan nahkoda. Nahkoda dapat dikalahkan dan berserah diri menjadi sahabat Doyan Nada. 6. Kepergian Doyan Nada untuk kembali ke Ibu dan menanggalkan segala atribut keduniawiannya. PENGANTAR PERTUNJUKAN Temelak Mangan Atawa Doyan Nada yang tetap lestari Cerita sebagai produk budaya tradisi bangsa pun tak kalah melimpahnya dan tersebar di berbagai pelosok etnik di nusantara. Dan, diantara sekian banyak wilayah etnik yang mengakar kuat penyangganya adalah dari produk budaya tradisi Sasak. Dari kekayaan cerita tradisi Sasak itu ada yang termasuk ke dalam hikayat, pepaosan, legenda, cerita rakyat dan wayang Menak. Kondisi cerita ini tidaklah hanya hidup dan tumbuh secara mandiri sebagai bentuk tulisan (Lontar dan kitab) dan dalam komunikasi secara lisan semata, namun terbukti pula hidup dan berkembang sebagai seni pertunjukan seperti: teater tradisional (Cupak Gurantang, Amaq Abir, Amaq Darmi, Komidi Rudat) teater tutur Cepung, Hikayat, Pepaosan Wayang Sasak dan pertunjukan tari. Tidak sedikit cerita tradisi yang tersebar seperti: Jatiswara, Tapel Adam, Mandalika, Dewi Anjani, atau cerita dalam Wayang Menak menarik untuk diangkat dan dikemas kembali dalam bentuk baru sebagai upaya transformasi nilai agar potensi itu tetap lestari dan tidak aus oleh tuntutan zaman. Jika kita telusuri cerita sebagai produk tradisi, terlebih cerita Temelak Mangan Atawa Doyan Nada ternyata belum tumbuh dan berkembang di kalangan seni pertunjukan tari untuk mengangkat dan menstandarisasi gerak-gerak tari yang bersumber dari pewayangan, padahal kita punya wayang wong Sasak yang notabene dominan gerak-gerak tarinya. Hal ini tentunya diperlukan penelusuran mulai dari pengertian sampai pada peranan yang ada di dalamnya. Selain butuh waktu dan kerja keras para koreografer untuk mewujudkannya. Kembali ke Lampan Lahat, Lakon yang biasa dipentaskan semalam suntuk dalam pewayangan Sasak diadaptasi kembali oleh Agus Fn menjadi lima lembar kertas kuarto yang durasi pementasan tidak kurang dari 30 menit. Lampan Lahat merupakan lakon mistis yang menceritakan kisah Wong Menak Jayengrana, seorang tokoh raja di raja, sakti mandraguna-sebagai makhluk fana, ia tidak mampu melawan hukum jagat, dan harus menyongsong takdir kematiannya. Menurut tradisi dan kepercayaan sebahagian para dalang dan masyarakat Sasak, memperlakukan Lampan Lahat berbeda dengan lakon-lakon lain seperti Purwa Kunde, Balik Bahman atau Kelan Jali. Lampan Lahat jarang sekali dipentaskan dan tidak semua dalang berani membawakannya, karena untuk bisa mementaskan lakon itu harus seorang dalang yang betul-betul kuat iman, lahir dan batin. Selain daripada itu tidak sembarang waktu untuk menanggap lakon tersebut, karena masih dianggap tabu atawa pamali, alihalihnya bisa mendatangkan musibah. Kalaupun terjadi harus terpenuhinya syarat-syarat tertentu sesuai dengan tradisi yang berlaku. Secara sosiologis Wayang Menak Sasak sudah menjadi bagian dikalangan masyarakat Sasak, sehingga gambaran Wong Menak Jayengrana sebagai tokoh yang tampan, sakti mandraguna, memiliki berbagai senjata ampuh, sukar dikalahkan dan selalu menang dalam setiap peperangan. Dengan sendirinya sosok Jayengrana meresap sebagai sosok agung, berwibawa, yang sudah barang tentu masyarakat akan marah jika saja tokoh yang jadi primadonanya itu ternyata harus dikalahkan alias gugur.

