Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah. Kajian terhadap Hukum Agraria sudah banyak dilakukan oleh berbagai kalangan, baik dalam bentuk buku-buku referensi, jurnal ilmiah dan di dalam seminar-seminar serta simposium yang bertajuk Agraria. Tetapi kajian-kajian tersebut tidak begitu fokus mengkaji tentang sejarah hukum agraria, bagaimana lahirnya hukum agraria di Indonesia sampai terbentuknya Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960. Bahkan wacana untuk mengamandemen Undang-undang Pokok Agraria, yang selanjutnya dalam makalah ini disebut UUPA, terus dilakukan guna menyesuaikan peraturan-peraturan di bidang keagraria-an yang sudah dianggap tidak mengakomodir perkembangan masyarakat. Ini membuktikan bahwa hukum khususnya hukum agararia terus berkembang seiring dengan perkembangan dan kebutuhan masayarakat, untuk itu diperlukan suatu kajian ilmiah tentang bagaimana rangkaian sejarah (hukum) hukum agraria Indonesia guna mengetahui setiap perkembangan yang terjadi di bidang agraria. Dengan demikian setidaknya dari kajian itu dapat diperoleh bahan untuk dijadikan pegangan dalam melakukan pembaharuan (hukum) terhadap hukum agraria.

1.2 Rumusan Masalah. Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dikaji dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana hukum agraria pada masa kolonial? 2. Bagaimana hak-hak atas kepemilikan tanah adat? 3. Bagaimana hak-hak atas tanah barat? 4. Dasar hukum hak-hak atas tanah

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Hukum Agraria Kolonial. Dari segi berlakunya, Hukum Agraria di Indonesia dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : 1. Hukum agraria Kolonial yang berlaku sebelum Indonesia merdeka bahkan berlaku sebelum diundangkannya UUPA, yaitu tanggal 24 September 1960; dan 2. Hukum Agraria nasional yang berlaku setelah diundangkannya UUPA.

Dari konsideran UUPA di bawah kata menimbang, dapat diketahui beberapa ciri dari hukum agraria kolonial pada huruf b, c dan d, sebagai berikut : 1. Hukum agraria yang masih berlaku sekarang ini sebagian tersusun berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan jajahan dan sebagian dipengaruhi olehnya, hingga bertentangan dengan kepentingan rakyat dan negara di dalam menyelesaikan revolusi nasional sekarang ini serta pembangunan semesta; 2. Hukum agraria tersebut mempunyai sifat dualisme, dengan berlakunya hukum adat di samping hukum agraria yang didasarkan atas hukum barat; 3. Bagi rakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidak menjamin kepastian hukum.

Beberapa ketentuan hukum agraria pada masa kolonial beserta ciri dan sifatnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. a. Sebelum tahun 1870. Pada masa VOC (Vernigde Oost Indische Compagnie).

VOC didirkan pada tahun 1602 1799 sebagai badan perdagangan sebagai upaya guna menghindari persaingan antara pedagang Belanda kala itu. VOC tidak mengubah struktur penguasaan dan pemilikan tanah, kecuali pajak hasil dan kerja rodi. Beberapa kebijaksanaan politik pertanian yang sangat menindas rakyat Indonesia yang ditetapkan oleh VOC, antara lain: 1). Contingenten. Pajak hasil atas tanah pertanian harus diserahkan kepada penguasa kolonial (kompeni). Petani harus menyerahkan sebgaian dari hasil pertaniannya kepada kompeni tanpa dibayar sepeser pun. 2). Verplichte leveranten. Suatu bentuk ketentuan yang diputuskan oleh kompeni dengan para raja tentang kewajiban meyerahkan seluruh hasil panen dengan pembayaran yang harganya juga sudah ditetapkan secara sepihak. Dengan ketentuan ini, rakyat tani benarbenar tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berkuasa atas apa yang mereka hasilkan. 3). Roerendiensten. Keijaksanaan ini dikenal dengan kerja rodi, yang dibebankan kepada rakyat Indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian. b. Masa Pemerintahan Gubernur Herman Willem Daendles (1800-1811). Awal dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan tanah dengan penjualan tanah, hingga menimbulkan tanah partikelir.

