Anda di halaman 1dari 23

CORRELATION BETWEEN SAFETY KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE WITH SAFETY MANAGEMENT IMPLEMENTATION IN PT KERETA API (PERSERO) DAERAH

OPERASI VI YOGYAKARTA (Study of Manager and Operator) Ariyanto Nugroho ABSTRACT High accident rate in PT. KA (Persero) becomes studys background. Accidents are only symptoms of lacks in organizational management of occupational safety and health (safety management). Human factor that considered to be related to safety management is employees safety behavior. Safety behavior can be observed by its domain, i.e. safety knowledge, attitude, and practice. This study aims to observe the relationship between workers safety knowledge, attitude, and practice with the implementation of safety management in PT. KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta, along with its difference between manager and operator. It was a survey study, with cross-sectional design. There were 245 people chosen as samples by proportional stratified random sampling technique. Samples were drawn from employee population, which previously divided into two work functions (manager and operator) and five work locations (non-field, Sintelis field, JJ field, Sarana field, and Opsar field). Data were collected by questionnaires for each one of safety management implementation (45 items), safety knowledge (8 items), safety attitude (13 items), and safety practice (16 items). Safety management implementation was explored by evaluating the implementation of organization & administration, regulation & procedure, education & training, and potential hazard control aspects. This research used SPS Program in statistical data process. Result shows that safety knowledge does not significantly correlate with safety management implementation (r = -0.042; p = 0.261), whilst safety attitude negatively correlates with safety management implementation (r = -0.130; p = 0.020), and safety practice positively correlates with safety management implementation (r = 0.266; p = 0.000). Can be conclude that each of cognitive, affective, and conative aspects of personnels behavior does not always linearly correlate, also that good safety practice can determines success in safety management implementation, vice versa. Safety knowledge, attitude, and practice as a unity also have positive correlation with safety management implementation (r = 0.473; p = 0.000), as well as with each aspect of safety management implementation (r1 = 0.465; r2 = 0.442; r3 = 0.427; r4 = 0.337 respectively for four safety management aspects; p = 0.000). Correlation of safety knowledge, attitude, and practice with safety management implementation does not significantly differ between manager and operator (F = 0.528; df = 1; p = 0.525), as well as correlation with each aspect of safety management implementation (F1 = 0.007 & p1 = 0.931; F2 = 0.322 & p2 = 0.578; F3 = 0.120 & p3 = 0.730; F4 = 1.308 & p4 = 0.253 respectively for four safety management aspects; df = 1). Result also shows that managers safety knowledge is higher than operators is (F = 5.405; df = 1; p = 0.019). Safety knowledge within the employees in JJ field and Opsar field are lower than employees safety knowledge in other work locations (F = 4.654; df = 4; p = 0.001). Keywords: occupational safety and health, safety management implementation, safety knowledge, safety attitude, safety practice, manager, operator Occupational Health Study Program, Gadjah Mada University (UGM), Yogyakarta

17

PENGANTAR Jumlah kecelakaan kereta api di Indonesia masih menunjukkan angka yang tinggi selama beberapa tahun terakhir. Selama tahun 2007 lalu telah terjadi 116 kasus kecelakaan dengan 320 orang korban, yang menunjukkan peningkatan dari 107 kasus dan 173 orang korban pada tahun 20061. Selain faktor risiko kecelakaan kerja, lingkungan kerja PT. Kereta Api (Persero) juga memiliki faktor risiko timbulnya penyakit akibat kerja, seperti kebisingan, suhu panas, debu, dan getaran. Kecelakaan kereta api pada sistem kerja transportasi perkeretaapian merupakan suatu kecelakaan kerja. Hingga saat ini terdapat beberapa teori terjadinya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah teori Frank E. Bird, dimana urutan terjadinya kecelakaan berakar dari disfungi manajemen di dalam upaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Ketimpangan pada manajemen K3 ini kemudian secara berturut-turut menimbulkan penyebab dasar dan penyebab langsung kecelakaan kerja2. Tingkat keberhasilan suatu perusahaan dalam menerapkan manajemen K3 dapat dinilai melalui keberhasilan penerapan empat pilar manajemen K3 di setiap tempat kerja, yaitu meliputi penerapan aspek Organisasi & Administrasi, Peraturan & Prosedur, Pendidikan & Pelatihan, serta Pengontrolan Potensi Bahaya3. Pada model Safety Management terdapat empat elemen yang mendukung keberhasilan manajemen K3, yaitu pemerintah, instalasi, personil, dan publik4. Pada elemen tenaga kerja digambarkan bahwa manajemen K3 berkaitan dengan perilaku. Teori ini juga sesuai dengan penjabaran The Institution of Engineering and Technology mengenai budaya keselamatan suatu organisasi5, dengan penjelasan Health and Safety Executives mengenai penurunan kecelakaan kerja6, serta dengan beberapa penelitian lain mengenai keterlibatan seluruh manajemen dan staf dalam penerapan K37,8. Perilaku yang berkaitan dengan manajemen K3 tentunya dikhususkan menjadi perilaku K3. Benyamin Bloom mengembangkan perilaku individu menjadi tiga domain, yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik9, sebagaimana halnya pandangan psikologi sikap yang menyebutkan tiga komponen, yaitu kognitif, afektif, dan konatif10. Perilaku K3, dengan demikian dapat diukur dari pengetahuan K3, sikap K3, dan praktik K3. Lebih jauh, psikologi kognitif berpandangan bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik seseorang tidak selalu berhubungan linier satu sama lain10. 16

