Anda di halaman 1dari 20

Low Back Pain (LBP)

Michael Marpaung 212210006

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA MEDAN 2013

I. Definisi
Nyeri punggung, terutama punggung bawah, merupakan masalah yang sangat sering dijumpai pada populasi orang dewasa. Berbagai peyebab nyeri punggung antara lain adalah artritis tulang belakang, penyakit herniasi diskus antarvertebra, dan berbagai masalah jaringan lunak yang timbul akibat keseleo, ketegangan, dan trauma lain.

II. Epidemiologi
Nyeri punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal ataupun disertai nyeri radikuler atau keduanya yang disebabkan oleh iritasi atau kompresi radiks pada satu atau beberapa radiks lumbosakral yang dapat disertai dengan kelemahan motorik, gangguan sensorik dan menurunnya refleks fisiologik (Meliala et al ,2000). Iskialgia merupakan suatu nyeri radikuler yang dirasakan menjalar dari bokong sampai di bawah lutut sesuai dengan daerah dermatom saraf iskiadikus (Olmaker et al 1998, Karppinen J,2001) Masalah NPB menjadi penting karena diperkirakan 80% penduduk selama hidup pernah merasakan nyeri punggung bawah. Setiap saat lebih dari 10 % penduduk menderita NPB. Insidens di beberapa negara berkembang lebih kurang 15-20% dari total populasi. Diperkirakan 15% dari jumlah penduduk menderita nyeri punggung bawah. ( Lubis I,2003). Salah satu penyebab yang paling sering dari nyeri punggug bawah adalah hernia nukleus pulposus. Di Amerika Serikat dilaporkan total pengeluaran untuk biaya kesehatan yang berhubungan dengan NPB berkisar 60 milyar dollar per tahun .Karena penduduk US pada umumnya banyak yang berumur diatas 50 tahun, prevalensi terlihat meningkat,dengan pertumbuhan 18 juta decade ( Awad JN, 2006) Berbagai modalitas radiologik dapat digunakan dalam mengevaluasi herniasi diskus intervertebralis seperti foto polos, myelografi, CT Scan, dan MRI. Dalam beberapa penelitian dilaporkan MRI memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi dibanding modalitas radiologik lainnya dalam mengevaluasi setiap

herniasi diskus intervertebralis. (Karppinen 2001). Manifestasi klinik HNP tergantung dari radiks saraf yang mengalami lesi. Gejala klinik yang paling sering adalah iskialgia berupa nyeri radikuler sepanjang perjalanan saraf iskiadikus. Pengukuran nyeri dilakukan dengan berdasarkan pada pola pribadi pasien, atau kesimpulan yang diambil dokter berdasarkan perilaku penderita. Derajat nyeri yang dinyatakan dengan Visual Analoque Scale (VAS) yang dipopulerkan oleh Huskisson menggunakan skala 0 10 . Untuk penilaian diikatakan nyeri ringan bila VAS 0-3, nyeri sedang bila VAS >3-7, nyeri berat bila VAS >7-10. ( Averbuch M, Katzper M,2004). Berbagai penelitian telah dilakukan dalam membandingkan beratnya gejala klinik dengan gambaran MRI lumbosakral. Karppinen J.etal (2001) menyimpulkan bahwa derajat kompresi radiks saraf, mempunyai hubungan dangan beratnya keluhan nyeri pada penderita dengan nyeri skiatika. Weishaupt D, Schmid MR, Zanetti Metal ( 2000) dalam penelitian tentang penentuan posisi pada MRI lumbal menyatakan bahwa kompresi radiks saraf dan ukuran foramen memiliki korelasi dengan gejala klinik nyeri yang ditentukan dengan menggunakan VAS. Penelitian mengenai hubungan antara derajat penekanan radiks saraf berdasarkan MRI Lumbosakral dengan derajat nyeri pada penderita hernia nukleus pulposus dengan menggunakan visual analoque scale penekanan radiks saraf (VAS) belum pernah dilakukan di Indonesia, karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kesesuaian antara derajat berdasarkan MRI lumbosakral dengan derajat nyeri skiatika pada penderita HNP.

III. Etiologi
a. Penyebab Umum Penyebab nyeri pinggang ini sangat beragam dan memerlukan suatu pedekatan yang sistematik dalam upaya mencari penyebab utamanya. Faktor risiko potensial untuk terjadinya nyeri pinggang bawah adalah merokok, multiparitas, mengendarai kendaraan bermotor dan mengangkat beban berulang-ulang. Demikian pula dalam penatalaksanaan keluhan nyeri pinggang tersebut memerlukan seni tersendiri.