Kebijakannya itu adalah dengan menjual tanah-tanah rakyat Indonesia kepada orang-orang Cina, Arab maupun bangsa Belanda sendiri. Tanah itulah yang kemudian disebut tanah partikelir. Tanah partikelir adalah tanah eigendom yang mempunyai sifat dan corak istimewa. Yang membedakan dengan tanah eigendom lainnya ialah adanya hak-hak pada pamiliknya yang bersifat kenegaraan yang disebut landheerlijke rechten atau hak pertuanan. Hak pertuanan, misalnya: a. Hak untuk mengangkat atau mengesahkan kepemilikan serta memberhentikan kepal-kepala kampung/desa; b. Hak untuk menuntut kerja paksa (rodi) atau memungut uang pengganti kerja paksa dari penduduk; c. Hak untuk mengadakan pungutan-pungutan, baik yang berupa uang maupun hasil pertanian dari penduduk; d. Hak untuk mendirikan pasar-pasar; e. Hak untuk memungut biaya pemakaian jalan dan penyebrangan; f. Hak untuk mengharuskan penduduk tiga hari sekali memotong rumput untuk keperluan tuan tanah, sehari dalam seminggu untuk menjaga rumah atau gudanggudangnya dan sebagainya.

3.

Masa Pemerintahan Gubernur Thomas Stamford Rafles (1811-1816). Pada masa Rafles semua tanah yang berada di bawah kekuasaan government dinyatakan sebagai eigendom government. Dengan dasar ini setiap tanah dikenakan pahaj bumi.

Dari hasil penelitian Rafles, pemilikan tanah-tanah di daerah swapraja di Jawa disimpulkan bahwa semua tanah milik raja, sedang rakyat hanya sekedar memakai dan menggarapnya. Karena kekuasaan telah berpindah kepada Pemerintah Inggris, maka sebagai akibat hukumnya adalah pemilikan atas tanah-tanah tersebut dngna sendirinya beralih pula kepa Raja Inggris. Dengan demikian, tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan oleh rakyat itu bukan miliknya, melainka milik Raja Inggris. Oleh karena itu, mereka wajib memberikan pajak tanah kepada Raja Inggris, sebagaimana sebelumnya diberikan kepada raja mereka sendiri. Beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pajak tanah dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Pajak tanah tidak langsung dibebankan kepada petani pemilik tanah, tetapi ditugaskan kepada kepala desa. Para kepala desa diberi kekuasaan utnuk menetapkan jumlah sewa yang wajib dibayar oleh tiap petani. b. Kepala desa diberikan kekuasaan penuh untuk mengadakan perubahan pada pemilikan tanah oleh para petani. Jika hal itu diperlukan guna memperlancar pemasukan pajak tanah. Dapat dikurangi luasnya atau dapat dicabut penguasaannya, jika petani yang bersangkutan tidak mau atau tidak mempu membayar pajak tanah yang ditetapkan baginya, tanah yang bersangkutan akan dinerika kepada petani lain yang sanggup memenuhinya. c. Praktik pajak tanah menjungkirbalikan hukum yang mengatur tentang pemilikan tanah rakyat sebagai besarnya kekuasaan kepal desa. Seharusnya luas pemilikan tanahlah yang menentukan besarnya pajak yang harus dibayar, tetapi dalam praktik pemungutan pajak tanah itu justru berlaku yang sebaliknya. Besarnya

sewa yang sanggup dibayarlah yang menentukan luas tanah yang boleh dikuasai seseorang.

4.

Masa Pemerintahan Gubernur Johanes van den Bosch. Pada tahun 1830 Gubernur Jenderal van den Bosch menetapkan kebijakan pertanhan yang dikenal dengan sistem Tanam Paksa atau Cultuur Stelsel. Dalam sistem tanam paksa ini petani dipaksa untuk menanam suatu jenis tanaman tertentu yang secara langsung maupun tidak lengsung dibutuhkan oleh pasar internasional paa waktu itu. Hasil pertanian tersebut diserahkan kepada pemerintah kolonial tanpa mendapat imbalan apapun, sedangkan bagi rakyat yang tidak mempunyai tanah pertanian wajib menyerahkan tenaga kerjanya yaitu seperlima bagian dari masa kerjanya atau 66 hari untuk waktu satu tahun. Adanya monopoli pemerintah dengan sistem tanam paksa dalam lapangan pertanian telah membatasi modal swasta dalam lapangan pertanian besar. Di samping pada dasarnya para penguasa itu tidak mempunyai tanah sendiri yang cukup luas dengan jaminan yang kuat guna dapat mengusahakan dan mengelola tanah dengan waktu yang cukup lama. Usaha yang dilakukan oleh pengusaha swasta pada waktu itu adalah menyewa tanah dari negara. Tanah-tanah yagn biasa disewa adalah tanahtanah negara nyang masih kosong.1

2.2 HAK-HAK ATAS TANAH ADAT Hak-hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Agraria Adat daerah masing-masing yang disebut tanah-tanah hak adat, misalnya tanah yayasan, tanah kas desa, tanah gogolan, tanah
1. H. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004, Hlm. 28.