Lebih jauh mengenai perilaku, faktor diri dan faktor situasional suatu individu dipandang mampu mempengaruhi perilaku dan keberhasilan seseorang dalam bekerja11,12,13,14. Usia, tingkat pendidikan, masa kerja, dan pengalaman pelatihan K3 juga berkaitan dengan perilaku K3 tenaga kerja15,16. Seluruh pandangan di atas berlaku di semua tempat kerja, tak terkecuali PT. KA (Persero) Daerah Operasi VI Yogyakarta yang mengelola perkeretaapian di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Lebih lanjut, jabatan tenaga kerja pada struktur organisasi DAOP VI Yogyakarta dapat dikelompokkan menjadi manajer dan operator, yang secara berturut-turut merupakan tenaga kerja yang mengelola manajemen perusahaan dan tenaga kerja yang mengelola hal-hal teknis berkaitan dengan perjalanan kereta api. Masing-masing manajer dan operator memiliki karakteristik pekerjaan dan lokasi kerja dengan potensi bahaya yang beragam. Berdasarkan peninjauan awal, manajemen K3 di DAOP VI Yogyakarta belum berjalan dengan optimal. Perusahaan belum memiliki sertifikasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), yang merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan penerapan K3 untuk perusahaan yang berdiri di Indonesia. Di sisi lain, tenaga kerja menunjukkan pengetahuan, sikap, dan praktik yang beragam mengenai pelaksanaan K3. Kegiatan K3 belum dilakukan secara menyeluruh oleh para tenaga kerja. Penelitian ini membahas korelasi antara penerapan manajemen K3 PT KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta dengan pengetahuan, sikap, dan praktik K3 para tenaga kerja, serta perbedaan penerapan manajemen K3 yang dikendalikan oleh pengetahuan, sikap, dan praktik K3 antara manajer dan operator tersebut. Selanjutnya, hasil penelitian diharapkan mampu memberikan rekomendasi dari segi pengetahuan, sikap, dan praktik K3 untuk peningkatan penerapan manajemen K3 di PT KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta. Penelitian juga diharapkan bermanfaat bagi penulis, pembaca, para manajer dan operator PT KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta, bagi dunia perkeretaapian Indonesia, dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. CARA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian korelatif, yang dijalankan dengan metoda survey dan menggunakan rancangan cross-sectional. 17

Populasi penelitian mencakup seluruh tenaga kerja yang terdaftar secara resmi dalam struktur organisasi DAOP VI Yogyakarta hingga 1 November 2007, dengan batas wilayah kerja Yogyakarta, yaitu meliputi seluruh tempat kerja di sepanjang Stasiun Srowot hingga Stasiun Sentolo. Pembatasan dilakukan untuk efisiensi penelitian, mengingat DAOP VI Yogyakarta mencakup enam wilayah kerja, yaitu Wates, Yogyakarta, Klaten, Solo Balapan, Sragen, dan Kalioso, sedangkan kebijakan perusahaan dan karakteristik tenaga kerja di masing-masing wilayah kerja adalah homogen. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan metoda proportioned stratified random sampling, mengingat karakteristik populasi penelitian yang heterogen dari segi jabatan dan lokasi kerja. Terdapat dua kelompok jabatan populasi. Manajer meliputi Kepala Daerah Operasi, Kepala Seksi, Pengawas Seksi, Kepala Sub-Seksi, Kepala Sub-Urusan, dan Kepala Unit Pelayanan Teknis, sedangkan operator mencakup tenaga kerja yang berkedudukan di bawah Kepala Sub-Urusan atau Kepala Unit Pelayanan Teknis. Selanjutnya, terdapat lima kelompok lokasi kerja populasi. Kelompok non-lapangan mencakup tenaga kerja yang bekerja di ruangruang perkantoran, sedangkan empat kelompok lainnya mencakup tenaga kerja yang bekerja di luar ruangan atau sering berintervensi dengan kondisi di luar ruangan, berturut-turut pada lokasi kerja Seksi Sinyal Telekomunikasi dan Listrik (Sintelis), Seksi Jalan Rel dan Jembatan (JJ), Seksi Sarana, dan Seksi Operasi dan Pemasaran (Opsar). Sesuai tabel perhitungan besar sampel yang disusun Mitchell dan 17 Jolley , dengan tingkat kepercayaan 95% dan tingkat kesalahan 5%, maka dari populasi sebesar 682 orang, diperoleh perkiraan besar sampel minimal sebanyak 240 orang. Tabel berikut menunjukkan perhitungan besar sampel masing-masing kelompok jabatan dan lokasi kerja. Pemilihan subjek penelitian dilakukan secara acak dan proporsional dari masing-masing kelompok tersebut, dan menghasilkan total sampel sebanyak 245 orang. 1. Perkiraan besar sampel penelitian
Lokasi kerja Jabatan Manajer Populasi (org) Sampel (org) Nonlapangan 42 15 Lap. Sintelis 5 2 Lap. JJ 4 2 Lap. Sarana 3 2 Lap. Opsar 11 4 Total 65 25

18

Operato r Total

Populasi (org) Sampel (org) Populasi (org) Sampel (org)

78 28 120 43

26 10 31 12

84 30 88 32

281 99 284 101

148 53 159 57

617 220 682 245

Keterangan:

Sintelis = Sinyal Telekomunikasi dan Listrik JJ = Jalan Rel dan Jembatan Opsar = Operasi dan Pemasaran

Tabel berikut menunjukkan variabel yang terkait dalam penelitian, beserta definisi operasional masing-masing. 2. Definisi operasional variabel penelitian
Jenis variabel Nama variabel Penerapan manajemen K3 Definisi Pelaksanaan aspek-aspek manajemen K3, yaitu organisasi dan administrasi K3, peraturan dan prosedur K3, pendidikan dan pelatihan K3, serta pengontrolan potensi bahaya, pada DAOP VI Yogyakarta Ingatan responden akan sekumpulan informasi mengenai K3 Kecenderungan psikologis responden dalam merespon stimulus mengenai K3 Aktivitas konkrit responden dalam melaksanakan kegiatan K3 Alat ukur Kuesioner Alat Ukur Penerapan Manajemen K3 (45 butir) (11-skala) Lembar Tes Pengetahuan K3 (8 butir) (2-skala) Kuesioner Alat Ukur Sikap K3 (13 butir) (11-skala) Kuesioner Alat Ukur Praktik K3 (16 butir) (11skala) Skala data

Kriterium

interval

Pengetahua n K3 Sikap K3

interval

Prediktor

interval

Praktik K3

interval

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Keseluruhan teknik analisis statistik dalam pengolahan data menggunakan Program SPS (Seri Program Statistik) versi 2005-BL, yang dimiliki secara legal.

19

Analisis Butir Kuesioner Pada analisis ini peneliti menetapkan kebijakan penggunaan batas koefisien korelasi sebesar 0,25, seperti yang dinyatakan dalam hasil penelitian Azwar18, mengingat jumlah sampel yang cukup besar (n = 245 orang) memungkinkan adanya kerancuan dalam penarikan kebijakan hasil penelitian. Analisis butir kuesioner dijalankan untuk menentukan kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) tiap butir pertanyaan dalam masingmasing kuesioner. Penelitian ini menggunakan metoda uji terpakai, yaitu dengan menjalankan uji butir langsung pada sampel penelitian setelah pengumpulan data. Tiga tahap uji butir yang dilakukan adalah uji kesahihan butir dalam faktor/aspek, uji keandalan butir dalam faktor, serta uji kesahihan faktor dalam konstrak/instrumen. Tabel di bawah ini merangkum seluruh tahap uji butir pada masing-masing kuesioner.