b. Penyebab Fisiologik Nyeri Antara stimulus cedera jaringan dan pengalalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktifitas listrik di reseptor nyeri. Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat trandsuksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transimisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Akhirnya, persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri saraf. c. Penyakit Herniasis Diskus Antarvertebra Salah satu penyebab paling sering nyeri punggung pada orang dewasa adalah herniasi pulposus (herniasi duskus). Walaupun lebih sering terjadi pada orang dewasa, penyakit diskus ini juga dapat dijumpai pada anak remaja. Kolumna vertebralis terdiri dari serangkaian sendi diantara korpus vertebra yang berdekatan, sendi lengkung vertebra, sendi kostovertebra, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinale dan diskus antarvertebra menyatukan korpus-korpus vertebra yang berdekatan. Ligamentum longitudinale anterior, satu jaringan ikat berbentuk pita yang lebar dan tebal, berjalan secara longitudinal di depan korpus vertebra dan diskus antarvertebra serta berfusi dengan periosteum dan anulus fibrosus. Di dalam kanalis vertebralis di aspek posterior korpus vertebra dan diskus antarvertebra terletak ligamentum longitudinale posterior. Diantara dua korpus vertebra yang berdekatan, dan vertebra servikalis II (C2) sampai ke vertebra sakralis, terdapat diskus antarvertebra. Diskus ini membentuk suatu sendi fibrokartilaginosa yang tangguh antara korpus vertebra. Diskus antarvertebra terdiri dari dua bagian utama : nukleua pulposus dibagian tengah dan

anulus fibrosus yang mengelilinginya. Diskus dipisahkan dari tulang di atas dan di bawah oleh dua lempeng tulang rawan hialin yang tipis. Nucleus pulposus adalah bagian sentral semigelatinosa diskus; struktur ini mengandung berkas-berkas serat kolagenosa, sel jaringan ikat, dan sel tulang rawan. Bahan ini berfungsi sebagai peredam-kejut (shock absorder) antara korpus vertebra yang berdekatan, dan juga berperan penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan kapiler. Anulus fibrosus terdiri dari cincin-cincin fibrosa konsentrik, yang mengelilingi nukleus pulposus. Fungsi anulus fibrosus adalah agar dapat terjadi gerakan antara korpus-korpus vertebra (karena struktur serat yang seperti spiral), menahan nukleus pulposus, dan sebagai peredam-kejut. Dengan demikian, anulus fibrosus berfungsi serupa dengan simpai di sekitar tong air atau sebagai suatu pegas kumparan, menarik korpus vertebra agar menyatu melawan resistensi elastatik nukleus pulposus, sedangkan nukelus pulposus berfungsi sebagai bantalan peluru (laher) antara dua korpus vertebra Diskus antarvertebra membentuk sekitar seperempat dari panjang keseluruha kolumna vertebralis, diskus paling tipis terletak di region torakalis, dan yang paling tebal di region lumbalis. Seiring dengan bertambahnya usia, kandungan air diskus berkurang, dan diskus menjadi lebis tipis.

IV. Patofisiologi
a. Jalur Nyeri di Sistem Saraf Pusat Jalur Asendens Serat saraf C dan A aferen yang menyalurkan impuls nyeri masuk ke medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu masuk ke korda dan kemudian menyatu di kornu dorsalis (posterior) medula spinalis. Daerah ini menerima, menyalurkan, dan memproses impuls sensorik. Kornu dorsalis medula spinalis dibagi dari lapisan ini (lamina II dan III), yang disebut substansia gelatinosa, sangat penting dalam transmisi dan modulasi nyeri. Substansia

gelatinosa di hipotesiskan merupakan suatu tempat mekanisme gerbang yang dijelaskan dalam teori pengendalian gerbang. Dari kornus dorsalis, impuls nyeri dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian menyatu di traktus spinotalamikus anterolateralis (dahulu disebut traktus lateralis), yang naik ke talamus dan struktur otak lainnya. Dengan demikian, transmisi impuls nyeri di medula spinalis bersifat kontralateral terhadap sisi tubuh tempat impuls tersebut berasal. Seperti adanya dua tipe nyeri yang disalurkan oleh nosiseptor (nyeri cepat dan nyeri lambat), juga terdapat dua jalur spino talamikus sejajar yang menyalurkan impuls-impuls ini ke otak : traktus neospinotalamikus dan traktus paleospinotalamikus Traktus neospinotalamikus adalah suatu sistem langsung yang membawa informasi diskriminatif sensorik mengenai nyeri cepat atau akut dari nosiseptor A- ke daerah talamus. Sistem ini terutama berakhir secara teratur di dalam nukleus posterolateral ventralis hipotalamus. Nyeri disebut sensasi talamus karena mungkin dibawa kesadaran oleh talamus. Sebuah neuron di talamus kemudian memproyeksikan akson-aksonya melalui bagian posterior kapsula interna untuk membawa impuls nyeri ke korteks somatosenorik primer girus pascasentralis. Dipostulasikan bahwa pola tersusun ini penting bagi aspek sensorik-diskriminatif nyeri akut yang dirasakan, yaitu, lokasi, sifat, dan itensitas nyeri. Traktus paleospinotalamikus, yang menyalurkan impuls yang dimulai di nosiseptor tipe C lambat-kronik, adalah suatu jalur multisinaps difus yang membawa impuls ke formasio retikularis batak otak sebelum berakhir di nukleus parafasikularis dan nukleus intramilar lain ke di talamus, hipotalamus, nukleus sistem limbik, dan korteks otak depan. Karena impuls paleospinotalamikus disalurkan secara lebih lambat dari pada impuls di traktus neospinotalamikus, maka nyeri yang ditimbulkannya berkaitan dengan rasa panas, pegal, dan sensasi yang lokasinya samara. Sistem ini mempengaruhi ekspresi nyeri dalam hal toleransi, perilaku, dan respon autonom simpatis. Besar kemungkinannya bahwa sensasi viseral disalurkan oleh sistem ini. Sistem ini sangat penting pada nyeri kronik, dan

memperantai respon otonom terkait, perilaku emosional dan penurunan ambang yang sering terjadi. Dengan demikian, jalur spenotalamikus disebut sebagai suatu sistem nosiseptor mitivasional dan memengaruhi Perlu dicatat bahwa kedua traktus ini tidak menyalurkan impuls nyeri secara eksklusif; sebagai contoh, traktus neospinotalamikus juga menyalurkan sensasi sentuhan kasar dan tekanan Jalur Desendens Daerah-daerah tertentu diotak itu sendiri mengendalikan atau memengaruhi persepi nyeri: hipotalamus dan struktur limbik berfungsi sebagai pusat emosional persepsi nyeri, dan korteks frontalis menghasilkan interpretasi dan respon rasional terhadap nyeri. Namun, terdapat variasi yang luas dalam cara individu mempersepsikan nyeri. Salah satu penyebab variasi ini adalah karena sistem saraf pusat (SSP) memiliki beragam mekanisme untuk memodulasi dan menekan rangsangan nosiseptif Jalur-jalur desendends serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke bawahh ke medula spinalis dapat menghambat atau memodifikasi rangsangan nyeri yang datang melalui suatu mekanisme umpan balik yang melibatkan substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis. Karenanya, jalur-jalur desendens dapat mempengaruhi impuls nyeri di tingkat spinalis. Salah satu jalur desendens yang telah diidentifikasi sebagai jalur penting dalam sistem modulasi-nyeri atau analgesic adalah jalur yang mencakup tiga komponen berikut : 1. Bagian pertama adalah susbtansia grisea periakuaduktus (PAG) mensensefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi akuaduktus Sylvius. 2. Neuron-neuron dari daerah 1 mengirim impuls ke nukleus rafe magnus (NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medulla bagian atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis. 3. Impuls ditransmisikan dari nukleus 2 ke bawah ke kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu komplek inhibitorik nyeri terletak di kornu dorsalis medula spinalis

Pada percobaan-percobaan hewan, rangsangan listrik daerah PAG atau rafe nukleus dapat hampir secara total menekan sinyal nyeri yang kuat yang masuk melalui akar spinal dorsal. Suatu sistem serupa mungkin terdapat pada manusia, karena stimulasi daerah sekitar PVG hipotalamus dilaporkan dapat menghilangnya nyeri klinis. Selain jaringan batang otak-ke-medula spinalis, juga terdapat hubungan-hubungan saraf dari hipotalamus dan neokorteks ke PAG, sehingga perasaan dan pikiran seseorang dari pusat-pusat yang lebih luhur dapat memodulasi nyeri. Zat-zat kimia, yang disebut neruoregulator, juga mungkin memengaruhi masukan sensorik ke medula spinalis. Neruroregulator ini dikenal sebagai neurotransmiter atau neuromodulator. Neurotransmitter adalah neurokimia yang menghambat atau merangsang aktivitas di membrane pascasinaps. Zat P, suatu neuropeptida, adalah neurotransmitter spesifik-nyeri yang terdapat di antara kornu dorsalis medulla spinalis (di gerbang pada teori pengendali gerbang). Neurotransmitter SSP lain yang terlibat dalam trnansmisi nyeri adalah asetilkolin, norepinefrin, epinefrin, dopamine, dan serotonin. Dua neurotransmitter, serotonin (5-hidroksi-triptamin[5-HT]) dan norepinefrin, diketahui terlibat dalam inhibisi terhadap sinyal nyeri yang datang. Medula rostroventral (RVM) mengandung banyak neuron serotonergik yang berproyeksi ke kornu dorsalis spinal. Selain itu, cukup banyak di pons dorsolateral mengandu norepinefrin dan memiliki proyeksi spinal yang berakhir di kornu dorsalis. Dengan demikian, sinyal yang menhambat nyeri (antinosiseptif) berasal dari korteks atau batang otak di daerah-daerah tempat norepinefrin atau serotonin merupakan transmitter utama. Sinyal-sinyal ini diperkirakan didalam salah satu dari dua cara : (1) neuron-neuron yang membawanya dapat bersinaps pada neuron yang melepas neurotransmitter antinosiseptif asam -aminobutirat (GABA), serotonin atau asetil kolin, atau (2) sinyal-sinyal desendens mungkin menghamabt nyeri dengan bekerja pada kornu dorsalis untuk menghambat pelepasan neurotransmitter pronosiseptif dari neuron sensorik yang datang (aferen)

Obat antidepresan trisiklik seperti amitripilin (Elavil) dan nontrisiklik venlafaksin (Effexor) menimbulkan analgesia dengan meningkatkan efek inhibisi serotonin dan epinefrin pada neuron-neuron transmisi spinal. Kedua obat ini menghambat penyerapan ulang serotonin dan norepinefri prasinaps, sehingga efek pascasinaps pada jalur-jalur inhibisi nyeri desendens meningkat; obat-obat ini sering sangat efektif untuk mengobati nyeri neuropatik. Sebaliknya, antagonisnya kedua hormone ini dapat menghambat efek analgesic ini. Norepinefrin tampaknya lebih penting, atau paling paling sedikit lebih poten, dari kedua modulator hormonal tersebut, karen inhibitor penyerapa ulang spesifik-serotonin (SSRI) misalnya fluoketin (Prozac) atau paroksetin(Paxil) tidak terbukti dapat megatasi nyeri. Sebaliknya, obat-obat antagonis terhadap reseptor adrenergik-alfa yang membebaskan norepinefrin dapat secara parsial menghambat efek anitonosiseptif jalur-jalur desendens Banyak terdapat bukti riset bahwa jalur-jalur inhibisi nyeri desendens belum berkembang saat lahir dan, pada model hewan, terbukti belum secara fungsional efektif sampai palig sedikit 10 hari pascalahir. Menurut Fitzgerald dan Beggs, penundaan ini mungkin disebabkan oleh defisiensi 5-HT (serotonin) dan norefinefrin walaupun juga mungkin disebabkan oleh lambatnya pematangan interneuron di medulla spinalis. Neonatus, karena sistem analgesic endogen densendens mereka belum berkembang sempurna, dapat mengalami efek jangkapendek dan jangka-panjang berlebihan dari stimulasi yang mengganggu. Selain jalur-jalur modifikasi-nyeri desendens serotonin dan norepinefrin ini, terdapat peptide-peptida opiod endogen di semua bagian yang sejauh ini diperkirakan terlibat dalam modulasi nyeri. Selain itu, terdapat hubungan antara neuoron serotonin dengan sel-sel yuang mengandung opiod, yang dikenal sebagai neuromodulator (pengurang nyeri), adalah senyawa alami yang memiliki kualitas mirip-morfin. Senyawa-senyawa ini dibahas secara lebih rinci kemudian. b. Patofisiologi Nyeri Punggung

Regio lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia (dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia). Selain itu, serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinasi, yang ikut berperan menimbulkan perubahan yang menyebabkan herniasi nukleus pulposus melalui anulus disertai penekanan saraf spinalis. Umumnya hernisiasi paling besar kemungkinannya terjadi transisi dari segmen yang lebih banyak bergerak ke yang kurang bergerak (hubungan lumbosakral dan servikotoralis). Sebagian besar herniasi diskus terjadi di daerah lumbal di antar-ruang lumbal IV ke V (L4 ke L5) atau tersering herniasi bahan nukleus pulposus adalah posterolateral. Karena akar saraf di daerah lumbal miring ke bawah sewaktu keluar melalui foramen saraf, herniasi diskus antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi akar saraf S1 daripada L5 seperti yang diperhitungkan. Herniasi diskus antara L4 dan L5 menekan saraf L5 Herniasi diskus servikalis, walaupun lebih jarang bila dibandingkan dengan herniasi diskus lumbalis, biasanya mengenai satu dari tiga akar servikalis bawah. Herniasi diskus servikalis berpotensi menimbulkan kelainan serius, dan dapat terjadi kompresi medulla spinalis, bergantung pada arah penonjolan. Herniasi lateral diskus servikalis biasanya menekan akan dibawah ketinggian diskus. Dengan demikian, diskus C5 ke C6 menekan akar saraf C6, dan diskus C6 ke C7 mengenai akar C7. Pasien umumya menceritakan riwaya serangan-serangan nyeri transferin dan berkurangnya mobilitas tulang belakang secara bertahap. Walaupun pasien cenderung mengaitkan masalahnya dengan kejadian mengangkat barang atau membungkuk, herniasi adalah suatu proses bertahap yang ditandai dengan seranganserangan penekanan akar saraf (yang menimbulkan berbagai gejala dan periode penyesuaian anatomik).

V. Gambaran Klinis
a. Evaluasi Klinis pada Pasien Nyeri Pinggang

Evaluasi pinggang bawah merupakan keluhan yang berkaitan erat dengan usia. Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka pada usia dekade kedua dan insiden tinggi dijumpai pada dekade ke lima. Keluhan nyeri ini juga berkaitan erat dengan aktivitas mengangkat beban berat, sehingga riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab serta penanggulangan keluhan ini. Keluhan nyeri dapat beragam dan diklasifikasikan sebagai nyeri yang bersifat lokal, radikular, menjalar (reffered pan) atau spasmodik. Nyeri lokal berasal dari proses patologik yang merangsang ujung saraf sensorik, umumnya menetap, namun dapat pula intermiten, nyeri dapat dipengaruhi perubahan posisi, bersifat nyeri tajam atau tumpul. Biasanya dapat dijumpai spasme paravertebral. Nyeri alih atau menjalar dari pelvis atau visera umunya mengenai dermatom tertentu, bersifat tumpul dan terasa lebih dalam. Nyeri alih yang berasal dari spinal lebih dirasakan de daerah sakroiliak, gluteus atau tungkai atas sebelah belakang dan daerah nyeri alih tersebut berasal dari jaringan mesodermal yang sama dalam perkembangan embrioiknya. Nyeri radikular berkaitan erat dengan distribusi radiks saraf spinal (spinal nerve root), dan keluhan ini lebih berat dirasakan pada posisi yang mengakibatkan tarikan seperti membungkuk; serta berkurang dengan istirahat. Salah satu penyebab yang perlu diperhatikan adalah tumor pada korda spinalis yang ditandai oleh tidak berkurangnya nyeri dengan istirahat atau lebih memburuk terutama pada malam hari. Karakteristik lain yang dapat ditemukan adalah perubahan neurologist seperti parestesia dan baal serta dapat disertai oleh kelemahan motorik. Diperlukan suatu analis hubungan antara faktor mekanik dengan nyeri pinggang bawah. Faktor mekanik ini mencerminkan patofisiologi sumber nyeri. Nyeri pinggang bawah akibat herniasi diskus cenderung memburuk pada posisi postural yang lama. Pola nyeri lain yang diakibatkan oleh stenosis spinal degeneratif adalah nyeri yang bersifat klaudikaso neurogenik yang dirasakan pada pinggang atau tungkai saat berjalan atau posisi tegak. Pemahaman terhadap ragam jaringan yang dapat merupakan sumber nyeri pinggang bawah akan mempermudah pendekatan penanggulangan nyeri. Antara lain

perlu diketahui bahwa ligament longitudinal posterior atau anterior, anulus fibrosus, ligament interspinosum, ligament flavum, foramen intervertebral dalam dimana berjalan radiks saraf, dapat merupakan sumber nyeri yang memerlukan pedekatan diagnosis maupun penanganan yang seksama Beberapa penyakit lain perlu diperhatikan dalam menegakkan diagnosis penyebab nyeri pinggang bawah ini, yaitu : stenosis spinal dan jepitan radiks saraf lumbal, penyakit inflamasi sistemik pada pinggangn bawah, infeksi, spondilosis, spondilolistesis, serta sumber nyeri pinggang yang lai yang bukan berasal dari vertebra lumbalis. Pada stenosis spinalis perlu diperhatikan apakah kelainan tersebut memang idiopatik/congenital atau sekunder akibat proses degeneratif, spondilosis atau spondilolistesis, iatrogenic ruda paksa, penyakit paget dan fluorosis. Mengingat banyaknya tumpang tindih dengan manifestasi dari berbagai disiplin ilmu lainnya seperti neurology, bedah ortopedi dan sebagainya, maka diperlukan suatu pendekatan yang seyogyanya dilakukan secara holistik Sumber Nyeri Nyeri Spinal Nyeri Diskus Distribusi Sklerotomal Lokal Sklerotomal Sifat Nyeri Tajam Tumpul Dalam, aching Faktor yang Memperberat Pergerakan Perubahan Neurologis Tidak ada

Peningkatan tekanan Tidak ada intra diskus seperti membungkuk duduk, valsava akar saraf manuver reganngan

