Anda di halaman 1dari 3

Hasil dan Pembahasan

Jenis Obat Salisilat dalam asam Persentase absorbsi (%)

Volume Awal 5 ml

Volume Akhir 3,5 ml = 55,6 %

Tabel 1. Hasil percobaan kelompok 6

Kelompok 1 2 3 4 5 6

Konsentrasi sediaan awal (Ct0) 25 % 15 % 15 % 25 % 32,5 % 22,5 %

Konsentrasi sediaan akhir (Ct1) 15 % 5% 10% 10 % 20 % 10 %

% absorpsi 40 % 67,7 % 60% 35 % 38,46 % 55,6 %

Tabel 2. Perbandingan % absorbsi sediaan larutan asam salisilat tiap kelompok

Telah digunakan larutan asam salisilat pada pratikum ini. Larutan salisilat akan didisosiasi lalu menembus lapisan mukosa lambung. Hal yang menunjukan adanya proses absorpsi larutan salisilat ini adalah perbedaan konsentraasi obat yang dimasukan ke lambung setelah 1 jam. Konsentrasi larutan salilisat didapatkan dengan cara mereaksikannya dengan larutan FeCl3 dan membentuk larutan berwarna kuning kecoklatan. Nilai konsentrasi larutan yang telah didapat, dibandingkan dengan standar larutan yang telah ada. Perbandingan ini dapat dilakukan dengan membandingkan warna yang telah didapat oleh praktikkan dengan warna standar larutan yang telah ada. Warna yang ditumbulkan oleh konsentrasi obat pertama (t0) berwarna ungu tua diantara warna yang berkonsentrasi 20 mg% dan 25 mg%. Sehingga konsentrasi obat pada t0 berasal dari rataan kedua konsentrasi tersebut yang hasilnya adalah sebesar 22,5 mg%. Sedangkan warna yang ditimbulkan dari konsentrasi obat kedua (t1) sama nilainya dengan konsentrasi 10 mg%. Jumlah obat yang di absorbsi didapat dari perhitungan sebagai berikut, Jumlah obat yang di absorbsi = konsentrasi obat pada t0 konsentrasi obat pada t1 x 100% konsentrasi obat pada t0 = 22,5% - 10% x 100% = 55,6 % 2

Tikus di dalam uji coba kelompok 6 telah diberikan volume asam salisilat sebesar 5 ml. Setelah itu, asam salisilat diambil sebesar 1,5 ml sehingga volume akhir yang berada di usus tikus sebesar 3,5 ml. Nilai %absorbsi yang didapat oleh kelompok lain bervariasi. Persentasi absorpsi suatu sediaan tergantung oleh beberapa faktor diantaranya (Kee dan Dan 1996) : Sifat obat Kondisi tubuh Rute pemberian Faktor yang menyebabkan perbedaan persentase absorpsi pada praktikum kali ini ialah kondisi tubuh hewan. Pada praktikum kali ini (pada kelompok 6), nilai persentase absorpsi obat dalam larutan asam mencapai 55,6%. Sedangkan di kelas lain, ada praktikkan yang mendapatkan %absorbsi basa sebesar 60%. Hal ini berbanding terbalik dengan pernyataan yang menyebutkan bahwa absorbsi dalam sediaan asam lebih besar dibandingkan absorbsi dalam sediaan basa. Namun jika dibandingkan dengan %absorbsi asam tertinggi yang bernilai 67,7% dengan %absorbsi basa tertinggi yang bernilai 60%, pernyataan ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa absorbsi dalam sediaan asam lebih besar dibandingkan absorbsi dalam sediaan basa Menurut Ansel dan Howaed (1989) dan Ganiswarna dan Sulistia (1995) , asam lemah akan berdisosiasi menjadi anion dan ion H+. Reaksi ini bersifat bolak-balik. Kondisi lambung yang asam memberikan sumbangan konsentrasi H+ yang besar sehingga kesetimbangan bergeser kearah kiri. Pergeseran kesetimbangan ini mengakibatkan laju pembentukan molekul lebih cepat dibandingkan laju penguraiannya, sehingga jumlah molekul obat yang bisa diabsorpsi menjadi meningkat. Fenomena ini terjadi pada pemberian salisilat dalam suasana asam. Sedangkan sediaan obat yang bersifat basa lemah akan berdisosiasi menjadi ionnya pada lingkungan yang mengandung ion H+. Bertemunya molekul obat yang bersifat basa lemah dengan ion H+ akan mengakibatkan terbentuknya ion basa lemah tersebut. Kondisi lambung yang mengandung banyak ion H+ mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga laju penguraian molekul obat lebih besar daripada laju pembentukannya. Kondisi ini mengakibatkan penyerapan akan berkurang, karena obat diabsorpsi dalam bentuk molekulnya. Fenomena ini terjadi pada pemberian salisilat dalam suasana basa. Oleh karena

itu, seharusnya %absorbsi dalam sediaan asam bisa lebih besar dibandingkan %absorbsi sediaan basa.
Konsentrasi sediaan awal (Ct0) Konsentrasi sediaan akhir (Ct1)

Warna sediaan B (konsentrasi yang telah Warna sediaan dari konsentrasi obat kedua didapat oleh praktikkan), berada di antara bernilai 10 mg% sediaan A dan C (warna/konsentrasi standard larutan yang telah disediakan) dan bernilai 22,5 mg%. Tabel 3. Perbandingan warna antara konsentrasi sediaan obat pertama dengan sediaan konsentrasi obat kedua

Daftar Pustaka Ansel, Howaed C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta: UI Press. Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kee Joyce L. Dan Hayes Evelyne R. 1996. Farmakologi. Di dalam : Agustina,Annisa. 2012. Sifat Kerja Obat [internet]. Surabaya; [diunduh 28 Oktober 2013]. Tersedia pada : http://nissanisso-fkp11.web.unair.ac.id/artikel_detail-49831-Umumsifat%20kerja%%20obat.html.

Anda mungkin juga menyukai