20

3. Rekapitulasi hasil uji butir kuesioner


Jumlah butir awal faktor keJumlah butir yang sahih dan andal faktor ke1. 2. 3. 4. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 13 butir 15 butir 11 butir 6 butir 4 butir 4 butir 3 butir 10 butir 5 butir 11 butir Koefisien korelasi bagian-total (rbt) hasil uji kesahihan butir Koefisien alpha (rtt) hasil uji keandalan butir Koefisien korelasi bagian total (rbt) hasil uji kesahihan faktor

Kuesioner

Kuesioner Alat Ukur Penerapan Manajemen K3 Lembar Tes Pengetahuan K3 Kuesioner Alat Ukur Sikap K3 Kuesioner Alat Ukur Praktik K3

1. 2. 3. 4. 1. 2. 1. 2. 1. 2.

13 butir 15 butir 11 butir 6 butir 5 butir 10 butir 5 butir 10 butir 5 butir 11 butir

0,261 0,808

0,885 0,913

0,689 0,859

0,295 0,533

0,593 & 0,691

0,387

0,405 0,702

0,774 & 0,846

0,635

0,260 0,733

0,736 & 0,752

0,522

Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik responden, serta untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, praktik, dan penerapan manajemen K3 di DAOP VI Yogyakarta. Tabel di bawah ini merangkum karakteristik responden berdasarkan hasil uji deskriptif pada faktor individu. 4. Rekapitulasi karakteristik responden
Variabel Usia (tahun) Lama pendidikan formal (tahun) Status pernikahan Rentang/jenis kelas 23,5 58,5 5,5 20,5 Lajang, menikah, menduda/menjanda Kelas dengan jumlah tertinggi 51,5 58,5 11,5 14,5 Jumlah (%) 40,00 66,53 Rerata 45,78 11,32 Simpangan baku 8,54 2,66

Menikah

94,29

21

Jumlah tanggungan (orang) Jenis kelamin Jabatan

09 Pria, wanita Manajer, operator

3 Pria Operator

38,78 99,59 89,80

22

Tabel 4.
Variabel Lokasi kerja Masa kerja (tahun) Pengalaman pendidikan/pelatihan K3 Rentang/jenis kelas Non-lapangan, lapangan Sintelis, JJ, Sarana, Opsar 2,7 35,0

Lanjutan
Jumlah (%) 41,22 Rerata Simpangan baku

Kelas dengan jumlah tertinggi Lapangan Sarana

22,1 28,6

33,88

Ada, tidak ada

Tidak ada

76,33

Selanjutnya, tabel di bawah ini merangkum hasil uji deskriptif pada variabel penerapan manajemen K3, masing-masing aspek penerapan manajemen K3, pengetahuan, sikap, dan praktik K3. 5. Rekapitulasi hasil uji deskriptif pada prediktor dan kriterium
Variabel Penerapan Manajemen K3 Aspek Organisasi & Administrasi Aspek Peraturan & Prosedur Aspek Pendidikan & Pelatihan Aspek Pengontrolan Potensi Bahaya Pengetahuan K3 Sikap K3 Praktik K3 Rentang/jenis kelas 39,5 454,5 -0,5 134,5 Kelas dengan jumlah tertinggi 205,5 371,5 80,5 107,5 Jumlah (%) 74,28 44,49 Rerata 297,0 7 90,47 105,5 3 65,09 Simpangan baku 75,54 24,14 Perbandingan rerata hasil uji-Z Empiris > Harapan Empiris > Harapan Empiris > Harapan Empiris > Harapan Empiris > Harapan Empiris > Harapan Empiris > Harapan Empiris >

29,5 154,5

79,5 104,5

34,69

24,38

-0,5 114,5

45,5 68,5

38,37

23,22

-0,5 64,5 -0,5 8,5 49,5 134,5 59,5 159,5

38,5 51,5 -5,5 8,5 117,5 134,5 99,5 119,5

35,92 83,67 31,84 30,61

35,98 6,95 103,6 1 113,8

14,25 1,53 21,16 23,60

23

Harapan

Meski dari hasil uji di atas dapat diketahui bahwa penerapan manajemen K3 di DAOP VI Yogyakarta sudah cukup baik, namun upaya peningkatan tetap diperlukan. Berdasarkan observasi di tempat kerja dan wawancara kepada beberapa orang responden, peneliti menilai bahwa perusahaan hendaknya melakukan upaya perbaikan dalam hal berikut: (a) menyebarluaskan kebijakan K3 secara tertulis kepada seluruh tenaga kerja di semua lokasi kerja; (b) membentuk Panitia Pembina K3 (P2K3), yang bertanggung jawab memantau pelaksanaan K3 di setiap tempat kerja dan memastikan setiap tenaga kerja mendapatkan jaminan atas keselamatan dan kesehatannya selama bekerja; (c) meningkatkan kerjasama antara Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) dan pihak perusahaan dalam hal K3, antara lain dengan mengadakan pertemuan rutin antara SPKA dengan wakil dari operator dan manajer untuk membahas masalah K3, serta bersama-sama dengan pihak perusahaan, SPKA melakukan investigasi terhadap suatu kejadian kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja; (d) mewajibkan pemeriksaan kesehatan berkala bagi setiap tenaga kerja; (e) tidak membedakan metoda pemeriksaan kesehatan antar posisi/jabatan, kecuali terdapat perbedaan faktor risiko bahaya; (f) mengatur pengelolaan sarana dan prasarana K3 pada satu seksi/divisi K3, sehingga dapat lebih terkoordinasi dengan baik; (h) menyelenggarakan pendidikan maupun pelatihan K3 baik bagi tenaga kerja baru maupun lama, juga bagi tenaga kerja yang belum pernah mengikuti pendidikan/pelatihan K3 serupa maupun yang sudah pernah; (i) menyelenggarakan pendidikan/pelatihan K3 secara berkala; (j) mendata setiap kejadian kecelakaan kerja di seluruh lokasi kerja, begitu pula kejadian mangkir yang mungkin disebabkan oleh terganggunya kesehatan tenaga kerja; (k) menjalankan analisis risiko secara rutin terhadap potensi bahaya pada setiap jenis pekerjaan, yang dilanjutkan dengan perbaikan secara berkelanjutan. Berdasarkan hasil uji deskriptif juga diketahui bahwa tenaga kerja DAOP VI Yogyakarta sudah memiliki pengetahuan yang cukup baik. Namun upaya peningkatan tetap diperlukan untuk selalu memperkaya pengetahuan K3 para tenaga kerja. Upaya tersebut berupa penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan K3 secara berkala dan melibatkan seluruh tenaga kerja yang bersangkutan. Pengetahuan K3 juga dapat dibentuk melalui aktivitas penelitian dan 24