pangonan (penggembalaan), tanah kuburan.2

2.3 HAK-HAK ATAS TANAH BARAT Hak-hak atas tanah yang tunduk pada Hukum Agraria Barat yang diatur dalam KUHPerdata, misalnya hak eigendom, hak erfpacht, hak postal, Recht van gebruik (hak pakai), bruikleen (hak pinjam pakai). a) Hak Eigendom (hak milik) Pasal 570 KUH Perdata menyebutkan; Eigendom adalah hak untuk dengan bebas mempergunakan suatu benda sepenuh penuhnya dan untuk menguasai seluas luasnya, asal saja tidak bertentangan dengan undang undang atau peraturan peraturan umum yang ditetapkan oleh instansi (kekuasaan) yang berhak menetapkannya, serta tidak menganggu hak hak orang lain; semua itu kecualipencabutan eigendom untuk ke pentingan umum dengan pembayaran yang layak menurut peraturan peraturan umum. b) Hak Erfpacht (hak usaha) Hak erpacht, adalah hak benda yang paling luas yang dapat dibebankan atas benda orang lain. Pada pasal 720 KUH Perdata disebutkan, bahwa suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain dengan kewajiban member upeti tahunan. Disebutkan didalamnya pula bahwa

pemegang erfpacht mempunyai hak untuk mengusahakan dan merasakan hasil benda itu dengan penuh. Hak ini bersifat turun temurun, banyak diminta untuk keperlua pertanian. Di Jawa dan Madura Hal erfpacht diberikan untuk pertanian besar, tempat tempat kediaman di pedalaman, perkebunan dan pertanian kecil. Sedang di daerah luar Jawa hanya untuk pertanian besar, perkebunan dan pertanian kecil.
2 Muchsin, , Hukum Agraria Indonesia dalam Perspektif Sejarah, (Bandung Refika Aditama, 2007), hlm. 9

a) Hak Opstal (hak numpang karang) Hak Opstal adalah hak untuk mempunyai rumah, bangunan atau tanam tanaman di atas tanah orang lain. Menurut Pasal 711 KUH Perdata disebutkan bahwa hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung, bangynan-bangunan dan penanaman diatas pekarangan orang lain.3

2.4 DASAR HUKUM HAK ATAS TANAH A. Sebelum UUPA Hukum agrarian sebelum adanya UUPA mempunyai sifat dualisme hukum, dikarenakan berlakunya peraturan-peraturan dari hukum adat, disamping peraturanperaturan dari dan yang didasarkan atas hukum Barat. Hal mana selain menimbulkan pelbagai masalah antargolongan yang serba sulit, juga tidak sesuai dengan cita-cita persatuan bangsa. Hal ini pun terjadi dalam sejarah pemberlakuan hak-hak atas tanah di Indonesia. Sifat dualisme Hukum Agraria kolonial ini meliputi bidang-bidang sebagai berikut : 1) Hukumnya Pada saat yang sama berlaku macam-macam Hukum Agraria, yang meliputi : Hukum Agraria Barat yang diatur dalam Bugerlijk Wetboek, Agrarische Wet, dan Agrarische Besluit. Hukum Agrarian Adat yang diatur dalam Hukum Adat daerah masing-masing Hukum Agraria Swapraja yang berlaku didaerah-daerah Swapraja (seperti : Yogyakarta, Surakarta, dan Aceh)

3 Ibid, hlm. 13

Hukum Agraria Antar-Golongan (Agrarische Interdentielrecht) yaitu hukum yang digunakan untuk menyelesaikan hubungan-hubungan hukum dalam bidang pertanahan antarorang-orang pribumi dengan orang-orang bukan pribumi

b) Setelah UUPA Setelah lahirnya (Undang-Undang Pokok Agraria) sebagai dasar bagi Hukum Agraria di Indonesia, maka problema dualism pun teratasi. Alhasil, Negara Indonesia dapat berupaya semakin maksimal, guna mencapai apa yang menjadi tujuan Negara bagi kemakmuran Rakyat. Hak-hak atas tanah diatur dalam UUPA pasal 2, pasal 4, pasal 16, pasal 20-46, pasal 50, pasal 53, pasal 55,dan ketentuan-ketentuan tentang konversi. Sehingga lahirlah kodifikasi hak-hak atas tanah yang lebih baik Setelah adanya UUPA, hak-hak atas tanah di Indonesia pun mutlak menjadi milik Negara Indonesia. Dalam UUPA hak tanah mempunyai hierarki

DAFTAR PUSTAKA

Muchsin, Hukum Agraria Indonesia dalam Perspektif Sejarah, (Bandung Refika Aditama, 2007), hlm. 9

H. Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid 1, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004, Hlm. 28

UU No.5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hak_atas_tanah&oldid=6346664

Anda mungkin juga menyukai