Anda di halaman 1dari 22

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.010/ 201...

TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 9 tahu n 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan Pembiayaan; Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502); 2. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 64); 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan; 6. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 7. Keputusan Menteri Keuangan N omor 634/KMK.013/1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing ); 8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha ( Leasing ); -29. Peraturan Menteri Keuangan No mor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009; 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Pr insip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen, dan/atau usaha kartu kredit. 3. Pemberi Sewa Guna Usaha ( Lessor ) adalah Perusahaan Pembiayaan y ang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan sewa guna usaha. 4. Penyewa Guna Usaha ( Lessee ) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Pemberi Sewa Guna Usaha. 5. Pembeli Piutang ( Factor ) adal ah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan anjak piutang. 6. Penjual Piutang ( Client ) adalah perusahaan yang menjual piutang dagang jangka pendek kepada Pembeli Piutang. 7. Penyedia Pembiayaan Konsumen adalah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan pembiayaan konsumen. 8. Konsumen adalah perusahaan atau perorangan yang menerima -3pembiayaan pengadaan barang , baik yang berwujud maupun tidak berwujud dari Penyedia Pembiayaan Konsumen. 9.

Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit adalah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Ment eri dan melakukan kegiatan pembiayaan kartu kredit. 10. Pemegang Kartu Kredit adalah perorangan yang menerima pembiayaan untuk pembelia n barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit dari Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit. 11. Badan Usaha Asing atau Lembaga Asing adalah badan atau lembaga berbadan hukum, baik swasta maupun pemerintah yang didirikan tidak berdasarkan hukum Indonesia. 12. Hari adalah hari kerja. 13. Direksi adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perseroan perbatas bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas dan pengurus sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perkopera sian bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum koperasi. 14. Dewan Komisaris adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perseroan perbatas bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas dan pengawas sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perkoperasian bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum koperasi. 15. Kantor Cabang adalah unit usaha dari suatu Perusahaan Pembiayaan yang menjalankan kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan. 16. Peleburan ada

lah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) Perusahaan Pembiayaan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan 1 (satu) Perusahaan Pembiayaan baru yang karena hukum memperoleh aset, kewajiban, dan ekuitas dari Perusahaan Pembiayaan yang mele burkan diri dan status badan hukum Perusahaan Pembiayaan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. 17. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) Perusahaan Pembiayaan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perusahaan Pembiayaan l ain yang telah ada yang mengakibatkan aset, kewajiban, dan ekuitas dari Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perusahaan Pembiayaan yang menerima penggabungan dan -4selanjutnya status badan hukum Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. 18. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perusahaan Pembiayaan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perusahaan Pembiayaan tersebut. 19. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas Perusahaan Pembiayaan beralih karena hukum kepada 2 (dua) P erusahaan Pembiayaan atau lebi h atau sebagian aset, kewajiban, dan ekuitas Perusahaan Pembiayaan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perusahaan atau lebih. 20. Aset Produktif adalah semua aset yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan dengan maksud untuk memperoleh penghasilan.

21. Prinsip S yariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan Perusahaan Pembiayaan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 22. Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat Perusahaan Pemb iayaan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. 23. Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa ( ujrah ), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa ( muajjir ) dengan penyewa ( mustajir ) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. 24. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa ( ujrah ), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa ( muajjir ) dengan penyewa ( mustajir ) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa. 25. Wakalah bil Ujra adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak ( al muwakkil ) kepada pihak lain ( al wakil ) dalam hal-

hal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan ( ujrah ). 26. Murabahah adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harg a belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih -5sebagai laba. 27. Salam adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak. 28. Istishna adalah akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni `) dan penjual (pembuat, shani `) dengan harga yang disep akati bersama oleh para pihak. 29. Ketua adalah Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 30. Kepala Biro adalah Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. BAB II KEGIATAN USAHA Pasal 2 Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi: a. sewa guna usaha; b. anjak piutang; c. usaha kartu kredit; dan/atau d. pembiayaan konsumen. Pasal 3 (1) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a wajib