pengembangan, yaitu meliputi aktivitas memecahkan masalah K3, merencanakan strategi promosi K3, menemukan pola kejadian yang berkaitan dengan K3, membentuk program K3,dan melakukan aktivitas pengawasan dan pengevaluasian K3 di tempat kerja19. Tenaga kerja DAOP VI Yogyakarta juga menunjukkan sikap K3 yang baik, berdasarkan hasil uji deskriptif. Namun bukan berarti upaya peningkatan tidak diperlukan. Sikap K3 dapat ditingkatkan jika pimpinan perusahaan menunjukkan komitmen dalam penerapan K320, seperti misalnya membentuk suatu tim pemantau pelaksanaan K3 di setiap tempat kerja, menyediakan peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja, menyediakan sarana dan prasarana penunjang kesehatan kerja, serta melakukan perbaikan atas potensi-potensi bahaya pada suatu pekerjaan atau lingkungan kerja. Berdasarkan hasil uji deskriptif juga diketahui bahwa tenaga kerja DAOP VI Yogyakarta kurang menjalankan praktik K3 dengan baik. Upaya peningkatan tentu diperlukan. Beberapa upaya tersebut meliputi: (a) pelaksanaan yang rutin dan berkesinambungan dalam hal pendidikan dan pelatihan K3, pertemuan untuk membahas masalah K3 (baik safety meeting yang dilaksanakan tiap bulan, maupun safety talk yang dilaksanakan tiap hari sebelum bekerja), pemeriksaan kesehatan, pendataan kejadian kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, inspeksi K3, serta audit K3; (b) penyediaan peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja dalam kondisi baik dan jumlah yang mencukupi; (c) penyediaan sarana dan prasarana penunjang kesehatan kerja dalam kondisi baik dan jumlah yang mencukupi; serta (d) penerapan sistem penghargaan (reward) bagi tenaga kerja yang melaksanakan kegiatan K3 dengan baik dan sistem hukuman ( punishment) bagi tenaga kerja yang melanggar aturan-aturan K3, sebagai suatu teknik penguatan (reinforcement) dan modifikasi perilaku K321,22. Analisis Uji Asumsi Analisis uji asumsi dilakukan sebagai syarat uji korelasi, regresi dan ANAKOVA (ANCOVA). Ketiga jenis uji statistik tersebut mengharuskan adanya pengambilan sampel secara random (random sampling), dan telah terpenuhi. Variabel yang terlibat dalam ketiga uji juga harus kontinu (continuous variable), dan telah terpenuhi karena masing-masing prediktor dan kriterium berskala interval. Ketiga uji juga mengharuskan adanya 25

kenormalan sebaran data (normal distribution of the dependent variable) pada setiap variabel, khususnya variabel terikat, dan telah terpenuhi karena suatu variabel dengan jumlah data lebih dari 30 buah menurut kaidah robust dapat dinyatakan memenuhi distribusi normal23. Uji korelasi dan regresi, sebagai uji statistik korelatif juga mengharuskan adanya kelinieran (linearity of correlation) pada korelasi antara setiap prediktor (variabel bebas) dengan kriterium (variabel terikat). Hasil uji linieritas korelasi menunjukkan adanya korelasi yang tidak linier antara praktik K3 dengan aspek Organisasi & Administrasi serta dengan aspek Peraturan & Prosedur dari penerapan manajemen K3. Program SPS secara otomatis kemudian mentransformasikan variabel praktik K3 pada korelasi tersebut dalam fungsi linier, sehingga persyaratan uji ini terpenuhi. Selanjutnya, uji regresi mengharuskan adanya kondisi korelasi antara sesama variabel bebas yang tidak terlalu tinggi (noncolinierity of the independent variable ), dan telah terpenuhi karena hasil uji non-kolinieritas menunjukkan adanya kondisi non-kolinier antar pengetahuan, sikap, dan praktik K3 pada korelasi dengan penerapan manajemen K3 maupun dengan setiap aspek dalam penerapan manajemen K3. Sebagai analisis statistik komparatif, uji ANAKOVA mengharuskan pula adanya pengelompokkan yang terpisah satu sama lain (mutually exclusive groups), dan telah terpenuhi karena adanya pembagian kelompok jabatan dan lokasi kerja yang jelas. Terakhir, uji ANAKOVA juga mengharuskan adanya homogenitas variansi (homogeneity of variance) antar kelompok uji, dan telah terpenuhi karena hasil uji menunjukkan adanya variansi yang homogen antar kelompok jabatan dan lokasi kerja. Analisis Uji Hipotesis H1: H2: H3: H4: Berikut adalah hipotesis penelitian yang diuji: Pengetahuan K3 berkorelasi positif dengan penerapan manajemen K3 di PT KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta. Sikap K3 berkorelasi positif dengan penerapan manajemen K3 di PT KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta. Praktik K3 berkorelasi positif dengan penerapan manajemen K3 di PT KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta. Pengetahuan, sikap, dan praktik K3 secara bersamaan berkorelasi positif dengan penerapan manajemen K3 di PT KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta.

26

H5: Terdapat perbedaan penerapan manajemen K3 yang dikendalikan oleh pengetahuan, sikap, dan praktik K3 antara manajer dan operator di PT. KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta. Digunakan uji korelasi lugas metoda momen tangkar ( product moment) dari Pearson untuk menguji hipotesis H1, H2, dan H3, uji korelasi ganda untuk menguji hipotesis H4, serta ANAKOVA untuk menguji hipotesis H5. Hasil uji hipotesis H1 hingga H4 dirangkum pada tabel di bawah ini. 6. Rekapitulasi hasil uji hipotesis H1 H4
Prediktor Pengetahuan K3 Sikap K3 Praktik K3 Pengetahuan, sikap, & praktik K3 Penerapan Manajemen K3 Kriterium Koefisien korelasi (r) -0,042 -0,130 0,266 0,473 Peluang galat (p) 0,261 0,020 0,000 0,000 Koefisien determinasi (r2) 0,002 0,017 0,071 0,224 Status H1 ditolak H2 ditolak H3 tidak ditolak H4 tidak ditolak

Uji korelasi lugas antara pengetahuan K3 dengan penerapan manajemen K3 menghasilkan korelasi yang negatif dan tidak bermakna. Terbukti pula dengan besarnya besaran koefisien determinasi yang menunjukkan bahwa hanya 0,2% dari keberhasilan penerapan manajemen K3 perusahaan yang dapat ditentukan melalui pengetahuan K3 tenaga kerja. Hasil uji hipotesis H1 ini kurang sejalan dengan hasil penelitian Pun dan Hui7 yang menyimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan, yang merupakan sumber informasi suatu pengetahuan, memiliki kaitan yang erat dengan penerapan manajemen kualitas yang terfokus pada K3. Begitu pula dengan penelitian Rooke & Clark24 yang menyimpulkan bahwa pengetahuan K3 dapat menciptakan penerapan manajemen K3 yang baik. Meskipun demikian, hasil uji ini membuktikan bahwa pengetahuan K3 dari tenaga kerja saja belum cukup untuk menggambarkan kondisi penerapan manajemen K3 suatu perusahaan. Hal ini disebabkan karena pengetahuan K3 yang tinggi, belum tentu diikuti oleh tindakan yang sejalan dalam

27

membentuk suatu sistem yang baik dalam penerapan manajemen K3, demikian pula sebaliknya, sejalan dengan pendapat Gerungan25. Hasil uji hipotesis H2 menggambarkan adanya korelasi negatif dan bermakna yang dibentuk antara sikap K3 dengan penerapan manajemen K3. Besaran koefisien determinasi juga menunjukkan bahwa terdapat 1,7% keberhasilan penerapan manajemen K3 perusahaan yang dapat ditentukan melalui sikap K3 tenaga kerja. Dengan korelasi yang berarah negatif, hasil uji hipotesis H2 ini kurang sejalan dengan penelitian Pun dan Hui 7 yang menyimpulkan bahwa sikap K3 tenaga kerja merupakan salah satu elemen yang diprioritaskan dalam penerapan manajemen berfokus K3. Namun demikian, hasil penelitian ini membuktikan bahwa sikap K3 tenaga kerja saja tidak cukup untuk menunjukkan keberhasilan penerapan manajemen K3 suatu perusahaan. Hal ini karena sikap yang positif terhadap K3 belum tentu disertai dengan tindakan yang sejalan dalam membentuk suatu sistem yang baik dalam penerapan manajemen K3, sejalan dengan pendapat Gerungan25. Selain itu, hasil uji hipotesis ini juga menguatkan teori perilaku Fishbein dan Ajzen10 yang menyatakan bahwa aspek kognitif, afektif, dan konatif dari perilaku suatu individu tidak selalu berhubungan linier. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan sejalan tidaknya sikap K3 dengan tindakan dalam menerapkan manajemen K3, yaitu intensi, niat, norma subjektif, kebudayaan, serta hambatan fisik atau mental yang mempengaruhi sikap seseorang10,26. Uji korelasi lugas antara praktik K3 dengan penerapan manajemen K3 pada hipotesis H3 menunjukkan adanya korelasi positif yang bermakna, terbukti pula dengan koefisien determinasi yang menggambarkan bahwa 7,1% keberhasilan penerapan manajemen K3 perusahaan dapat ditentukan melalui praktik K3 tenaga kerja. Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian Smallman27 dan Paul dkk28, yang menyebutkan bahwa praktik K3 mempunyai korelasi yang positif dan berarti dengan penerapan manajemen K3. Di sisi lain, korelasi ini menunjukkan arah yang berkebalikan dengan korelasi antara pengetahuan dan sikap K3 dengan penerapan manajemen K3. Hal ini membuktikan adanya kondisi yang tidak sejalan antara pengetahuan, sikap, dan praktik tenaga kerja mengenai K3. Seperti penjelasan sebelumnya, kondisi ini sesuai dengan pendapat Gerungan 25 yang menyebutkan bahwa pengetahuan dan sikap terhadap suatu objek baru akan sejalan dengan tindakan yang dilakukan dalam menghadapi objek tersebut jika pengetahuan dan sikap itu disertai dengan kesiapan untuk 28

bertindak. Selain itu, kondisi ini juga menegaskan bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik tidak selalu berhubungan linier satu sama lain, sesuai pendapat psikologi kognitif10. Hasil uji korelasi ganda pada hipotesis H4 menunjukkan adanya korelasi yang positif dan bermakna antara pengetahuan, sikap, dan praktik K3 secara bersamaan dengan penerapan manajemen K3. Hal ini dibuktikan pula dengan koefisien determinasi yang cukup besar, yang menggambarkan bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik K3 tenaga kerja, yang secara bersamaan merupakan domain dari perilaku K3, menentukan 22,4% keberhasilan penerapan manajemen K3 perusahaan. Untuk itu PT. KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta sebaiknya memperhatikan dengan benar perilaku K3 para tenaga kerjanya agar manajemen K3 perusahaan dapat diterapkan dengan baik. Kesimpulan yang ditarik dari hasil uji tersebut sejalan dengan model Manajemen K3 yang digambarkan oleh Kuusisto 4. Begitu pula halnya dengan pendapat Sutawi 5, Robertson (dalam Wickens dkk8), serta Ross (dalam Pun & Hui 7), yang secara garis besar menyatakan bahwa perilaku K3 (pengetahuan, sikap, dan praktik K3 secara bersamaan) memiliki korelasi yang signifikan dengan penerapan suatu manajemen K3, dan dinilai sebagai suatu faktor yang menentukan keberhasilan penerapan manajemen K3. Dari sudut pandang ilmu perilaku organisasi, hasil uji ini juga sejalan dengan model perilaku individu oleh Kurt Lewin (dalam Gibson dkk13), yang menyimpulkan bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik K3 secara bersamaan sebagai suatu perilaku K3 sangat berkaitan dengan penerapan manajemen K3, dan dapat dimodifikasi dengan adanya perubahan dalam manajemen K3 tersebut. Hasil uji hipotesis H1 hingga H4 di atas mengindikasikan bahwa dalam hubungannya dengan penerapan manajemen K3, pengetahuan K3 dan sikap K3 tidak dapat berdiri sendiri, melainkan selalu bergabung dengan praktik K3. Hal ini terbukti dari hasil korelasi ganda yang menghasilkan koefisien korelasi yang jauh lebih bermakna dibandingkan korelasi lugas untuk masing-masing variabel tersebut. Berdasarkan hasil uji hipotesis H4 juga diketahui bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik K3 tenaga kerja memang berkorelasi dengan penerapan manajemen K3 suatu perusahaan. Maka untuk mengetahui perbedaan penerapan manajemen K3 antara manajer dan operator perlu dijalankan statistik ANAKOVA, dengan pengetahuan, sikap, dan praktik K3 sebagai kovariabel. Hasil uji-F pada ANAKOVA sebesar 0,528 (db = 1; p = 0,525) menunjukkan bahwa tidak 29

terdapat perbedaan yang signifikan pada korelasi pengetahuan, sikap, dan praktik K3 dengan penerapan manajemen K3 antara manajer dan operator, sehingga hipotesis H5 ditolak. Hasil ini juga dapat menyimpulkan bahwa saat pengetahuan, sikap, dan praktik K3 tenaga kerja dikendalikan, manajer dan operator menunjukkan kondisi penerapan manajemen K3 DAOP VI Yogyakarta yang seragam. Kesimpulan ini menguatkan pendapat Setyawati29 yang menyatakan perlunya kesamaan persepsi dan pengetahuan agar penerapan K3 di perusahaan berjalan baik. Selanjutnya, berdasarkan analisis post hoc dengan uji-t, diketahui bahwa kelompok manajer ( X = 306,551) ternyata menunjukkan korelasi yang lebih tinggi antara pengetahuan, sikap, dan praktik K3 dengan penerapan manajemen K3, dibandingkan operator ( X = 295,996). Kondisi ini menunjukkan bahwa dengan dikendalikannya pengetahuan, sikap, dan praktik K3 tenaga kerja, manajer dinilai lebih mampu mencitrakan penerapan manajemen K3 perusahaan yang lebih baik dibandingkan operator, meskipun perbedaan yang dihasilkan tidak signifikan. Berdasarkan pengamatan dan wawancara lebih lanjut, kondisi pengetahuan dan sikap K3 tenaga kerja yang kurang sejalan dengan penerapan manajemen K3 di DAOP VI Yogyakarta dapat terjadi karena penerapan manajemen K3 baru sebatas instruksi dari atasan atau pemerintah. Manajemen K3 hanya diterapkan untuk memperlihatkan kepatuhan perusahaan pada peraturan dan undang-undang, seperti halnya pelaksanaan SMK3 yang baru dimulai sebagai syarat memperoleh penghargaan zero accident. Hal ini memang merupakan salah satu manfaat penerapan manajemen K330, namun seharusnya bukan menjadi tujuan penerapan manajemen K3 itu sendiri. Meskipun pengetahuan dan sikap K3 tenaga kerja cukup tinggi, manajemen K3 belum tentu dapat diterapkan dengan baik, karena K3 belum menjadi suatu budaya dalam organisasi DAOP VI Yogyakarta. Selanjutnya, penerapan manajemen K3 yang tidak berbeda secara signifikan antara manajemen dan operator DAOP VI Yogyakarta juga dapat terjadi karena kondisi yang sama. Manajer, sebagai atasan dari operator juga hanya mengatur manajemen K3 berdasarkan instruksi atasan atau pemerintah, dan belum memiliki nilai dan keyakinan yang tinggi terhadap penerapan K3 di perusahaan. Padahal seharusnya manajer dapat mengarahkan dan memberikan contoh yang lebih baik mengenai pelaksanaan K3 di tempat kerja22,31.

30

Hasil Tambahan Penelitian Bagian ini menyajikan tambahan analisis statistik untuk memberikan hasil penelitian yang lebih mendetail. Pertama-tama dilakukan analisis regresi untuk menggambarkan kemampuan pengetahuan, sikap, dan praktik K3 dalam memprediksi penerapan manajemen K3. Regresi model penuh (p = 0,000; R2 = 0,224; SE total = 22,418%) yang memperhitungkan semua variabel bebas (pengetahuan, sikap, dan praktik K3) menghasilkan persamaan regresi berikut: Estimasi penerapan manajemen K3 responden ke-i = 271,240 0,428 (pengetahuan K3) 1,813 (sikap K3) + 1,903 (praktik K3) {dengan i = 1,2,3,...,n} Persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk menghitung besarnya penerapan manajemen K3 pada masing-masing tenaga kerja, dan untuk mengetahui besarnya perbedaan (error) pada masing-masing responden antara penerapan manajemen K3 yang sebenarnya dengan estimasi penerapan manajemen K3 berdasarkan perhitungan. Selanjutnya, uji korelasi ganda dilakukan untuk menggambarkan korelasi antara pengetahuan, sikap, dan praktik K3 secara bersamaan dengan setiap aspek penerapan manajemen K3. Seperti halnya pada uji hipotesis H4, ditemukan juga adanya korelasi bermakna pada keempat aspek tersebut, yaitu aspek Organisasi & Administrasi (R = 0,465; SE = 21,7%; p = 0,000); aspek Peraturan & Prosedur (R = 0,442; SE = 19,6%; p = 0,000); aspek Pendidikan & Pelatihan (R = 0,427; SE = 18,2%; p = 0,000); serta aspek Pengontrolan Potensi Bahaya (R = 0,337; SE = 11,4%; p = 0,000). Kondisi ini menguatkan hasil uji hipotesis H4. Kemudian, sejalan dengan uji hipotesis H5, hasil uji perbedaan korelasi pengetahuan, sikap, dan praktik K3 dengan masing-masing aspek penerapan manajemen K3 antara manajer dan operator , yang dijalankan dengan ANAKOVA, juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan, baik pada: aspek Organisasi & Administrasi (F = 0,007; db = 1; p = 0,931); aspek Peraturan & Prosedur (F = 0,322; db = 1; p = 0,578); aspek Pendidikan & Pelatihan (F = 0,120; db = 1; p = 0,730); maupun aspek Pengontrolan Potensi Bahaya (R = 1,308; db = 1; p = 0,253). Kondisi juga menggambarkan bahwa dengan dikendalikannya pengetahuan, sikap, dan praktik K3 tenaga kerja, penerapan aspek-aspek manajemen K3 di DAOP VI Yogyakarta menunjukkan kondisi yang seragam antara manajer dan 31

operator. Berdasarkan analisis post hoc dengan uji-t pada keempat aspek penerapan manajemen K3 tersebut, manajer juga menunjukkan korelasi yang lebih tinggi dibanding operator, sesuai dengan hasil uji-t pada uji hipotesis H5. Hasil tambahan penelitian selanjutnya berupa analisis perbedaan rerata pada variabel pengetahuan, sikap, dan praktik K3 antar kelompok jabatan dan lokasi kerja. Hasil uji perbedaan yang dapat dilihat dari hasil ANAKOVA sebelumnya menunjukkan bahwa antar kelompok jabatan, terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan K3 (F = 5,456; db = 1; p = 0,019), sedangkan sikap dan praktik K3 tidak berbeda secara signifikan. Tingkat pengetahuan K3 manajer ( X = 7,600) signifikan lebih tinggi dibandingkan operator ( X = 6,873). Kondisi ini sangat dimungkinkan terjadi di DAOP VI Yogyakarta, karena posisi manajer memerlukan tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada operator. Manajer juga umumnya memperoleh kesempatan untuk belajar, menerima informasi K3, ataupun mengikuti pendidikan/pelatihan K3, yang lebih besar dibandingkan operator. Meskipun pada uji hipotesis H1 disimpulkan bahwa pengetahuan K3 tidak berkorelasi dengan penerapan manajemen K3, namun kondisi perbedaan ini hendaknya juga menjadi perhatian pihak perusahaan agar memberikan upaya peningkatan pengetahuan K3 para operator, antara lain dengan menjalankan pendidikan/pelatihan K3 yang rutin dan berkesinambungan. Berkaitan dengan hasil uji hipotesis H5, ternyata dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, manajer DAOP VI Yogyakarta tidak memberikan penerapan K3 melalui pengaturan manajemen K3 yang lebih baik dibandingkan operator. Padahal seharusnya manajer dapat mengatur dan mengarahkan operator, dengan cara memberikan contoh yang lebih baik22,31. Pada pengamatan dan wawancara lebih lanjut, kondisi ini dapat terjadi karena manajer baru menerapkan K3 dalam manajemennya sebatas instruksi atasan dan hanya untuk memenuhi kelengkapan manajemen yang diinstruksikan dalam peraturan perundangan. Selanjutnya, hasil uji perbedaan dengan metoda yang sama pada pengetahuan, sikap, dan praktik K3 antar kelompok lokasi kerja juga menghasilkan perbedaan yang sangat signifikan pada pengetahuan K3 (F = 4,697; db = 4; p = 0,001). Tingkat pengetahuan K3 tenaga kerja yang bekerja di lokasi non-lapangan ( X = 7,233) signifikan lebih tinggi dibandingkan pengetahuan K3 tenaga kerja di lapangan Opsar ( X = 6,351) (t = 2,959; p = 0,004). Tingkat pengetahuan K3 tenaga kerja yang bekerja di 32

lapangan Sintelis ( X = 7,750) signifikan lebih tinggi dibandingkan pengetahuan K3 tenaga kerja di lapangan JJ ( X = 6,594) (t = 2,315; p = 0,020) dan sangat signifikan lebih tinggi dibandingkan pengetahuan K3 tenaga kerja di lapangan Opsar ( X = 6,351) (t = 2,986; p = 0,003). Tingkat pengetahuan K3 tenaga kerja yang bekerja di lapangan Sarana ( X = 7,178) juga signifikan lebih tinggi dibandingkan pengetahuan K3 tenaga kerja di lapangan JJ ( X = 6,594) dan sangat signifikan lebih tinggi dibandingkan pengetahuan K3 tenaga kerja di lapangan Opsar ( X = 6,351) (t = 3,385; p = 0,001). Meskipun hasil uji korelasi yang dijalankan sebelumnya menyimpulkan bahwa pengetahuan K3 tidak berkorelasi dengan penerapan manajemen K3, namun DAOP VI Yogyakarta sebaiknya tetap memberikan perhatian pada adanya kondisi perbedaan tingkat pengetahuan K3 ini. Upaya peningkatan pengetahuan K3 sebaiknya lebih difokuskan pada tenaga kerja yang bekerja di lapangan Seksi Opsar dan Seksi JJ. Selanjutnya, hasil uji perbedaan dengan metoda yang sama pada pengetahuan, sikap, dan praktik K3 pada interaksi kelompok jabatan dan lokasi kerja ternyata tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada masing-masing kelompok uji, sehingga tidak perlu adanya perbedaan upaya peningkatan pengetahuan, sikap, maupun praktik K3 antara tenaga kerja dengan jabatan yang sama di lokasi kerja yang berbeda, ataupun antara tenaga kerja pada lokasi kerja yang sama namun berbeda jabatan. KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menyimpulkan adanya korelasi positif antara praktik K3 dengan penerapan manajemen K3 di PT. KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta. Praktik K3 dengan baik yang sering dilakukan tenaga kerja (manajer dan operator) menunjukkan adanya penerapan manajemen K3 perusahaan dengan baik/tinggi pula, atau sebaliknya. Sikap K3 tenaga kerja, sebaliknya, berkorelasi negatif dengan penerapan manajemen K3. Pengetahuan K3 tenaga kerja, di lain sisi, tidak berkorelasi dengan penerapan manajemen K3 di PT. KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta. Penelitian ini, dengan demikian, juga menyimpulkan bahwa pengetahuan, sikap, dan praktik K3 tenaga kerja belum tentu berhubungan linier satu sama lain. Selanjutnya, pengetahuan, sikap, dan praktik K3 secara bersamaan menunjukkan korelasi positif yang bermakna dengan penerapan manajemen K3 di PT. KA (Persero) DAOP VI Yogyakarta. Adanya 33

pengetahuan, sikap, dan praktik K3 secara bersamaan dengan baik/tinggi dari tenaga kerja menunjukkan adanya penerapan manajemen K3 perusahaan dengan baik/tinggi pula, atau sebaliknya. Pengetahuan, sikap, dan praktik K3 secara bersamaan dari para tenaga kerja juga berkorelasi positif dan bermakna dengan penerapan keempat aspek manajemen K3 perusahaan, yaitu aspek Organisasi dan Asministrasi, aspek Peraturan & Prosedur, aspek Pendidikan & Pelatihan, serta aspek Pengontrolan Potensi Bahaya. Sebagai upaya peningkatan penerapan manajemen K3 yang bertujuan mengurangi jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, perusahaan disarankan agar lebih fokus pada upaya peningkatan praktik tenaga kerja, baik para manajer maupun operator, dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan K3. Upaya peningkatan praktik K3 dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan berikut secara rutin dan berkesinambungan, yaitu: (a) pendidikan K3; (b) pelatihan K3; (c) pertemuan untuk membahas masalah K3; (d) pemeriksaan kesehatan; (e) audit K3; serta (f) pendataan kejadian kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Selain itu, perusahaan juga dapat meningkatkan praktik K3 tenaga kerja melalui perbaikan sistem manajemen perusahaan, yaitu dengan: (a) pembentukan tim P2K3; (b) peningkatan kerjasama dengan SPKA dalam hal K3; (c) penerapan sistem penghargaan dan hukuman dalam pelaksanaan kegiatan K3; serta (d) penyediaan sarana dan prasarana K3 dalam kondisi baik dan jumlah yang mencukupi. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya keilmuan K3, peneliti menyarankan penelitian lanjutan mengenai faktorfaktor pengaruh praktik K3 seorang tenaga kerja, sehingga pihak perusahaan dapat menjalankan upaya-upaya yang tepat untuk meningkatkan praktik K3 tenaga kerja. Juga disarankan penelitian lanjutan mengenai faktor lain yang secara teori juga berkaitan dengan penerapan manajemen K3 suatu perusahaan, sehingga pihak perusahaan dapat fokus pada upaya perbaikan faktor yang memang memberikan sumbangan besar bagi penerapan manajemen K3. Selain itu, disarankan pula penelitian lanjutan yang melibatkan pihak penumpang sebagai salah satu personil yang terlibat dalam suatu kejadian kecelakaan kereta api, baik menyumbangkan faktor penyebab maupun memperoleh akibat dari kejadian tersebut.