Nyeri Radiks Saraf Multiple lumbar

Radikular Radikular Sklerotomal

Parestesia Baal

Regangan akar saraf

Ada Ada

Pola Klaudikasio Ekstensi lumbal Spinal Berjalan

spinal stenosis Nyeri alih Dermatomal Dalam, aching visera b. Gejala, Tanda, dan Diagnosis Diagnosis herniasi diskus antarvertebra sering dibuat hanya bedasarkan anamnesis dan dapat dikonfirmasi saat pemeriksaan fisik. Perasat-perasat untuk evaluasi seperti mengangkat tungkai dan berjalan jinjit atau tumit juga bermanfaat untuk membuat diagnosis. Radiografi mungkin normal atau memperlihatkan tandatanda distorsi susunan tulang belakang (umumnya disebabkan oleh spasme otot); radigrafi juga bermanfaat untuk menyingkirkan kausa lain nyeri punggung, misalnya spondilolistesis (selipnya kea rah depan bagien anterior suatu segmen vertebra dari segmen di bawahnya, biasanya di L4 atau L5), tumor medulla spinalis, atau tonjolan tulang. Namun, diagnosis herniasi diskus mustahil dilakukan hanya berdasarkan radiografi. Diperlukan mielogram computed tomography atau magnetic resonance imaging (MRI) untuk memastikan lokasi dan tipe patologi. MRI atau CT tulang belakang akan memperlihatkan kompresi kanalis spinalis oleh diskus yang mengalami herniasi dan mielogram CT akan menentukan ukuran dan lokasi herniasi diskus. Dapat dilakukan pemeriksaan elektromiogram (EMG) untuk menentukan secara pasti akar saraf yang terkena, juga dapat dilakukan uji kecepatan hantaran saraf. c. Diagnosis Banding Penyakit inflamasi sistemik pada tulang belakang. Penyakit inflamasi sitemik seperti arthritis rheumatoid seringkali menyebabkan kelainan pada vertebrata lumbalis. Selain itu proses inflamasi antara lain akibat spindilartopati seperti spondilitas ankilosa, dan spondilosis hiperostotik memberikan keluhan nyeri pinggang bawah pula Berkaitan dengan Tidak Ada

orang yang terkena

Infeksi. Osteomielitis piogenik dengan penyebaran hematogen kuman golongan stafilokok atau basil gram negatif, seringkali memiliki predileksi pada kolumna vertbralis. Disamping itu nyeri dapat berasal dari infeksi pada celah diskus. Keadaan ini lebih sering setelah tindakan eksisi pada diskus dan lebih merupakan infeksi iatrogenik. Infeksi lain yang memberikan gambaran nyeri pinggang bawah di antaranya adalah blastomikosis, kriptokokosis, aktinomikosis, koksidioidomikosis, terbekulosis, spondilitis sifilitik dan kista hidatid Spondilolisis/spondilolitseis. Spondililistesis dapat disebabkan oleh proses

degeneratif pada diskus dan biasanya disertai dengan stenosis spinalis lokal ata akibat ruda paksa. Kebanyakan akibat ruda paksa ini menyebabkan fraktur pada bagian posterior vertebra seperti pedikel atau faset. Suatu proses patologik lain yang mengakibatkan spondilolistesisi dapat ditemukan pada penyakit tulang atau mengenai tulang belakang seperti osteoporosis, artogriptosis, penyakit paget, sifilis, artropati neuorogenik, spondilitis tuberkolosa, gian cell tumor atau metastasis tumor. Spondilolistesis yang diakibatkan proses-proses patologik tersebut biasanya mengenai segmen-segmen proksimal dari tulang vertebra lumbalis Sebab lain nyeri pinggang bawah. Sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, berbagai penyakit lain yang tidak bersangkutan dengan tulang belakang dapat memberikan sensasi nyeri pada daerah tersebut. Memang sangat jarang keluhan penyakit non tulang belakang ini hanya memberikan rasa nyeri pada pinggang bawah semata, tetapi biasanya disertai gejala lain sesuai dengan penyakit yang mendasarinya. Organ visera intra-abdominal, retroperitoneal maupun pelvis memberikan sensasi nyeri alih dermatomal, tidak memburuk dengan aktivitas dan nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Beberapa penyakit adalah ulkus eptik, gastritis, tumor pada duodenum, gaster atau pancreas, dan pendarahan retrperitoneal. Pada wanita, tumor pada uterus atau vesika urinaria memberikan rasa nyeri pinggang namun lebih ke arah sacral. Demikian pula nyeri akiba haid dan malposisi uterus

VI. Penatalaksanaan
Penanggulangan nyeri pinggang bawah bertujuan untuk mengatasi rasa nyeri, mengembalikan fungsi pergerakan dan mobilias, mengurangi residual impairment, pencegahan kekambuhan serta pencehana timbulnya nyeri kronik. Perlu diperhatikan walaupun yang terbaik adalah memberikan pengobatan sesuai dengan penyebab nyeri, taetapi sangat sulit menentukannya pada fase akut nyeri kronik sekalipun. Penanggulangan nyeri akut. Nyeri dapat diatasi denga pemberian obat-obata, istirahat dan modalitas. Penjelasan singkat penatalaksaan perlu diberikan dan dihindari penggunaan istilah yang tidak banyak dimengerti oleh awam atau dapat menimbulkan rasa takut seperti kata nyeri skiatik, arthritis, spasme, penyakit diskogenik dan sebagainya. Pemberian obat anti radang nonsteroid (OAINS) diperlukan untuk jangka waktu pendek disertai dengan penjelasan kemungkinan efek samping dan interaksi obat. Tidak dianjurkan penggunaan muscle relaxan karena memiliki efek depresan. Pada tahap awal, apabila didapati pasien dengan depresi premorbid atau timbul depresi akibat rasa nyeri, pemberian antidepresan dianjurkan Istirahat secara umum atau lokak banyak memberikan manfaat. Tirah baring pada alas yang keras dimaksudkan untuk mencegah melengkungnya tulang punggung. Pada episode akut diperlukan 3-5 hari tirah baring. Kecuali pada keadaan scoliosis disertai nyeri radikular hebat atau herniasi diskus akut yang memerlukan istirahat lebih lama lagi sampai 5 minggu. Posisi tidur disesuaikan terhadap rasa nyaman yang dirasakan pasien. Beberapa pasien merasa lebih enak pada posisi terlentang dengan ekstensi penuh, beberapa dengan posisi semi Fowler atau bahkan dalam curled up fetal position. Istirahat pada nyeri pingggang bawah ini tidak hanya diartikan tidur, tetapi perlu dijelaskan lebih rinci pada pasien antara lain pada posisi tidak dengan duduk tegak lurus, mengubah posisi tidur miring ke arah berlawanan

dikerjakan dengan panggul dan lutut dalam fleksi, pinggang harus dalam posisi sedikit fleksi pada keseluruhan pergerakan tersebut, tidak membuat lordosis berlebihan selama berdiri dan menjaga berat tubuh berada di tengah kedua kaki Latihan mulai diberikan ketiga, keempat, degan memberikan fleksi ringan. Dilanjutkan dengan pemberian modalitas lainnya. Modalitas yang diberikan sangat beragam. Bila disertai suatu protective spasm pemberian kompres es atau semprotan etil klorida, fluorimetan dapat membantu tarikan (stretching) dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain degan latihan posisi knee chest dan fleksi lateral. Traksi dianjurkan bila terdapat herniasi diskus lumbal. Tarikan ini lebih ditujukan untuk mengurangi lordosis dan menjauhkan facet joint serta membuka foramen Nyeri tidak selalu dapat diatasi dengan cara-cara diatas. Terkadang diperlukan tindakan injeksi anestetik atau anti inflamasi steroid pada tempat-tempat tertentu seperti injeksi pada faset, sekitar radiks saraf, epidural, intradural. Keterampilan sangat menentukan dalam tindakan penyuntikan tersebut, karena sangat bergantug dari lokasi jaringan sebagai sumber nyeri. Terapi Obat-obatan Saat ini tersedia berbagai jenis obat-obatan bebas dan obat-obatan terbatas yang dapat berguna untuk mengurangi rasa nyeri dan mengatasi gejala-gejala lain yang terkait selama suatu serangan nyeri punggung bawah sedang berada dalam perbaikan. Perhatian pada penatalaksanaan nyeri merupakan komponen penting dalam kesembuhan pasien, karena nyeri punggung bawah akut dan kronis dapat menimbulkan depresi, kesulitan tidur, dan kesulitan untuk berolahraga serta meregang. Hal ini dapat menimbulkan serangan baru dan memperlama kondisi nyeri punggung bawah. Terdapat dua jenis obat-obatan bebas yang disarankan untuk mengurangi nyeri punggung bawah, yaitu asetaminofen dan obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS). Asetaminofen dan OAINS bekerja dengan mekanisme yang berbeda, sehingga keduanya dapat digunakan secara bersamaan. Untuk jangka waktu yang pendek, obat-obatan terbatas (seperti obat-obatan anti

nyeri narkotik dan relaksan otot) dapat bermanfaat dalam mengurangi nyeri atau komplikasi lain yang terkait. Golongan obat yang lain (seperti obat-obatan antidepresan atau obat-obatan anti kejang) juga dapat berguna mengurangi sensasi nyeri dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Penggunaan obatobatan apapun selalu disertai dengan risiko, efek samping dan interaksi obat, dan dengan demikian perlu adanya konsultasi dengan ahli medis sebelum memulai penggunaan obat-obatan apapun. Pasien harus sangat berhati-hati dengan penggunaan obat-obatan apabila mereka sedang menjalani pengobatan lain atau mengidap penyakit tertentu (seperti diabetes). Meskipun beberapa risiko dan efek samping utama dipaparkan disini, namun pasien harus selalu membaca label dan leaflet pada kemasan obat serta berkonsultasi dengan dokter untuk memahami secara utuh mengenai risiko, efek samping, dan interaksi obat. Asetaminofen Asetaminofen kemungkinan merupakan obat bebas yang paling efektif untuk nyeri punggung bawah dengan efek samping yang paling sedikit. Tylenol merupakan salah satu contoh obat dengan kandungan aktif asetaminofen yang banyak dikenal. Tidak seperti aspirin atau OAINS, asetaminofen tidak memiliki efek anti inflamasi. Obat ini mengurangi nyeri dengan bekerja secara sentral di otak untuk mematikan persepsi rasa nyeri. Dosis sebesar 1000 mg asetaminofen dapat dikonsumsi setiap empat jam sekali, dengan dosis maksimal 4000 mg per 24 jam. Selain efektivitasnya, asetaminofen sering dianjurkan karena efek sampingnya yang minimal. Terutama: Sama sekali tidak menimbulkan kecanduan Pasien tidak mengalami efek toleransi terhadap obat (hilangnya efek anti nyeri) pada penggunaan jangka panjang tidak menimbulkan gangguan gastrointestinal (lambung) hanya sedikit pasien yang alergi terhadap obat ini 3

