Anda di halaman 1dari 4

PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN BATUBARA BERDASARKAN STRUKTUR/TEKSTUR

Kamal Farobi Program Studi Teknik Geologi, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Sudharto, SH, Tembalang, Semarang ABSTRAK Batubara merupakan batuan sedimen non klastik tepatnya sedimen organik yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik yaitu berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Struktur dan tekstur merupakan sifat fisika batuan. Salah satu pengaruh tingkat kematangan batubara karena sifat fisik batuan. Awalnya gambut, terubah menjadi lignit merupakan tipe batubara dengan kematangan organik rendah (low organic maturity) lalu menjadi brown coal. Berkelanjut dari suhu dan tekanan menghasilkan sub-bituminus, selama proses berkelanjut menjadi semakin keras dan matang dan diklasifikasikan sebagai bituminus. Peningkatan pematangan yang cepat dalam pematangan organik berlanjut dan berakhir membentuk antrasit, meta-antrasit, dan graphite. Perbedaan peringkat dan kualitas batubara menunjukkan tingkat pembatubaraan dan kuantitas dari pengotor batubara. Keywords : sumber daya batubara, kematangan struktur/tekstur, tingkat kematangan, batuan sedimen non klastik.

PENDAHULUAN Penelitian tentang batubara sendiri merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan oleh para peneliti untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif lain, misalnya jika terjadi kelangkaan bahan bakar dari minyak yang berbentuk fluida. Sejak krisis minyak pada tahun 1970-an mewakili kepentingan negara-negara industri besar, sampai tahun 2017 penggunaan batu bara akan terus meningkat, yakni sekitar 500 ribu ton per tahun. Salah satu penelitian yang sedang intensif dilakukan yaitu tentang pembuatan bahan bakar gas dari pengambilan unsur karbon pada batubara melalui proses Coal Gasification. Karena batubara memiliki tingkatan kematangan yang berbeda, hal ini mampu mempengaruhi kegunaan pada setiap tingkatan batubara tersebut, maka perlu diketahui struktur dan tekstur yang membedakan setiap tingakat kematangan batubara. DASAR TEORI Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Secara umum adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari suatu endapan organik, material utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan

terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsurunsur utamanya yang terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit. Pembentukan batu bara memerlukan kondisikondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu, adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk. Pada Zaman Permian, kira-kira 270 juta yang lalu, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 130 juta yang lalu) di berbagai belahan bumi lalu. Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada

saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan terjadinya proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut. Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit. Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut: Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini. Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat. Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian misal di Australia, India dan Afrika. Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan. Coal gasification adalah sebuah proses untuk mengubah batu bara padat menjadi gas batu bara yang mudah terbakar (combustible gases), setelah proses pemurnian gas-gas karbondioksida (CO2), hidrogen (H),metan (CH4), karbonmonoksida(CO) dan nitrogen (N2), dapat digunakan sebagai bahan bakar, hanya menggunakan udara dan uap air sebagai reacting-gas kemudian menghasilkan water gas atau coal gas, gasifikasi secara telah dibuktikan secara nyata mempunyai sisa-sisa pembakaran, seperti : emisi udara, kotoran padat dan limbah terendah.

Tetapi, batu bara bukanlah bahan bakar yang sempurna. Terikat di dalamnya adalah sulfur dan nitrogen, bila batu bara ini terbakar kotorankotoran ini akan dilepaskan ke udara, bila mengapung di udara zat kimia ini dapat menggabung dengan uap air (seperti contoh kabut) dan tetesan yang jatuh ke tanah seburuk bentuk asam sulfurik dan nitrit, disebut sebagai "hujan asam" acid rain. Disini juga ada noda mineral kecil, termasuk kotoran yang umum tercampur dengan batu bara, partikel kecil ini tidak terbakar dan membuat debu yang tertinggal di coal combustor, beberapa partikel kecil ini juga tertangkap di putaran combustion gases bersama dengan uap air, dari asap yang keluar dari cerobong beberapa partikel kecil ini adalah sangat kecil setara dengan rambut manusia. METODOLOGI Metode yang telah digunakan untuk menganalisis tentang batubara yaitu dengan menggunakan artikel-arikel yang ada di internet. Selain itu juga menggunakan pendeskripsian batubara yang ada pada Laboratorium Petrologi dan Mineralogi. No. Peraga Dimensi Jenis Batuan Warna Batuan Struktur Tekstur Kekerasan Kilap Karakteristik Khusus Komposisi Penyusun Lingkungan Pembentukan Nama Batuan : BNK A1 : 12cm X 8cm X 4cm : Batuan Sedimen Non Klastik : Hitam : Masif : :3 : Minyak : Ringan, Mudah Terbakar : Karbon, Hidrogen, Nitrogen Oksigen : Laguna, Delta : Batubara Sub-Bituminus

PEMBAHASAN Berdasarkan tingkat proses pembentukan batubara yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batu bara umumnya dibagi dalam enam kelas: grafit, antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut/peat.