KONSEP GARAPAN Menurut buku petunjuk teknis pembinaan dan pengembangan kesenian yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan tahun 1993/1994, pengertian eksperimentasi seni adalah kegiatan untuk mencoba menerapkan sebuah gagasan atau penemuan baru dalam kegiatan kreativitas seni, atau menerapkan sistem, metode, maupun teknik untuk memudahkan dalam melaksanakan suatu kegiatan atau memperoleh nilai tambah bagi karya seni. Bagi setiap sutradara, koreografer, dan awak pentas yang terlibat dalam sebuah produksi kesenian yang mencoba menggarap karya sastra sebagai pusat gagasan untuk diusung kedalam bentuk pemanggungan; entah itu teater, atau seni pertunjukan lain, karya sastra (lakon) yang ditulis oleh pengarang selain dapat diapresiasi secara pribadi lewat membaca, juga memberi kemungkinan dan peluang untuk diangkat kedalam bahasa pemanggungan sebagai seni pertunjukan. Artinya, karya sastra yang masih bersifat verbal (tulisan) hasil kreativitas seorang pengarang direpresentasikan kembali kedalam bentuk pemanggungan (visual) oleh seorang sutradara atau koreografer beserta awak pentasnya. Tentu saja, dalam mengangkat bahasa verbal kedalam bahasa visual dalam beberapa hal prosesnya sama seperti kita mengapresiasi lewat aktifitas membaca. Hanya saja, bedanya dalam proses pemanggungan: apa yang ditafsirkan, dirasakan, dituliskan dan keinginan sastrawan (penulis lakon) itu dikomunikasikan kembali oleh sutradara atau koreografer kepada penontonnya. Atau bisa jadi apa yang dari bahasa verbal direinterpretasi kembali sehingga muncul distorsi atau penyesuaian artistik sesuai selera si sutradara atau koreografer yang bersangkutan. Merujuk pada proses penggarapan Lampan Lahat adaptasi dari cerita Menak yang disusun oleh Agus Fn ini awalnya dirancang sebagai sebuah bentuk kolaborasi dari interdisiplin cabang seni: tari, musik, teater, pedalangan, seni rupa menjadi satu kesatuan bentuk pertunjukan hasil eksperimentasi. Namun dalam perkembangan di lapangan yang lebih dominan dipertajam adalah unsur tarinya. Bukan tanpa alasan, sebagai seorang sarjana seni tari yang mengambil spesifikasi pada penciptaan karya tari (koreografer) tentunya punya pandangan lain dalam capaian artistiknya untuk mengangkat karya sastra (bahasa verbal) ke dalam bahasa tubuh (tari). Selain mencoba menawarkan dan memotivasi pelaku tari untuk beranjak dari keterkungkungan pola-pola lama yang dalam perkembangan tari sudah terlampau jauh ketinggalan. Sebagian besar pelaku Eksperimentasi Lampan Lahat merupakan Tenaga Teknis Taman Budaya Provinsi NTB dengan beberapa seniman di Mataram. Suatu gagasan yang patut untuk diapresiasi dan ditindaklanjuti, mengingat karya-karya unggulan hasil olahan Taman Budaya bisa saja dijadikan semacam barometer bagi perkembangan dan kualitas kekaryaan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik; baik dari segi konsep maupun produk karya yang dihasilkan. Selain itu, yang terpenting lagi adalah untuk memotivasi tenaga teknis untuk terus berbuat, mengasah kepekaan dan mengembangkan setiap potensi yang dimiliki. Dari proses latihan yang dilakukan sungguh sangat menarik dan menjadi bahan pertimbangan dalam proses penggarapan kedepan, para penari yang memang terbiasa dijejali dengan konsep-konsep gerak harus lebur dengan kata-kata, atau sebaliknya, yang terbiasa dengan segudang kata menyatu dalam irama gerak menghentak kadang terpatahpatah, kadang lemah gemulai. Sebuah pertemuan menuju perkawinan yang harus coba dilanggengkan tanpa harus takut kehilangan eksistensi. Memang, proses penggarapan eksperimentasi seni kali ini sebenarnya cukup ideal sebagai sebuah tim kerja ansamble, dimana setiap pendukung adalah orang-orang yang mumpuni dibidangnya masing-masing dengan porsi dan wilayah kerja yang sudah tertata.

STAF ARTISTIK Pemain Ni Wayan Sri Artini, S.Sn, Desak Leratyningsih, Ni Ketut Devy Ratna Sari, Surya, Epoel Sapturi, Zaeni Moehammad, Burhanuddin, I Ketut Astika, I Wayan Balik Penata Musik Rusmadi, S.Sn, Musik HL. Qadariah, I Wayan Wirya, Pimpinan Pentas Saepulloh Sapturi, Penata Artistik Mas Zay, Penata Cahaya Majas Pribadi, Penata Rias & Busana I Ketut Astika, Peralatan Zaelani, SE, Koreografer/sutradara L. Suryadi Mulawarman, S.Sn STAF PRODUKSI Penanggungjawab Produksi Drs. M. Zubair, Pimpinan Produksi Aspari, SE, R. Dodi Subiantoro, S.Sos, Koordinator dana Zaelani, SE, Asti, Publikasi/dokumentasi Mas Ais, Perlengkapan Crew Taman Budaya NTB, Stage Crew Taman Budaya Jambi, Konsultan Drs. H.L. Agus Fathurrahman, Drs. Yusuf Mahri, MA

Anda mungkin juga menyukai