Anda di halaman 1dari 5

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien adalah seorang perempuan berusia 55 tahun yang datang ke Rumah Sakit Mardi Waluyo Kota Blitar. Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kiri yang sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan ini memberat secara bertahap pada bagian tepi yang menyebabkan pasien sering menabrak-nabrak saat berjalan dan sekarang saat aktivitas pasien harus dituntun. Pasien juga merasakan mata cekot-cekot yang hilang timbul serta terkadang nyeri kepala. Rasa berat atau kemeng pada mata pasien juga dirasakan saat terkena matahari/cahaya terang. Mata kanan pasien juga mengalami penglihatan kabur selama kurang lebih 10 tahun dan sekarang sudah tidak bisa melihat/ gelap. Pada pasien didapatkan adanya riwayat keluarga yang mempunyai sakit serupa, yaitu kakak pasien. Pasien didiagnosa dengan okuli dekstra glaukoma absolut dan okuler sinistra glaukoma kronis suspek sudut tertutup kronik. Glaukoma mengacu pada sebuah penyakit yang secara umum

dikarakteristikan adanya neuropati optik dengan penurunan lapang pandang akibat dari peningkatan tekanan intraokuler yang mana merupakan faktor resiko primer. Etiologi dan faktor resiko yang memungkinkan didapat pada pasien ini meliputi, faktor familial, dimana kakak kandung pasien juga mengalami glaukoma bilateral. Hal tersebut dilaporkan dalam sebuah studi yang mengenai lokus GLC1A yag mengkode gen TIGR yang berhubungan dengan protein yang dikeluarkan oleh anyaman trabekuler serta autosomal dominan nanopthalmos (NNO1) yang berhubungan dengan glaukoma sudut tertutup. Beberapa bentuk anatomi yang diturunkan sehingga menyebabkan blok pupil juga mempengaruhi terbentuknya penyakit ini.(10) Selain itu jenis kelamin wanita memberikan

konstribusi glaukoma sudut tertutup 3-4 kali lebih banyak daripada laki-laki, hal tersebut berhubungan dengan kamera okule wanita lebih dangkal dari pada lakilaki.(10) Usia ikut menjadi faktor risiko dari terjadinya glaukoma sudut tertutup, pada usia 55-65 tahun terjadi penurunan kedalaman dan volume dari COA sehingga merupakan predisposisi terjadinya blok pupil sehingga meningkatkan kejadian glaukoma akibat dari blok pupil.(10) Penegakan diagnosa pada pasien mengacu terhadap anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang mungkin akan dilakukan. Pada pemeriksaan refraksi okuli dextra dan sinistra didapatkan visus 0 dan
1/2

/60

hal tersebut akibat gangguan dari proses neuropati diskus akibat kondisi stress yang mengenai sel glial di retina yang terjadi mungkin akibat peningkatan tekanan intraokuler sehingga menyebakan kompresi diskus.(5) Refraksi juga digunakan untuk mengevaluasi mata hiperopia atau miopia, karena pada hiperopia cenderung memberikan faktor resiko glaukoma sudut tertutup dan ukuran diskus yang lebih keci. Sedangkan miopia berhubungan dengan morfologi diskus yang tidak spesifik terhadap glaukoma serta pada miopia cenderung memberikan konstribusi terhadap sudut terbuka meskipun masih dalam perdebatan.(10) Evaluasi klinis terhadap pupil dilakukan untuk melihat perjalanan terapi, serta kerusakan pupil juga dapat mendeteksi kerusakan nervus optikus yang sering ditemukan pada pasien glaukoma. Pada glaukoma sekunder sudut erbuka dan tertutup dievaluasi antara lain corektopia, uvea ektropion, atau abnormalitas pupil.(10) Pada pasien didapatkan pupil midmidriasis pada okuli dekstra dan sinistra, dengan penurunan reflek cahaya. Pada konjungtiva dextra dan sinistra mengalami hiperemi, yang biasanya terdapat pada peningkatan TIO akut. Akan tetapi penggunaan terapi simpatomimetik dan hipotensif lipid dapat