Grafit adalah kelas batu bara kelas tertinggi, dengan warna hitam yang sangat berkilau metalik dengan kandungan unsur karbon (C) mencapai 100% dan benar-benar kering tidak ada kandungan air sedikit pun, dan memiliki kekerasan yang sangat keras sehingga memiliki nilai kalori yang sangat tinggi. Antrasit adalah kelas batu bara yang sudah tinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8% dan memiliki kekerasan yang sudah keras, sehingga memiliki nilai kalori yang tinggi dan banyak dicari orang. Bituminus mengandung unsur karbon (C) antara 68% - 86% dan berkadar air 8%-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia dan memiliki kekerasan yang cukup keras, nilai kalorinya sudah cukup untuk pembakaran. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus dan memiliki kekerasan yang belum keras, nilai kalori belum banyak sehingga jika digunakan sebagai pembakaran harus dengan cara gasification. Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya, niali kalori rendah. Gambut/peat, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah. Berdasarkan pengamatan secara megaskopis pada nomor peraga BNK A1 ini dapat diketahui warna batuan ini adalah hitam dengan struktur berupa masif yang kompak. Jika dilihat dari teksturnya maka batuan ini memiliki kekerasan yang merupakan ketahanan mineral terhadap suatu goresannya mencapai tingkat 3 karena baru dapat tergores oleh kawat tembaga atau alat yang sama kerasnya seperti pada mineral calcite yang memiliki rumus kimia CaCO3 menurut skala kekerasan mineral MOHS, kilap minyak (Oil Lustre) dimana kilapnya seperti minyak, seakanakan terlapisi oleh minyak dan memiliki karakteristik khusus yaitu memiliki berat jenis yang cukup ringan dan merupakan batuan yang mudah terbakar yaitu mineral yang memiliki daya lebur apabila dipanaskan, penyelidikannya dilakukan dengan membakar bubuk mineral dalam api. Daya leburnya dinyatakan dalam derajat keleburan, daya lebur ini merupakan ukuran dari kualitas batu ini. Karena batuan ini

diekstraksi dengan pemanasan sehingga menggeluarkan bau seperti aspal yang disebut bituminous. Batuan ini memiliki komposisi penyusun berupa karbon, hidrogen, nitrogen, dan oksigen yang merupakan akumulasi sisa-sisa tumbuhan bersama hasil dekomposisinya yang terendapkan dalam lapisan sedimen dalam waktu yang cukup lama sehingga memiliki cukup banyak kandungan organik karbon akibat adanya proses diagenesis, berdasarkan komposisi penyusunnya termasuk dalam kelompok sedimen organik, dimana batuan sedimen yang pada umumnya terbentuk di daerah laguna, delta, dan pantai antar delta. Pembentukannya dapat akibat dari proses transformasi dari sisa tumbuhan menjadi gambut, batubara muda, dan batubara tua setelah melalui tahap biokimia dan geokimia. Batu ini telah mengalami tingkat kematangan yang lebih lanjut dari proses metamorfisme sampai memiliki tampilan secara megaskopis tampak berwarna hitam dengan kilap minyak yang sudah mulai tampak dan dengan kekerasan yang hanya mencapai tingkat skala 3 pada skala MOHS berarti batuan ini masih balum keras sehingga termasuk sub-bituminus, jika digunakan sebagai pembakaran harus dengan cara gasification. Petrogenesis dari batuan ini yaitu terbentuk dari algae dan spora algae yang tumbang dan mati langsung masuk ke dalam air seluruhnya sehingga tidak mengalami oksidasi, karena terendapkan tidak mengalami oksidasi maka pada waktu yang sangat lama maka kandungan karbonnya semakin banyak bahkan mampu 100% mengandung karbon sedangkan kandunagan airnya yang ada kandungan oksigennya semakin sedikit bahakan mampu sampai tidak ada, sehingga untuk mengetahui kandungannya perlu penelitian megaskopis tentang tekstur dan strukturnya, batubara tersebut sering terbentuk di daerah lakustrin dan lingkungan marin, sehingga berguna sebagai source rock minyak bumi. Berdasarkan kenampakan yang tampak pada pengamatan megaskopis jadi batuan nomor peraga BNK A1 batuan ini merupakan batu batubara sub bituminous. KESIMPULAN Kesimpulannya melalui pengamatan megaskopis terhadap batubara maka mampu untuk mengetahui tingkat kematangannya sehingga dapat digunakan

sesuai dengan keperluannya karena pada setiap tingkatan memiliki kandungan karbon yang berbeda, nilai kalorinya pun berbeda dan selain itu juga memiliki nilai jual yang berbeda. REFERENSI http://www.dw.de/dunia-berada-di-ambangkembalinya-energi-batu-bara/a-16470090 (diakses pada tanggal 01 Juni 2013, pukul 17.36 WIB) BATUAN SEDIMEN NON KLASTIK PEMAHAMAN LANJUT.pdf LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai