Anda di halaman 1dari 5

Pendidikan untuk Anak

Pagi hari telah tiba. Bangunlah seorang anak perempuan dari tidurnya, ia bernama Mutiara atau yang lebih akrab disapa Muti. Dia sedang bersiap-siap untuk pergi sekolah. Sebelum berangkat, ia sarapan pagi bersama keluarganya. Muti hari ini kamu ibu antar sekolah ya? ucap ibunya. Mutiara sedikit heran dengan ucapan ibunya tersebut karena ibunya jarang sekali mengantarnya sekolah apalagi sekarang ia sudah duduk dibangku SMA. Iya Bu, tetapi ada apa ya? Tiba-tiba saja ibu ingin mengantarku sekolah. Jawab Mutiara. Tidak ada apa-apa, Ibu hanya ingin melihat bagaimana sekolahmu sekarang.balas ibunya. Sesampainya di Sekolah. Mutiara pamit kepada Ibunya yang hanya menunggu di dalam mobil saja. Mutiara pun masuk kedalam kelasnya dan Ibunya terus saja memperhatikan lingkungan sekitar tempat anaknya bersekolah tersebut. Matahari pun mulai terbenam. Saat itu, Mutiara dan Ibunya sedang berada di ruang keluarga, mereka pun berbincang-bincang mengenai pendidikan Mutiara. Ibunya memulai pembicaraan tentang bimbel yang telah didaftarkannya untuk Mutiara. Mutiara pun mengiyakan apa yang ibunya ucapkan dengan tetap fokus menonton siaran yang ada di TVnya itu. Merasa kesal dengan tingkah anaknya, akhirnya ibu berkata, Muti.. jangan menonton TV terus, cepat belajar! dengan sedikit membantah Muti ara pun membalas ucapan Ibunya, Iya sebentar bu. Aku sedang mencoba refreshing, lagipula besok aku libur. Ibunya pun berkata dengan nada tinggi. Pokoknya ibu gak mau tau kalau nantinya masa depan kamu akan suram seperti anak remaja yang ada di TV kemarin siang itu. Dengan kaget mendengar ibunya yang bernada tinggi itu, ia pun spontan menjawab A pa yang Ibu maksud masa depan suram? Dan ada apa dengan anak remaja yang ibu maksud itu? Tadinya ibunya hanya diam, tetapi pada akhirnya..... Astagfirullahalazim Ibu, aku tidak akan seperti itu. Aku anak perempuan ibu satusatunya jadi aku tidak mungkin bertingkah laku seperti anak remaja yang ibu ceritakan itu. Jawab Mutiara dengan kecewa karena ucapan ibunya itu. Ternyata ibunya menceritakan kepada Mutiara bahwa kemarin siang ia menonton berita di TV tentang pergaulan bebas yang saat ini sering terjadi pada anak remaja. Dan ibunya merasa takut karena bisa jadi putrinya itu akan bermasa depan suram seperti anak remaja itu kalau hanya menonton TV

dan melakukan pekerjaan yang tidak jelas. Baik...jika ibu memang menginginkan aku belajar terus menerus, akan aku lakukan. Mutiara pun masuk ke kamarnya dengan hati yang kesal. Keesokan harinya, Mutiara terus belajar dan tidak lupa menghadiri bimbelnya setiap hari. Ia sangat rajin sampai-sampai waktu istirahatnya pun dipakainya untuk belajar. Semua ini ia lakukan agar ibunya percaya bahwa dia tidak akan berperilaku seperti remaja yang ibunya katakan. Suatu ketika ia mendapatkan tugas kelompok bersama teman-temannya. Tetapi sebelum itu, ia harus meminta izin kepada ibunya bahwa ia akan bekerja kelompok disalah satu rumah temannya itu. Ibu... aku ada kegiatan kerja kelompok di rumah temanku. Apakah ibu mengizinkan? Tanya Mutiara melalui telepon genggamnya. Ibunya pun menjawab, tidak boleh hari ini kan kamu ada bimbel, lagipula tugas kelompok tidak ada di ujian sekolah jadi biarkan saja teman-temanmu yang mengerjakannya dan lebih baik kamu les. Tanpa berpikir panjang ia pun menuruti perintah ibunya dan kemudian membicarakannya kepada teman-temannya. Muti.. Ibumu sepertinya terlalu menekanmu. Apa kamu tidak jenuh diperlakukan seperti itu? Tapi sudahlah kami tidak apa-apa jika kamu tidak ikut tetapi kalau begini caranya nilai tugas kelompokmu akan dikurangkan dan lebih rendah dibandingkan kami kata salah satu temannya. Mau bagaimana lagi ini perintah ibuku, soal nilaiku tidak apa-apa jika memang begitu, ini demi ibuku. Balas Mutiara dengan sedikit kecewa. Hari demi hari Mutiara tidak lekang dengan yang namanya belajar, tanpa ia pikirkan waktu istirahatnya. Sesaat dikelas pada waktu istirahat. Muti kamu belajar t erus... tidak istirahat? Nampaknya wajahmu kelihatan lesu. Tanya Dewi, teman sebangku Muti ara. tidak, aku harus fokus dengan pelajaranku. Jawab Mutiara. Dewi melihat wajah Mutiara yang tampak pucat ia pun menyentuh kening Mutiara dan berkata,Astagfirul lah Muti badanmu panas sekali. Dan tanpa disangka Mutiara pun jatuh pingsan. Setelah Mutiara sadar, ia melihat ada ibu dan gurunya yang sedang berdiri disekeliling tempat tidurnya itu. Dimana aku? tanya Mutiara dengan lesunya. Gurunya pun menjawab, Kamu ada di UKS tadi kamu jatuh pingsan ketika sedang belajar dikelas. Mutiara melihat ke arah ibunya, Lalu Ibu? Ibu datang kemari untuk menjengukku? tanya

Mutiara dengan terus menatap Ibunya. Tanpa menjawab, ibunya pun langsung memeluk putrinya sambil terus menangis dan diselimuti perasaan menyesal. Mutiara pun pulih dari sakitnya. Maafkan Ibu ya Muti. Ibu terlalu memaksamu untuk terus belajar tanpa memikirkan waktu istirahatmu dan keinginanmu, dan maafkan Ibu juga telah menuduhmu yang tidak baik. Kata Ibunya. Dan Mutiara pun mengiyakan permintaan maaf ibunya tersebut. Nah, seharusnya dalam proses pendidikan, orang tua jangan terlalu memaksa anak untuk belajar,belajar,dan belajar walaupun belajar itu memang benar tapi bagaimana hasilnya jika belajar karena paksaan. Buat anak juga, janganlah kalian belajar karena dipaksa, disuruh atau demi orang lain,orang tua,ataupun guru. Karena belajar yang paling benar adalah belajar yang diinginkan dari kemauan diri sendiri. Tetapi bukan berarti juga semau sendiri, kalian harus punya waktu belajar yang benar. Jelas Ibu Guru. Dari penjelasan ibu guru tersebut, Ibu Mutiara dan Mut iara pun menjalankan amanat ibu guru dengan sebaik-baiknya.

Dibuat oleh : Restu Marietha Laras Kelas VIII-8

TUGAS BAHASA INDONESIA MEMBUAT CERPEN


Nama Kelas No Sekolah : Restu Marietha Laras : VIII-8 : 33 : SMPN 3 DEPOK

Anda mungkin juga menyukai