34

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. Direktorat Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan. 2008. Kinerja Perkeretaapian 2003-2007. http://perkeretaapian.dephub.go.id. Diakses: 20 Maret 2008. Chissick, S.S. dan R. Derricott. 1981. Occupational Health and Safety Management. John Wiley & Sons Ltd., Great Britain. Setyawati, L. 1999. Manajemen Penerapan Hiperkes di Perusahaan dan Rumah Sakit. Makalah Seminar Sehari Penerapan K3 dalam Meningkatkan Pelayanan Kesehatan kerja dan Menyongsong Akreditasi Rumah Sakit, 13 Maret 1999. IDKI DIY, Yogyakarta. Kuusisto, A. 2000. Safety Management Systems Audit Tools and Reliability of Auditing. Disertasi. Espoo, Technical Research Centre of Finland, VTT Publication 428, Tampere. Sutawi. 2006. Bersama Kita Bisa Membangun Budaya Keselamatan Jalan (Artikel Juara Pertama Lomba Karya Tulis Keselamatan dan Pelayanan Transportasi Harhubnas 2006). http://dephub.go.id. Diakses: 28 Mei 2007. Choudhry, R.M. dan D. Fang. 2007. Why operatives engage in unsafe work behavior: Investigating factors on construction sites. Safety Science doi:10.1016/j.ssci.2007.06.027. Pun, K.-F. dan I.-K. Hui. 2002. Integrating the Safety Dimension into Quality Management Systems: A Process Model. Total Quality Management, 13 (3): 373-391. Wickens, C.D., J. Lee, Y. Liu, dan S.G. Becker. 2004. An Introduction to Human Factors Engineering. Cetakan ke-2, Pearson Education, Inc., New Jersey. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi . PT Rineka Cipta, Jakarta. Fishbein, M. dan I. Ajzen. 1975. Beliefs, Attitudes, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Addison Wesley, New York. Brauer, R.L. 1994. Safety and Health for Engineers. John Wiley & Sons, Inc., New York. Robbins, S.P. 1998. Organizational Behavior: Concepts, Controversies, Applications. Edisi ke-8, Prentice-Hall, New Jersey. Gibson, J.L., J.M. Ivancevich, dan J.H. Donnelly. 1997. Alih bahasa: Nunuk Adiarni. Perilaku Organisasi: Perilaku-Struktur-Proses. Cetakan ke-1, Bina Aksara, Jakarta. Sutalaksana, I. Z., R. Anggawisastra, dan J. H. Tjakraatmadja. 2006. Teknik Tata Cara Kerja. Cetakan ke-2, Jurusan Teknik Industri ITB, Bandung. Dewi, C. 2006. Persepsi dan Perilaku Petugas Paramedis dan Nonmedis dalam Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di 35

4. 5.

6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

16.

17. 18. 19.

20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.

29. 30.

Rumah Sakit Umum Daerah Sleman. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Cahyono, A.B. 2002. Perbedaan Sikap Penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) antara Karyawan yang Terlatih K3 dengan yang Belum Terlatih K3 di RS DR. Sardjito Yogyakarta. Tesis (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Kesehatan Kerja, Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mitchell dan J. Jolley. 1992. Research Design Explained. Cetakan ke2, Harcourt Brace Jonanovich College Publisher, New York. Azwar, S. 1994. Seleksi Aitem Dalam Penyusunan Skala Psikologi. Buletin Psikologi, II (2): 26-33. Landry, R., N. Amara, A. Pablos-Mendes, R. Shademani, dan I. Gold. 2006. The Knowledge-Value Chain: A Conceptual Framework for Knowledge Translation in Health. Bulletin of the World Health Organization, 84 (8): 597-602. Williamson, A.N., A.-M. Feyer, D. Cairns, dan D. Biancotti. 1997. The Development of a Measure of Safety Climate: The Role of Safety Perceptions and Attitudes. Safety Science, 25: 15-27. Gordon, J.R. 1996. Organizational Behavior: A Diagnostic Approach . Edisi ke-5, Prentice Hall, New Jersey. Kreitner, R. dan A. Kinicki. 2000. Organizational Behavior. Edisi ke5. McGraw-Hill, Boston. Kleinbaum, D.G. dan L.L. Kupper. 1978. Applied Regression Analysis and Other Multivariable Methods. Duxburry Press, Boston. Rooke, J. dan L. Clark. 2005. Learning, Knowledge, and an Authority on Site: A Case Study of Safety Practice. Building Research and Information, 33 (6): 561-570. Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Refika Aditama, Bandung. Azwar, S. 2000. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi ke-3, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Smallman, C. 2001. The Reality of Revitalizing Health and Safety. Journal of Safety Research, 32: 391-439. Paul, P.S., J. Maiti, S. Dasgupta, dan S.N. Forjuoh. 2005. An Epidemiological Study of Injury in Mines: Implication for Safety Promotion. International Journal of Injury Control and Safety Promotion, 12 (3): 157-165. Setyawati, L. 2000. Pengaruh Peralatan yang Tidak Ergonomis Terhadap Tingkat Kelelahan Kerja dan Stres Psikososial. Proceeding Seminar Nasional Ergonomi. Guna Widya, Surabaya. Suardi, R. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lembaga Manajemen PPM, Jakarta.

36

31. Silalahi, B.N.B. dan B.R. Silalahi. 1991. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Edisi ke-3, PT Binaman Pressindo dan Lembaga PPM, Jakarta.

37

Anda mungkin juga menyukai