Suatu hal yang pelu diperhatikan, asetaminofen dimetabolisme oleh hepar, sehingga pasien dengan gangguan hepar harus memeriksakan diri terlebih dahulu pada dokternya pasien tidak boleh mengkonsumsi lebih dari 1000 mg setiap empat jam (dosis maksimal yang dianjurkan), karena dosis lebih tinggi tidak memberikan efek anti nyeri tambahan dan memperberat risiko kerusakan hepar. Obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS) Karena sebagian besar serangan nyeri punggung bawah melibatkan suatu komponen inflamasi, obat-obatan anti inflamasi sering menjadi pilihan terapi yang efektif. OAINS bekerja seperti aspirin dengan menghambat inflamasi, namun memiliki efek terjadinya proses samping gastrointestinal yang lebih sedikit

dibandingkan dengan aspirin. OAINS melingkupi golongan obat yang luas dengan banyak pilihan. Ibuprofen (misalnya Advil, Nuprin, Motrin) merupakan salah satu obat OAINS yang pertama ditemukan dan sekarang dijual bebas. Dosis yang dianjurkan adalah 400 mg setiap delapan jam. Jenis OAINS lainnya adalah naproksen (misalnya Naprosyn, Aleve). Penggunaan OAINS lebih baik secara terus menerus agar terbentuk suatu konsentrasi obat anti inflamasi di dalam darah, dan efektivitas OAINS berkurang apabila hanya digunakan setiap merasa nyeri. Karena OAINS dan asetaminofen bekerja dengan mekanisme yang berbeda, maka kedua obat ini dapat digunakan secara bersamaan. OAINS dimetabolisme dari aliran darah oleh ginjal, dengan demikian bagi pasien diatas usia 65 tahun yang mengidap kelainan ginjal sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum memulai penggunaan obat-obatan ini. Apabila seorang pasien mengkonsumsi OAINS dalam jangka waktu yang lama (6 bulan atau lebih), maka perlu dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk mendeteksi tandatanda awal kerusakan ginjal. OAINS juga dapat menimbulkan gangguan lambung, sehingga pasien dengan riwayat ulkus lambung perlu berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Kelas baru OAINS, yaitu penyekat COX-2, sudah tersedia. Perbedaan utama antara kelompok obat ini dengan obat-obatan OAINS sebelumnya adalah penyekat COX02 menghambat secara selektif reaksi

kimiawi yang berujung pada inflamasi, tetapi di lain pihak tidak menghambat produksi kimiawi lapisan pelindung lambung. Karea efek samping utama dari OAINS adalah pembentukan ulkus lambung, maka obat-obatan ini memiliki angka komplikasi yang lebih rendah dan cenderung untuk tidak menghasilkan ulkus. Celebrex merupakan penyekat COX-2 yang pertama dipasarkan, dan Vioxx merupakam obat yang baru saja dipasarkan.

VII. Komplikasi

VIII. Prognosis
Prognosis dari nyeri punggung adalah tergantung dari penyakit yang menyebabkan nyeri pada punggung bawah tersebut, karena nyeri punggung bawah hanyalah sebuah gejala.

Daftar Pustaka

Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simardibrata K, Siti Setiadi. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid III, Edisi V. Jakarta : internapublishig Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, 2006. Patofisiologi, volume 2, edisi 6. Jakarta : EGC Yosefina Rempe, Muhammad Ilyas , Bachtiar Murtala , Abdul Muis, Frans Liyadi, dan Burhanuddin Bahar. 2010. Kesesuaian derajat penekanan radiks saraf pada MRI lumbosakral berdasarkan pfirmann dengan derajat nyeri skiatika berdasarkan vas pada penderita hernia nukleus pulposus. Makassar : jurnal Agus hadian rahim, Kusmedi priharto. Terapi konservatif untuk low back pain. Jakarta : jurnal Priguna sidharta, 1999. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta : Dian rakyat

Anda mungkin juga menyukai