memperlihatkan injeksi konjungtiva. Penggunaan antiglaukoma topikal dapat

menyebakan produksi air mata menurun, alergi, hipersensitifitas (konjungtivitis folikuler atau papiler) atau terbentuk jaringan parut. Pada peningkatan TIO kronik dapat terjadi fistula arteriovenosus sehingga terjadi dilatasi vena episklera. Sklera dan episklera dievaluasi untuk melihat dilatasi vena. Evaluasi kornea pada okuli dextra dan sinistra pasien menggambarkan keruh total, terdapat neovaskularisasi serta arkus senilis. Hal tersebut terjadi akibat edema dari kornea karena kerusakan membran desement, serta terdapat kerusakan endotel kornea yang diakibatka glaukoma.(10) Pemeriksaan kamera okuli anterior pada okuli dekstra tidak bisa dievaluasi akibat kekeruhan kornea yang difuse, dan okuli kiri dalam. Pemeriksaan dilakukan dengan slitlamp atau sinar (penlight) dari sudut 60 pada limbus anterior. Apabila hal tersebut belum bisa dievaluasi seharusnya dilakukan pemeriksaan dengan genioskopi sehingga lebih detail menggambarkan sudut yang dibentuk.(10) Pemeriksaan iris dan lensa dilakukan saat dilatasi, untuk melihat apakah terdapat heterokromia, atropi iris, uvea ektropion, korektopia, atau nodul. Evaluasi lensa untuk melihat pseudoeksfoliasi, phacodonesis, subluxasi, dan dislokasi, melihat ukuran serta bentuk lensa.(10) Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoa dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekana bola mata yang memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma ini kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksavasasi glaukomatosa, mata keras seperti batu, dengan adanya rasa sakit. Pada glaukoma absolut mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, sehingga menyebabkan rasa sakit serta dapat timbul glaukoma hemoragik. Terapi pada kondisi ini dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.(1)

Pada okuli sinistra didapatkan diagnosa glaukoma kronis dengan suspek glaukoma sudut tertutup, hal tersebut bisa dipastikan dengan pemeriksaan genioskopi untuk melihat sudut pada kanera okuli anterior. Pemeriksaan lain yang diginakan adalah tonometri untuk mengevaluasi peningkatan tekanan intraokuler, serta pemeriksaan perimetri yang digunakan untuk melihat dan mengukur lapang pandang pada pasien glaukoma. Selain itu pemeriksaan diskus optikus secara normal memiliki cekungan ditengah yang ukurannya tergantung pada jumah relatif serat penyusun nervus optikus terhadap ukuran lubang sklera yag harus dilewati serat-serat tersebut. Atrofi optikus pada glaukoma menimbulkan kelainan yaitu berkurangnya substansi diskus yang ditandai dengan pembesaran cawan diskus, disertai pemucatan diskus. Pada glaukoma dapat pula terjadi gambaran tersebut serta pembentukan takik fokal di tepi diskus, serta kedalaman cawan optik juga meningkat karena lamina kribosa

tergeser ke belakang. Rasio cawan diskus adalah cara untuk mencatat ukuran diskus optiku, denga perbandingan antara ukuran cawan optik terhadap diamater diskus, misalnya 0,1 kecil, dan 0,9 besar. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang dengan peningkatan tekanan intraokuler , rasio cawan diskus lebih 0,5 atau terdapat asimetri yag bermanan pada kedua mata maka sangat diindikasikan adanya atrofi glaukomatosa.(2) Beberapa mekanisme yang dapat menyebakan kerusakan neuro pada glaukomatosa, meliputi mekanisme mekanik, vaskular, glutamat, stress oksidatif, inflamasi, serta autoimun. Hipotesa mekanik mengacu pada peningkatan tekanan intraokuler yang menyebabkan kompresi pada lamina kribosa yang berperan dalam transport protein axon yang menyebabkan ganglion sel retina mengalami kematian. Selain itu, gangguan vaskuler meliputi iskemia dan hipoksia juga berperan dalam neuropati optik. Adanya stres oksidatif yang menybakan penurunan glutation sebagai antioksidan menyebabkan gangguan

produksi energi oleh mitkondria. Fktor imun dan inflamasi juga turut menyebabkan terjadnya neuropatik optik.(5) Pengobatan..

Anda mungkin juga menyukai