dilakukan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang modal kepada Penyewa Guna Usaha untuk jangka waktu tertentu melalui angsuran dengan mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat barang modal (sewa pembiayaan). (2) Selain melakukan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Sewa Guna Usaha dapat melakukan pembiayaan pengadaan barang modal kepada Penyewa Guna Usaha untuk jangka waktu tertentu melalui angsuran tanpa mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat barang modal (sewa operasi). (3) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat dilakukan sebagai berikut: -6a. Pemberi Sewa Guna Usaha melakukan Sewa Guna Usaha atas barang modal dari pemasok bagi Penyewa Guna Usaha ( direct lease ); dan/atau b. Pemberi Sewa Guna Usaha membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali ( sale and leaseback ). (4) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Pemberi Sewa Guna Usaha d an Penyewa Guna Usaha wajib diikat dengan perjanjian tertulis. (5) Sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih b erlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada pada Pemberi Sewa Guna Usaha. Pasal 4 (1) Anjak piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, wajib dilakukan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek yang memiliki jatuh tempo paling lama 2 (dua) tahun. (2) Piutang dagang jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. piutang dari transaksi perdagangan; dan/atau b. piutang

dari kegiatan usaha pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (3) Anjak piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Anjak piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang ( without recourse ); dan/atau b. Anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang ( with recourse ). (4) Dalam anjak piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang sebagaimana dima ksud pada ayat (3) huruf a, seluruh risiko atas tidak tertagihnya piutang yang dijual kepada Pembeli Piutang ditanggung Pembeli Piutang. (5) Dalam anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, sebagian atau selu ruh risiko tidak tertagihnya piutang yang dijual kepada Pembeli Piutang ditanggung Penjual Piutang. (6) Anjak p iutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Pembeli Piutang d an Penjual Piutang wajib diikat dengan perjanjian tertulis. -7Pasal 5 (1) Usaha kartu k redit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, wajib dilakukan dalam bentuk kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. (2) Usaha kartu kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit d an Pemegang Kartu Kredit wajib diikat dengan perjanjian tertulis. (3) Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit harus mengikuti ketentuan Bank Indonesia sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran. Pasal 6 (1) Pembiayaan konsumen sebagai mana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, wajib dilakukan dalam bentuk pem

biayaan untuk pengadaan barang, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, berdasarkan kebutuhan Konsumen dengan pembayaran secara angsuran. (2) Selain bentuk pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyedia Pembiayaan Konsumen dapat melakukan pembiayaan dalam bentuk pembiayaan kembali atas b arang milik Konsumen yang pengadaannya berasal dari Penyedia Pembiayaan Konsumen yang sama, dengan pembayaran secara angsuran. (3) Kebutuhan Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi: a. Pembiayaan kendaraan bermotor; b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga; c. Pembiayaan barang-barang elektronik; d. Pembiayaan perumahan. (4) Pembiayaan k onsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Penyedia Pembiayaan Konsumen d an Konsumen wajib diikat dengan perjanjian tertulis. Pasal 7 Ketentuan mengenai pokokpokok perjanjian tertulis kegiatan Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Pasal 4 ayat (6), Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Ketua.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR /PMK.010/ 201... TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 11 Peraturan Presiden Nomor 9 tahu n 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perusahaan Pembiayaan; Mengingat : 1. UndangUndang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502); 2. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 64); 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756); 4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5164); 5. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga

Pembiayaan; 6. Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; 7. Keputusan Menteri Keuangan N omor 634/KMK.013/1990 tentang Pengadaan Barang Modal Berfasilitas Melalui Perusahaan Sewa Guna Usaha (Perusahaan Leasing ); 8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha ( Leasing ); -29. Peraturan Menteri Keuangan No mor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143.1/PMK.01/2009; 10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Pr insip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUSAHAAN PEMBIAYAAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 2. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan sewa guna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen, dan/atau usaha kartu kredit. 3. Pemberi Sewa Guna Usaha ( Lessor

) adalah Perusahaan Pembiayaan y ang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan sewa guna usaha. 4. Penyewa Guna Usaha ( Lessee ) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari Pemberi Sewa Guna Usaha. 5. Pembeli Piutang ( Factor ) adal ah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan anjak piutang. 6. Penjual Piutang ( Client ) adalah perusahaan yang menjual piutang dagang jangka pendek kepada Pembeli Piutang. 7. Penyedia Pembiayaan Konsumen adalah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri dan melakukan kegiatan pembiayaan konsumen. 8. Konsumen adalah perusahaan atau perorangan yang menerima -3pembiayaan pengadaan barang , baik yang berwujud maupun tidak berwujud dari Penyedia Pembiayaan Konsumen. 9. Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit adalah Perusahaan Pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Ment eri dan melakukan kegiatan pembiayaan kartu kredit. 10. Pemegang Kartu Kredit adalah perorangan yang menerima pembiayaan untuk pembelia n barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit dari Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit. 11.

Badan Usaha Asing atau Lembaga Asing adalah badan atau lembaga berbadan hukum, baik swasta maupun pemerintah yang didirikan tidak berdasarkan hukum Indonesia. 12. Hari adalah hari kerja. 13. Direksi adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perseroan perbatas bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas dan pengurus sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perkopera sian bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum koperasi. 14. Dewan Komisaris adalah dewan komisaris sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perseroan perbatas bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas dan pengawas sebagaimana dimaksud dalam undangundang mengenai perkoperasian bagi Perusahaan Pembiayaan berbentuk badan hukum koperasi. 15. Kantor Cabang adalah unit usaha dari suatu Perusahaan Pembiayaan yang menjalankan kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan. 16. Peleburan ada lah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) Perusahaan Pembiayaan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan 1 (satu) Perusahaan Pembiayaan baru yang karena hukum memperoleh aset, kewajiban, dan ekuitas dari Perusahaan Pembiayaan yang mele burkan diri dan status badan hukum Perusahaan Pembiayaan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. 17. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 1 (satu) Perusahaan Pembiayaan atau lebih untuk menggabungkan

diri dengan Perusahaan Pembiayaan l ain yang telah ada yang mengakibatkan aset, kewajiban, dan ekuitas dari Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perusahaan Pembiayaan yang menerima penggabungan dan -4selanjutnya status badan hukum Perusahaan Pembiayaan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. 18. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perusahaan Pembiayaan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perusahaan Pembiayaan tersebut. 19. Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Pembiayaan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas Perusahaan Pembiayaan beralih karena hukum kepada 2 (dua) P erusahaan Pembiayaan atau lebi h atau sebagian aset, kewajiban, dan ekuitas Perusahaan Pembiayaan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perusahaan atau lebih. 20. Aset Produktif adalah semua aset yang dimiliki oleh Perusahaan Pembiayaan dengan maksud untuk memperoleh penghasilan. 21. Prinsip S yariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan Perusahaan Pembiayaan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. 22. Unit Usaha Syariah adalah unit kerja dari kantor pusat Perusahaan Pemb iayaan yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. 23.

Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa ( ujrah ), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa ( muajjir ) dengan penyewa ( mustajir ) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri. 24. Ijarah Muntahiyah Bittamlik adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa ( ujrah ), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa ( muajjir ) dengan penyewa ( mustajir ) disertai opsi pemindahan hak milik atas barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa. 25. Wakalah bil Ujra adalah pelimpahan kuasa oleh satu pihak ( al muwakkil ) kepada pihak lain ( al wakil ) dalam halhal yang boleh diwakilkan dengan pemberian keuntungan ( ujrah ). 26. Murabahah adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan menegaskan harg a belinya (harga perolehan) kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara angsuran dengan harga lebih -5-

sebagai laba. 27. Salam adalah akad pembiayaan untuk pengadaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati para pihak. 28. Istishna adalah akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni `) dan penjual (pembuat, shani `) dengan harga yang disep akati bersama oleh para pihak. 29. Ketua adalah Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 30. Kepala Biro adalah Kepala Biro Pembiayaan dan Penjaminan, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. BAB II KEGIATAN USAHA Pasal 2 Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi: a. sewa guna usaha; b. anjak piutang; c. usaha kartu kredit; dan/atau d. pembiayaan konsumen. Pasal 3 (1) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a wajib dilakukan dalam bentuk pembiayaan pengadaan barang modal kepada Penyewa Guna Usaha untuk jangka waktu tertentu melalui angsuran dengan mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat barang modal (sewa pembiayaan). (2) Selain melakukan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Sewa Guna Usaha dapat melakukan pembiayaan pengadaan barang modal kepada Penyewa Guna Usaha untuk jangka waktu tertentu melalui angsuran tanpa mengalihkan secara substansial

seluruh risiko dan manfaat barang modal (sewa operasi). (3) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dapat dilakukan sebagai berikut: -6a. Pemberi Sewa Guna Usaha melakukan Sewa Guna Usaha atas barang modal dari pemasok bagi Penyewa Guna Usaha ( direct lease ); dan/atau b. Pemberi Sewa Guna Usaha membeli barang Penyewa Guna Usaha yang kemudian disewagunausahakan kembali ( sale and leaseback ). (4) Sewa guna usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Pemberi Sewa Guna Usaha d an Penyewa Guna Usaha wajib diikat dengan perjanjian tertulis. (5) Sepanjang perjanjian sewa guna usaha masih b erlaku, hak milik atas barang modal obyek transaksi sewa guna usaha berada pada Pemberi Sewa Guna Usaha. Pasal 4 (1) Anjak piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, wajib dilakukan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek yang memiliki jatuh tempo paling lama 2 (dua) tahun. (2) Piutang dagang jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. piutang dari transaksi perdagangan; dan/atau b. piutang dari kegiatan usaha pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (3) Anjak piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Anjak piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang ( without recourse ); dan/atau b. Anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang ( with recourse ).

(4) Dalam anjak piutang tanpa jaminan dari Penjual Piutang sebagaimana dima ksud pada ayat (3) huruf a, seluruh risiko atas tidak tertagihnya piutang yang dijual kepada Pembeli Piutang ditanggung Pembeli Piutang. (5) Dalam anjak piutang dengan jaminan dari Penjual Piutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, sebagian atau selu ruh risiko tidak tertagihnya piutang yang dijual kepada Pembeli Piutang ditanggung Penjual Piutang. (6) Anjak p iutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Pembeli Piutang d an Penjual Piutang wajib diikat dengan perjanjian tertulis. -7Pasal 5 (1) Usaha kartu k redit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, wajib dilakukan dalam bentuk kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. (2) Usaha kartu kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit d an Pemegang Kartu Kredit wajib diikat dengan perjanjian tertulis. (3) Penyedia Pembiayaan Kartu Kredit harus mengikuti ketentuan Bank Indonesia sepanjang berkaitan dengan sistem pembayaran. Pasal 6 (1) Pembiayaan konsumen sebagai mana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, wajib dilakukan dalam bentuk pem biayaan untuk pengadaan barang, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, berdasarkan kebutuhan Konsumen dengan pembayaran secara angsuran. (2) Selain bentuk pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyedia Pembiayaan Konsumen dapat melakukan pembiayaan dalam bentuk pembiayaan kembali atas b arang milik Konsumen yang pengadaannya berasal dari Penyedia Pembiayaan Konsumen yang sama, dengan pembayaran secara angsuran.

(3) Kebutuhan Konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain meliputi: a. Pembiayaan kendaraan bermotor; b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga; c. Pembiayaan barang-barang elektronik; d. Pembiayaan perumahan. (4) Pembiayaan k onsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) antara Penyedia Pembiayaan Konsumen d an Konsumen wajib diikat dengan perjanjian tertulis. Pasal 7 Ketentuan mengenai pokokpokok perjanjian tertulis kegiatan Perusahaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Pasal 4 ayat (6), Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 6 ayat (4), diatur lebih lanjut dalam Peraturan Ketua.

Anda mungkin juga menyukai